• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016

TENTANG

USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) memiliki potensi untuk kegiatan

pembudidayaan ikan sehingga perlu dilakukan

pengelolaan yang optimal dengan memperhatikan daya dukung dan kelestariannya;

b. bahwa dalam rangka meningkatkan dan

mengembangkan usaha pembudidayaan ikan, perlu mengatur kembali usaha pembudidaya ikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor 49/PERMEN-KP/2014 tentang Usaha

Pembudidayaan Ikan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Usaha Pembudidayaan Ikan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

(2)

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5870);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kelautan Dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 225, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5745);

5. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

6. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111);

7. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Kabinet Kerja 2014-2019, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 79/P Tahun 2015;

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.25/MEN/2012 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan di Lingkungan Kementerian

Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1);

9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan

(3)

Perikanan Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 503);

10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 3/PERMEN-KP/2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Usaha di Bidang Pembudidayaan Ikan Dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepada Kepala Badang Koordinasi Penanaman Modal;

11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1227);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara,

membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

2. Pembudi Daya-Ikan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

(4)

3. Izin lokasi adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap orang untuk memanfaatkan tanah atau ruang dari sebagian perairan pesisir yang mencakup permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu dan/atau untuk memanfaatkan sebagian pulau-pulau kecil untuk usaha pembudidayaan ikan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. 4. Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP, adalah izin

tertulis yang harus dimiliki setiap orang untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut.

5. Rekomendasi Pembudidayaan Ikan Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat RPIPM adalah keterangan tertulis yang memuat persetujuan kegiatan pembudidayaan ikan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal sebagai salah satu persyaratan memperoleh SIUP yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang di bidang penanaman modal.

6. Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak on Line, yang selanjutnya disebut SIMPONI adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya sesuai dengan kewenangannya atau pejabat yang ditunjuk yang berisikan nilai nominal yang harus dibayarkan oleh Setiap Orang sesuai SIMPONI.

7. Pungutan Pengusahaan Perikanan, yang selanjutnya disingkat PPP, adalah pungutan negara yang dikenakan kepada setiap orang dalam rangka memperoleh SIUP atau RPIPM sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

8. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

9. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan.

(5)

11. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang melaksanakan tugas teknis di bidang perikanan budidaya.

12. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah di provinsi atau kabupaten/kota yang membidangi urusan perikanan.

Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi: a. jenis usaha di bidang pembudidayaan ikan; b. surat izin usaha perikanan;

c. pemeriksaan lapangan;

d. rekomendasi penggunaan tenaga kerja asing;

e. masa berlaku, perubahan, registrasi ulang, perpanjangan dan penggantian;

f. pelaporan;

g. pembinaan usaha pembudidayaan ikan; dan h. pengawasan.

BAB II

JENIS USAHA DI BIDANG PEMBUDIDAYAAN IKAN Pasal 3

Jenis Usaha di bidang Pembudidayaan Ikan meliputi: a. Usaha Pembenihan Ikan;

b. Usaha Pembesaran Ikan;

c. Usaha Pembenihan Ikan dan Pembesaran Ikan;

d. Usaha Pembenihan Ikan dan Pengangkutan Ikan Hasil Pembudidayaan; e. Usaha Pembesaran Ikan dan Pengangkutan Ikan Hasil Pembudidayaan;

dan

f. Usaha Pembenihan Ikan, Pembesaran Ikan, dan Pengangkutan Ikan Hasil Pembudidayaan.

(6)

Pasal 4

Usaha Pembenihan Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, meliputi kegiatan pemeliharaan calon induk/induk, pemijahan, penetasan telur dan/atau pemeliharaan larva/benih/bibit.

Pasal 5

Usaha Pembesaran Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, meliputi kegiatan pembesaran mulai dari ukuran benih sampai dengan ukuran panen.

Pasal 6

Usaha Pembenihan Ikan dan Pembesaran Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, meliputi kegiatan pembenihan dan pembesaran ikan yang dilakukan dalam satu kesatuan usaha.

Pasal 7

Usaha Pembenihan Ikan dan Pengangkutan Ikan Hasil Pembudidayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, meliputi kegiatan pembenihan dan pengangkutan ikan yang dilakukan dalam satu kesatuan usaha.

Pasal 8

Usaha Pembesaran Ikan dan Pengangkutan Ikan Hasil Pembudidayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, meliputi kegiatan pembesaran dan pengangkutan ikan yang dilakukan dalam satu kesatuan usaha.

Pasal 9

Usaha Pembenihan Ikan, Pembesaran Ikan, dan Pengangkutan Ikan Hasil Pembudidayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, meliputi kegiatan pembenihan, pembesaran, dan pengangkutan ikan yang dilakukan dalam satu kesatuan usaha.

