• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Merek merupakan salah satu komponen utama dalam suatu produk strategi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Merek merupakan salah satu komponen utama dalam suatu produk strategi."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Merek

a. Pengertian Merek

Merek merupakan salah satu komponen utama dalam suatu produk strategi. Suatu merek yang sudah dikenal bisa menyebabkan harga menjadi tinggi. Namun dalam rangka menciptakan suatu produk atau jasa yang bermerek memerlukan proses dan investasi jangka panjang terutama dalam hal iklan (advertising), promosi (promotion), dan pengemasan (packaging).

Menurut UU Merek No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf - huruf, angka - angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa Tjiptono (2005:2).

Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, symbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing Phillip Kotler (2004:418).

Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol/lambang, desain, warna, gerak, atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing Tjiptono (2008:104). Merek dapat dikatakan sebagai sebuah nama, logo, dan simbol yang membedakan sebuah

(2)

produk atau layanan dari para pesaingnya berdasarkan kriteria tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa merek (brand) merupakan sebuah nama, tanda, simbol, dan desain yang dapat memberikan identitas terhadap suatu produk atau jasa, serta membedakan produk atau jasa tersebut dari produk atau jasa pesaingnya.

Menurut Kotler (2005:82), merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian, yaitu :

1) Atribut : Merek mengingatkan atribut-artibut.

2) Manfaat : Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

3) Nilai : Merek tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya. 4) Budaya : Merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu. 5) Kepribadian : Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu. 6) Pemakai : Merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau

menggunakan produk tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand merek yang berbentuk simbol, desain berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Dengan demikian, merek harus meliputi beberapa hal sebagai berikut: Rangkuti (2004:37).

1) Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut. 2) Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat.

(3)

3) Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik.

4) Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat. b. Makna Merek

Menurut Kotler (2002:460) dalam bukunya tersebut menyatakan ada 6 makna yang dapat disampaikan melalui suatu merek, yaitu:

1) Atribut (attributes) Merek mengingatkan pada atribut - atribut tertentu. Misalnya, Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, dibuat dengan baik, terancang dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi , nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan lain-lain. Perusahaan dapat menggunakan satu atau lebih atribut - atribut ini untuk mengiklankan produknya. Selama bertahun - tahun Mercedes mengiklankan, dirancang tidak seperti mobil manapun juga di dunia, berfungsi sebagai dasar untuk meletakkan posisi untuk memproyeksikan atribut lainnya.

2) Manfaat (benefits) Merek tidak saja serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut manfaat, mereka membeli atribut diperlukan untuk dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional, atribut ”tahan lama” dapat dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional, ”Saya akan tetap aman seandainya terjadi kecelakaan”

3) Nilai (values) Merek juga menyatakan nilai produsen. Mercedes menyatakan kinerja tinggi, keamanan, prestise, dan lain - lain. Pemasar merek harus dapat mengetahui kelompok pembeli mobil yang mana yang mencari nilai - nilai ini.

(4)

mewakili budaya Jerman : terorganisir, efisien dan mutu tinggi.

5) Kepribadian (personality) Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk tertentu menggunakan kepribadian orang terkenal untuk mendongkrak atau menopang merek produknya.

6) Pemakai (user) Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Pemakai Mercedes pada umunya diasosiasikan dengan orang kaya, kalangan manager puncak dan sebagainya. Pemakai Dimension Kiddies tentunya adalah anak – anak. Menurut Aaker sebagaimana dikutip oleh Kotler (2002:416) tingkat perilaku

konsumen terhadap merek dibedakan atas 5 tingkat, yaitu :

1) Konsumen akan selalu mengganti merek, khususnya karena alasan harga tidak memiliki loyalitas merek.

2) Konsumen yang puas akan suatu merek dan tidak memiliki alasan untuk mengganti merek.

3) Konsumen yang puas akan suatu merek akan merasa rugi bila menganti atau mencoba merek lain.

4) Konsumen memberikan nilai yang tinggi bagi suatu merek, menghargainya dan menganggap merek menjadi bagian dari dirinya atau seperti teman.

5) Konsumen yang setia terhadap merek. c. Manfaat Merek

Kotler (2002:464) menjelaskan bahwa merek dapat memberikan beberapa manfaat bagi penjual yaitu :

(5)

1) Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah. 2) Nama merek dan tanda merek penjualan memberikan perlindungan hukum

atau ciri-ciri produk yang unik.

3) Merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan penjual perlindungan dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dalam perencanaan program pemasarannya.

4) Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.

5) Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima oleh para distributor dan pelanggan.

Menurut Tjiptono (2005:21) mengemukakan manfaat - manfaat merek bagi konsumen yaitu:

1) Kemudahan dalam mengidentifikasikan produk yang dibutuhkan atau dicari oleh konsumen dan dapat memberikan makna bagi produk.

2) Penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas. 3) Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan

kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat berbeda.

4) Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telahdigunakan atau dikonsumsi.

(6)

d. Tujuan Digunakannya Merek.

Menurut Tjiptono (2008:104), merek digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu : 1) Sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan

produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.

2) Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.

3) Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen.

4) Untuk mengendalikan pasar. e. Syarat Merek

Menurut Tjiptono (2008:106), agar suatu merek dapat mencerminkan makna- makna yang ingin disampaikan, maka ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Merek harus khas atau unik.

2) Merek harus menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk. 3) Merek harus menggambarkan kualitas produk.

4) Merek harus mudah diucapkan, dikenali, dan diingat.

5) Merek tidak boleh mengandung arti yang buruk di negara dan dalam bahasa lain.

6) Merek harus dapat menyesuaikan diri (adaptable) dengan produk - produk baru yang mungkin ditambahkan ke dalam lini produk.

(7)

2.1.2 Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Menurut Durianto, et al. (2004:54) mendefinisikan kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Rangkuti (2004:243) mendefinisikan kesadaran merek merupakan kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci.

Strategi yang sukses dari brand awareness harus dapat menjelaskan keunikan dari merek itu sendiri dan menjadikannya berbeda dari kompetitor yang ada. Contoh: jika konsumen tidak mengetahui apa pun tentang suatu perusahaan, mereka tidak akan membeli sesuatu dari perusahaan tersebut. Untuk itulah satu dari tujuan utama setiap bisnis seharusnya ialah untuk membangun brand awareness karena keinginan membeli konsumen sangat dipengaruhi dari rekomendasi dari pengalaman langsung.

Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan 4 cara menurut Durianto, et al. (2004:8-9 ):

1) Jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.

(8)

2) Familier atau rasa jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek kita dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang kita pasarkan.

3) Substansi atau komitmen Kesadaran merek dapat menandakan keberasaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran akan merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

a) diiklankan secara luas,

b) eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, c) jangkauan distribusi yang luas dan, d) merek tersebut dikelola dengan baik.

4) Mempertimbangkan merek langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akandibeli. Merek dengan Top of Mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidaktersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalambenak konsumen. Biasanya merek-merek yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci.

(9)

Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain

Kesadaran Merek

Familier / rasa suka

Substansi / komitmen

Mempertimbangkan merek

Gambar 1

Nilai – Nilai Kesadaran Merek

Tingkatan Dalam Kesadaran Merek (Brand Awareness) menurut David A. Aaker yang dikutip oleh Durianto. et al. (2004:57-59), peran brand awareness dalam keseluruhan ekuitas merek bergantung pada sejauh manatingkatan Awareness yang dicapai oleh suatu merek. Adapun tingkatan dalam Brand Awareness adalah sebagai berikut:

1) Puncak pikiran (Top of Mind)

Yang dimaksud dengan Top of Mind adalah merek yang pertama kali diingatoleh responden atau pertama kali disebut ketika responden ditanya tentangsuatu produk tertentu. Top of mind menggunakan single respond questionyang artinya responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan mengenai hal ini.

2) Pengingatan kembali merek (Brand Recall)

Yang dimaksud dengan brand recall adalah pengingat kembali merek yang dicerminkan dengan merek lain yang diingat oleh responden setelahresponden menyebutkan merek yang pertama. Brand recall menggunakanmulti respond

(10)

questions yang artinya memberikan jawanan tanpa dibantu. 3) Pengenalan merek (Brand recognition)

Yang dimaksud dengan Brand recognition adalah pengenalan merek yaitutingkat kesadaran responden terhadap suatu merek diukur dengan diberikanbantuan seperti ciri-ciri suatu produk.

