• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2015 ini, salah satu perusahaan yang bergerak pada bidang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2015 ini, salah satu perusahaan yang bergerak pada bidang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada tahun 2015 ini, salah satu perusahaan yang bergerak pada bidang perbioskopan mengambil langkah rebranding. Brand tersebut dikenal dengan nama Blitzmegaplex. Sebab perkembangan dari dunia perfilman dan juga perbioskopan di Indonesia membuat terbukanya jalan para investor asing untuk menginvestasikan uang mereka terhadap industri perbioskopan yang telah berjalan.

Telah di bukanya peluang untuk investor asing memasuki dunia per bioskop an yang ada di Indonesia membuat PT Graha Layar Prima Tbk. (BLTZ) sebagai pengelola bioskop Blitz Megaplex mengubah brand menjadi CGV Blitz setelah perusahaan asal Korea Selatan (Korsel), Cheil Jedang Cheil Golden Village (CJ CGV) menjadi pemegang saham perseroan. Hal ini terjadi Setelah penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO), pada 10 April 2014, CJ CGV Co. Ltd., dan IKT Holdings Limited. mengkonversi pinjaman masing-masing Rp149,45 miliar menjadi saham biasa masing-masing 49,81 juta lembar. Untuk itu, per 31 Maret 2015, kepemilikan saham emiten berkode BLTZ terdiri dari PT Layar Persada (48,24%), CJ CGV CO. Ltd. (14,75%), IKT Holdings Limited (14,75%), PT Pangea Adi Benua (0,16%), PT Catur Kusuma Abadi Jaya (0,05%), dan publik (22,03%).

(2)

Terhitung sejak tanggal 6 Agustus 2015 hingga 31 Desember 2016, jaringan bioskop blitzmegaplex resmi berganti nama menjadi CGV blitz. Pergantian nama ini berkaitan dengan sinergi yang dilakukan oleh PT Graha Layar Prima dengan jaringan bioskop asal Korea Selatan yaitu CJ CGV. Sebelum dilakukanya perubahan menjadi CGV blitz pihak PT Graha Layar Prima memiliki masalah terhadap kepemilikan CJ CGV yang menurut Anggota Komisi X DPR tidak lah sesuai dengan ketentuan yang ada mengenai ivestasi yang berlaku di Indonesia. Hal tersebut membuat pihak perusahaan melakukan penjelasan identity mereka dimana perusahaan tidaklah dibeli secara keseluruhan melainkan melakuan merger dengan CJ CGV perusahaan entertaint yang berpusat di Korea Selatan. Sehingga dalam berjalannya CGV blitz ini pihak CJ CGV tidaklah mendominasi pasar film yang ada di Indonesia dengan industry dari Negara asal mereka. Terbukti dengan masih banyak dan diminati film Indonesia di CGV blitz dan bahkan memegang pasar selain film Holywood.

Melihat terjadinya kesimpang siuran atas kepemilikan blitzmegaplex oleh CJ CGV maka pada 6 Agustus 2015, Blitzmegaplex melakukan suatu transformasi pada brand CGV blitz dengan konsep yang lebih matang yaitu “Cultureplex”. Eksekusi dari bentuk kegiatan rebranding berlangsung sejak 6 Agustus 2015 hingga 31 Desember 2016. Tentunya hal ini masih tetap harus dikomunikasikan dengan aktivitas-aktivitas yang ditujukan kepada target pasar. Selain perubahan secara visual dan non visual, strategi rebranding ini pada akhirnya membidik 2 (dua)pangsa pasar, yaitu existing target market, yakni

(3)

pelanggan-pelanggan yang telah menjadi pelanggan,dan calon-calon konsumen yang diharapkan menjadi pelanggan CGV blitz.

Industri perfilman semakin terlihat signifikan sebagai salah satu tuntutan dari kaum urban yang salah satunya industri Bioskop. Bioskop adalah salah satu media dimana para penikmat film dapat menikmati film dengan baik dan masih menjadi favorit masyarakat dalam menghabiskan waktu luang. Tipikal masyarakat moderen di kota-kota besar saat ini mengharapkan kepraktisan dan efisiesi waktu disertai dengan kultur kota besar yang serba cepat, dapat terwadahi dengan keberadaan bioskop yang sudah memiliki teknologi dengan tingkat tinggi. Bioskop kemudian menjamur di pusat kota dan distrik komersial yang berkembang sebagai gaya hidup dalam masyarakat.