BAB III SIUP Bagian Kesatu

(7)

Jenis SIUP Pasal 10

(1) Setiap orang yang melakukan Usaha Pembudidayaan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia wajib memiliki SIUP. (2) SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. SIUP Pembenihan Ikan; b. SIUP Pembesaran Ikan;

c. SIUP Pembenihan dan Pembesaran Ikan; d. SIUP Pembenihan dan Pengangkutan Ikan; e. SIUP Pembesaran dan Pengangkutan Ikan; dan

f. SIUP Pembenihan, Pembesaran, dan Pengangkutan Ikan. Pasal 11

(1) Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dikecualikan bagi:

a. Pembudi Daya-Ikan Kecil; dan

b. pemerintah, pemerintah daerah, atau perguruan tinggi untuk kepentingan pelatihan dan penelitian/eksplorasi perikanan.

(2) Pengecualian kewajiban memiliki SIUP bagi Pembudi Daya-Ikan Kecil diganti dengan Tanda Pencatatan Usaha Pembudidayaan Ikan (TPUPI).

Pasal 12

Kriteria Pembudi Daya-Ikan Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a:

a. menggunakan teknologi sederhana; dan

b. melakukan Pembudidayaan Ikan dengan luas lahan: 1. usaha Pembudidayaan Ikan air tawar untuk kegiatan:

a) pembenihan Ikan paling luas 0,75 (nol koma tujuh puluh lima) hektare; dan

b) pembesaran Ikan paling luas 2 (dua) hektare.

2. usaha Pembudidayaan Ikan air payau untuk kegiatan:

a) pembenihan Ikan paling luas 0,5 (nol koma lima) hektare; dan b) pembesaran Ikan paling luas 5 (lima) hektare.

(8)

a) pembenihan Ikan paling luas 0,5 (nol koma lima) hektare; dan b) pembesaran Ikan paling luas 2 (dua) hektare.

Bagian Kedua

Kewenangan Penerbitan Izin Pasal 13

(1) Menteri mendelegasikan penerbitan izin usaha perikanan di bidang pembudidayaan kepada Direktur Jenderal, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai kewenangannya.

(2) Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang menerbitkan:

a. SIUP, untuk:

1) usaha pembesaran ikan yang menggunakan teknologi super intensif di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan;

2) usaha pembenihan dan/atau pembesaran ikan yang

menggunakan tenaga kerja asing dan modal dalam negeri;

3) usaha pembenihan dan/atau pembesaran ikan yang

menggunakan tenaga kerja asing dan modal dalam negeri, yang

dilakukan dalam satu kesatuan usaha dengan usaha pengangkutan; dan/atau

4) kegiatan pembenihan dan/atau pembesaran ikan di kawasan konservasi perairan nasional.

b. RPIPM, untuk:

1) usaha pembenihan dan/atau pembesaran ikan yang

menggunakan modal asing;

2) usaha pembenihan dan/atau pembesaran ikan yang berlokasi di wilayah laut di atas 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan;

3) usaha pembenihan dan/atau pembesaran ikan yang berlokasi di darat pada wilayah lintas provinsi; dan/atau

(9)

4) usaha pembesaran ikan yang menggunakan teknologi super intensif di darat dan wilayah laut di atas 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.

(3) Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang menerbitkan SIUP, untuk usaha pembenihan, pembesaran, dan/atau pengangkutan ikan yang tidak menggunakan modal asing, tenaga kerja asing, dan/atau pembesaran ikan yang tidak menggunakan teknologi super intensif di wilayah administrasinya, dengan lokasi pembenihan dan/atau pembesaran di:

a. wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan; atau b. wilayah darat dengan lokasi usaha pembenihan dan/atau

pembesaran ikan yang usahanya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi.

(4) Bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang menerbitkan:

a. SIUP, untuk usaha pembenihan, pembesaran, dan/atau pengangkutan ikan yang tidak menggunakan modal asing, tenaga kerja asing, dan/atau pembesaran ikan yang tidak menggunakan teknologi super intensif, dengan lokasi pembenihan dan/atau pembesaran ikan di wilayah darat pada wilayah administrasinya; dan

b. TPUPI untuk pembudidaya ikan kecil.

(5) Penerbitan SIUP oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan penerbitan SIUP oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kepala dinas atau pejabat yang ditunjuk.

(6) Penerbitan TPUPI sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kepala dinas atau pejabat yang ditunjuk dan dipergunakan dalam rangka:

(10)

b. pengumpulan data dan informasi untuk pembinaan usaha perikanan; dan

c. pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab.

(7) Gubernur menyampaikan laporan SIUP yang diterbitkannya kepada Menteri melalui Direktur Jenderal setiap 6 (enam) bulan.