4) Tidak menyadari merek (Unware of brand)

Merupakan tingkat yang paling rendah dari piramida Brand Awareness dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

Puncak

Pikiran

Pengingatan kembali merek

Pengenalan merek

Tidak menyadari merek Sumber : Aaker, (1997:92)

Gambar 2

Piramida Kesadaran Merek

Menurut Simamora (2001:84) pengukuran kesadaran merek dimaksudkan untuk mengetahui apakah merek dikenal atau tidak.Kalau dikenal bagaimana tingkat pengenalan konsumen terhadap merek tersebut.Untuk mengelompokkan respoden berdasarkan tingkat pengenalan mereka, perlu diketahui lebih dulu

(11)

tingkat hubungan antar kategori seperti gambar di bawah ini. Merek Tidak diingat (Brand Unaware) Diingat (Brand aware)

Dengan alat bantu

(Brand Recognition)

Tanpa alat bantu

(Brand Recall)

Diingat pertama kali

(top of mind)

Diingat bukan pertama

(Familiar brand)

Sumber : simamora (2001:85)

Gambar 3

Hubungan Antar Kategori Kesadaran Merek

Pencapaian kesadaran merek (Brand awareness) dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut Durianto, et al. (2001:57) :

1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga konsumen dapat lebih mudah mengingatnya.

2) Melakukan pengulangan untuk mengingat pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.

3) Perluas nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan.

4) Memperbanyak promosi baik media cetak maupun elektronik. 5) Menjadi sponsor suatu acara yang mendatangkan banyak penonton.

(12)

2.1.3 Asosiasi Merek (Brand Association)

Menurut Durianto, et al. (2001:69) Asosiasi merek Adalah segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Menurut Aaker (1996:160) asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal-hal berikut: Menurut Durianto, et al. (2001:69)

1) Product attributes (atribut produk) Mengasosiasikan atribut dan karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. misal apa yang tercermin dalam kata handphone Blackberry tentu berbeda dari kata yang tercermin pada kata handphone nexian.

2) Intangible attribute (atribut tak berwujud) Suatu atribut tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

3) Customer’s benefit (manfaat bagi pelanggan) Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terjadi hubungan antara keduanya . contoh, handphone blackberry sangat canggih dan memuaskan pelanggan (suatu manfaat pelanggan) . Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi dua, yaitu Rational benefit (manfaat rasional) dan Psylogical

(13)

benfit (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan erat dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian suatu proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi eksteren dalam pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam merek produk blackberry terkandung manfaat handphone yang canggih.

4) Relative Price (harga relatif) Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua tingkat harga.

5) Application (penggunaan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu

6) User/customer (pengguna/pelanggan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan suatu merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.

7) Celebrity/ Person Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.

8) Lifestyle/Personality (gaya hidup/kepribadian ) Asosiasi merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.

9) Product class (kelas produk) Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.

(14)

10) Competitors (para pesaing) Mengetahui pesaing dan berusaha menyamai pesaing bahkan mengunguli pesaing

11) Country/Geographic area (negara /wilayah geografis) Sebuah negara dapat menjadi sebuah simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan dan kemampuan .

Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan,beberapa merek yang juga memiliki asosiasi dengan beberapa hal lain yang belum disebutkan .dan kenyataannya tidak semua merek memiliki semua asosiasi diatas.

Fungsi asosiasi Merek Pada umumnya asosiasi merek menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek. Berbagai fungsi-fungsi asosiasi menurut Durianto, et al. (2001:69) adalah:

1) Help process / retrieve information Membantu proses penyusunan informasi 2) Differentiate/ Membedakan Suatu asosiasi membangkitkan berbagai landasan

yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek lain.

3) Reason to buy/ Alasan pembelian Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut. 4) Create positive attitude or feelings/ Menciptakan sikap atau perasaan positif

Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi - asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman mereka sebelumnya.

(15)

menghasilkan landasan bagi suatu penyesuaian dengan menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.

Acuan Asosiasi Merek Asosiasi – asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya menurut Durianto, et al. (2004:70) dihubungkan dengan:

1) Product Attributes (Atribut produk) Mengasosiasi atribut atau karakteristik suatu produk mreupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

2) Customer’s Benefit (Manfaat bagi pelanggan) Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya.

3) Relative Price (Harga Relatif) Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.

4) Application (Penggunaan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

5) User / customer (Pengguna / Pelanggan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe penguna atau pelanggan dari produk tersebut.

6) Celebrity / Person (Orang terkenal / khalayak) Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki

(16)

oleh orang terkenal ke merek tersebut.

7) Product Class (Kelas produk) Mengasosiasikan merek menurut kelas

produknya.

8) Competitors (Pesaing) Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamainya 2.1.4 Keputusan Pembelian

1. Konsep Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen yang tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh perushaaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin.Banyak pengertian perilaku konsumen yang dikemukakan para ahli. Berikut ini beberapa pendapat para ahli. Menurut Prasetjo dan Ihalauw (2005:9) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decision units), baik individu, kelompok, ataupun organisasi, membuat keputusan - keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya.