Keberadaan bioskop1 di Jakarta pertama kali sejak tahun 1900 di Jalan Tanah Abang I, Jakarta Pusat. Semenjak kemunculan bioskop pertama itu minat akan masyarakat terhadap dunia perbioskopan tinggi terbukti dengan munculnya bioskop-bioskop lain seperti Elite di Pintu Air, Rex di Kramat Bunder, Cinema di Krekot, Astoria, Capitol di Pintu Air, Central di Jatinegara, Rialto di Senen dan Tanah Abang, Surya di Tanah Abang, Thalia di Hayam Wuruk, Olimo, Orion di Glodok, Al Hambra di Sawah Besar, Oost Java di Jl. Veteran, Rembrant di Pintu Air, Widjaja di Jalan Tongkol/Pasar Ikan, Rivoli di Kramat, Chatay di jl gunung sahari dan lain-lain merupakan bioskop yang muncul dan ramai dikunjungi setelah periode 1940-an.. kemajuan signifikan yang terjadi pada saat masa era orde baru dimana bioskop dengan konsep sinepleks (gedung bioskop dengan lebih dari satu

1 Bioskop. Wikipedia [online]. Diakses pada 1 September 2016 dari

(4)

layar) semakin marak. Sinepleks-sinepleks ini biasanya berada di kompleks pertokoan, pusat perbelanjaan, atau mal yang selalu jadi tempat nongkrong anak-anak muda dan kiblat konsumsi terkini masyarakat perkotaan. Di sekitar sinepleks itu tersedia pasar swalayan, restoran cepat saji, pusat mainan, dan macam-macam.

Sekitar tahun 2000an, jaringan bioskop mulai marak di Indonesia. Ada dua pengelola bioskop yang terkenal, yaitu 21 Cineplex dengan bioskop 21, XXI dan The Premiere serta jaringan Blitzmegaplex. Bioskop-bioskop ini tersebar di seluruh pusat perbelanjaan di Indonesia, kadang-kadang dalam satu pusat perbelanjaan terdapat lebih dari satu bioskop. Film yang ditayangkan adalah film dari dalam maupun luar negeri, meskipun pada awal tahun 2000 hingga sekitar tahun 2005, tidak banyak perfilman nasional yang berhasil masuk jaringan bioskop. Film-film nasional baru masuk kedalam bioskop Indonesia sejak tahun 2006 hingga sekarang.

“a brand is often associated with alogo, tagline, color and graphic elements, but it is much more than that. It is the customer experience associated with the brandand it is the value gained by associating with the brand. The brand delivers on those expectations and therefore becomes

memorable and recognizable”2 (sebuah merek sering dikaitkan dengan

logo, tagline, warna dan elemen grafis lainnya, akan tetapi jauh lebih dari itu.ini adalah pengalaman pelanggan yang tekait dengan merek tersebut dan itu menjadi nilai yang diperoleh dengan berasosiasi dengan merek. Merek memberikan mereka harapan dan karenanya merek menjadi mudah untuk diingat dan dikenali).

Ketika perusahaan telah berhasil melahirkan sebuah brand, bukan berarti brand tersebut akan selalu berada dalam posisi yang menguntungkan. Sehingga, ada baiknya jika perusahaan terus melakukan usaha dalam mempertahankan

2 McKerns, Leslie. 2012. Public relations is essential to launching a new brand [online]. Diakses

(5)

brand tersebut. McKerns juga menambahkan bahwa, branding yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya persoalan nama dan tampilan visual lainnya,melainkan juga apa yang terlihat dalam komunitas bisnis yang dilakukan, apa yang individu pikirkan dan apa yang individu akan lakukan ketika melihat atau mendengar nama, produk atupun brand perusahaan. Menentukan posisi brand (positioning) dalam benak masyarakat menjadi salah satu aspek yang cukup penting dalam aktivitas pengelolaan sebuah brand. Dalam menentukan strategi komunikasi positioning yang tepat, perusahaan harus mengidentifikasi atribut brand yang penting atau keuntungan yang bisa dimiliki oleh brand. Positioning sebuah brand membutuhkan segala aspek tangible dari product (produk), price (harga), place (distribusi) dan promotion (promosi) untuk mendukung strategi positioning yang dipilih.

Kotler3 menyatakan Positioning adalah tujuan utama dari sebuah strategi

bisnis yang diharapkan untuk mendapatkan kepuasan dari konsumen. Artinya, kepuasan itu tergambarkan lewat apa yang ada di dalam benak konsumen tersebut. Sehingga, perusahaan berupaya untuk menciptakan keunikan dimana brand produk dan jasanya memiliki perbedaan dengan brand lain. proses mendesain produk hingga menghasilkan packaging semenarik mungkin untuk menempati posisi sebagai produk atau brand yang berbeda dan memiliki nilai di dalam benak target konsumen, juga sering diartikan sebagai aktivitas positioning. Pada intinya hal ini dilakukan untuk menentukan posisi produk atau brand yang dapat memuaskan konsumen dengan cara yang berbeda (diferensiasi) dari pesaing yang

3 Kotler, Philip,. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Jakarta. 2000 hal 299

(6)

diwujudkan dalam pesan khusus. Positioning juga berhubungan dengan cara konsumen menyimpan informasi. Informasi tersebut dapat berupa atribut-atribut tangible ataupun intangible yang melekat pada suatu produk atau brand. Pada dasarnya perusahaan berhadapan dengan bagaimana strategi komunikasi untuk positioning dan repositioning sebuah brand di dalam benak konsumen akibat dari kompetisi yang semakin ketat adanya. Sebuah brand positioning yang kuat, dapat mengarahkan strategi pemasaran dengan menjelaskan rincian brand, keunikan brand serta alasan-alasan untuk membeli dan menggunakan brand tertentu. Positioning adalah dasar untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta persepsi yang diperlukan oleh pelanggan.

Demi memberikan kepuasan yang maksimal pada konsumen, maka suatu brand tidak harus selalu berada di posisi atau dalam bentuk yang sama, baik bentuk yang bersifat fisik ataupun non fisiknya. Ketika perusahaan merasa bahwa brand yang dimilikinya telah mapan, tetapi terasa usang, maka perubahan atribut-atribut baru menjadi dibutuhkan demi memberikan sisi ‘segar’ pada brand dan meningkatkan pengetahuan serta persepsi pelanggan yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, dari sinilah muncul gagasan atau ide ‘rebranding’ dengan merujuk pada suatu keadaan dimanasebuah brand dirasa perlu mendapatkan identitas baru. Dengan kata lain, melakukan kreasi pada brand perusahaan dengan merubah atribut-atribut yang melekat pada brand tersebut, seperti nama, symbol atau desain, dengan tujuan untuk membangun perhatian dan posisi baru baru dalam benak stakeholders dapat disebut juga sebagai strategi rebranding.

(7)

Alasan yang mendasari perusahaan untuk melakukan aktivitas rebranding, baik secara keseluruhan ataupun pada brand yang dimilikinya, dapat disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain, untuk memodifikasi citra perusahaan atau brand tersebut, adanya perubahan struktur organisasi, perubahan strategi perusahaan atau munculnya faktor-faktor dari lingkungan eksternal yang menuntut perusahaan untuk melakukan aksi perubahan 4Strategi rebranding biasa dilakukan

bagi perusahaan-perusahaan yang merasa memiliki kejanggalan dalam aktivitas bisnisnya. Bentuk strategi rebranding yang paling banyak dilakukan adalah dengan merubah tampilan visual, seperti perubahan nama, logo dan slogan perusahaan atau brand perusahaan. Dan dalam pelaksanaan rebranding itu juga dibutuhkan strategi-strategi yang tepat untuk mengkomunikasikan pesan-pesan atau tujuan dari dilakukannya rebranding.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa seorang PR memilik empat peranan yang penting guna membangun, mengatur, memelihara atau mempertahankan citra dan reputasi sebagai Penasehat ahli (Expert Presciber), Fasilitator komunikasi (Communication fasilitator), Fasilitator proses pemecahan masalah Problem solving process fasilitator), dan sebagai Teknisi komunikasi (Communication technician). Sehingga dari keempat peran utama seorang Public Relation yang telah disebutkan mengharuskan seorang PR mampu untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap suatu brand sebab seorang public relation mampu memberikan edukasi terhadap masyarakat tentang rebranding yang dilakukan perusahaan.