(8) Bupati/walikota menyampaikan laporan SIUP dan TPUPI yang diterbitkannya kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dan kepada gubernur setiap 6 (enam) bulan.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan SIUP yang menjadi kewenangan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau persyaratan dan tata cara penerbitan SIUP yang menjadi kewenangan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b diatur dengan Peraturan Daerah dengan mengacu pada Peraturan Menteri ini.

Bagian Ketiga

Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan SIUP Pasal 14

(1) Setiap orang untuk memiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal disertai dengan persyaratan:

a. rencana usaha, yang meliputi: 1) rencana kegiatan usaha; 2) rencana tahapan kegiatan;

3) rencana teknologi yang digunakan; 4) sarana usaha yang dimiliki;

5) rencana pengadaan sarana usaha;

6) rencana volume produksi setiap tahapan kegiatan; dan 7) rencana pembiayaan.

b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik atau penanggung jawab korporasi, dengan menunjukkan aslinya;

c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik atau korporasi, dengan menunjukkan aslinya;

(11)

e. surat keterangan domisili usaha;

f. fotokopi akta pendirian korporasi, dengan menunjukkan aslinya; g. fotokopi izin lokasi, dengan mencantumkan luasan dan titik

koordinat;

h. fotokopi izin lingkungan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;

i. pas foto ukuran 4X6 dan specimen tanda tangan; dan

j. surat pernyataan bermaterai cukup dari pemilik atau penanggung jawab korporasi yang menyatakan kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

(2) Selain persyaratan sebagaimana pada ayat (1), Setiap Orang yang akan melakukan kegiatan pembudidayaan ikan di kawasan konservasi perairan nasional diharuskan melampirkan surat rekomendasi dari satuan unit pengelola kawasan konservasi perairan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penyusunan rencana usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 15

(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap kelayakan rencana usaha dan kelengkapan persyaratan lainnya paling lama 3 (tiga) hari kerja, yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan.

(2) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, dilakukan pemeriksaan lapangan paling lama 2 (dua) hari kerja oleh petugas pemeriksa lapangan.

(3) Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan guna memverifikasi kebenaran dokumen yang diajukan, yang meliputi: a. lokasi; dan

b. sarana usaha yang dimiliki.

(4) Apabila hasil pemeriksaan lapangan telah sesuai, petugas pemeriksa lapangan paling lama 3 (tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal bahwa hasil pemeriksaan lapangan sudah sesuai.

(12)

(5) Apabila hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai, petugas pemeriksa lapangan paling lama 3 (tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal bahwa hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai.

(6) Apabila permohonan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak atau hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga) hari kerja menyampaikan penolakan kepada pemohon disertai alasan dan berkas permohonan SIUP menjadi milik Direktorat Jenderal.

(7) Direktur Jenderal Perikanan Budidaya menerbitkan SIUP paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan SIUP disetujui.

(8) Bentuk dan format SIUP sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kelima

Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan RPIPM Pasal 16

(1) Setiap orang untuk memiliki RPIPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan persyaratan:

a. rencana usaha, yang meliputi: 1) rencana kegiatan usaha; 2) rencana tahapan kegiatan;

3) rencana teknologi yang digunakan; 4) sarana usaha yang dimiliki;

5) rencana pengadaan sarana usaha;

6) rencana volume produksi setiap tahapan kegiatan; dan 7) rencana pembiayaan.

b. fotokopi KTP penanggung jawab korporasi, dengan menunjukkan aslinya;

c. fotokopi NPWP korporasi, dengan menunjukkan aslinya; d. fotokopi SPT Pajak tahun terakhir;

(13)

f. fotokopi akta pendirian korporasi, dengan menunjukkan aslinya; g. fotokopi izin lokasi, dengan mencantumkan luasan dan titik

koordinat yang diterbitkan oleh Gubernur, Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk;

h. fotokopi izin lingkungan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;

i. pas foto ukuran 4x6 dan specimen tanda tangan; dan

j. surat pernyataan bermaterai cukup dari penanggung jawab korporasi yang menyatakan kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

(2) Selain persyaratan sebagaimana pada ayat (1), Setiap Orang yang akan melakukan kegiatan usaha pembudidayaan ikan di kawasan konservasi perairan nasional diharuskan melampirkan surat rekomendasi dari satuan unit pengelola kawasan konservasi perairan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penyusunan rencana usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 17

(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap kelayakan rencana usaha dan kelengkapan persyaratan lainnya paling lama 3 (tiga) hari kerja, yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan.

(2) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, dilakukan pemeriksaan lapangan paling lama 2 (dua) hari kerja oleh petugas pemeriksa lapangan.

(3) Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan guna memverifikasi kebenaran dokumen yang diajukan, yang meliputi: a. lokasi; dan

b. sarana usaha yang dimiliki.

(4) Apabila hasil pemeriksaan lapangan telah sesuai, petugas pemeriksa lapangan paling lama 3 (tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi

(14)

kepada Direktur Jenderal bahwa hasil pemeriksaan lapangan sudah sesuai.