Menurut Schiffman and kanuk (2004:6) studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan suber daya mereka yang tersedia (waktu,uang,usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya. Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang dalam memcari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca konsumsi produk, jasa, maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.

(17)

dilakukan individu dalam mendapatkan dan memakai barang dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan tersebut.

Menurut Mowen dan Minor (2002:6), perilaku konsumen adalah segala tindakan yang berhubungan dengan proses mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa oleh individu atau kelompok, termasuk proses keputusan sebelum dan sesudah tindakan tersebut.

Menurut Kotler dan Keller (2007:214), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen:

a. Budaya, sub-budaya dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar.

b. Sosial, selain faktor budaya, perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor- faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. c. Pribadi, keputusan pembelian juga dipengaruhi karakteristik pribadi.

Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup: pekerjaan, keadaan ekonomi.

d. Psikologis, satu perangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan konsumen.

2. Proses Keputusan Pembelian

Menurut Kotler dan Keller (2007:235) proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal.

(18)

a. Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku.

b. Faktor internal Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

Menurut Simamora (2003:15) suatu proses keputusan pembelian bukan sekedar mengtahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Terdapat 5 peran yang terjadi dalam keputusan untuk membeli :

a. pemrakarsa (initiator) orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa tertentu.

b. pemberi pengaruh (influenzer) orang yang pandangannya atau nasehatnya diperhitungkan dalam pengambilan nasehat akhir.

c. pengambil keputusan (dicider) seorang yang pada akhirnya menentukan sebagian besar atau keseluruhan keputusan membeli, apakah jadi membeli, apa yang dibeli, bagaimana membeli, atau dimana membeli.

(19)

e. pemakai (user) orang yang mengkonsumsi atau memakai produk atau jasa.

3. Tingkatan Pengambilan Keputusan

Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima atau membutuhkan tingkat pencarian informasi yang sama. Schiffman dan Kanuk (2007:487) membedakan tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen yang spesifik, yaitu:

a. Pemecahan masalah yang luas pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria guna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan. Pemecahan masalah yang luas biasanya dilakukan pada pembelian barang tahan lama dan barang mewah seperti mobil, rumah, peralatan elektronik.

b. Pemecahan masalah yang terbatas Pada tingkat ini, konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut. Namun,konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Mereka membutuhkan informasi tambahan untuk melihat perbeedaan di antara berbagai merek.

c. Perilaku sebagai respon yang rutin Pada tingkat ini,konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan. Konsumen mungkin mencari informasi tambahan, tetapi hanya untuk meninjau kembali apa yang sudah mereka ketahui.

(20)

4. Model Pengambilan Keputusan

Model ini tidak dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kerumitan pengambilan keputusan konsumen. Sebaliknya, dirancang untuk menyatukan dan menyelaraskan berbagai konsep yang relevan menjadi 1 keseluruhan yang berarti. Model tersebut memiliki tiga komponen utama yaitu : masukan, proses, keluaran.

a. Masukan

Komponen masukan dalam pengambilan keputusan konsumen memiliki berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap, prilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utam dari berbagai masukan ini adalah:

1) Masukan pemasaran kegiatan pemasaran merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan informasi, dan membujuk konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Kegiatan strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri (termasuk kemasan, ukuran dan jaminannya): iklan di media masa, pemasaran langsung, penjualan personal dan promosi lainnya: kebijakan harga, dan pemilihan saluran distribusi untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen. Akhirnya, dampak berbagai usaha pemasaran suatu perusahaan sebagian besar ditentukan oleh persepsi konsumen terhada semua usaha ini. Jadi para pemasar harus senantiasa mewaspadai persepsi konsumen dengan mensponsori riset konsumen, dari pada bergantung kepada dampak pesanpesan pemasaran mereka yang diharapkan.

(21)

2) Masukan sosial budaya Tipe masukan yang kedua, lingkungan sosial budaya, juga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumen. Pengaruh kelas sosial, budaya dan sub budaya, walaupun kurang nyata merupakan faktor-faktor masukan penting yang dihayati dan diserap serta mempengaruhi bagaimana para konsumen menilai dan akhirnya menolak produk. Dampak kumulatif usaha pemasaran setiap perusahaan: pengaruh keluarga, teman-teman dan tetangga; dan aturan perilaku masyarakat yang ada semuanya merupakan masukan yang mungkin mempengaruhi apa yang dibeli para konsumen dan bagaimana mereka menggunakan apa yang mereka beli.

