• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. anak, baik lahir maupun batin. Kehidupan anak-anak Jawa dijaman dahulu tidak terlepas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. anak, baik lahir maupun batin. Kehidupan anak-anak Jawa dijaman dahulu tidak terlepas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dilahirkan di dunia ini telah diberikan bekal alat hidup dengan lengkap, namun belum semuanya dalam keadaan yang sempurna. Pergaulan hidup manusia dan keadaan yang beraneka ragam mempunyai daya pengaruh atas tumbuh kembang hidup anak, baik lahir maupun batin. Kehidupan anak-anak Jawa dijaman dahulu tidak terlepas dari gending, hampir semua permainan anak-anak selalu disertai dengan gending atau nyanyian (Dewantara,1975:302).

Gending atau tembang adalah lirik atau sajak yang mempunyai irama nada sehingga dalam bahasa Indonesia biasa disebut sebagai lagu. Kata tembang berasal dari bahasa Jawa. Melalui tembang seseorang dapat mencurahkan isi hatinya dengan tujuan tertentu. Pada zaman dahulu anak-anak Jawa memperoleh pendidikannya dari alam sendiri, yaitu pendidikan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Dalam segala tingkah laku anak-anak selalu menyanyi atau di dalam bahasa Jawa disebut dengan “nembang”. Bagi orang Jawa menyanyi itu berpengaruh juga pada keseluruhan watak yang membiasakan orang Jawa pada irama yang ternyata sangatlah perlu, dengan begitu nyanyian merupakan suatu kesenian yang luhur dan sangat berharga bagi rakyat Jawa (Dewantara,2011:156).

Dasar atau pegangan pendidikan anak-anak Jawa pada jaman dahulu adalah apa yang sering kali disebut dengan “sastra gending”, sastra gending adalah sebuah karya klasik berbentuk puisi Tembang yang berisi tentang ajaran hidup dan pedoman hidup. Pola dasar pendidikan anak-anak Jawa menerapkan pelajaran yang mudah diterima dan menyenangkan seperti menyanyikan nyanyian dan lagu-lagu (Dewantara,2011 : 154).

(2)

Tembang Jawa pada jaman dahulu secara tidak langsung termasuk dalam sarana untuk berdoa dan menjadi sebuah iringan dalam berbagai acara, termasuk sebagai nyanyian pengiring anak-anak ketika bermain. Tembang pengiring anak-anak ketika bermain disebut sebagai “Tembang Dolanan”. Tembang yang dijadikan dasar atau pegangan pendidikan anak-anak Jawa salah satunya seperti Tembang “Lelo ledhung”.

Lelo ledhung adalah sebuah tembang dolanan bersifat mendidik yang dinyanyikan oleh seorang Ibu kepada anaknya agar cepat tidur, atau ketika anaknya sedang menangis dapat segera tenang. Tembang lelo ledhung juga sebagai salah satu pola masyarakat Jawa pada jaman dahulu, tembang lelo ledhung ini memperlihatkan sosok orang tua yang sedang berdoa untuk anaknya agar nantinya ketika dewasa dapat menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negara serta dapat membahagiakan kedua orang tuanya. Lelo ledhung merupakan salah satu dari beberapa tembang dolanan yang bersifat mendidik, karena tembang lelo ledhung memiliki makna yang cukup mendalam dan sangatlah berpengaruh pada karakter seorang anak di masa depan jika dapat memahami arti dan makna dari setiap baitnya.