(5) Apabila hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai, petugas pemeriksa lapangan paling lama 3 (tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal bahwa hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai.

(6) Apabila permohonan RPIPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak atau hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga) hari kerja menyampaikan penolakan kepada pemohon disertai alasan dan berkas permohonan RPIPM menjadi milik Direktorat Jenderal.

(7) Direktur Jenderal Perikanan Budidaya menerbitkan RPIPM paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan RPIPM disetujui.

(8) Bentuk dan format RPIPM sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 18

(1) Setiap Orang yang memperoleh RPIPM, dikenakan pungutan oleh negara, sebagai imbalan atas kesempatan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

(2) Pungutan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang diterbitkan dalam bentuk Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP).

(3) Direktur Jenderal menerbitkan Surat Perintah Pembayaran (SPP)-PPP dengan dilampiri blangko SIMPONI paling lama 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4).

(4) Pemohon harus membayar PPP dan menyampaikan tanda bukti pembayaran SIMPONI kepada Direktur Jenderal paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SPP-PPP diterbitkan.

(15)

(5) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja sejak SPP-PPP diterbitkan, pemohon tidak membayar PPP, permohonan RPIPM dinyatakan batal demi hukum.

(6) Direktur Jenderal menerbitkan RPIPM paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanda bukti pembayaran SIMPONI diterima.

BAB IV

PEMERIKSAAN LAPANGAN Pasal 19

(1) Pemeriksaan lapangan dilakukan pada saat permohonan SIUP, perubahan SIUP karena perubahan lokasi dan/atau penambahan luas lahan, permohonan RPIPM, atau registrasi ulang.

(2) Biaya pelaksanaan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Kelautan dan Perikanan.

(3) Ketentuan mengenai standar operasional prosedur pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.

BAB V

REKOMENDASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING Pasal 20

(1) Setiap orang yang melakukan usaha pembudidayaan ikan yang akan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA), wajib memiliki Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan oleh instansi

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

ketenagakerjaan.

(2) Untuk memiliki Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap orang harus memiliki Rekomendasi Teknis Penggunaan Tenaga Kerja Asing di bidang pembudidayaan ikan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

(16)

(3) Setiap orang untuk memperoleh Rekomendasi Teknis Penggunaan Tenaga Kerja Asing di bidang pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:

a. foto copy keputusan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang masih berlaku;

b. foto copy SIUP atau izin usaha dari instansi yang berwenang di bidang penanaman modal;

c. foto copy paspor TKA;

d. sertifikat/ijazah yang dimiliki oleh TKA; e. daftar riwayat hidup TKA;

f. pas foto berwarna TKA berukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar; dan g. surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan kebenaran

data dan informasi yang disampaikan. Pasal 21

(1) Direktur Jenderal selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima permohonan Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing

(RPTKA) secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 harus

menerbitkan rekomendasi dimaksud, atau menerbitkan surat pemberitahuan kepada pemohon apabila permohonannya ditolak.

(2) Apabila sampai dengan 7 (tujuh) hari kerja Direktur Jenderal tidak mengeluarkan surat penolakan, permohonan rekomendasi dianggap disetujui.

(3) Dalam hal permohonan rekomendasi disetujui atau dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal harus menerbitkan Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

(4) Bentuk dan format Rekomendasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(17)

BAB VI

MASA BERLAKU, PERUBAHAN, REGISTRASI ULANG, PENGGANTIAN DAN PERPANJANGAN

Bagian Kesatu Masa Berlaku

Pasal 22

(1) SIUP berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang kembali.

(2) SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilakukan registrasi ulang setiap 5 (lima) tahun.

(3) RPIPM berlaku sampai dengan instansi yang berwenang di bidang penanaman modal menerbitkan SIUP.

(4) TPUPI berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.

(5) RPTKA berlaku selama 1 (satu) tahun. Pasal 23

Selain ketentuan masa berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, SIUP di bidang pembudidayaan ikan dinyatakan tidak berlaku, karena:

a. diserahkan kembali kepada pemberi izin;

b. perusahaan di bidang pembudidayaan ikan dinyatakan pailit; atau c. perusahaan di bidang pembudidayaan ikan menghentikan usahanya.

Bagian Kedua Perubahan

Pasal 24 (1) Perubahan SIUP dilakukan apabila terjadi:

a. perubahan penanggung jawab korporasi; b. perubahan domisili kantor ;

c. perubahan komoditas usaha;

(18)

e. perubahan luas lahan.

(2) Perubahan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah 6 (enam) bulan sejak SIUP diterbitkan, kecuali perubahan penanggung jawab korporasi dan alamat kantor dapat dilakukan setiap waktu.

(3) Setiap perubahan SIUP yang telah diterbitkan oleh instansi yang berwenang di bidang penanaman modal harus mengajukan RPIPM kepada Direktur Jenderal.

Pasal 25

Setiap orang untuk melakukan perubahan SIUP harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, disertai dengan persyaratan:

a. fotokopi SIUP yang akan diubah; b. jenis perubahan SIUP yang diajukan;

c. pas foto ukuran 4x6 dan specimen tanda tangan, untuk perubahan penanggung jawab korporasi;

d. surat rekomendasi dari satuan unit pengelola kawasan konservasi perairan; dan

e. surat pernyataan bermaterai cukup yang menyatakan kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

Pasal 26

(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap persyaratan paling lama 3 (tiga) hari kerja, yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan.

(2) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, untuk perubahan lokasi atau penambahan luas lahan dilakukan pemeriksaan lapangan paling lama 2 (dua) hari kerja oleh petugas pemeriksa lapangan.

(3) Apabila hasil pemeriksaan lapangan telah sesuai, petugas pemeriksa lapangan paling lama 3 (tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi

(19)

kepada Direktur Jenderal bahwa hasil pemeriksaan lapangan sudah sesuai.

(4) Apabila hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai, petugas pemeriksa lapangan paling lama 3 (tiga) hari kerja menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal bahwa hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai.

(5) Apabila permohonan perubahan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak atau hasil pemeriksaan lapangan tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal paling lama 3 (tiga) hari kerja menyampaikan penolakan kepada pemohon disertai alasan dan berkas permohonan perubahan SIUP menjadi milik Direktorat Jenderal.

(6) SIUP perubahan diberikan jika SIUP lama yang telah dilakukan perubahan dikembalikan kepada Direktur Jenderal.

Pasal 27

(1) Perubahan RPIPM dilakukan apabila terjadi: a. perubahan penanggung jawab korporasi;

b. perubahan domisili kantor; c. perubahan komoditas usaha;

d. perubahan lokasi usaha; dan/atau e. perubahan luas lahan.

(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal belum memperoleh SIUP atau yang telah memperoleh SIUP

(3) Perubahan RPIPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan setelah 3 (tiga) bulan sejak RPIPM diterbitkan.

Bagian Ketiga Registrasi Ulang

Pasal 28

(1) Setiap orang yang memiliki SIUP wajib melakukan registrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sejak SIUP diterbitkan.

(2) Registrasi ulang SIUP dapat diajukan 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun sejak SIUP diterbitkan.

(20)

Pasal 29

Setiap orang untuk melakukan registrasi ulang SIUP harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, disertai dengan persyaratan:

a. SIUP yang akan diregistrasi ulang;

b. surat pernyataan bermeterai cukup dari pemilik/penanggung jawab korporasi yang menyatakan:

1) usaha pembudidayaan tidak terdapat perubahan dalam SIUP; dan 2) kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

Pasal 30

(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap persyaratan paling lama 1 (satu) hari kerja, yang hasilnya berupa persetujuan atau penolakan.

(2) Dalam hal permohonan registrasi ulang SIUP disetujui, Direktur Jenderal membubuhkan tanda registrasi ulang.

(3) Apabila permohonan registrasi ulang SIUP ditolak, Direktur Jenderal paling lama 1 (satu) hari kerja menyampaikan penolakan kepada pemohon disertai alasan dan SIUP dicabut.

Pasal 31

(1) Setiap orang yang tidak melakukan registrasi ulang SIUP dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak SIUP diterbitkan, dikenakan sanksi administrasi.

(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. peringatan tertulis;

b. pembekuan SIUP; dan/atau c. pencabutan SIUP.

(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut, masing-masing dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.

(21)

(4) Pembekuan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan selama 1 (satu) bulan apabila sampai dengan berakhirnya peringatan tertulis ketiga tidak melaksanakan registrasi ulang SIUP. (5) Pencabutan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c

diberikan apabila:

a. sampai dengan berakhirnya pembekuan SIUP tidak melaksanakan registrasi ulang SIUP; dan

b. melakukan kegiatan pembudidayaan ikan yang tidak tercantum dalam SIUP.

Bagian Keempat Penggantian

Pasal 32

(1) Penggantian SIUP dilakukan apabila SIUP asli rusak atau hilang.

(2) Setiap orang yang akan melakukan penggantian SIUP harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan disertai persyaratan:

a. SIUP asli, dalam hal hal SIUP rusak atau surat keterangan hilang dari kepolisian, dalam hal SIUP hilang; dan

b. surat pernyataan bermaterai cukup atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

(3) Direktur Jenderal menerbitkan SIUP Pengganti paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara lengkap.

(4) Jika dikemudian hari persyaratan yang dilampirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar dan digunakan untuk kepentingan yang merugikan Negara dan/atau merugikan pihak lain, SIUP yang dilaporkan rusak atau hilang dan SIUP pengganti dicabut.