b. Proses

Komponen proses dalam model ini berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Untuk memahami proses ini, kita harus mempertimbangkan pengaruh berbagai konsep psikologis. Bidang psikologis mewakili pengaruh dalam diri (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian dan sikap) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen (apa yang mereka butuhkan, atau inginkan, kesadaran mereka terhadap berbagai pilihan produk, kegiatan mereka dalam pengumpulan informasi dan penilaian mereka mengenai berbagai alternatif). Tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari dua tahap, yakni:

1) Pengenalan kebutuhan Menurut Schiffman dan kanuk (2007:494) pengenalan kebutuhan mungkin terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan suatu ”masalah”. Di kalangan konsumen ada dua gaya pemahaman masalah atau

(22)

pengenalan kebutuhan yang berbeda. Beberapa konsumen merupakan tipe keadaan yang sebenarnya, yang merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan. sebaliknya, konsumen lain adalah tipe keadaan yang diinginkan, dimana bagi mereka keinginan terhadap sesuatu yang baru dapat menggerakkan proses keputusan. 2) Penelitian sebelum pembelian Penelitian sebelum pembelian dimulai ketika

konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan kepada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Sebaliknya jika konsumen tidak mempunyai pengalaman sebelumnya, ia harus melakukan penelitian yang mendalam mengenai keadaan di luar dirinya untuk memperoleh informasi yang berguna sebagai dasar pemilihan.

Konsumen biasanya mencoba mengingat sebelum mencari berbagai sumber informasi eksternal mengenai kebutuhan yang berhubungan dengan konsumsi tertentu.Pengalaman yang lalu dianggap sebagai sumber informasi internal. Semakin besar kaitannya dengan pengalaman yang lalu, semakin sedikit informasi luar yang mungkin dibutuhkan konsumen untuk mencapai keputusan. Banyak keputusan konsumen yang didasarkan kepada penggabungan pengalaman yang lalu dan informasi pemasaran dan nonkomersial. Tingkat resiko yang demikian juga dapat mempengaruhi thap proses pengambilan keputusan.

Menurut Kotler dan Keller (2007:235) konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita

(23)

dapat membaginya dalam dua tingkat.situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan perhatian menguat. Pada tingkat itu seorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk.Pada tingkat selanjutnya, orang itu mungkin memasuki pencarian aktif informasi. Melalui pengumpulan informasi, konsumen mengetahui tentang merek-merek yang bersaing dan keistimewaan merek tersebut.

Dalam tahap pencarian informasi dalam proses keputusan pembelian, mencari informasi yang relevan dari lingkungan luar untuk memecahkan masalah, atau dengan cara mengaktifkan pengetahuan dari ingatan yaitu:

1) Informasi eksternal:

a) Sumber atau informasi dari publik yaitu variasi tingkat produknya, harganya atau dikenal dengan laporan konsumen.

b) Dominasi pemasaran yaitu iklan, website perusahan dan para pelaku pemasaran.

2) Informasi internal :

a) menggunakan ingatannya kembali pengalaman dalam menggunakan merek atau produk tersebut.

b) merasa cukup puas dengan produk yang sering digunakan.

Penilaian Alternatif Rangkaian merek yang diminati. Dalam konteks pengambilan keputusan konsumen,rangkaian merek yang diminati mengacu pada merek-merek khusus yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam kategori produk tertentu. Rangkaian merek yyang diminati seorang konsumen dibedakan dari rangkaian merek tidak layak yang terdiri dari

(24)

berbagai merek yang dikeluarkan konsumen dari pertimbangan pembelian karena dirasa tidak dapat diterima dan dari rngkaian merek yang tidak aktif, yang terdiri dari berbagai merek yang tidak menarik perhatian konsumen karena dirasakan tidak mempunyai keuntungan khusus apa pun. Terlepas dari jumlah merek dalam suatu kategori produk, rangkaian merek yang diminati seorang konsumen rata-rata cenderung sangat kecil, sering hanya terdiri dari tiga sampai lima merek. Tetapi peneliatian menunjukkan bahwa rangkaian merek dipertimbangkan konsumen meningkat jumlahnya jika pengalaman dengan suatu golongan produk bertambah. Rangkaian merek yang diminati dari sedikit merek yang dikenal baik, diingat dan dirasakan dapat diterima oleh konsumen.