Tembang lelo ledhung sudah merupakan tembang turun temurun yang sampai sekarang masih digunakan masyarakat Jawa sebagai sebuah tembang tradisi pengantar tidur (Suwardi, 2005 : 99). Tembang lelo ledhung merupakan karya dari sebuah nilai kearifan lokal (Local Wisdom), yang diwariskan melalui pesan atau ajaran-ajaran dan nilai-nilai moral budi pekerti yang terkandung di dalamnya. Tembang lelo ledhung ini disampaikan melalui perumpamaan-perumpamaan dan analogi yang dikemas dalam bahasa yang sederhana namun tetap indah (estetis). Masyarakat Jawa menganggap tembang lelo ledhung ini sebagai hasil dari sebuah nilai kearifan lokal, karena tembang lelo ledhung tersebut masih belum diketahui siapa yang menciptakannya, mengingat

(3)

orang-orang Jawa pada jaman dahulu belum memikirkan penyertaan nama dari sebuah karya yang diciptakannya.

Tembang memang tidak dapat dipisahkan dari berbagai kehidupan masyarakat Jawa, karena nyanyian atau tembang merupakan sebuah kesenian yang luhur dan memiliki arti di dalam liriknya. Masyarakat Jawa meyakini bahwa lirik yang diselaraskan dengan melodi yang sesuai di dalam tembang Jawa sangatlah berpengaruh dalam membentuk watak dan karakter seseorang.

Pada masa sekarang ini perubahan dan perkembangan teknologi berlangsung dengan cepat menjadikan kebudayaan, warisan dan tradisi nenek moyang berangsur-angsur menghilang yang mengakibatkan tembang atau lagu yang bersifat mendidik sudah jarang dilantunkan oleh orangtua untuk anak-anaknya, sehingga anak-anak pada masa sekarang ini lebih memilih untuk mendengarkan lagu-lagu dengan lirik yang makna dan artinya tidak sesuai dengan usia anak.

Lunturnya kebanggaan masyarakat terhadap budaya sendiri memberikan efek negatif bagi generasi penerus, hal seperti ini tidak dapat dibiarkan begitu saja supaya generasi penerus nantinya menjadi manusia yang memiliki karakter dan budipekerti baik. Tembang Jawa yang bersifat mendidik jika masih diterapkan oleh semua orang tua untuk anak-anaknya, tentu akan menghasilkan bibit-bibit generasi penerus yang cerdas, berakal budi dan memiliki jiwa yang baik nantinya. Menurut Ki Hadjar Dewantara nembang atau menyanyi itu dapat membentuk watak dan karakter seseorang, seperti makna yang terkandung di dalam tembang lelo ledhung yang bertujuan untuk menciptakan generasi penerus yang sesuai dengan kepribadian bangsa.

Dari latar belakang tersebut menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh tembang lelo ledhung yang bersifat mendidik terhadap perkembangan karakter dan budi pekerti anak-anak dengan menggunakan pendekatan

(4)

dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan. Dalam pemikirannya, Ki Hadjar Dewantara menyampaikan bahwa pendidikan dapat disampaikan melalui media lagu atau tembang, sehingga lebih menarik dan mudah diterima oleh anak-anak. Objek material yang akan dikaji oleh peneliti adalah tembang atau lagu lelo ledhung dan objek formalnya adalah konsep pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara, yang selanjutnya akan dibahas lebih lengkap dalam penelitian.

a. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa arti dan makna dari lirik tembang lelo ledhung?

2. Aspek-aspek pedagogis apa saja yang terkandung di dalam tembang lelo ledhung?

3. Bagaimana tembang dolanan anak menurut perspektif pendidikan Ki Hadjar Dewantara?

b. Keaslian Penelitian

Peneliti lebih memfokuskan penelitian ini pada unsur pendidikan yang terkandung dalam tembang lelo ledhung menurut Ki Hadjar Dewantara, dengan cara menelaah lirik tembang lelo ledhung agar dapat diketahui apa arti dan makna tembang tersebut untuk generasi penerus nanti. Untuk itu peneliti telah melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian yang ada sebelumnya.