(5) Penggantian SIUP tidak dikenakan PPP. Bagian Kelima

(22)

Perpanjangan Pasal 33

Perpanjangan SIUP dapat diajukan 1 (satu) tahun sebelum masa berlaku SIUP berakhir.

Pasal 34

(1) Setiap orang yang melakukan perpanjangan SIUP harus mengajukan

permohonan kepada Direktur Jenderal dengan persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

(2) Selain persyaratan sebagaimana pada ayat (1), Setiap Orang yang akan melakukan perpanjangan SIUP diharuskan melampirkan fotokopi SIUP yang diperpanjang.

Pasal 35

(1) Mekanisme penerbitan SIUP baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berlaku secara mutatis mutandis terhadap mekanisme penerbitan SIUP perpanjangan.

(2) SIUP perpanjangan berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak berakhirnya masa berlaku SIUP sebelumnya.

Bagian Ketiga

Perubahan, Perpanjangan, dan Penggantian Perizinan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota

Pasal 36

Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara perpanjangan, perubahan, dan penggantian SIUP yang menjadi kewenangan gubernur atau bupati/walikota diatur dalam Peraturan Daerah dengan mengacu pada Peraturan Menteri ini.

BAB VII PELAPORAN

(23)

Pasal 37

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha wajib menyampaikan Laporan Kegiatan Usaha (LKU) setiap 6 (enam) bulan, yang memuat: a. realisasi produksi dan distribusi, untuk usaha pembenihan dan/atau

pembesaran;

b. jenis dan jumlah ikan hasil pembudidayaan yang diangkut, untuk usaha pengangkutan.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Bentuk dan format laporan kegiatan usaha di bidang pembudidayaan ikan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 38

(1) Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan LKU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi.

(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. peringatan tertulis;

b. pembekuan SIUP; dan/atau c. pencabutan SIUP.

(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan paling banyak 2 (dua) kali secara berturut-turut, masing-masing dalam jangka waktu 1 (satu) bulan.

(4) Pembekuan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan selama 1 (satu) bulan apabila sampai dengan berakhirnya peringatan tertulis kedua tidak menyampaikan laporan.

(5) Pencabutan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikenakan dalam hal jangka waktu pembekuan SIUP telah berakhir dan tidak menyampaikan laporan.

(24)

(6) Pencabutan SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat dilakukan secara langsung dalam hal melakukan tindak pidana.

BAB VIII

PEMBINAAN USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN Pasal 39

(1) Pembinaan usaha pembudidayaan ikan dilakukan oleh Direktur Jenderal, gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangannya.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan pengelolaan usaha, pengelolaan sarana dan prasarana, teknik pembudidayaan, mutu ikan, dan kepedulian terhadap kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.

BAB IX PENGAWASAN

Pasal 40

(1) Pengawasan usaha pembudidayaan ikan dilakukan oleh pengawas perikanan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 41

Fotokopi SIUP wajib ada di lokasi pembudidayaan ikan. BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 42

(1) Setiap orang yang telah memiliki SIUP yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku dan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun harus melakukan registrasi ulang.

(25)

(2) RPIPM yang dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku sampai instansi yang berwenang di bidang penanaman modal menerbitkan SIUP.

(3) Permohonan baru, perpanjangan, perubahan, dan/atau penggantian SIUP, atau RPIPM yang telah disampaikan dan dinyatakan lengkap sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, diproses berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49/PERMEN-KP/2014 tentang Usaha Pembudidayaan Ikan.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 43

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49/PERMEN-KP/2014 tentang Usaha Pembudidayaan Ikan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 44

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SUSI PUDJIASTUTI

Paraf Persetujuan

No. Jabatan Paraf

(26)

2. Sesditjen Perikanan Budidaya

3. Direktur Produksi dan Usaha Budidaya

(27)

NOMOR : 2647 /DPB/PB.510.D5/V/11

NAMA PERUSAHAAN SURAT PERMOHONAN SIUP

ALAMAT KANTOR NOMOR :

LOKASI USAHA : TANGGAL : NO. TELEPON & FAKSIMIL

E - MAIL

NPWP : IZIN LOKASI DARI PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA NO. AKTE PENDIRIAN / PERUBAHAN : NOMOR :

NO. KTP TANGGAL :

NAMA PENANGGUNG JAWAB :

REKOMENDASI IZIN LOKASI KAWASAN KONSERVASI NOMOR :

TANGGAL :

BERLAKU SEJAK TANGGAL : SAMPAI DENGAN TANGGAL:

1. KEPALA DINAS PROVINSI 2. KEPALA DINAS KABUPATEN/KOTA 3. ARSIP

NAMA :

oleh instansi yang berwenang menerbitkan dokumen tersebut, maka izin ini akan dicabut dan pungutan perikanan budidaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali Apabila ada data dan atau informasi dan atau dokumen pendukung penerbitan izin ini yang ternyata dikemudian hari terbukti tidak benar dan atau tidak absah yang dinyatakan