4 Muzzellec, L dan Doogan, M. “ Corporate rebranding – an Exploratory Review.”. Irish

(8)

Sebagaimana yang diungkapkan pada penelitian tentang Consumer Perception fo Rebranding : The Case of Logo Changes, karya Alshebil (2007). Efek dari adanya perubahan tampilan visual suatu brand seperti nama, logo atau slogan memang lebih mudah untuk dilihat atau dirasakan. Sehingga perusahaan lebih mudah untuk mendapatkan feedback dari konsumen. Padahal strategi rebranding tidak hanya sekedar perubahan nama, logo atau tampilan visual lainnya. Rebranding memiliki keterkaitan dengan segala aspek, mulai dari persepsi dari konsumen, bentuk komunikasi dan bentuk-bentuk intangible lainnya (www.rebrand.com). Strategi rebranding membuka kesempatan bagi perusahaan untuk menemukan nilai-nilai baru yang memungkinkan untuk memberi menfaat positif bagi kinerja dan produk perusahaan.

Salah satu ciri keberhasilan sebuah brand dapat dilihat dari kualitas hubungan yang terjalin antara brand dengan konsumennya. Hubungan atau relationship tersebut dapat tercipta, antara lain dengan komunikasi tentang esensi dan nilai brand kepada khalayak. Hal ini mampu ditunjang melalui sejumlah aktivitas yakni pemasaran,kehumasan dan baik periklanan dan hal tersebut merajuk kepada Marketing Public Relations (MPR). Aktivitas marketing communication yang tepat dapat menghindarkan perusahaan dari kerugian akibat kegiatan promosi yang tidak efektif.

Mengedukasi masyarakat tentang adanya aktivitas rebranding Blitzmegaplex menjadi CGV blitz memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi muncul issue tentang kesimpang siuran kepemilikan brand yang mampu mengancam nama baik perusahaan. Memiliki brand yang baik, dalam

(9)

artian mudah diingat, mudah diucapkan, menggambarkan manfaat, memiliki citra yang baik dan lain sebagainya, tentunya akan mempengaruhi pembentukan sikap dari pelanggan. Oleh sebab itu, sepatutnya perusahaan selalu membuat brand lebih dikenal oleh masyarakat luas melalui promosi dan komunikasi yang tepat sasaran.

Aktivitas – aktivitas tersebut dilakukan oleh Marketing Public Relations dalam proses rebranding perlu dilakukan sesuai dengan teknik komunikasi yang baik dan benar serta ditunjang dengan penampilan para praktisi atau karyawan perusahaan. Performa para karyawan tersebut dapat menciptakan kesan yang baik dan buruh. Pada akhirnya, kesan tersebut dapat melekat dan mempengaruhi citra dari perusahaan yang diwakili. Lebih lanjutnya, Aktivitas Marketing Public Relations dari rebranding yang dilakukan dapat pula menciptakan marketing relationship antara perusahaan dengan konsumen, antara lain dengan menciptakan ikatan kepercayaan5.

Penulis menganggap Aktivitas Markting Public Relations selama proses rebranding yang dilakukan oleh pihak PT Graha Layar Prima terhadap brand Blitzmegaplex menjadi patut untuk diteliti. Sebab dalam prosesnya Aktivitas Marketing Public Relations yang dijalankan harus mampu mengedukasi khalayak tentang adanya aktivitas rebranding Blitzmegaplex menjadi CGVblitz. Karena pada kenyataan untuk melakukan perubahan brand semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi brand sebelumnya telah memiliki nama yang baik dalam artian

(10)

sudah diingat oleh masyarakat dan telah memiliki citra yang baik serta berhembusnya juga kabar mengenai masalah kepemilikan perusahaan yang telah dimiliki sepenuhnya oleh perusahaan besar yang berasal dari Korea Selatan yaitu CJ CGV yang pada kenyataan tidaklah dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dan penulis memilih meliti di Tangerang karena CGV blitz hanya memiliki satu site di Kota Tangerang sehingga dalam pelaksanaan aktivitas Marketing Public Relations yang dilakukan oleh CGV blitz dapat lebih fokus dan menyesuaikan terhadap situasi lapangan dimana di Kota Tangerang sendiri sudah memiliki banyak gedung bioskop dan membuat CGV blitz tetap manjadi pilhan pertama bagi konsumen. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya CGV blitz di Kota Tangerang membuat Aktivitas Marketing Public Relations yang tepat sasaran agar dapat membuat brand baru ini diketahui dan bahkan lebih dikenal oleh publik.

