• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT DISFAGIA. Disusun oleh : Farhana Oktoriana Pembimbing : dr. Moh. Andi Fatkhurokhman, Sp THT-KL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT DISFAGIA. Disusun oleh : Farhana Oktoriana Pembimbing : dr. Moh. Andi Fatkhurokhman, Sp THT-KL"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

DISFAGIA

Disusun oleh :

Farhana Oktoriana

1102009106

Pembimbing :

dr. Moh. Andi Fatkhurokhman, Sp THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAG. ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK RUMAH SAKIT TK. II MOH. RIDWAN MEUREKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan non-neurologic.

Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses menelan pada fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan pemeriksaan fisik dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan. Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin diperlukan. Gangguan menelan mulut dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati rongga mulut dan faring secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin diperlukan. Pilihan meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten oroesophageal.

Disfagia telah dilaporkan dalam beberapa jenis gangguan, dan dapat digolongkan sebagai neurologis dan non neurologis. Gangguan menelan neurologis ditemui lebih sering pada unit rehabilitasi medis daripada spesialisasi kedokteran lainnya. Stroke adalah penyebab utama dari disfagia neurologis. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke mengalami disfagia, yang merupakan faktor resiko bermakna berkembangnya pneumonia, hal ini dapat juga menunda pemulihan fungsional pasien. Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan disfagia pada pasien yang telah mengalami stroke adalah sangat penting.

(3)

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

II.1 ANATOMI 1. Anatomi faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (osefagus), panjangnya ± 12 cm. Letaknya setinggi vertebra servikalis IV ke bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring di bentuk oleh jaringan yang kuat dan jaringan otot melingkar, kantung fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Di dalam faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring dan mematikan bakteri / mikroorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan dan pernafasan. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus faucium, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus pharyngeus, dan ke bawah berhubungan esofagus. Faring berlanjut ke oseofagus untuk pencernaan makanan.

Faring terdiri atas :

2. Anatomi esofagus

Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2,54 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus berawal pada area laringofaring, melewati diafragma dan diatus esofagus. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.

Lapisan terdiri dari 4 lapis yaitu mucosa, submucosa, otot (longitudinal dan sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus berjalan dalam oesofagus karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya beberapa detik saja.

(4)

Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui gerak peristaltis. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mucus untuk melumasi dan melindungi esofagus tetapi esofagus tidak memproduksi enzim pencernaan.

3. Anatomi laring

Larynx (laring) atau tenggorokan merupakan salah satu saluran pernafasan (tractus respiratorius). Laring membentang dr laryngoesophageal junction dan menghubungkanfaring (pharynx) dg trachea. Laring terletak setinggi Vertebrae Cervical IV – VI.

Cartilago Larynx

(5)

Cartilago epiglottica

Cartilago elastic berbentuk daun terletak di posterior dr radix linguae. Berhubungan dg corpus ossis hyoidea di anterior nya dan cartilage thyroidea di posterior nya. Sisi epiglottis berhubungan dg cartilage arytenoidea mll plica aryepiglottica. Sdgkn di superiornya bebas dan membrane mucosa nya melipat ke depan dan berlanjut meliputi permukaan posterior lidah sbg plica glossoepiglottica mediana et lateralis. Dimana diantaranya terdapat cekungan yg disebut dg valecullae

Cartilago thyroidea

Terdiri atas 2 lamina cartylago hyaline yg bertemu di linea mediana anterior mjd sebuah tonjolan sudut V yg disebut dg Adam’s apple/ commum adamum/ prominentia piriformis (jakun). Pinggir posterior tiap lamina menjorok ke atas membentuk cornu superior dan ke bawah membentuk cornu inferior. Pd permukaan luar lamina terdapat line oblique sbg tempat melekatnya m. sternothyroideus, m. thyrohyoideeus, dan m. constrictor pharyngis inferior.

Cartilago cricoidea

Merupakan cartilage yg berbentuk cincin utuh dan terletak di bawah dr cartilago thyroidea. Cartilage ini mempunyai arcus anterior yg sempit dan lamina posterior yg lebar. Pd bagian lateral nya ada facies articularis sirkular yg akan bersendi dg cornu inferior cartilage thyroidea. Sdgkn di bagian atasnya terdapat facies articularis yg akan bersendi dg basis cartilage arytenoidea.