MASA BERLAKU IZIN œ

œ

Pembenihan dan Pembesaran Ikan

PB A 0000001

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DISTRIBUSI COPY :

CATATAN

Pembenihan, Pembesaran, dan Pengangkutan Ikan USAHA DI BIDANG PEMBUDIDAYAAN IKAN Pembenihan Ikan

Pembesaran Ikan :

REPUBLIK INDONESIA SURAT IZIN USAHA PERIKANAN

REFERENSI PERUSAHAAN

: : :

JAKARTA, (Tanggal - Bulan - Tahun) DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA Pembenihan dan Pengangkutan Ikan

Pembesaran dan Pengangkutan Ikan

TANDA TANGAN

SIUP

(28)

LAMPIRAN SURAT IZIN USAHA PERIKANAN (SIUP) DI BIDANG PEMBUDIDAYAAN IKAN

NO. :

TANGGAL :

KETERANGAN :

* Mencantumkan jenis kegiatan yang ada

DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

NAMA : NIP : JABATAN :

JENIS KEGIATAN JENIS IKAN DESA KECAMATAN KABUPATEN / KOTA PROVINSI TITIK

(29)

NOMOR : 2647 /DPB/PB.510.D5/V/11

NAMA PERUSAHAAN / PERORANGAN SURAT PERMOHONAN RPIPM NOMOR :

ALAMAT TANGGAL :

SURAT IZIN USAHA PERIKANAN NOMOR :

TANGGAL : NAMA PENANGGUNG JAWAB

REKOMENDASI DINAS KELAUTAN & PERIKANAN PROVINSI NOMOR :

RPIPM / KONFIRMASI DAERAH USAHA BUDIDAYA

TANGGAL :

1. PENANAMAN MODAL ASING (PMA) REKOMENDASI DINAS KELAUTAN & PERIKANAN KABUPATEN / KOTA NOMOR :

2. PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN)

TANGGAL :

REKOMENDASI IZIN LOKASI KAWASAN KONSERVASI NOMOR :

TANGGAL :

3. DIREKTUR JENDERAL PDS - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

5. DIREKTORAT JENDERAL PSDKP 6. GUBERNUR PROVINSI

11. DIREKTUR PT. ….

NAMA : NIP :

JABATAN : DIREKTUR JENDERAL

USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN

7. BUPATI / WALIKOTA

:

MASA BERLAKU IZIN

4. DIREKTUR JENDERAL PSDKP - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

2. KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) BERLAKU SAMPAI DENGAN PERUSAHAAN MENDAPATKAN SIUP DARI INSTANSI YANG BERWENANG DI BIDANG PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

REKOMENDASI PEMBUDIDAYAAN IKAN PENANAMAN MODAL

REFERENSI PERUSAHAAN

DISTRIBUSI COPY CATATAN

1. MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA :

9. KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI

10. KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN / KOTA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

8. KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPMD)

JAKARTA, (Tanggal - Bulan - Tahun) DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA :

oleh instansi yang berwenang menerbitkan dokumen tersebut, maka izin ini akan dicabut dan pungutan perikanan budidaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali Apabila ada data dan atau informasi dan atau dokumen pendukung penerbitan izin ini yang ternyata dikemudian hari terbukti tidak benar dan atau tidak absah yang dinyatakan

TANDA TANGAN

RPIPM

(30)

KETERANGAN :

* Mencantumkan jenis kegiatan yang ada

DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

NAMA : NIP : JABATAN :

PROVINSI TITIK KOORDINAT

(31)

USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN

NOMOR : 2647 /DPB/PB.510.D5/V/11

NAMA PERUSAHAAN / PERORANGAN SURAT PERMOHONAN RPTKA NOMOR SIUP :

ALAMAT TANGGAL :

SURAT IZIN USAHA PERIKANAN NOMOR :

TANGGAL : NAMA PENANGGUNG JAWAB

PASPOR TKA NOMOR : RPIPM / KONFIRMASI DAERAH USAHA BUDIDAYA TANGGAL :

1. PENANAMAN MODAL ASING (PMA) SERTIFIKAY / IJAZAH TKA NOMOR : 2. PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) TANGGAL :

BERLAKU SEJAK TANGGAL : 3. DIREKTUR JENDERAL PDS - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

5. DIREKTORAT JENDERAL PSDKP 6. GUBERNUR PROVINSI

11. DIREKTUR PT. ….

NAMA : NIP :

JABATAN : DIREKTUR JENDERAL 7. BUPATI / WALIKOTA

:

SAMPAI DENGAN TANGGAL :