1.2 Fokus Penelitian

Rebranding Blitzmegaplex mejadi CGVblitz, menuntut perusahaan untuk melakukan Aktivitas Marketing Public Relations yang tepat guna mempertahankan kepercayaan pelanggan lama dan calon pelanggan baru kepada perusahaan. Dengan melakukan variasi sebagai keutamaan dan perhatian dari Aktivitas Marketing Public Relations dalam rebranding yang dilakukan Blitzmegaplex menjadi CGV blitz terjadi hampir ke segala aspek, mulai dari nama, logo serta konsepnya. Oleh karena itu, melalui Aktivitas Marketing Public Relations seorang Public Relations melakukan serangkaian proses komunikasi demi menyelamatkan brand, citra serta reputasi perusahaan.

(11)

“Bagaimana Aktivitas Marketing Public Relations (MPR) Dalam Proses Rebranding Blitzmegaplex Menjadi CGV blitz di Tangerang?”

1.3 Identifikasi Masalah

Menilik fokus penelitian di atas, maka muncul idetifikasi masalah yang ingin coba dijawab oleh peneliti, yaitu :

1. Bagaimana Aktivitas Marketing PR dalam proses rebranding Blitzmegaplex menjadi CGV blitz di Tangerang?

2. Bagaimana peran Public Relations dalam proses perencanaan Aktivitas Marketing Public Relations CGV Blitz di Tangerang?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini seesuai dengan permasalahan yang diteliti, yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan Aktivitas Marketing Public Relations dalam proses rebranding Blitzmegaplex menjadi CGV blitz di Tangerang dan peran dari seorang Public Relations .

1.5 Manfaat penelitian

Dengan berdasarkan pada tujuan penelitian diatas, maka manfaatsi dari penelitian ini adalah:

1.5.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini sebagai salah satu bentuk pembuktian bahwa ilmu hubungan masyarakat yang khususnya berkaitan dengan bentuk kegiatan rebranding. Industri perbioskopan yang menjadi

(12)

focus kajian dalam penelitian ini juga dinilai masih cukup jarang mendapatkan perhatian di Indonesia sehingga diharapkan penelitian ini dapat membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang relevan dengan menjadi sumber referensi yang bermanfaat. 1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberi masukan kepada praktisi humas khususnya marketing public relations dalam menyusun strategi pengembangan bisnis sebuah brand. Penelitian ini juga berusaha untuk mencari formula yang tepat untuk memperkenalkan strategi MPR dalam proses rebranding sebagai salah satu ruang lingkup yang mampu mendukung marketing objective. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi cermin dari apa yang telah diraih dan menjadi tolak ukur perusahaan untuk membangun perusahaan beserta produk menjadi lebih kuat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga untuk pencegahan penyakit tidak menular pada remaja sebagian besar berada pada kategori cukup optimal (61,1%) dan

BETOAMBARI KOTA BAUBAU SULAWESI TENGGARA SMEA ANGGOTA DPRD KOTA BAUBAU, PERIODE 2009-2014..

Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa untuk variabel motivasi diwakili oleh 8 item pernyataan. Pernyataan 19, 9% responden menyatakan sangat setuju bahwa kebutuhan

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa penyuntikan ekstrak biji pepaya selama 20 hari : dapat menyebabkan kenaikan konsentrasi spermatozoa vas deferen secara

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut: pembelajaran sains merupakan suatu proses

“Enhance Learning Based on Psychological Indexes and Individual Preferences for a Physics Course Using An Adaptive Hypermedia Learning

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri mengatur bahwa perlindungan hukum hak atas karya Desain Industri diberikan pada seorang pendesain berdasarkan

Aktivitas harian lutung budeng (Trachypithecus auratus E. Geoffroy, 1812) di hutan plawangan taman nasional gunung merapi (tngm), yogyakarta.. Naskah Skripsi Fakultas