(25)

Semua Merek

Semua Merek yang Dikenal

Semua merek yang tidak dikenal

Merek yang Merek yang Merek yang inert di minati tidak layak

Merek yang Merek yang Merek yang diterima Merek yang tidak dapat diterima dianggap biasa diabaikan Merek yang dibeli Merek yang tidak dibeli

Sumber : Schiffman dan Kanuk (2007:498)

Gambar 4

Rangkaian merek yang diminati sebagai bagian dari semua merek dalam kelas produk tertentu

Kriteria yang digunakan untuk menilai merek. Kriteria yang digunakan para kons umen untuk menilai merek yang merupakan rangkaian merek yang mereka minati biasanya dinyatakan dari sudut sifat-sifat produk yang penting. Jika perusahaan mengetahui bahwa para konsumen akan menilai berbagai alternatif,

(26)

mereka kadang-kadang mengiklankan dengan cara menganjurkan kriteria yang harus digunakan konsumen dalam menilai produk atau jasa.

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:501), ada juga cara untuk memudahkan konsumen dalam pengambilan keputusan dengan memberikan garis pedoman atau menjadikannya kebiasaan yang dikenal dengan kaidah keputusan. Menurut Kotler dan Keller (2007:237), terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model- model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan nasional. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda - beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu.

c. Keluaran

Porsi keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen menyangkut duakegiatan pasca-pembelian yang berhubungan erat yakni :

1) Perilaku Pembelian

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:506), perilaku pembelian konsumen mempunyai tiga tipe yaitu :

a) pembelian percobaan, yaitu ketika konsumen membeli suatu produk atau merek untuk pertama kalinya dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya, jadi pembelian percobaan ini merupakan tahap perilaku pembelian yang

(27)

bersifat penjajakan dimana konsumen berusaha menilai suatu produk melalui pemakaian langsung.

b) pembelian ulang, yaitu berdasarkan percobaan yang dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik dari merek-merek lain. Pembelian ulang biasanya menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen bersedia untuk memakainya lagi dalam jumlah yang lebih besar.

c) Pembelian komitmen jangka panjang, yaitu pembelian yang dilakukan konsumen yang biasanya beralih secara langsung dari penilaian konsumen yang biasanya beralih secara langsung dari penilaian terhadap komitmen jangka panjang (melalui pembelian), tanpa kesempatan untuk percobaan yang sesungguhnya. Biasanya untuk barang-barang yang paling tahan lama.

2) Penilaian Pasca Pembelian

Ketika konsumen menggunakan suatu produk, terutama selama pembelian percobaan, mereka menilai kinerja produk tersebut menurut berbagai harapan mereka. ada tiga hasil penilaian yang mungkin timbul :

a) kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan harapan yang menimbulkan perasaan netral

b) kinerja melebihi harapan, yang menimbulkan apa yang dikenal sebagai pemenuhan harapan secara positif.

c) kinerja dibawah harapan, yang menimbulkan pemenuhan harapan secara negatif dan ketidak puasan. Untuk masing-masing hasil ini, harapan dan ketidakpuasan konsumen mempunyai hubungan erat: yaitu konsumen

(28)

cenderung menilai pengalaman mereka terhadap harapan - harapan mereka ketika melakukan penilaian pasca pembelian.

Unsur penting dalam penilaian pasca pembelian adalah berkurangnya ketidak pastian atau keraguan konsumen mengenai pemilihan. Sebagai bagian dari analisis merupakan pemilihan yang bijaksana; jadi mereka berusaha mengurangi ketidak cocokan kognitif pasca pembelian.

5. Tipe Perilaku Pembelian Konsumen

Tipe-tipe perilaku membeli berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara berbagai merek adalah sebagai berikut : Menurut Kotler dan Armstrong (2001:219-222) :

a) Perilaku membeli yang kompleks (complex buying behaviour) Perilaku membeli yang kompleks merupakan perilaku membeli konsumen dalam berbagai situasi bercirikan keterlibatan mendalam konsumen dalam membeli, dan adanya perbedaan pandangan yang signifikan antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen menjalankan perilaku membeli mereka ketika mereka benar-benar terlibat dalam pembelian dan mempunyai pandangan yang berbeda antara merek yang satu dengan yang lain. Konsumen mungkin lebih banyak terlibat ketika produknya mahal, berisiko jarang dibeli, dan sangat menonjolkan ekspresi diri. Konsumen harus banyak belajar mengenai kategori produk tersebut.

b) Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan (dissonance reducing buying behaviour) Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan

(29)

merupakan perilaku membeli konsumen dalam situasi bercirikan keterlibataan konsumen yang tinggi tetapi sedikit perbedaan yang dirasakan diantara merek- merek yang aada. Perilaku membeli yang mengurangi ketidakcocokan terjadi ketika konsumen sangat terlibat dengan pembelian yang mahal, jarang atau berisiko, tetapi hanya melihat sedikit perbedaan yang ada.

c) Perilaku membeli karena kebiasaan Perilaku membeli karena kebiasaan merupakan perilaku pembeli konsumen dalam situasi yang bercirikan keterlibataan konsumen yang rendah dan kecilnya perbedaan yang dirasakan di antara merek-merek yang ada. Pembeli produk dengan keterlibatan rendah tidak kuat komitmennya terhadap merek apapun.

d) Perilaku membeli yang mencari variasi Perilaku membeli yang mencari variasi adalah perilaku membeli konsumen dalam situasi yang bercirikan rendahnya keterlibatan konsumen tetapi perbedaan diantara merek dianggap besar. Dalam kasus ini, konsumen sering kali mengganti merek. Contohnya ketika membeli kue, seorang konsumen mungkin memiliki beberapa keyakinan, memilih merek kue tanpa banyak evaluasi, lalu mengevaluasi merek tersebut ketika di mekan atau di konsumsi. Tetapi pada waktu selanjutnya konsumen mungkin mengambil merek lain agar tidak bosan atau sekedar mencoba sesuatu yang berbeda.

2.1.5 Hubungan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Pada umumnya, kesadaran merek akan menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian produk pantene. Setiap produk pantene

(30)

memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dan setiap produsen selalu berusaha menciptakan produk pantene agar selalu diingat oleh konsumen.

2.1.6 Hubungan Asosiasi Merek terhadap Keputusan Pembelian

Asosiasi Merek juga akan menjadi acuan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian produk pantene. Karena setiap produk pantene memiliki manfaat yang bervariasi, dan setiap produsen selalu berusaha menciptakan apa yang diinginkan oleh konsumen.

2.1.7 Penelitian terdahulu

1. Penelitian tentang Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan

Pembelian Konsumen Pada Produk Handphone Merek Nokia di Semarang yang dilakukan oleh Hardian Hanggadhika Universitas Diponegoro Semarang (2010).

Kesimpulan dari penelitian tersebut

a. Kesadaran merek (X1) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

konsumen (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0,212. Hal ini berarti semakin tinggi kesadaran konsumen terhadap suatu merek, maka semakin tinggi keputusan pembelian konsumen.

b. Persepsi kualitas (X2) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

konsumen (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0,262. Hal ini berarti semakin tinggi persepsi kualitas konsumen terhadap suatu merek, maka semakin tinggi keputusan pembelian konsumen.

(31)

c. Asosiasi merek (X3) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

konsumen (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0,189. Hal ini berarti semakin tinggi asosiasi suatu merek di benak konsumen, maka semakin tinggi keputusan pembelian konsumen.

d. Loyalitas merek (X4) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

konsumen (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0,324. Hal ini berarti semakin tinggi loyalitas konsumen terhadap suatu merek, maka semakin tinggi keputusan pembelian konsumen.

Persamaan

a. Varibel bebas yaitu Ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek dan variabel terikat yaitu keputusan pembelian.

b. Alat analisis yang digunakan regresi liner berganda, uji t dan koefisien determinasi parsial

Perbedaan

a. Alat analisis yang digunakan ditambah dengan uji validitas, reliabilitas uji asumsi klasik dan uji simultan.

b. Obyek penelitian terdahulu merek Nokia sedangkan penelitian yang sedang dilakukan merek Pantine.

c. Responden yang diteliti dalam penelitian ini seluruh masyarakat kota palembang sedangkan yang sedang dilakukan respondennya seluruh masyarakat kota surabaya.

(32)

2. Pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian produk AIR minum

merek AQUA di Kecamatan Genteng Surabaya yang dilakukan oleh Nizar Zulmy di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA 2012).

Kesimpulan dari penelitian tersebut :

a. Kesadaran merek (X1) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

konsumen (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0.28. Hal ini berarti semakin tinggi kesadaran konsumen terhadap suatu merek, maka semakin tinggi keputusan pembelian konsumen.

b. Persepsi kualitas (X2) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

konsumen (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0,348. Hal ini berarti semakin tinggi persepsi kualitas konsumen terhadap suatu merek, maka semakin tinggi keputusan pembelian konsumen.

c. Asosiasi merek (X3) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

konsumen (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0,252. Hal ini berarti semakin tinggi asosiasi suatu merek di benak konsumen, maka semakin tinggi keputusan pembelian konsumen.

d. Loyalitas merek (X4) berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian

konsumen (Y) dengan nilai koefisien sebesar 0,249. Hal ini berarti semakin tinggi loyalitas konsumen terhadap suatu merek, maka semakin tinggi keputusan pembelian konsumen.