Sejauh penelusuran yang dilakukan peneliti sampai saat ini penelitian mengenai Tembang Dolanan Anak Lelo ledhung dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang tembang yang sudah pernah dilakukan lebih cenderung meneliti tembang macapat dari segi arti dan makna yang terkandung didalam liriknya, dari pada tembang dolanan terutama tembang lelo

(5)

ledhung. Sehingga peneliti yakin bahwa tembang lelo ledhung ini pertama kali diangkat untuk dijadikan bahan penelitian. Namun terdapat beberapa penelitian yang sudah ada mengenai konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, diantaranya :

1. Skripsi S1 Fakultas Filsafat UGM, dengan judul “Pendidikan Sistem Among Menurut Ki Hadjar Dewantara ( Suatu Tinjauan Filsafat Pendidikan Progresivisme)” oleh Hening Nugroho tahun 2011. Penelitian ini membahas tentang maksud dari pendidikan dengan sistem Among yang merupakan metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asah,asih dan asuh, yang kemudian oleh peneliti dilihat dari sudut pandang filsafat progresivisme

2. Skripsi S1 Fakultas Filsafat UGM, dengan judul “Tinjuauan Mengenai Kesesuaian Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dengan Konsep Pendidikan Pancasila”oleh Riyanto tahun 1977. Penelitian ini membahas tentang pemikiran-pemikiran yang ada di dalam rangkaian sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara maupun di dalam rangkaian sistem pendidikan pancasila mengenai hal-hal yang mempunyai hubungan yang sesuai diantara kedua konsep pendidikan tersebut. 3. Skripsi S1 Fakultas Filsafat UGM, dengan judul “Konsepsi Ki Hadjar Dewantara

Tentang Kemerdekaan Diri Sebagai Dasar Pendidikan Keluarga” oleh Runi Hariantati tahun 1981. Penelitian ini membahas tentang konsep Ki Hadjar Dewantara dalam usaha untuk menuntun segala potensi yang ada pada anak-anak baik lahir maupun batin dalam konteks pendidikan di dalam keluarga.

4. Skripsi S1 Fakultas Filsafat UGM, dengan judul “Aspek Kosmologis Pada Kodrat Alam Dalam Konsep Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara” oleh Adhika Mudji W tahun 1986. Penelitian ini membahas tentang Ajaran hidup dari Ki Hadjar Dewantara mengenai kodrat alam yang terkandung di dalam konsep pendidikan

(6)

nasionalnya, dimana Ki Hadjar Dewantara mendekatkan Pendidikan dan Budaya sebagai ciri khas sebagai tujuan hidup suatu bangsa.

Penelitian ini mengkaji tentang Tembang Dolanan Anak ” Lelo ledhung” Dalam Perspektif Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Sejauh penelusuran peneliti, dari beberapa penelitian tersebut belum ada penelitian yang sama seperti yang diambil oleh peneliti, sehingga penelitian ini dapat terjamin keasliannya dan layak untuk dilaksanakan.

c. Manfaat yang Diharapkan 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan tentang pemahaman makna dan arti tembang lelo ledhung dalam pendidikan karakter, sehingga peneliti dapat menerapkan makna Tembang tersebut didalam kehidupannya.

2. Bagi Perkembangan Ilmu

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang sangat berharga pada perkembangan ilmu pendidikan khususnya untuk bidang ilmu filsafat, serta dapat memberikan pemahaman baru mengenai makna dan arti yang mendalam pada sebuah tembang Jawa sesungguhnya.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai arti dan makna dari tembang lelo ledhung dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, sehingga masyarakat dapat memahami kembali betapa pentingnya suatu Tembang yang memiliki makna filosofis dan mendidik untuk generasi penerus. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan masyarakat untuk menerapkan sistem

(7)

pengajaran sesuai dengan konsep yang telah diajarkan Ki Hadjar Dewantara, sehingga akan tercipta generasi penerus yang sesuai dengan cita-cita bangsa ini.

