• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhtumbuhan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhtumbuhan."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan salah satu sunatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1 Hal ini sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Dza>riyat ayat 49 sebagai berikut:

ﹶﻥﻭﺮﱠﻛﹶﺬﺗ ﻢﹸﻜﱠﻠﻌﹶﻟ ِﻦﻴﺟﻭﺯ ﺎﻨﹾﻘﹶﻠﺧ ٍﺀﻲﺷ ﱢﻞﹸﻛ ﻦِﻣﻭ

)

ﺕﺎﻳﺭﺍﺬﻟﺍ

:

٤٩

(

Artinya: Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah (QS. al-Dza>riyat: 49).2

Allah SWT. telah menjadikan pernikahan “jenis manusia” sebagai jaminan atas kelestarian populasi manusia di muka bumi. Allah merealisasikan hal itu dengan menciptakan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Allah juga menjadikan pernikahan sebagai motivasi dari tabiat dan syahwat manusia serta untuk menjaga kekekalan keturunan mereka. Kalau bukan karena adanya dorongan syahwat seksual yang terpendam dalam diri setiap laki-laki dan perempuan, pasti tidak ada seorangpun manusia yang berpikir tentang pernikahan. Seorang laki-laki juga tidak akan pernah memiliki keinginan untuk mencari pasangan wanita. Padahal dengan adanya pasangan, dia dapat hidup tenang di sisinya.

1

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Juz 6, terj. M. Thalib, Bandung: Alma’arif , 1990, hlm. 9.

2

Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, 1971, hlm. 862.

(2)

Akan tetapi ternyata Allah SWT. adalah Dzat Yang Maha Bijaksana Lagi Maha Mengetahui. Allah telah mengikat antara laki-laki dan wanita dengan sebuah ikatan cinta dan kasih sayang. Dengan demikian, daur kehidupan akan terus berlangsung dengan makmur dari generasi ke generasi. Mereka akan memakmurkan dunia ini dengan kelurga dan anak cucu yang shalih dan shalihah.3 Jaminan kelangsungan hidup itu sebagaimana telah dijelaskan Allah SWT. dalam surat al-Ru>m ayat 20-21 sebagai berikut:

ﹶﻥﻭﺮِﺸﺘﻨﺗ ﺮﺸﺑ ﻢﺘﻧﹶﺃ ﺍﹶﺫِﺇ ﻢﹸﺛ ٍﺏﺍﺮﺗ ﻦِﻣ ﻢﹸﻜﹶﻘﹶﻠﺧ ﹾﻥﹶﺃ ِﻪِﺗﺎﻳﺍَﺀ ﻦِﻣﻭ

.

ﻖﹶﻠﺧ ﹾﻥﹶﺃ ِﻪِﺗﺎﻳﺍَﺀ ﻦِﻣﻭ

ﻮﻨﹸﻜﺴﺘِﻟ ﺎﺟﺍﻭﺯﹶﺃ ﻢﹸﻜِﺴﹸﻔﻧﹶﺃ ﻦِﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟ

ﻚِﻟﹶﺫ ﻲِﻓ ﱠﻥِﺇ ﹰﺔﻤﺣﺭﻭ ﹰﺓﺩﻮﻣ ﻢﹸﻜﻨﻴﺑ ﹶﻞﻌﺟﻭ ﺎﻬﻴﹶﻟِﺇ ﺍ

ٍﻡﻮﹶﻘِﻟ ٍﺕﺎﻳﺂﹶﻟ

ﹶﻥﻭﺮﱠﻜﹶﻔﺘﻳ

)

ﻡﻭﺮﻟﺍ

:

٢١

٢٠

(

Artinya: (20) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak; (21) Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. al-Ru>m: 20-21).4

Ungkapan kalimat “dari jenismu” dalam ayat di atas menunjukkan, bahwa asal penciptaan dan kejadian laki-laki dan wanita adalah sama. Kecuali pada bagian-bagian tertentu yang membedakan jenis laki-laki dan wanita. Di antara bagian tertentu adalah ketetapan Allah pada tabiat masing-masing, namun itupun untuk tujuan kaberlangsungan populasi jenis manusia.5

3

Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, “az-Zawajul Islamil Mubakkir Sa’adah”, terj. Iklilah Muzayyanah Djunaedi, Hadiah untuk Pengantin, Jakarta: Mustaqim, 2001, hlm. 28-29.