(33)

a. Varibel bebas yaitu Ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek dan variabel terikat yaitu keputusan pembelian.

b. Alat analisis yang digunakan regresi liner berganda, uji t dan koefisien determinasi parsial

Perbedaan:

a. Variabel x yang saya gunakan hanya kesadaran merek dan asosiasi merek b. tempat penelitian yang saya gunakan sampoo pantine warna merah di PT.

(34)

2.2 Rerangka Pemikiran

Teoritis

Pengaruh kesadaran merek dan asosiasi merek terhadap keputusan pembelian shampo Pantene di PT Borwita Citra Prima di Surabaya

Teori

Kesadaran merek, asosiasi merek dan Keputusan pembelian.

Durianto, Darmadi, Sugiharto dan Tony Sitinjak,

Penelitian Terdahulu

1. Pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian konsumen pada produk handphone merek nokia di Semarang

 Nilai x1 kesadaran merek = 0,212

 Nilai x2 asosiasi merek = 0,189 2. Pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan

pembelian produk Air minum Aqua di Kecamatan genteng Surabaya

 Nilai x1 kesadaran merek = 0,28

 Nilai x2 asosiasi merek = 0,348

Uji Hipotesa

1. Uji secara Parsial 2. Uji secara Simultan

Hasil dan pembahasan

Skripsi

Gambar 5 Rerangka Berpikir

(35)

2.3 Model Penelitian KESADARAN MEREK KEPUTUSAN PEMBELIAN ASOSIASI MEREK Gambar 6 Model Penelitian 2.4 Perumusan Hipotesis

Dari perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dibahas dengan melihat hasil penelitian terdahulu dan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan, maka peneliti sampai kepada suatu dugaan bahwa:

1. Kesadaran merek dan asosiasi merek berpengaruh signifikan secara simultan terhadap keputusan pembelian produk shampo pantene di Surabaya.

2. Kesadaran merek dan asosiasi merek berpengaruh signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian produk shampo pantene di Surabaya.

3. Kesadaran merek berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelian produk shampo pantene di Surabaya.

(36)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian dan Gambaran dari Populasi Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Data yang dianalisa dalam skripsi ini adalah data yang didapat melalui penyebaran kuisioner kepada responden yang dianggap memenuhi syarat untuk dijadikan sampel dari populasi dalam penelitian. Dengan demikian jenis penelitian yang saya lakukan adalah survey. survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antara variabel sosiologis maupun psikologis.

3.1.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua orang yang menggunakan shampo pantene yang terdiri atas subyek atau obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannnya. Adapun karakteristik yang pertama ditentukan oleh peneliti yaitu usia minimal 21th maksimal >40th, karakteristik yang kedua yaitu pembelian shampo pantene minimal 90ml maksimal 400ml, karakteristik yang ketiga yaitu pembelian shampo pantene 1bulan sekali. Populasi dalam penelitian ini adalah pembeli shampo Pantene di PT. Borwita Citra Prima alamat Jl. Raya Taman 48a Sepanjang-Sidoarjo.

Gambar

Gambar 5  Rerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menjelaskan bahwa senam lansia menghasilkan manfaat bagi responden yang mengalami nyeri sendi secara menetap dengan dilakukannya senam ini dapat

Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa pertama, adanya pengaruh yang signifikan antara promosi dan minat baca terhadap kunjungan pemustaka

Mutasi pegawai adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemindahan pegawai dari suatu tempat ke tempat yang lain baik secara horisontal maupun vertikal dengan

Tetapkanlah aku di dalam Ibu Segala Catitan itu menjadi seorang yang bahagia, beroleh rezeki dan beroleh taufiq untuk segala kebajikan kerana Engkau telah berfirman dan

Ketua Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah (Hukum Keluarga) beserta para Dosen Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah (Hukum Keluarga) yang ikhlas dan penuh kekeluargaan

Pengetahuan produk akan menjadi sumber bagi konsumen untuk terciptanya rasa percaya pada produk, dengan adanya pengetahuan tentang produk konsumen akan mengetahui dan percaya

Dana Bagi Hasil (DBH) memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Sarbagita Provinsi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa peorlehan

Menurut Rina Mustika (2009), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Usaha Tani Budidaya Ikan Nila Dalam Kolam Di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan