MODIFIKASI JEMBATAN TINALUN DENGAN MENGGUNAKAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL NON-PRISMATIS DAN SISTEM KANTILEVER
Satrio Anggoro kusumo, IGP Raka,Prof.,Dr.,Ir. Dan Ir. Ananta Sigit Sidharta,Msc,PhD
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: raka@ce.its.ac.id Abstrak
Seiring perkembangan wilayah Ibukota Provinsi Jawa Tengah yang cukup pesat maka Semarang sebagai Ibukota Provinsi memiliki peran besar dalam mendorong kegiatan perekonomian. Dalam perkembangan perekonomian di Kota Semarang maka direncanakan pembangunan jalan tol Semarang-Solo. Jalan tersebut dibagi menjadi dua ruas besar yaitu Semarang-Bawean dan Bawean-Solo.
Dalam perencanaannya, tol tersebut membutuhkan beberapa konstruksi jembatan yang salah satunya adalah Jembatan Tinalun. Jembatan Tinalun ini direncanakan menggunakan kombinasi struktur beton pratekan I-Girder dan jembatan rangka baja. Desain rangka baja ini dinilai kurang efektif karena memiliki panjang bentang hingga 81 meter. Dalam perencanaannya dibutuhkan penampang baja yang besar dan menghasilkan lendutan yang besar juga.
Oleh karena itu, Jembatan Tinalun ini direncanakan menggunakan box girder prestressed segmental dengan bentuk non-prismatis. Bentang yang direncanakan adalah 54,5 m , 111 m, 111m, 54,5 m. Metode yang digunakan dalam perencanaan jembatan Tinalun ini dengan menggunakan metode balance cantilever. Dalam prencanaan ini penulis tertarik ddengan perletakan box girder yang menyatu dengan pier, sehingga pada saat pemasangan tendon service terjadi defleksi pada kolom. Ketika terjadi defleksi pada kolom tersebut terjadi juga kehilangan gaya prategang.
Dalam Tugas Ahkir ini, peraturan yang digunakan adalah SNI T-02-2005 dan SNI T-12-2004. Hasil dari perencanaan ini adalah gambar ahkir rencana box girder jembatan.
Kata Kunci : Balok Pratekan, box girder, balanced
cantilever segmental. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Jembatan merupakan bagian dari sarana untuk menghubungkan jalan yang terputus karena
rintangan seperti lembah, sungai, jalan, kereta api maupun laut. Jembatan Tinalun dibuat untuk menghubungkan jalan tol Semarang – Solo yang terputus karena adanya rintangan berupa lembah. Jalan tol Semarang-Solo dibangun karena memiliki arti yang strategis bagi pengembangan jaringan jalan secara khusus di Jawa Tengah dan juga perkembangan jaringan jalan dalam skala regional. Seiring perkembangan wilayah Provinsi Jawa Tengah yang cukup pesat maka Semarang sebagai Ibukota Provinsi memiliki peran besar dalam mendorong kegiatan perekonomian yang diperkuat transportasi pelabuhan laut Tanjung Emas dan Bandara Ahmad Yani. Jalan tol Semarang – Solo dibagi menjadi 2 t ahap yaitu ruas Semarang – Bawen dan Bawen – Solo. Di antara Semarang-Bawen terdapat kawasan industri yang potensial di daerah Ungaran. Jaringan jalan yang melewati daerah tersebut sering terjadi kemacetan, dengan adanya jalan tol Semarang- Solo maka kemacetan tersebut mampu terurai dan aksesibilitas antara kawasan dapat lebih singkat dari sisi jarak tempuh dan waktu perjalanan.