4

Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 644.

5

(3)

Manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dan diutamakan Allah SWT. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan adanya aturan tentang pernikahan bagi manusia dengan aturan-aturan yang tiduak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya. Allah tidak membiarkan manusia berbauat semanunya seperti binatang, nikah lawan jenis semau-maunya atau seperti tumbuh-tumbuhan yang nikah dengan perantaraan angin.6 Bentuk-bentuk aturan ini disebut “nikah” yang dalam al-Qur’an, Allah menyebutnya mitsaqan ghalidhan atau perjanjian yang kuat. Bentuk aturan ini telah memberikan jalan yang aman bagi naluri seks manusia, memelihara aturan keturunan dengan baik dan menjaga kaum wanita agar tidak laksana rumput, yang bisa dimakan binatang ternak dengan seenaknya.7 Allah SWT. telah memberikan batasan-batasan tentang hubungan biologis manusia, sebagaimana Firman-Nya dalam surat al-Mu’minun ayat 5-7 sebagai berikut:

ﹶﻥﻮﹸﻈِﻓﺎﺣ ﻢِﻬِﺟﻭﺮﹸﻔِﻟ ﻢﻫ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﻭ

.

ﻢﻬﻧِﺈﹶﻓ ﻢﻬﻧﺎﻤﻳﹶﺃ ﺖﹶﻜﹶﻠﻣ ﺎﻣ ﻭﺃ ﻢِﻬِﺟﺍﻭﺯﹶﺃ ﻰﹶﻠﻋ ﺎﱠﻟِﺇ

ﲔِﻣﻮﹸﻠﻣ ﺮﻴﹶﻏ

.

ﺘﺑﺍ ِﻦﻤﹶﻓ

ﹶﻥﻭﺩﺎﻌﹾﻟﺍ ﻢﻫ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ ﻚِﻟﹶﺫ َﺀﺍﺭﻭ ﻰﻐ

)

ﻥﻮﻨﻣﺆﳌﺍ

:

٧

٥

(

Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (QS. al-Mu’minun: 5-7).8

Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulkan, bahwa seseorang hanya diperbolehkan melakukan hubungan biologis kepada istrinya berdasarkan

6

Sa’id Thalib al-Hamdani, “Risalatun Nikah”, terj. Agus Salim, Risalah Nikah, Jakarta: Pustaka Amani, 1989, hlm. 15.

7

Munir Ashari, Kado Perkawinan, Sumenep: Iman Bela, 2001, hlm. 3.

8

(4)

pernikahan yang sah, yaitu suatu pernikahan yang telah memenuhi ketentuan syarat dan rukunnya.

Dalam agama Islam, pernikahan dianggap sah apabila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah menurut Mahmud Yunus adalah bagian dari hakikat pernikahan yang wajib dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi pada saat nikah berlangsung, maka pernikahan tersebut dianggap batal.9

Nikah adalah sebuah akad perjanjian sebagaimana akad-akad perjanjian yang lainnya. Dia membutuhkan kerelaan dari kedua belah pihak, adanya ucapan-ucapan ijab qabul, adanya saksi dan kerelaan wali. Akad nikah juga memiliki beberapa ketentuan yang sangat menentukan sah tidaknya akad tersebut. Di antara ketentuan yang dimaksud adalah adanya mahar (mas kawin), nafkah dan papan sebagai tempat tinggal.10 Akad ini juga memiliki beberapa syarat dan rukun, di antaranya adalah adanya ijab qabul. Menurut Ahmad Rofiq dalam bukunya Hukum Islam di Indonesia, menjelaskan bahwa syarat ijab qabul adalah tidak sedang dalam ihram haji/umrah.11

Dalam hal kedudukan hukumnya, orang yang menikah pada waktu ihram ini, fuqaha berselisih pendapat sebagaimana ulama membolehkan dan sebagian ulama yang lain melarangnya. Silang pendapat ini disebabkan oleh adanya bermacam-macam hadits yang berkenaan dengan masalah ini.

9

Rahmar Hakim, Hukum Perkawinan Islam, Bandung: Pustaka satia, 2000, hlm. 82.

10

Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, op. cit., hlm. 147.