Cartilago arytenoidea

Merupakan cartilage kecil berbentuk pyramid yg terletak di belakang dr larynx pd pinggir atas lamina cartilage cricoidea. Masing2 cartilago memiliki apex di bagian atas dan basis di bagian bawahnya. Dimana bagian apex nya ini akna menyangga dr cartilage corniculata, sdgkn pd bagian basis nya bersendi dg cartilage cricoidea. Pd basis nya terdapat 2 tonjolan yaitu proc. Vocalis yg menonjol horizontal ke depan merupakn perlekatan dr lig. Vocale, dan proc. Muscularis yg menonjol ke lateral dan merupakan perlekatan dr m. crycoarytenoideus lateralis et posterior.

Cartilago cuneiformis (Wrisbergi)

Merupakan cartilage kecil berbentuk batang yg terdapat di dalam 1 plica aryepiglottica yg berfungsi utk menyokong plica tsb.

Cartilago corniculata (Santorini)

2 buah nodulus kecil yg bersendi dg apex cartilaginis arytenoidea dan merupakan tmp lekat plica aryepiglottica shg menyebabkan pinggir atas plica aryepiglottica dextra et sinistra agak meninggi.

Aditus Laryngis

Merupakan pntu masuk larynx yg menghadap ke dorsocranial dan menghadap ke laryngopharynx. Aditus laryngis memiliki syntopi :

- Ventral : pinggir atas epiglottis - Lateral : plica aryepiglottica.

(6)

Cavitas Laryngis

Cavitas laryngis terbentang dr aditus laryngis hingga ke pinggir bawah cartilage cricoidea dan di bagi menjadi 3 bagian :

1. Bagian atas (vestibulum laryngis)

Terbentang dr aditus laryngis hingga ke plica vestibularis. Rima vstibularis adl celah di antara plica vestibularis. Sedangkan, lig. Vestibulare terletak dlm plica vestibularis 2. Bagian tengah (Recessus laryngeus)

Terbentang dr plica vestibularis hingga setinggi plica vocalis yg berisi lig. Vocalis. Rima glottidis adl celah di antara plico vocalis. Diantara plica vestibularis dan plica vocalis ini terdapat recessus kecil yaitu sinus laryngis dan ventriculus laryngis.

3. Bagian bawah. (Fossa infraglottidis)

- Otot-Otot Intrinsik Laryng

Otot yang perlekatan di bagian laryng. Otot ini memiliki peranan untuk mengubah panjang dan ketegangan plica vocalis dalam produksi suara dan mengubah ukuran rima glottidis untuk masuknya udara ke paru. Otot-otot yang termasuk dan innervasinya yakni adalah :

1. M. Cricothyroideus (R.externus n. laryngeus superior)

2. M. Cricoarytenoidea posterior (Safety Muscle) (R.Posterior n. laryngeus inferior) 3. M. Cricoarytenoidea lateral (R. anterior n. laryngeus inferior)

4. M. Arytenoidea transversus (R. Posterior n. Laryngeus inferior) 5. M. M. arytenoidea obliquus (R. anterior n. laryngeus inferior) 6. M. Thyroarytenoidea (R. anterior n. laryngeus inferior)

(7)

Adapun fungsinya :

1. Mengatur Rima Glottidis

a. Membuka : m.cricoarytenoidea posterior

b. Menutup : m. cricoarytenoidea lateral, m. arytenoidea transversa, m. cricothyroidea, dan m. thyroarytenoidea

2. Mengatur ketegangan lig.vocale a. Menegangkan : m.cricothyroidea b. Mengendorkan : m. thyroarytenoidea 3. Mengatur aditus laryngeus

a. Membuka : m. thyroepiglotticus

b. Menutup : m. aryepiglotticus dan m. arytenoideus obliquus - Otot-Otot Ekstrinsik Laryng

Merupakan otot-otot di sekitar laryng yang mempunyai salah satu perlekatan pada laryng atau os.hyoideus. Berfungsi untuk menggerakkan laryng secara keseluruhan. Otot ekstrinsik laryng terbagi atas :

a. Otot-otot Depressor : - m. omohyoideus - m. sternohyoideus - m. sternothyroideus b. Otot-otot Elevator : - m. mylohyoideus - m. stylohyoideus - m. thyrohyoideus - m. stylopharyngeus - m. palatopharyngeus

- m. constrictor pharyngeus medius - m. constrictor pharyngeus inferior

Vaskularisasi Larynx

Suplai arteri berasal dr R. laryngeus superior a. thyroidea superior. Dan bagian bawah divaskularisasi oleh R. laryngeys inferior a. thyroidea inferior. Sdgkn aliran limfe nya bermuara ke nodi lymphoidei cervicales profundi.

(8)

II.2 FISIOLOGI MENELAN

Selama proses menelan, otot-otot diaktifkan secara berurutan dan secara teratur dipicu dengan dorongan kortikal atau input sensoris perifer. Begitu proses menelan dimulai, jalur aktivasi otot beruntun tidak berubah dari otot-otot perioral menuju kebawah. Jaringan saraf, yang bertanggung jawab untuk menelan otomatis ini, disebut dengan pola generator pusat. Batang otak, termasuk nucleus tractus solitarius dan nucleus ambiguus dengan formatio retikularis berhubungan dengan kumpulan motoneuron kranial, diduga sebagai pola generator pusat.

Dalam proses menelan akan terjadi hal hal berikut :

1. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik 2. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan 3. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi 4. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring

5. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung

6. Usaha membersihkan kembali esofagus

Tiga Fase Menelan

Deglutition adalah tindakan menelan, dimana bolus makanan atau cairan dialirkan dari mulut menuju faring dan esofagus ke dalam lambung. Deglutition normal adalah suatu proses halus terkoordinasi yang melibatkan suatu rangkaian rumit kontraksi neuromuskuler valunter dan involunter dan dan dibagi menjadi bagian yang berbeda.

(9)

1. Fase Oral

Fase oral terjadi secara sadar. Fase persiapan oral merujuk kepada pemrosesan bolus sehingga dimungkinkan untuk ditelan, dan fase propulsif oral berarti pendorongan makanan dari rongga mulut ke dalam orofaring. Prosesnya dimulai dengan kontraksi lidah dan otot-otot rangka mastikasi. Otot bekerja dengan cara yang berkoordinasi untuk mencampur bolus makanan dengan saliva dan membentuk bolus makanan kemudian mendorong bolus makanan dari rongga mulut di bagian anterior ke dalam orofaring, dimana reflek menelan involunter dimulai. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.

Cerebellum mengendalikan output untuk nuklei motoris nervus kranialis V (trigeminal), VII (facial), dan XII (hypoglossal).

Dengan menelan suatu cairan, keseluruhan urutannya akan selesai dalam 1 detik. Untuk menelan makanan padat, suatu penundaaan selama 5-10 detik mungkin terjadi ketika bolus berkumpul di orofaring.

Kontraksi m.levator veli palatini

Rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas,

Palatum mole dan bagian atas dinding posterior faring terangkat

Bolus terdorong ke posterior, Pentupan nasofaring

Kontraksi m.palatoglosus sehingga isthmus faucium tertutup, Kontraksi m.palatofaring sehingga bolus tidak berbalik ke rongga mulut 2. Fase Faringeal

Fase faringeal terjadi pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Aspirasi paling sering terjadi pada fase ini.

Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salfongofaring, m.tiroihioid, dan m.palatofaring.

Aditus laring tertutup oleh epiglotis,

Kontraksi m.ariepiglotika dan m.aritenoid obliqus,

Plika ariepiglotika, plika ventrikularis, dan plika vokalis tertutup

Penghentian udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan

Bolus makanan tidak masuk ke dalam saluran napas,

(10)

Fase faringeal pada proses menelan adalah involunter dan kesemuanya adalah reflek, jadi tidak ada aktivitas faringeal yang terjadi sampai reflek menelan dipicu. Reflek ini melibatkan traktus sensoris dan motoris dari nervus kranialis IX (glossofaringeal) dan X (vagus).

3. Fase Esophageal

Fase esophageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Pada fase esophageal, bolus didorong kebawah oleh gerakan peristaltik. Sphincter esophageal bawah relaksasi pada saat mulai menelan, relaksasi ini terjadi sampai bolus makanan mecapai lambung.

Rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas yang dipengaruhi kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal.

Relaksasi m.krikofaring, Introitus esofagus terbuka,

Bolus makanan masuk ke dalam esofagus

Bolus makanan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus

Pada akhri kase esofagal, sfingter esofagus akan terbuka ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Setelah makanan lewat, sfingter

akan menutup

Medulla mengendalikan reflek menelan involunter ini, meskipun menelan volunter mungkin dimulai oleh korteks serebri.

Suatu interval selama 8-20 detik mungkin diperlukan untuk kontraksi dalam menodorong bolus ke dalam lambung.

(11)
(12)

BAB III DISFAGIA

III.1 DEFINISI

Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan dalam mengalirkan makanan padat atau cair dari mulut melalui esofagus. Penderita disfagia mengeluh sulit menelan atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Disfagia harus dibedakan dengan odinofagia (sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase esofageal.

Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan. Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tetapi terasa bahwa yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama terjadi pada waktu menelan makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi pula pada makanan cair, diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural. Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat, sangat dicurigai adanya proses keganasan.

III.2 ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi :

1. Disfagia mekanik, timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus.

Penyebab : sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing, peradangan mukosa esofagus, striktur lumen esofagus, penekanana esofagus dari luar, a.subklavia yang abnormal ( disfagia lusoria ).

2. Disfagia motorik, timbul bila terjadi kelainan neuromuskular yang berperan dalam proses menelan ( N.V, N.VII, N.IX, N.X, dan N.XII ).

Penyebab : akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan skleroderma esofagus.

3. Disfagia oleh gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat dikenal sebagai globus histerikus.

Berdasarkan fase letaknya :

1. Fase orofaringeal: penyakit serebrovaskular, miastenia gravis, kelainan muskular, tumor, divertikulum Zenker, gangguan motilitas/sfingter esofagus atas.

2. Fase esofageal: inflamasi, striktur esofagus, tumor, ring/web, penekanan dari luar esofagus, akalasia, spasme esofagus difus, skleroderma.

III.3 PATOFISIOLOGI

Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase menelan yang dipengaruhinya.

(13)

1. Ukuran bolus makanan

2. Diameter lumen esofagus yang dilalui ( normalnya 4cm bila kurang dari 2,5cm maka akan terjadi disfagia )

3. Kontraksi peristaltik esofagus

4. Fungsi sfingter esofagus atas dan bawah 5. Kerja otot – otot rongga mulut dan lidah

Fase Oral

Gagguan pada fase Oral mempengaruhi persiapan dalam mulut dan fase pendorongan oral biasanya disebabkan oleh gangguan pengendalian lidah. Pasien mungkin memiliki kesulitan dalam mengunyah makanan padat dan permulaan menelan. Ketika meminum cairan, psien mungki kesulitan dalam menampung cairan dalam rongga mulut sebelum menelan. Sebagai akibatnya, cairan tumpah terlalu cepat kadalam faring yang belum siap, seringkali menyebabkan aspirasi.

Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase oral sebagai berikut:

- Tidak mampu menampung makanan di bagian depan mulut karena tidak rapatnya pengatupan bibir

- Tidak dapat mengumpulkan bolus atau residu di bagian dasar mulut karena berkurangnya pergerakan atau koordinasi lidah

- Tidak dapat menampung bolus karena berkurangnya pembentukan oleh lidah dan koordinasinya

- Tidak mampu mengatupkan gigi untukmengurangi pergerakan madibula

- Bahan makanan jatuh ke sulcus anterior atau terkumpul pada sulcus anterior karena berkurangnya tonus otot bibir.

- Posisi penampungan abnormal atau material jatuh ke dasar mulut karena dorongan lidah atau pengurangan pengendalian lidah

- Penundaan onset oral untuk menelan oleh karena apraxia menelan atau berkurangnya sensibilitas mulut

- Pencarian gerakan atau ketidakmampuan unutkmengatur gerakan lidah karena apraxia untuk menelan

- Lidah bergerak kedepan untuk mulai menelan karena lidah kaku.

- Sisa-sisa makanan pada lidah karena berkurangnya gerakan dan kekuatan lidah - Gangguan kontraksi (peristalsis) lidah karena diskoordinasi lidah

- Kontak lidah-palatum yang tidaksempurna karena berkurangnya pengangkatan lidah - Tidak mampu meremas material karena berkurangnya pergerakan lidah keatas

- Melekatnya makanan pada palatum durum karena berkurangnya elevasi dan kekuatan lidah

- Bergulirnya lidah berulang pada Parkinson disease

- Bolus tak terkendali atau mengalirnya cairan secara prematur atau melekat pada faring karena berkurangnya kontrol lidah atau penutupan linguavelar

- Piecemeal deglutition - Waktu transit oral tertunda

Fase Faringeal

Jika pembersihan faringeal terganggu cukup parah, pasien mungkin tidak akan mampu menelan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan hidup. Pada orang tanpa dysphasia, sejumlah kecil makanan biasanya tertahan pada valleculae atau sinus pyriform setelah menelan. Dalam kasus kelemahan atau kurangnya koordinasi dari otot-otot faringeal,

(14)

atau pembukaan yang buruk dari sphincter esofageal atas, pasien mungkin menahan sejumlah besar makanan pada faring dan mengalami aspirasi aliran berlebih setelah menelan.

Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan fase faringeal sebagai berikut:

- Penundaan menelan faringeal

- Penetrasi Nasal pada saat menelan karena berkurangnya penutupan velofaringeal - Pseudoepiglottis (setelah total laryngectomy) – lipata mukosa pada dasar lidah - Osteofit Cervical

- Perlengketan pada dinding faringeal setelah menelan karena pengurangan kontraksi bilateral faringeal

- Sisa makanan pada Vallecular karena berkurangnya pergerakan posterior dari dasar lidah - Perlengketan pada depresi di dinding faring karena jaringan parut atau lipatan faringeal - Sisa makanan pada puncak jalan napas Karena berkurangnya elevasi laring

- penetrasi dan aspirasi laringeal karena berkurangnya penutupan jalan napas - Aspirasi pada saat menelan karena berkurangnya penutupan laring

- Stasis atau residu pada sinus pyriformis karena berkurangnya tekanan laringeal anterior

Fase Esophageal

Gangguan fungsi esophageal dapat menyebabkan retensi makanan dan minuman didalam esofagus setelah menelan. Retensi ini dapat disebabka oleh obstruksi mekanis, gangguan motilitas, atau gangguan pembukaan Sphincter esophageal bawah.

Logemann's Manual for the Videofluorographic Study of Swallowing mencantumkan tanda dan gejala gangguan menelan pada fase esophageal sebgai berikut:

- Aliran balik Esophageal-ke-faringeal karena kelainan esophageal - Tracheoesophageal fistula

- Zenker diverticulum - Reflux

Aspirasi

Aspirasi adalah masuknya makanan atu cairan melalui pita suara. Seseorang yang mengalami aspirasi beresiko tinggi terkena pneumonia. Beberapa faktor yang mempengaruhi efek dari aspirasi adalah banyaknya, kedalaman, keadaan fisik benda yang teraspirasi, dan mekanisme pembersihan paru. Mekanisme pembersihanpasu antara lain kerja silia dan reflek batuk. Aspirasi normalnya memicu refleks batuk yang kuat. Jika ada gangguan sensosris, aspirasi dapat terjadi tanpa gejala.

III.4 TANDA DAN GEJALA 1. Disfagia Oral atau faringeal

- Batuk atau tersedak saat menelan - Kesulitan pada saat mulai menelan - Makanan lengket di kerongkongan - Sialorrhea

- Penurunan berat badan - Perubahan pola makan - Pneumonia berulang

- Perubahan suara (wet voice) - Regusgitasi Nasal

(15)

2. Disfagia Esophageal

- Sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada - Regurgitasi Oral atau faringeal

- Perubahan pola makan - Pneumonia rekuren

Keluhan lain : mual, muntah, rasa panas di dada, hematemesis, melena, odinofagia ( rasa nyeri saat menelan ), hipersalivasi.

 Kesulitan dalam membersihkan faring posterior, sering disertai dengan regurgitasi nasal dan aspirasi pulmoner, hampir selalu berkaitan dengan kelainan neuromuskular orofaring. Pada kasus-kasus demikian, makanan padat dan cair keduanya dapat mencetuskan gejala-gejala.

 Disfagi untuk makanan padat dan cair pada penderita yang dapat membersihkan faring posterior mengarah pada kelainan esofagus seperti spasme esofagus difus, akalasia atau skleroderma. Disfagi khas bersifat intermiten dan tidak progresif.

 Disfagi yang progresif lambat, pada awalnya terbatas untuk makanan padat, pada penderita dengan riwayat refluks gastro-esofagus sebelumnya, mengarah pada striktur peptik.

 Disfagi yang cepat progresif, terutama pada penderita tua, khas untuk lesi obstruktif ganas.

 Nyeri dada disertai dengan disfagi mempunyai nilai diagnostik terbatas dan terjadi baik pada spasme esofagus maupun pada tiap lesi obstruktif.

III.5 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Terduga fase orofaringeal Terduga fase esofageal

Barium meal Barium meal

Abnormal Normal Abnormal Normal

Endoskopi atas + biopsi Endoskopi atas + biopsi

Fluoroskopi Manometri

(16)

Anamnesis :

- Jenis makanan

- Progresif dalam beberapa bulan - Terdorong dengan cairan atau tidak - Penyakit sebelumnya

- Waktu dan perjalanan penyakit - Lokasi daerah sumbatan Pemeriksaan fisik :

- Pada Pemeriksaan fisik, periksa mekanisme motoris oral dan laryngeal. Pemeriksaan nervus V dan VII-XII penting dalam menentukan bukti fisik dari disfagia orofaringeal. - Pengamatan langsung penutupan bibir, rahang, mengunyah, pergerakan dan kekuatan

lidah, elevasi palatal dan laryngeal, salivasi, dan sensitifitas oral. - Perabaan daerah leher

- Periksa kesadaran dan status kognitif pasien karena dapat mempengaruhi keamanan menelan dan kemampuan kompensasinya.

- Dysphonia dan dysarthria adalah tanda disfungsi motoris struktur-struktur yang terlibat pada menelan.

- Periksa mukosa dan gigi geligi mulut - Periksa reflek muntah.

- Periksa fungsi pernapasan

- Tahap terakhir adalah pengamatan langsung aktivitas menelan. Setelah menelan, amati pasien selama 1 menit atau lebih jika ada batuk tertunda

- Periksapembesaran jantung, elongasi aorta III.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Esofagoskopi ( pemeriksaan endoskopi untuk esofagus ), untuk melihat langsung isi lumen esogafus dan keadaan mukosanya

 Barium meal (esofagografi)

 Fluoroskopi, untuk melihat kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltik, penekanan lumen esofagus dari luar, isi lumen esofagus, dan kelainan mukosa esofagus

 Manometri esofagus untuk menilai fungsi motorik esofagus, dengan mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus sehingga dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif

 CT – scan, untuk mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan disekitarnya

 MRI, untuj membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik Gambar Ro. :

(17)

Gambar CT scan :

CT scan of the neck with contrast. A. Coronal image showing the esophageal diverticulum to the right of the esophagus and trachea (blue arrow). B. Axial image showing the diverticulum

posterior to the trachea (blue arrow). III.7 DIAGNOSIS BANDING

III.8 KOMPLIKASI

Disfagia menyebabkan penurunan pemasukan kkal- atau makanan yang mengandung protein sehingga harus diperhatikan apakah pasien mengalami kekurangan kalori protein (KKP).

Penderita disfagia akan mengalami kesulitan menelan makanan sehingga suplai nutrisi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan cairan berkurang. Dampak lanjut akan mengalami defisiensi zat gizi dan tubuh mengalami gangguan metabolisme.

(18)

III.9 PENATALAKSANAAN

Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama dokter dan speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi menelan. salah satu pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang mengambil video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri memperlihakab tahapan-tahapan dalam menelan.

Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan.

Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan makanan sedemikian rupa atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan pengental khusus untukminumannya. Orang lain mungkin garus menghindari makanan atau minuman yang panan ataupun dingin.

Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi makanan dan minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang tidak mampu bekerja normal

 Berbagai pengobatan telah diajukan unutk pengobatan disfagia orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.

 Modifikasi diet

 Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat.

 Jka fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi normal.

 Suplai Nutrisi

 Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan malnutrisi

 Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.

 Hidrasi

 Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi

 Pembedahan

(19)

Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal.

- Cricofaringeal myotomy

Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan unutk mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot utama dari PES.

(20)

BAB IV KESIMPULAN

Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan yang disadarinya dalam mengalirkan makanan padat atau cair dari mulut melalui esofagus. Penderita mengeluh sulit menelan atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Gangguan pada proses menelan dapat digolongkan tergantung dari fase menelan yang dipengaruhinya ataupun faktor lain yang mengakibatkan kesulitan untuk menelan makanan. Penderita harus segera mendapat pertolongan agar nutrisi yang dipelukan tubuh tetap terpenuhi.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Hayes C. Peter, dkk. Segi Praktis Gastroenterologi dan Hepatologi. 1988. Binarupa Aksara : Jakarta.

2. Mary Courtney Moore. Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II.

3. Slamet Suyono, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. 2001. Balai Penerbit FKUI : Jakarta..

4. William F. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. 2001. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid I. 2009. Interna Publishing: Jakarta 6. Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher

Edisi 6. 2007. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Gambar

Gambar 3 fase menelan :
Gambar patofisiologi proses menelan :
Gambar CT scan :

Referensi

Dokumen terkait