4. Bagi Perkembangan Filsafat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pandangan baru terhadap ilmu filsafat mengenai pemaknaan dalam lirik dari suatu tembang, bagaimana dan apa tujuan tembang tersebut tercipta, yang kemudian dapat dijadikan kajian tersendiri.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam rumusan masalah yaitu :

a. Memaparkan makna dan arti dari tembang lelo ledhung dengan bahasa yang kritis dan mudah dipahami.

b. Memaparkan aspek pedadogis yang terdapat didalam lirik Tembang lelo ledhung.

c. Menjelaskan nilai pendidikan yang terkandung didalam tembang lelo ledhung menurut perspektif pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

a. Tinjauan Pustaka

Tembang merupakan sebuah kata dalam bahasa Jawa yang merupakan gabungan atau pemekaran dari dua kata atau lebih (jarwo dhosok), “tem” dan “bang” yang artinya jika di jadikan satu adalah kata yang disusun seperti rangkaian bunga, yang pada umumnya bunga memiliki aroma yang harum sehingga bersifat menyenangkan dan menggembirakan, kalau demikian, Tembang mengandung pengertian keindahan. Kata tembang bersinonim dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kidung berarti nyanyian yang sudah dikenal sejak terciptanya karya sastra Jawa kuno. Kata Kakawin berasal dari

(8)

„kawi‟ (bahasa sansekerta) yang berarti penyair. Kakawin berarti syair, gubahan, kidung, nyanyian, sedangkan kata tembang baru dijumpai dalam karya sastra Jawa Baru. Kemudian kata kakawin, kidung dan tembang digunakan sebagai sebutan bentuk puisi Jawa secara kronologis (Mardiwarsito1981 : 274).

Pendapat tersebut menyiratkan pengertian bahwa Tembang Jawa merupakan seni sastra. Pendapat ini kemudian diperkuat oleh S. Padmosoekotjo yang mendefinisikan tembang sebagai berikut :

“Kang diarani tembang iku reriptan utawa dhapukaning basa mawa paugeran tartamtu (gumathok) kang pamacane kudu dilagokake nganggo kagunan swara”

(“Yang dinamakan tembang itu gubahan atau bentukan bahasa dengan aturan tertentu yang membacanya harus dilagukan dengan seni suara”).

Pendapat S. Padmosoekotjo ini menyuratkan dua aspek penting dari tembang yaitu sastra dan lagu. Sastra tembang berupa puisi yang mempunyai aturan-aturan tertentu, sedangkan tembang adalah lagu yang secara tradisional sudah disepakati oleh komunitas masyarakat Jawa. Sastra dan lagu dalam tembang merupakan 2 hal yang mengikat dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Kusnadi, 1991 :1-2).

Menurut Herman J. Waluyo didalam penelitiannya tentang penggunaan bahasa dalam tembang dan puisi Jawa modern, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tembang adalah puisi Jawa tradisional yaitu puisi dengan ikatan kebahasaan yang sangat ketat yang berupa: aturan tentang jumlah baris tiap bait (guru gatra), aturan tentang jumlah suku kata setiap baris (guru wilangan), aturan tentang bunyi vokal di akhir baris (guru lagu), persajakan (purwokanthi), sifat atau watak lagu (watak). Yang dimaksud dengan puisi Jawa modern adalah puisi Jawa yang sudah tidak menggunakan ikatan-ikatan tersebut dan ditulis seperti halnya puisi dalam sastra Indonesia.

(9)

Dalam Suryomentaram (1985 :185) dijelaskan bahwa seni suara adalah lapangan hasrat hidup di dalam suara. Suara adalah salah satu lapangan hasrat hidup untuk mengerti diri sendiri di dalam keindahan. Seni suara mengandung si pencipta, ciptaan dan si penerima. Si pencipta adalah jiwa seseorang, dan ciptaan adalah lagu-lagu, sedangkan si penerima adalah jiwa seseorang melalui indera pendengaran. Lagu atau Tembang yang tercipta menimbulkan suatu perasaan yang luhur dan menyentuh perasaan.

Tulisan yang disusun oleh Astri Novita B.S menjelaskan bahwa tembang memiliki beberapa jenis yaitu : tembang kakawin, tembang tengahan dan tembang macapat. Di dalam tulisan ini lebih menjelaskan tentang tembang macapat yang dikaji melalui bentuk dan isinya. Macapat adalah karya sastra berbahasa Jawa baru berbentuk puisi yang disusun menurut kaidah-kaidah tertentu, meliputi guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan. Macapat juga merupakan salah satu bentuk seni vokal atau lagu, maka disebut dengan tembang.

Tembang pada dasarnya memiliki makna dan arti tersendiri, di dalam masyarakat Jawa, tembang memiliki beberapa macam jenis yaitu :

a. Dinyanyikan pada permainan-permainan yang bersifat keolahragaan b. Nyanyian tidak untuk permainan olahraga

c. Nyanyian yang dinyanyikan tidak bersamaan dengan permainan d. Nyanyian yang bersifat mendidik (Dewantara,2011:155).

Lelo ledhung adalah suatu tembang atau lagu yang dikenal di masyarakat Jawa, dan merupakan tembang turun temurun yang sampai saat ini masih belum diketahui siapa yang menciptakannya. Tembang lelo ledhung ini merupakan suatu hasil dari kearifan lokal (Local Wisdom), tembang lelo ledhung ini biasanya di nyanyikan oleh ibu kepada anaknya agar segera tidur dan yang sedang rewel atau merengek dapat segera tenang.

(10)

Tembang lelo ledhung sangat menggambarkan pola pikir masyarakat Jawa jaman dahulu dalam mengekspresikan doa dan pengharapan kepada buah hatinya agar kelak dapat menjadi manusia yang berkarakter, memiliki budi pekerti yang baik dan bisa membanggakan orangtua maupun negaranya. Tembang lelo ledhung juga menggambarkan kebiasaan orang tua dalam mendidik anaknya dengan segala perhatian dan kasih sayang.

Pada jurnal UNWIDHA vol.2 yang di tulis oleh Dr. D.B. Putut Setiyadi, M.Hum menjelaskan bahwa, kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Jawa yang berupa ajaran budi pekerti luhur antara lain terdapat dalam tembang Jawa. Kearifan lokal tersebut berkembang di kalangan masyarakat melalui tradisi lisan yang berupa kebiasaan melantunkan tembang, baik secara perorangan maupun kolektif. Sehingga tembang Jawa dapat di gunakan untuk membangun kelahulsan budi dan citra rasa keindahan. Oleh karena itu, di dalam lirik-lirik tembang disisipkan ajaran-ajaran budi pekerti yang luhur sehingga dengan mudah dapat diingat-ingat dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat (Setyadi,2012 :21).

Selain itu pada jurnal kajian dan linguistik sastra vol.24 yang di tulis oleh Farida Nugrahani, menjelaskan bahwa tembang dolanan Jawa bukan hanya lagu biasa yang berfungsi sebagai hiburan untuk dinyanyikan oleh anak-anak ketika bermain dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Lebih dari itu tembang dolanan merupakan karya seni yang menarik karena di dalamnya tersirat makna yang penting bagi hidupan manusia. Tembang dolanan Jawa berisi pesan - pesan moral yang sesuai bagi pembentukan karakter atau budi pekerti luhur bagi anak bangsa. Makna yang dimaksud antara lain adalah pesan moral kepada anak - anak untuk memiliki sikap dan kepribadian yang religius, mengutamakan kebersamaan dan keselarasan dalam berhubungan dengan

(11)

orang lain, tidak memiliki sifat sombong, mawas diri, dan dapat menghargai orang lain (Nugrahani,2012:62).

b. Landasan Teori

Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Dewantara,1975:20).

Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,karakter),pikiran dan tubuh anak. Kesatuan dari ketiganya tidak dapat dipisahkan karena akan memajukan kesempurnaan hidup, yakni penghidupan dan kehidupan anak-anak yang dididik selaras dengan dunia. Karena itulah pasal-pasal dibawah ini harus diutamakan :

a. Segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodrat keadaan b. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat istiadat setiap rakyat, yang

kemudian menjadi satu kesatuan dengan sifat perikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat yang ada terjadi karena bercampurnya semua usaha dan daya upaya untuk mencapai hidup tertib dan damai.

c. Adat istiadat sebagai sifat perikehidupan atau sifat percampuran usaha dan daya upaya dalam hidup tertib damai itu tiada terluput dari pengaruh jaman dan tempat, oleh karena itu tidak tetap, senantiasa berubah.

d. Untuk mengetahui garis hidup yang tetap dari suatu bangsa maka perlu memahami dan mempelajari sejarah yang telah terjadi, karena sejarah merupakan bekal kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang (Dewantara,1975:15).

(12)

Meskipun pendidikan itu berbentuk “tuntunan” yang disarankan dalam masa pertumbuhan anak-anak, tetap diperlukan karena sehubungan dengan kodrat dan keadaan masing-masing anak. Jikalau anak tidak baik dasarnya, tentu dapat dimengerti bahwa seorang anak harus mendapat tuntunan, agar bertambah baik budi pekertinya. Anak yang tak baik dasar jiwanya dan tidak mendapat tuntunan pendidikan yang sesuai dengan tahap pertumbuhannya, maka akan sangat mudah menjadi orang berperilaku buruk. Walaupun seorang anak sudah baik dasarnya, tuntunan pun masih sangat diperlukan bagi perkembangan jiwanya. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan mendapatkan kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan tetapi dengan adanya tuntunan itu, anak dapat terlepas dari segala macam pengaruh buruk (Dewantara,1975:22).

c. Metode Penelitian 1. Bahan dan materi penelitian

Bahan penelitian dan materi penelitian ini didapatkan dari beberapa sumber pustaka dan artikel yang berkaitan dengan objek material yaitu, tembang lelo ledhung sedangkan objek formalnya yaitu konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Sumber pustaka dari penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua, yakni bahan yang bersumber dari data primer dan bahan yang bersumber dari data sekunder.

a. Bahan data primer

Pustaka primer merupakan sumber utama dari bahan objek materi dan objek formal penelitian, pustaka primer yang di gunakan adalah sebagai berikut :

1. Dewantara, Ki Hadjar. Pendidikan. tahun 1975.Penerbit Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.Yogyakarta

(13)

2. Dewantara, Ki Hadjar. Kebudayaan. tahun 2011. Penerbit Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.Yogyakarta

b. Bahan data sekunder

1. Barnadib,Imam,. Filsafat Pendidikan,Sistem dan Metode. tahun 1997.Penerbit Andi Offset.Yogyakarta

2. Kusnadi. Diktat Kuliah Pegantar Apresiasi Tembang Jawa. tahun 1999.penerbit.FBS UNY.Yogyakarta

3. Herusatoto,Budiono. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. tahun 2003 Penerbit Hanindita.Yogyakarta

4. Niels, Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. tahun 1973. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

5. Rois,Agus. Jawa Setelah Tafsir Kehidupan,tahun 2009. Penerbit Komunitas Kembang Merak. Yogyakarta

6. Purwadi. Seni Tembang, tahun 2006. Penerbit Tanah Air.Yogyakarta

7. Sardjijo, Peranan Seni Tembang. tahun 1986,Penerbit FPBS IKIP.Yogyakarta

2. Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk memahami objek material baik secara tekstual maupun kontekstual, yang kemudian penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan objek formal dan peneliti akan menyampaikannya kembali. Adapun langkah yang diambil oleh peneliti berjalan berdasarkan tahap demi tahap, yaitu sebagai berikut :

(14)

a. Tahap pertama adalah persiapan yang diawali dengan mengumpulkan data kepustakaan yang memiliki hubungan dengan kajian penelitian, baik itu objek material maupun objek formal. Sumber data tersebut di antaranya dari buku, artikel, jurnal, makalah.

b. Tahap kedua adalah pembahasan yaitu tahap menganalisis dan mengurai masalah semua data yang ada sesuai dengan objek material dan formal.

c. Tahap akhir adalah semua hasil dari analisis yang kemudian dituliskan dalam bentuk tulisan yang sistematis dan mudah dipahami.

3. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode dan unsur-unsur metodis yang mengacu pada buku metode penelitian filsafat yang ditulis oleh Anton Bakker dan A.Charis Zubair (1990:114-119) yaitu dengan menggunakan metode hermeneutika filosofis dengan unsur-unsur metodis sebagai berikut :

a) Deskripsi

Yaitu menguraikan tentang makna dan arti yang terkandung didalam tembang lelo ledhung dan juga konsep pendidikan menurut pemikiran Ki Hadjar Dewantara, sehingga mendapatkan pemahaman yang jelas.

b) Interpretasi

Yaitu memahami dan memaknai arti yang terkadung didalam Tembang lelo ledhung sehingga diperoleh pemahaman yang filosofis dan sesuai dengan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

(15)

Yaitu merenungkan kembali dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan merefleksikan hal-hal yang diperoleh dari memaknai tembang lelo ledhung berdasarkan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

C. Hasil yang Diharapkan

Penelitian ini diharapkan dapat mencapai hasil sebagai berikut :

1. Memperoleh penjelasan mengenai makna dan arti dari Tembang lelo ledhung 2. Memperoleh penjelasan yang terkandung dalam pola pengasuhan anak

menggunakan tembang lelo ledhung

3. Memperoleh penjelasan mengenai tembang lelo ledhung yang memiliki pengaruh dalam pembentukan karakter seorang anak ditinjau dari konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian yang berjudul “Tembang Dolanan Anak Lelo ledhung Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara” ini terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I

Berisi pendahuluan yang terdiri atas rumusan masalah, keaslian Penelitian, manfaat yang diharapkan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori metode penelitian, hasil yang diharapkan, sistematika penulisan.

BAB II

Berisi tentang objek formal penelitian yang meliputi riwayat hidup dan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

(16)

BAB III

Berisi tentang objek material penelitian yang membahas tentang pengertian tembang jenis tembang, dan kemudian membahas tentang makna dan arti dari tembang lelo ledhung.

BAB IV

Berisi tentang semua analisis kritis dari makna tembang lelo ledhung menurut konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Fungsi tembang dan tembang lelo ledhung ditinjau dari konsepsi tripusat Ki Hadjar Dewantara.

BAB V

Referensi

Dokumen terkait

Harus ada pembagian tugas sesuai dengan job desk masing – masing sampai saat ini terkadang seorang pimpinan harus mengerjakan tugas staf di lapangan karena kurangnya

Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa kesenian yang dipakai sebagai alat pendidikan dalam Taman Siswa tetap bermaksud mempengaruhi perkembangan jiwa anak-anak ke arah

Morbatah, Kec. Sampang, yang erat kaitannya dengan fenomena sosial perjodohan dan perceraian yang terjadi. Secara teoritik, hal yang bisa dicapai dalam melakukan

Berdasarkan Tabel 8, ditemukan ciri warna khusus pada domba Garut yaitu fenotip tubuh coklat belang kepala hitam, karena tidak ditemukan pada kelompok jenis domba lain yang

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin tinggi kecepatan aliran masuk, maka watercut pada underflow yang dihasilkan akan semakin rendah pada nilai split-.. ratio

Parfum Laundry Tumbang Titi Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik.. BERIKUT INI PANGSA PASAR

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes GEFT (Group Embedded Figure Test), tes soal materi bilangan bulat dan pedoman wawancara. Hasil penelitian menunjukkan

konvensional suhu rata-rata total dari hasil pengamatan 32º C, dan pada dalam ruang bangunan dengan dinding menggunakan batako pemanfaatan sabut kelapa suhu