MASA BERLAKU IZIN

4. DIREKTUR JENDERAL PSDKP - KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2. KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)

REPUBLIK INDONESIA

REKOMENDASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING

REFERENSI PERUSAHAAN

DISTRIBUSI COPY CATATAN

1. MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA :

9. KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI 10. KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN / KOTA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

8. KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPMD)

JAKARTA, (Tanggal - Bulan - Tahun) DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA :

oleh instansi yang berwenang menerbitkan dokumen tersebut, maka izin ini akan dicabut dan pungutan perikanan budidaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali Apabila ada data dan atau informasi dan atau dokumen pendukung penerbitan izin ini yang ternyata dikemudian hari terbukti tidak benar dan atau tidak absah yang dinyatakan

TANDA TANGAN

RPTKA

(32)

NAMA :

KEWARGANEGARAAN :

SERTIFIKAT / IJAZAH TKA :

NO. PASPOR :

TANGGAL KADALUARSA PASPOR :

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SPESIFIKASI KEAHLIAN : PHOTO

(33)

PERIODE :

- Semester Pertama (Januari - Juni) : ( )

- Semester Kedua (Juli - Desember) : ( )

I. KETERANGAN PERUSAHAAN

1. Nama perusahaan :

2. Izin Usaha : No. Tanggal

3. Bidang Usaha : 4. Lokasi Usaha : Jl. Kel. Kec. Kab/Kota Provinsi Telp. Fax. 5. Alamat Perusahaan : Jl. Kel. Kec. Kab/Kota Provinsi Telp. Fax. e-mail

III. PENGGUNAAN TENAGA KERJA

1. Indonesia : Orang

2. Asing : Orang

IV. PRODUKSI DAN PEMASARAN

No. Jenis

Komoditas Jumlah Realisasi Produksi Ekspor (%) Distribusi

V. KEWAJIBAN PERUSAHAAN

1. Kemitraan : a. Pola kemitraan:

1) 2)

b. Nama Mitra : 1)

2)

2. Pelatihan tenaga kerja Indonesia : a. Jenis pelatihan:

1) 2)

b. Dilaksanakan sendiri/pihak ketiga c. Jumlah yang dilatih...orang

3. Tanggung jawab sosial (CSR) : a. Sudah/belum dilaksanakan*)

b. Jenis CSR yang dilakukan: 1)

NOMOR /PERMEN-KP/2016

TENTANG

USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN

LAPORAN KEGIATAN USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN TAHUN …….

(34)

c. Alokasi biaya CSR Rp. ...,- 4. Kewajiban pengelolaan

Lingkungan : a. AMDAL ada/tidak ada b. Unit pengolahan limbah:

1) limbah gas ada/tidak ada 2) limbah cair ada/tidak ada 3) limbah padat ada/tidak ada 4) kebisingan ada/tidak ada

c. Kondisi peralatan pengolah limbah:

beroperasi /tidak beroperasi*)

5. Lain-lain :

..., ... 20... Penanggung Jawab,

(Cap Perusahaan dan Tandatangan)

Nama jelas :

Jabatan :

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SUSI PUDJIASTUTI

VI. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PERUSAHAAN

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... Laporan ini disusun dengan sebenarnya.

Paraf Persetujuan

No. Jabatan Paraf

1. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya

2. Sesditjen Perikanan Budidaya

3. Direktur Produksi dan Usaha Budidaya

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan berpikir tingkat tinggi aspek mencipta diamati dari ketercapaian indikator (1) siswa mampu merumuskan penyelesaian/solusi yang berbeda belum terpenuhi disebabkan

“Earnings Management melalui Accruals dan Real Activities Manipulation pada Initial Publik Offerings dan Kinerja Jangka Panjang (Studi Empiris pada Bursa Efek Jakarta).” The 1

Kurangnya literasi keuangan dalam pengembangan pada UMKM diKota Medan dan strategi pengembangan UMKM dengan implementasi fintech dengan matrik tumbuh dengan integrasi

Keadaan yang telah dihuraikan di atas dengan kewujudan khas potensi sumber kewangan daerah iaitu dengan upaya meningkatkan kutipan zakat sebagai sumber pendapatan baharu

Pengaruh Jumlah Sadapan Terhadap Produksi Getah Pinus merkusii Dengan Metode Koakan Di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat.. Skripsi Mahasiswa

adalah pola participatory, khususnya relasi yang dibangun oleh LSM, sebaliknya baberapa organisasi massa membangun pola klientalistik dengan partai politik

Bagi peserta pengadaan barang dan jasa yang keberatan atas hasil tersebut dapat mengajukan sanggahan kepada :. Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Empat

Pada motor stepper 2 ini seharusnya dapat bekerja dan menggerakan lengan 2 kekiri dan kekanan sesuai dengan data yang telah diprogram.. Tujuan : Mengamati besarnya tegangan