11

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 72.

(5)

Imam Syafi’i dalam kitabnya al-Umm berpendapat, bahwa orang yang ihram itu tidak boleh nikah, tidak menikahkan, tidak meminang untuk dirinya dan tidak pula untuk orang lain.12

Adapun dalil yang dijadikan pendiriannya adalah hadits yang diriwayatkan dari Utsman ibn Affan ra. sebagai berikut:

ﻦﻋ

ﻡﺮﶈﺍ ﺢﻜﻨﻳ ﻻ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﷲﺍ ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ ﻝﻮﻘﻳ ﻥﺎﻔﻋ ﻦﺑ ﻥﺎﻤﺜﻋ

ﺐﻄﳜ ﻻﻭ ﺢﻜﻨﻳ ﻻﻭ

)

ﻢﻠﺴﻣ ﻩﺍﻭﺭ

(

Artinya: Dari Utsman ibn Affan ra. katanya Rasulullah saw. bersabda: orang yang sedang ihram (muhrim) dilarang melakukan nikah, menikahkan dan dilarang mengkhitbah (melamar) (HR. Muslim)13

Sedangkan Imam Abu Hanifah dalam kitab al-Mabsu>th karya Syasuddin Sarkhasi mengatakan, bahwa orang yang sedang ihram diperbolehkan melakukan nikah, menikahkan dan menjadi wali nikah.14 Dalil yang menjadi pendirtian beliau adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. sebagai berikut:

ﻦﻋ

ﺎﻤﻬﻨﻋ ﷲﺍ ﻲﺿﺭ ﺱﺎﺒﻋ ﻦﺑﺍ

:

ﻡﺮﳏ ﻮﻫﻭ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﱯﻨﻟﺍ ﺝﻭﺰﺗ

Artinya: Dari Ibn Abbas ra. Nabi saw. menikahi Maimunah ketika beliau sedang ihram (HR. Bukhari).15

Dengan melihat pendapat-pendapat mengenai hukum nikah pada waktu ihram, sementara hukum nikah pada waktu ihram sendiri masih terdapat silang pendapat di kalangan fuqaha, maka penulis mencoba mengangkat suatu kajian dari salah satu mazhab mengenai hukum nikah pada waktu ihram dalam

12

Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, al-Umm, Juz 5, Beirut: dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th., hlm. 260.

13

Imam Muslim, Shahi>h Muslim, Juz 1, Beirut: dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th., hlm. 590.

14

Syamsuddin al-Sarkhasi, al-Mabsu>th, Juz 3, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th., hlm. 191.

15

Imam Abi Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shahi>h Bukha>ri, Juz 5, Beirut: dar al-Kutub al-Ilmiah, 1992, hlm. 452.

(6)

bentuk skripsi, dan yang akan penulis angkat di sini adalah pendapat Imam Syafi’i yang mana beliau melarang pernikahan yang dilakukan pada waktu ihram, dengan judul “STUDI ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG PERNIKAHAN PADA WAKTU IHRAM”.

B. Rumusan Masalah

Dengan memahami serta mempertimbangkan dasar pemikiran yang tertuang dalam latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah dalam skripsi ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram? 2. Bagaimana istinbath hukum Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu

ihram?

C. Tujuan Penulisan Skripsi 1. Tujuan akademik

a. Memenuhi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu syariah.

b. Memberikan sumbangsih pemikiran dalam ilmu hukum Islam.

2. Tujuan fungsional

a. Bagaimana pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram.

(7)

b. Bagaimana istinbath hukum Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram.

D. Kajian Pustaka

Telaah atau kajian pustaka secara garis besar merupakan proses yang diakui untuk mendapatkan teori.16 Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan objek kajian pemikiran seorang tokoh pemikiran hukum Islam yang hasil ijtihadnya banyak mewarnai kajian fiqih Islam di Indonesia, yaitu Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram. Sesuai dengan informasi dan kemampuan penulis yang sangat terbatas dalam mengamati karya-karya untuk menghindari dari duplikasi penelitian yang serupa, telah penulis lakukan dengan menelusuri dan mengamati beberapa perpustakaan, maka hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada satupun buku-buku hasil penelitian atau karya ilmiah lain yang sama dengan penulis.

Adapun kitab-kitab atau buku-buku yang penulis jadikan rujukan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Pertama, Imam Muhammad ibn Idris al-Syafi’i dalam kitabnya al-Umm

mengemukakan pendapat bahwa orang yang sedang ihram dilarang untuk melakukan nikah, menikahkan maupun mengkhitbah (melamar), baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.17

Kedua, Imam Abu Hanifah dalam kitab al-Mabsuth karya Syamsuddin

al-Sarkhasi, beliau mengemukakan bahwa seorang yang sedang ihram

16

Consvelo G. Sevilla, et. all., Pengantar Metodologi Penelitian, terj. Alimuddin Tuwu, Jakarta: UI Press, 1993, hlm. 31.

17

(8)

diperbolehkan untuk melakukan nikah, menikahkan maupun menjadi wali nikah.18

Ketiga, Imam al-Tsauri dalam kitab Bida>yah al-Mujtahid karya Ibnu

Rusyd, beliau mengemukakan, bahwa tidak mengapa orang yang berihram melakukan nikah atau menikahkan.19

Keempat, Imam Ja’far Shadiq dalam bukunya Fiqih Lima Mazhab

karya Muhammad Jawad Mughniyah, berpendapat bahwa kalau orang ihram mengadakan (melakukan) akad nikah dan dia tahu bahwa perbuatan itu diharamkan, maka perempuan itu haram bagi lelaki yang ihram itu selama-lamanya dengan semata-mata akad nikah, sekalipun belum mengetahuinya. Tapi kalau tidak tahu bahwa hal itu haram, maka kemampuan perempuan itu tidak haram baginya, sekalipun sudah disetubuhinya.20

Di samping kitab-kitab atau buku-buku di atas, penelitian yang berkaitan dengan pernikahan sudah banyak dilakukan, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Yamlikhon dengan judul “Studi Analisis Pendapat Ibnu Abidin dalam Kitab Radd al-Mukhtar tentang Kebolehan Nikah pada Saat Ihram”. Dalam penelitiannya menjelaskan, bahwa seorang yang sedang menjalankan ihram dibolehkan untuk melakukan pernikahan.

18

Syamsuddin al-Sarkhasi, loc. cit.

19

Ibnu Rusyd, Bida>yah al-Mujtahid, terj. MA. Abdurrahman, et. al., Semarang: asy-Syifa, 1990, hlm. 31.

20

Muhammad Jawad Mughniyah, “al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Khamsah”, terj. Masykur A.B., et. al., Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera Basritama, 2000, hlm. 235.

(9)

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data.21 Menyusun skripsi pada dasarnya merupakan upaya penelitian yang menggunakan ilmiah yang diterapkan untuk menyelidiki masalah. Adapun penelitian yang penulis lakukan termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan data-data tertulis.22 Metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode pengumpulan data

Karena jenis penelitiannya adalah library research, maka data-data yang diperoleh terdiri dari:

a. Sumber data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber asli yang memuat suatu informasi.23 Sumber data yang digunakan adalah kitab

al-Umm karya Muhammad Idris al-Syafi’i.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli.24 Sumber data yang digunakan adalah:

1) al-Mabsu>th karya Syamsuddin al-Sarkhasi 2) Bida>yah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd

21

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hlm. 194.

22

Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 125.

23

Tatang M. Amin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 13.

24

(10)

3) Fiqih Lima Mazhab karya Muhammad Jawad Mughniyah 4) Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq

5) Risalah Fiqih Wanita karya Maftuh Ahnan 6) Hukum Islam di Indonesia karya Ahmad Rofiq

7) Pengantar Perbandingan Mazhab karya Huzaenah Tahido Yanggo 8) Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami karya Mukhtar

Yahya

9) Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab karya Ahmad al-Syurbasi

10) Dan buku-buku atau kitab-kitab lain yang mempunyai korelasi dengan penelitian ini.

2. Metode analisis data

Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah. Karena dengan menganalisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.25 Setelah data-data tersebut terkumpul selanjutnya penulis susun secara sistematis dan dianalisis. Untuk dapat menghasilkan kesimpulan yang benar dan valid, maka metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,26 dengan analisis kualitatif,27 penulis mendeskripsikan pandangan Imam Syafi’i dengan analisis secara mendalam, sehingga diperoleh gambaran pemikiran Imam Syafi’i tentang

25

Muhammad Nazir, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998, hlm. 405.

26

Ibid., hlm. 63.

27

Analisas kualitatif pad dasarnya menggunakan pemikiran logis, analisis dengan logika dengan induski, deduksi, analogi, komparasi dan sejenisnya. Lihat, Tatang M. Amirin, op. cit., hlm. 91.

(11)

konsep nikah pada waktu ihram dengan jelas. Untuk memperoleh deskripsinya penulis juga mengkomparasikan pemikiran Imam Syafi’i tersebut dengan pendapat ulama yang lain yang menarik perhatian pada pelaksanaan nikah pada waktu ihram, sehingga mudah untuk mengkomposisikan pendapat Imam Syafi’i ini dalam khasanah pemikiran yang berkembang dalam dunia Islam.

Adapun langkah-langkah yang penulis gunakan adalah sebagai berikut:

Pertama, penulsiu mencari pokok-pokok permasalahan dengan

indikasi-indikasi dalam landasan berpijak. Langkah ini penulis ambil dengan cara membaca kitab-kitab, buku-buku karya imam-imam mujtahid melalui sebuah pembahasan deskriptif, sedangkan permasalahan yang berkaitan dengan pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram akan penulis tuangkan dalam Bab III, sehingga pembahasannya tidak melalui deskriptif komparatif, akan tetapi melalui deskriptif objektif.

Kedua, setelah data-data tersebut di atas dapat disajikan secara

menyeluruh, maka penulis mencoba membahas dan menganalisa secara keseluruhan, sehingga pada titik final penulis menyimpulkan dengan memilih pendapat yang paling kuat dasar hukumnya dengan alasan-alasan yang melatar belakanginya.

(12)

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab membahas permasalahan yang diuraikan menjadi beberapa sub bab. Antara satu bab dengan bab yang lainnya saling berhubungan dan terkait erat. Adapun sistematikanya dapat penulis rumuskan sebagai berikut:

Bab I Merupakan pendahuluan, yang isinya meliputi: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II Merupakan tinjauan umum tentang pernikahan dan ihram, meliputi: pengertian nikah, dasar hukum nikah syarat dan rukun nikah, nikah yang terlarang, pengertian ihram, dasar hukum ihram, macam-macam ihram dan hal-hal yang diharamkan dalam ihram. Bab III Merupakan pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu

ihram, yang meliputi: biografi Imam Syafi’i, istinbath hukum Imam Syafi’i dan pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram.

Bab IV Merupakan analisis pendapat Imam Syafi’i, meliputi analisis pendapat Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu ihram dan analisis istinbath hukum Imam Syafi’i tentang pernikahan pada waktu Ihram.

Bab V Merupakan penutup, meliputi: kesimpulan, saran-saran dan terakhir adalah penutup.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan tentang permasalahan dan fenomena diatas yang terkait dengan Locus of Control dan Prokrastinasi akademik, menimbulkan permasalahan yang dapat

Sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok, diperoleh hasil penelitian tentang interaksi sosial siswa terisolir yaitu lebih dari separuh berada dalam

Apabila si pasien masih merasa keberatan dengan keringanan yang diberikan oleh bagian administrasi pada loket verifikasi, maka pasien tersebut akan mengkomunikasikan

Bab Keempat, berisi hasil dan pembahasan yang meliputi pengenalan Muhammad Iqbal dengan mendeskripsikan latar belakang kehidupan, karya- kary, metodologi, sumber, corak

Peneliti sungguh bersyukur bahwa pada akhirnya skripsi yang berjudul Asertivitas remaja akhir ditinjau dari Jenis Kelamin pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UKWMS yang Berasal

Pada kondisi lingkungan yang subur gulma akan tumbuh dengan cepat dan pada kondisi lingkungan yang kurang baik gulma juga dapat tumbuh namun tidak terlalu cepat

Pelayanan yang dilakukan oleh Kantor Kecamatan Sukolilo harus memperhatikan dari segi mutu dan kualitas, dimana dengan mutu pelayanan yang baik, akan dapat memberikan

Di samping itu, dituntut kemampuan personal yaitu kemampuan aktualisasi diri, kemampuan teknis administratif dan kemampuan metodologis dalam mentransfer