Idealnya Jembatan Tinalun dengan panjang total 331,6 m eter yang telah dibangun menggunakan kombinasi antara struktur kerangka baja dan balok I-girder tersebut akan dimodifikasi seluruhnya menggunakan Prestressed Concrete. Sistem prestressed ini sudah digunakan pada tahun 1886 oleh PH.Jackson dari Amerika Serikat untuk membuat kosntruksi pelat atap. Pada tahun 1888 di Jerman CEW Doehring mendapatkan hak paten untuk penegangan pelat beton dengan kawat baja. Setelah itu, pada tahun 1928 E ugene Freyssinet seorang insinyur Prancis berhasil memberikan pratekan terhadap struktur beton sehingga dimungkinkan untuk membuat desain dengan penampang yang lebih kecil untuk bentang yang relatif panjang. Pada tahun 1951 Yves Guyon berhasil memecahkan masalah ketika timbul kesulitan pada perhitungan struktur statis tak tentu karena pemberian pratekan menimbulkan gaya tambah yang sulit diperhitungkan. Pada tahun 1963 pe rkembangan beton pratekan terus berlanjut dengan adanya Load Balancing Theory yang dikemukakan oleh Tung Yen Lin. Kemudian
PW. Abeles dari Inggris memperkenalkan penggunaan partial prestressing yang mengijinkan tegangan tarik terbatas pada beton (Budiadi, A .2008). Saat ini di Indonesia Prestressed Concrete dikenal dengan 2 istilah yaitu beton pretegang dan beton pratekan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa permasalahan penunjang yang akan di tinjau antara lain :
1. Bagaimana preliminary design box girder ? 2. Bagaimana menentukan skema pembebanan
terhadap Struktur Jembatan Tinalun ?
3. Bagaimana analisa perhitungan kekuatan box girder untuk menahan gaya-gaya yang berkerja?
4. Bagaimana menganalisa kehilangan gaya prategang yang terjadi pada box girder prestreesed ?
5. Bagaimana mengontrol desain box girder prestreesed terhadap kekuatan kestabilan struktur?
6. Bagaimana mendesain struktur bangunan bawah jembatan?
7. Bagaimana menuangkan hasil desain dan analisa ke dalam bentuk gambar teknik? 1.3 Tujuan
Adapun beberapa tujuan dari Tugas Ahkir ini antara lain :
1. Menentukan preliminary design box girder. 2. Menentukan skema pembebanan terhadap
struktur Jembatan Tinalun.
3. Menganalisa kekuatan profil terhadap gaya-gaya yang bekerja.
4. Mengontrol design box girder terhadap kekuatan dan kestabilan struktur.
5. Menganalisa kehilangan gaya prategang yang terjadi pada box girder prestreesed. 1.4 Batasan Masalah
Adapun beberapa batasan masalah dalam penyusunan Tugas Ahkir ini antara lain :
1. Tidak membahas teknik pelaksaanaan. 2. Tidak merencanakan perkerasan dan desain
jalan.
3. Mutu beton pratekan fc’ = 58,8 Mpa.
4. Mutu baja pratekan digunakan kabel jenis strand seven wires low relaxation (7 kawat untaian) dengan mengacu pada ASTM A416-85 Grade 270.
5. Tidak memperhitungkan analisa biaya konstruksi dan waktu pelaksanaan
1.4 Manfaat
Adapun beberapa tujuan dari Tugas Ahkir ini antara lain :
1. Menentukan preliminary design box girder. 2. Menentukan skema pembebanan terhadap
struktur Jembatan Tinalun.
3. Menganalisa kekuatan profil terhadap gaya-gaya yang bekerja.
4. Mengontrol design box girder terhadap kekuatan dan kestabilan struktur.
5. Menganalisa kehilangan gaya prategang yang terjadi pada box girder prestreesed. II. URAIAN PENELITIAN
2.1 Bagan Alir Perencanaan
Metoda penyelesaian ini tergambar dalam flow chart pada gambar 2.1dibawah ini:
2.2 Pengumpulan Data dan Literatur
Adapun data data yang digunakan dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Panjang jembatan : 330 meter. 2. Lebar jembatan : 2 x 11,7 meter. 3. Jumlah jalur : 4 lajur 2 arah. 4. Rencana gelagar utama : Box Girder
5. Letak jembatan : > 5 km dari pantai. 6. Zona gempa : Wilayah zona 5.
2.3 Preliminary Design
2.3.1Tafsiran Tinggi box girder
Untuk menentukan tinggi balok (h), digunakan rumus :
Area tumpuan = 161 < ℎ1𝐿𝐿 <201 Area tengah bentang = 301 <ℎ0𝐿𝐿 < 501
2.2.2 Ketebalan Minimum Web Box Girder 200 mm = jika selongsong tendon tidak berada
pada box.
250 mm = jika terdapat selongsong tendon berukuran kecil yangdipasca tarik secara vertikal maupun longitudinal terjadi dibadan box.
300 mm = jika terdapat selongsong tendon (12 ½ in ) pada badan box.
350 mm= jika terdapat angkur tendon (12 ½ in ) pada badan box.
2.2.3 Ketebalan Minimum Top Flange Box Girder
175 mm = lebar antar badan kurang dari 3 m. 200 mm = l ebar antar badan berkisar 3 m
sampai 4,5 m.
250 mm = l ebar antar badan berkisar antara 4,5 m sampai 7,5 m.
2.2.4 Ketebalan Minimum Bottom Flange Box Girder
Pada jembatan yang telah ada menggunakan ketebalan yang kecil kurang lebih 125mm dengan tujuan untuk mengurangi pengaruh momen akibat berat sendiri.
2.3 Pembebanan
Pada perhitungan ini beban-beban yang diperhitungkan meliputi :
1. Beban sendiri box girder
2. Beban lantai kendaraan, aspal, dan air hujan
3. Beban hidup (lalu lintas) 4. Beban Gempa
Beban gempa yang digunakan sesuai SNI 03-1726-2012, dimana wilayah gempa terbagi
berdasarkan sifat- sifat tanah pada situs yaitu kelas situs SA (Batuan Keras), SB (Batuan), SC (Tanah Keras, sangat padat dan Batuan lunak), SD (tanah sedang), SE (tanah Lunak) , atau SF (tanah Khusus).
Beban-beban yang dibebankan kepada struktur tersebut dibebankan kepada komponen struktur menggunakan kombinasi beban berdasarkan RSNI 03-2847-201X sehingga struktur memenuhi syarat keamanan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Data-Data Bahan.
3.1.1 Beton.
• Kuat tekan beton prategang (fc’) = 58.8 MPa.
• Kuat tekan beton untuk struktur sekunder (fc’) = 31,2 MPa.
3.1.1 Baja.
• Mutu baja yang akan digunakan untuk penulangan box girder adalah baja mutu (fy) = 420 Mpa.
• Mutu baja yang digunakan untuk struktur sekunder adalah baja mutu (fy) = 240 MPa. • Dalam perencanaan ini akan digunakan jenis
kabel ASTM A416-74 Grade 270 d engan diameter 15,2 mm.
3.2 Perencanaan Struktur Atas
3.2.1 Perencanaan Dimensi Box Girder. • Htafsiran pada tengah bentang :
Htafsiran = 1/47 x L
= 1/47 x 111 = 2,36 m ≈ 2,4 m • Htafsiran pada tumpuan :
Htafsiran = 1/24 x L
= 1/25 x 111 = 4,4 m ≈ 4,5 m Dari Htafsiran tersebut lalu diinput kedalam SAP2000 sehingga didapatkan tinggi box girder parabolik setiap segmen sebagai berikut:
Gambar 3.1. Permodelan Jembatan Variable Depth.
Gambar 3.2. dimensi box girder pada joint 23. 3.2.2 Perencanaan tendon kantilever
Jenis dan karakteristik dari kabel tendon
dan box girder yang akan dipasang : Jenis dan karakteristik dari kabel tendon dan box girder • Diameter = 15.2 mm
• Luas nominal (As) = 143.3 mm2 • Minimum breaking load = 250 kN. • Modulus elastisitas (Es) = 200000 Mpa • Data penampang box girder :
Berat sendiri = 1558507,5 N H16 = 4500 mm H15 = 4158.4 mm A16 = 17920000 mm2 A15 = 13290000 mm2 Ya16 = 1976.7 mm Ya15 = 1741.5 mm Yb16 = 2523.3 mm Yb15 = 2416.9 mm I16 = 4,55572 x 1013 mm4 I15 = 3,36671 x 1013 mm4 Wa16 = 23047098700 mm3 Wa15 = 19332242320 mm3 Kb16 = 1286,110419 mm Kb15 = 1454,645773 mm
• Direncanakan tendon letak tendon secara parabolis diambil e yang bervariasi :
e pada joint 17 = 476.7 mm e pada joint 16 = 476.7 mm e pada joint 15 = 216.5 mm
Gambar 3.3. tata letak tendon pada pemasangan segment 22
Gambar 3.2. Layout letak tendon pada penampang box girder
3.2.3 Penulangan Box Girder
3.2.3.1 Perhitungan penulangan pelat atas Dari hasil perhitungan dipasang tulangan utama sejarak 100 mm (D25-100 dengan As = 4908,738 mm2) dan tulangan pembagi sejarak 150 (D25-150).
Gambar 3.3. Penulangan Pelat Atas box girder 3.2.3.1 Perhitungan penulangan pelat badan
Dari hasil perhitungan dipasang tulangan utama sejarak 100 mm (D25-100 dengan As = 6544.98 mm2) dan tulangan pembagi sejarak 100 (D25-150).
Gambar 3.3. Penulangan Pelat Badan box girder 3.2.3.1 Perhitungan penulangan pelat bawah
Dari hasil perhitungan dipasang tulangan utama sejarak 90 mm (D25-100 dengan As = 5454,153 mm2) dan tulangan pembagi sejarak 125 (D25-150).
3.3.3 Perencanaan Struktur Bawah 3.3.3.1 Perencanaan Poer
Dari hasil perhitungan didapatkan dimensi pier yang digunakan adalah 12/20/4,5m3.
3.3.3.2 Perencanaan Pondasi
Dari hasil perhitungan didapatkan pemakaian pondasi bored pile sejumlah 15 buah dengan Diameter 1200 mm.
Gambar 3.3. Detail Pondasi
3.4 Pembebanan Dan Analisa Struktur 3.4.1 Kombinasi Beban Berfaktor
Kombinasi-kombinasi beban yang digunakan adalah sebagai berikut:
U = 1,4D ` U = 1,2D + 1,6L
U = 1,2D + 1,0E + 1,0L U = 0,9D + 1,0E
3.4.2 Data Perencanaan
Data-data analisa gempa yang akan digunakan pada perancangan gedung adalah sebagai berikut:
• Kelas situs tanah: SB(tanah keras) • Kategori Resiko:V
• faktor keutamaan:1 • Ss = 1.2 g
• S1 = 0,35 g
Gambar 3.4. Grafik Respons Spektrum 3.4.3 Perhitungan Berat Struktur
Tabel 3.2 Pembebanan kombinasi bangunan bawah
3.4.4 Kontrol momen retak
Momen yang menghasilkan retak-retak rambut pertama pada balok beton prategang dihitung dengan teori elastik, dengan menganggap bahwa retak mulai terjadi saat tegangan tarik pada serat terluar beton mencapai modulus keruntuhannya. Syarat:
𝑀𝑀𝑐𝑐𝑐𝑐 > 𝑀𝑀𝑢𝑢 Hasil analisis pada tumpuan:
690226150752 Nm> 146100000000 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (𝑂𝑂𝑂𝑂)
Hasil analisis pada lapangan
178290772390 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 > 101100000000 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 (𝑂𝑂𝑂𝑂)
3.4.5 Kontrol momen batas
Dengan menggunakan kesetimbangan statis aksial dan momen pada box yang akan dianalisa, maka dapat dicari momen tahanan batas balok berdasarkan perumusan di bawah ini. berikut adalah perhitungan momen batas pada joint 2 tepi:
Dari hasil analisa didapat: Mu = 5092311180 Nmm
Dari program SAP 2000 di dapat Mmax pada joint 1 : Mmax = 0 Nmm Syarat: Mu > Mmax 5092311180 > 0 Nmm…….OK 3.4.6 Kontrol Torsi
Kontrol torsi digunakan untuk menganalisa kemampuan box girder saat menerima beban eksentrisitas.
Dari hasil analisa didapat: Tu ijin = 5001355519N.mm Syarat :
Tu ijin < Tu
5001355519N.mm< 13939953000 N.mm …OK 3.4.6 Kontrol Lendutan
Lendutan yang tejadi pada kombinasi jembatan tidak boleh lebih dari y =
800
L dimana L adalah panjang bentang jembatan yang ditinjau. Syarat : service ∆ < ∆ijin 5 mm < 68,125 mm …. OK 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 0 1 2 3 4 Pe rc ep at an re sp on s s pe kt ra , S a (g ) Periode, T detik
IV. PENUTUP
4. Kesimpulan
1. Perencanaan jembatan Tinalun pada zona gempa tinggi, memiliki dimensi struktur atas sebagai berikut :
Tabel .4.1 Tabel dimensi box girder.
Untuk dimensi struktur bangunan bawah : • Kolom (hollow section) : 3,5 x 4,9
x 0,8 m3
• Bore pile : D120
cm, H = 12 m
• Pile cap : 12 x 20 x 4,5 m3
2. Tegangan yang terjadi dikontrol sesuai urutan erection yaitu kontrol tegangan akibat tendon kantilefer yang semuanya sesuai dengan syarat tegangan saat transfer yaitu σtekan 22,93 MPa dan σtarik 1,5455
MPa. Kemudian dilakukan kontrol tegangan akibat beban mati tambahan dan beban lalu lintas pada semua kombinasi pembebanan, serta akibat kehilangan pratekan, yang semuanya sesuai dengan syarat tegangan saat service yaitu σtekan
26,46 MPa dan σtarik 3,834 MPa.
3. Jembatan Tinalun ini didesain dengan perletakan menyatu dengan box girder, sehingga menjadi struktur portal. Pada saat pemasangan tendon service ditengah bentang, pier terjadi defleksi. Sehingga perhitungan kehilangan gaya prategang akibat susut beton dipengaruhi oleh defleksi kolom tersebut.
4.2 Saran.
1. Dalam perencanaan jembatan bentang panjang sebaiknya luasan pada tumpuan harus diperbesar sehingga dapat mengantisipasi tegangan yang terjadi pada tumpuan.
2. Saat perencanaan kolom dengan box girder yang menyatu pada kolom, harus diperhatikan kekakuan kolom untuk
menerima gaya tendon service ditengah bentang. Sehingga kolom tersebut mampu menahan gaya tersebut dan defleksi yang terjadi.
3. Untuk pengguaan software dalam perhitungan jembatan ini, dibutuhkan kehati-hatian dan wawasan yang luas terhadap software tersebut sehingga dapat meminimalisir kesalahan yang terjadi. DAFTAR PUSTAKA
ASTM A416 Standart Specification for Steel Strand, Uncoated Seven-Wire for Prestressed Concrete.
Budiadi,Andri (2008). Desain Praktis Beton Prategang.Yogyakarta : Penerbit Andi.
Badan Standarisasi Nasional. Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (RSNI 03-1726-201X).
Fauzie, Fadly.2 Desember 2012, Mengenal Jembatan Box Girder
http://fadlyfauzie.wordpress.com/2012/12/02/men genal-jembatan-box-girder/, Diperoleh 2 J anuari 2014.
Jananda, Abi Shandy.25 April 2010,Jembatan Rangka Batang Truss (Sumber :
http://l2a007001.students-blog.undip.ac.id/2010/04/25/ , Diperoleh 2 Januari
2014).
JR, Walter Podolny., dan Muller, Jean M. 1982. Construction And Design Prestress
Concrete Segmental Bridges. USA: A
Wiley-Interscience Publication
Lin, T.Y., dan Burns,N.H (1996). Desain Struktur Beton Prategang Jilid I Edisi 3. Jakarta: Erlangga .
Lin, T.Y., dan Burns,N.H (2000). Desain Struktur Beton Prategang : Binarupa Aksara.
Raju, N. Krishna (1988). Beton Prategang Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Rombach, Prof.Dr.-Ing.G , Feb 2002. Precast segmental box girder bridges with external prestressing design and construction,
http://www.ciccp.es/biblio_virtual/Precast%20seg
mental%20box%20girder%20bridges.pdf, 2
Januari 2014.
Standar Nasional Indonesia. Standar Pembebanan Untuk Jembatan SNI T - 02 – 2005.
Standar Nasional Indonesia . Perencanaan struktur beton untuk jembatan SNI T-12-2004.