• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI LAHAN KERING DI WILAYAH KEPULAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI LAHAN KERING DI WILAYAH KEPULAUAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHATANI LAHAN KERING DI WILAYAH KEPULAUAN Sjahrul Bustaman dan Yusuf

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT

ABSTRAK

Provinsi Maluku dikenal dengan Provinsi Seribu Pulau. Dari pulau - pulau yang dimiliki, Pemda Maluku melakukan pendekatan pembangunan wilayah menggunakan konsep gugus pulau. Pada wilayah administrasi pemerintahan 8 Kabupaten / Kota terdapat 12 gugus pulau dengan wilayah daratannya seluas 4.625.416 ha. (10 % dari total luas wilayah). Hasil kajian BPTP Maluku pada total luas daratan yang dimiliki, lahan yang disarankan dihutankan seluas 2.274.491ha, perkebunan 1.236.575 ha, wanatani 129.137 ha, tanaman pangan lahan kering 718.466 ha, tanaman pangan lahan basah 55.612 ha, padang penggembalaan 1.508 ha, perikanan tambak 146.419 ha dan hutan pantai seluas 36.205 ha.

Tingkat pemanfaatan lahan kering untuk usaha pertanian masih rendah. Penggunaan lahan kering ditahun 2004 untuk usaha perkebunan 157.533 ha dengan areal potensialnya 1.236.575 ha, jadi masih tersedia areal pengembangan seluas 1.106.042 ha. Sedangkan untuk usahatani lahan tanaman pangan kering hanya 22.535 ha sementara potensinya encapai 718.465 ha jadi masih tersedia areal pengembangannya seluas 695.930 ha. Komoditas pertanian yang dikembangkan dilahan kering didasari atas keunggulan omoditas tersebut dan termasuk dalam komoditas pada program revitalisasi pertanian Maluku seperti dari (1) sub-sektor tanaman pangan adalah kacang-kacangan, umbi-umbian lainnya, jagung, ubi kayu, padi ladang dan kedelai; (2) sub-sektor perkebunan: cengkeh, pala, kakao, kelapa dan jambu mete; (3) sub-sektor : peternakan sapi potong, ayam buras dan babi. Strategi dan arah pengembangan usaha tani lahan kering diutamakan pada kegiatan ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi yang didukung oleh inovasi teknologi spesifik lokasi di 12 gugus pulau. Khusus di sub-sektor perkebunan kehadiran investor nasional dan asing sangat diperlukan mengingat diperlukannya modal kerja yang besar.

Kata kunci : Pengembangan, Usahatani Lahan Kering, Wilayah Kepulauan.

PENDAHULUAN

Sektor pertanian di Maluku memiliki peran yang sangat penting sebagai mesin penggerak ekonomi daerah dalam menciptakan lapangan kerja, ketahanan pangan, dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai poros penggerak pembangunan ekonomi, maka sektor pertanian otomatis menjadi sektor andalan yang memiliki ketangguhan dan kemampuan tinggi.

Dalam usaha “recovery economy” pasca konflik, Pemda Maluku mengisyaratkan pembangunan pertanian dimulai tahun 2005 ditandai dengan adanya kegiatan Panen raya padi sawah oleh Bapak Gubernur dan ditahun 2006 oleh Bapak Presiden RI. Pembangunan pertanian di Maluku akan dilakukan pada seluruh sentra produksinya.

Wilayah Maluku yang terdiri dari 1124 pulau (Titaley/P, 2006), dengan luas daratannya 4.625.416 ha (BPTP Maluku, 1999), dimiliki oleh 8 kabupaten / kota. Pemerintah daerah melakukan pembangunan wilayah melalui pendekatan konsep gugus pulau, atas dasar kedekatan geografis, kesamaan budaya, kecenderungan orientasi, kesamaan sistem perkembangan ekonominya dan potensi sumber daya alam. Dari 1.124 pulau-pulau yang dimiliki Maluku, selanjutnya dikelompokkan menjadi 12 gugus pulau.

Berdasarkan peta ZAE dari total luas 4.625.416 ha, lahan yang disarankan untuk dihutankan adalah seluas 2.274.491 ha, perkebunan 1.263.575 ha, wanatani 129.137 ha, tanaman pangan lahan kering 718.465 ha, tanaman pangan lahan basah 55.612 ha, padang pengembalaan 1508 ha, perikanan tambak 146.419 ha, dan hutan pantai seluas 36.205 ha. Areal perkebunan dan areal tanaman pangan lahan kering, tersebar di 8 kabupaten / kota.

Tingkat pemanfaatan lahan kering baik untuk usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura masih sangat rendah. Konflik sosial yang terjadi di Maluku pada tahun 1999 sampai dengan awal tahun 2003 telah menghancurkan sebagian besar areal pertanian. Total luas areal tanam / panen pada tahun 2004 adalah 198.545 ha, masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan areal (untuk

(2)

penggunaan yang sama) sebelum terjadi konflik di tahun 1998 seluas 483.913 ha, terutama pada luas areal tanaman perkebunan.

Komoditas pertanian yang dikembangkan di lahan kering didasari atas keunggulan komoditas tersebut dan termasuk dalam komoditas pada program revitalisasi pertanian Maluku seperti dari; (1) subsektor tanaman pangan adalah kacang-kacangan, umbi-umbian lainnya, jagung, ubi kayu, padi ladang, dan kedelai; (2) subsektor perkebunan : cengkeh, pala, kakao, kelapa, dan jambu mete; (3) subsektor peternakan: sapi potong, ayam buras, dan babi.

Masalah utama dalam perencanaan pengembangan Usaha Tani lahan kering adalah keterbatasan data dan informasi dalam dua bentuk yaitu (1) Data sumberdaya lahan (arah penggunaan lahan / kesesuaian lahan) dalam skala detail (1:50.000 – 1:100.000); (2) Data dan informasi penggunaan lahan sekarang (existing landuse) dalam skala detail (1:50.000). Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah (1) penyediaan sarana produksi sampai di tingkat kecamatan, (2) modal kerja untuk alsintan, (3) adopsi inovasi teknologi spesifik lokasi, (4) transportasi. Dalam membangun usahatani lahan kering di wilayah kepulauan, kegiatan yang diperlukan adalah ekstensifikasi , intensifikasi, dan rehabilitasi. Dukungan modal kerja baik dari pemerintah daerah maupun swasta sangat diperlukan, selain itu ketersediaan inovasi teknologi spesifik lokasi dari BPTP tidak kalah pentingnya juga adanya pendampingan dari peneliti dan penyuluh.

Operasional pelaksanaan pengembangan usahatani lahan kering di sentra produksi yang ada di gugus pulau dapat dikerjakan mengikuti model Prima Tani (build, operate, and transfer).

KERAGAAN USAHATANI LAHAN KERING

Sumberdaya agroekosistem lahan kering di Maluku mempunyai potensi besar untuk pengembangan pertanian. Keberhasilan usahatani lahan kering (Mulyani, 2006) disebabkan oleh beberapa komponen yang saling berintegrasi seperti (1) kondisi lahan dan iklim, (2) teknologi budidaya, (3) tersedianya saprotan, (4) pengelolaan pasca panen, (5) jaminan pasar, (6) modal kerja, (7) kebiasaan petani, (8) kelembagaan kelompok tani & penyuluh, dan (9) jenis komoditas yang diusahakan.

Usahatani Tanaman Pangan Lahan Kering

BPS Maluku, 2005, memperlihatkan data dan informasi mengenai luas panen, produksi, dan produktivitas dari berbagai komoditas yang diusahakan setelah pasca konflik di tahun 2004.

(3)

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas tanaman pangan lahan kering th 2004

No Komoditas Luas Panen

(ha) Produksi(ton) Produktivitas(ton/ha) Inovasi TeknologiProduktivitas (ton/ha) 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Ubi-ubian lain Ubi kayu Ubi jalar Kacang tanah Kacang hijau Kacang lainnya Jagung Padi Gogo Kedelai 1946 7271 1785 1665 958 241 5413 2279 977 15832 91351 15298 1876 1108 232 12477 2844 1173 8,14 11,87 8,57 1,12 1,16 0,96 2,31 2,13 1,20 -> 35 25 2 2,5 -7 - 9 4 - 6 1 – 2,8 Sumber. BPS Maluku 2005; Balitkabi 2005; Balitpa 2006; Balitsereal, 2006.

Dari tabel di atas memberikan gambaran, bahwa produktivitas komoditas dari usahatani di Maluku masih rendah dibandingkan dengan produktivitas dengan penerapan inovasi teknologi (Tim Prima Tani, 2006; Balitpa, 2006; Balitsereal, 2006; Balitkabi, 2005).

Tanaman kacang tanah, jagung, ubi lainnya, padi gogo, kacang hijau, kacang lainnya dengan luas panen terbesar di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) sedangkan ubi jalar dan kedelai (Maluku Tengah), ubi kayu (Kab Buru).

Waktu panen palawija sepanjang tahun bervariasi, ini menunjukkan usaha palawija tidak melakukan pola tanamn dalam setahun. Rata-rata lahan yang dikuasai oleh rumah tangga usaha palawija 8.539 m2 sedangkan lahan yang diusahakan seluas 2435. Pendapatan dari usaha palawija didasari atas

luas luas lahan yang dimiliki. Sebagian besar rumah tangga (60%) kebutuhannya dapat tercukupi dari usaha palawija (BPS Maluku, 2006)

Kebanyakan usaha palawija yang dilakukan oleh rumah tangga menggunakan tenaga kerja tidak dibayar. Kondisi ini menunjukkan usaha palawija adalah usaha tradisional yang hanya mengandalkan luas lahan, tanpa keterlibatan modal besar dan tenaga kerja berasal dari rumah tangga sendiri yang dibebankan kepada istri / perempuan sementara itu laki-laki mencari pendapatan di luar untuk mendapatkan upah.

Pemasaran hasil panen terbatas pada pasar setempat, sedangkan kendala yang dihadapi adalah harga jual, sarana angkutan dan transportasi. Harga jual akan lebih baik bila dipasarkan di ibukota Kabupaten atau Provinsi.

Usaha Perkebunan Lahan kering

Jumlah rumah tangga (RT) usaha perkebunan di Maluku ada 122.190 RT, dengan komoditas yang diusahakan yaitu Cengkeh, Jambu mete, Kakao, Kelapa, Pala, dan Sagu. Di subsektor perkebunan, kelapa merupakan komoditas yang mengalami penurunan areal tanam dibandingkan dengan tanaman lainnya. Di tahun 2004 total areal tanaman perkebunan seluas 157.533 ha, dimana kelapa masih memberikan kontribusi luas area terbesar yaitu 90.927 ha, diikuti oleh Cengkeh (35.129 ha), Kakao (11.601 ha), Pala (11.601 ha), Jambu Mete (5.880 ha), Kopi (3.925 ha) dan Kapuk seluas 812 ha (Susanto dan Bustaman, 2006).

Waktu panen dari komoditi perkebunan cukup bervariasi, seperti Cengkeh (Oktober, November, dan Desember), Pala (September dan Oktober), Kelapa (sepanjang bulan), Kakao (Juli dan Agustus), dan Jambu mete (Juli dan Agustus).

Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh setiap rumah tangga adalah 20.874 m2 (2 ha) sedangkan

luas lahan yang diusahakan 1 ha, ini berarti pemanfaatan lahan kering di subsektor perkebunan baru 50%.

Status tanaman perkebunan dibedakan atas : (1) tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan (TM), dan tanaman tidak menghasilkan / rusak (TR).

BPS Maluku (2006) memberi gambaran nilai produksi per 100 pohon/ha untuk Cengkeh (Rp 7.455.993), Jambu Mete (Rp 2.886.670), Kakao ( Rp 1.076.757), Kelapa (Rp 1.064.397), Kopi (Rp 266.496), dan Pala (Rp 6.011.275). Sistem penanaman tanaman perkebunan ada tiga yaitu (1) penanaman tunggal, (2) tumpang sari / sela, dan (3) campuran. Ketiga sistem penanaman ini memberikan nilai produksi yang berbeda. Cengkeh, jambu mete, dan kakao akan memberikan nilai

(4)

produksi lebih tinggi bila ditanam sistem tunggal sedangkan kelapa, kopi, dan pala nilai produksinya akan lebih baik bila ditanam sistem campuran.

Sebanyak 57% RT perkebunan memiliki sumber pendapatan dari usaha perkebunan, dimana sekitar 59% menyatakan pendapatannya telah cukup memenuhi kebutuhan rumah tangganya sedangkan yang menyatakan pendapatannya masih kurang memenuhi kebutuhan rumah tangga sebesar 32% (BPS Maluku, 2006). Permasalahan dibidang perkebunan antara lain : (1) kurangnya modal kerja; (2) teknologi; (3) pasca panen; dan (4) pemasaran hasil

KETERSEDIAAN INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI

Inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi adalah teknologi unggul dan matang yang telah dihasilkan oleh BPTP Maluku dan Perguruan Tinggi Daerah.

Data dan Informasi Sumberdaya Lahan

Bappeda dan Dinas Pertanian telah menggunakan beberapa hasil kajian BPTP Maluku di dalam penentuan dan penggunaan lahan untuk usahatani. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir BPTP Maluku telah menghasilkan data dan informasi potensi sumberdaya lahan skala 1: 250.000 untuk Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Peta dengan skala 1:250.000 dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pertanian di tingkat provinsi. Data yang tersedian dalam skala tinjau (1:250.000) antara lain; peta iklim, peta tanah tinjau, dan peta zona agroekologi. Data dan informasi untuk rencana pengembangan di tingkat provinsi pada daerah-daerah potensial di setiap gugs pulau telah tersedia di BPTP Maluku (Susanto dan Bustaman 2003a, 2003b, 2003c).

Hasil pemetaan semi detail dan detail (skala 1:50.000 – 1:100.00), dimana data dan informasinya dapat digunakan untuk perencanaan pertanian di tingkat kabupaten dan kecamatan, masih terbatas dimiliki BPTP Maluku. Dalam pemetaan tersebut selain dihasilkan data base sumberdaya iklim dan tanah, juga dihasilkan peta arahan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Ada lima lokasi yang telah dipetakan semi detail sampai tinjau mendalam (Susanto dan Bustaman, 2006) yaitu: (1) Dataran Waeapo (Pulau Buru), (2) Dataran Kaeratu dan Kamariang (Pulau Seram), (3) Pulau Wokam, di Kepulauan Aru dan, (4) Pulau Selaru, Kab Maluku Tenggara Barat. Informasi singkat dari lima lokasi tersebut diuraikan di bawah ini;

Dataran Waeapo di Pulau Buru (Kabupaten Buru)

Pemetaan pada wilayah ini dilakukan pada tahun 2000 (Hidayat et al, 2000). Daerah ini merupakan sentra produksi tanaman pangan di Kabupaten Buru, dengan komoditas utama padi sawah, dan untuk tanaman pangan lahan kering (padi gogo, jagung, ubi kayu, kedelai, dan kacang tanah), perkebunan (kelapa) serta sapi potong dengan masing-masing luas areal pengembangannya.

Dataran Kairatu dan Kamariang di Pulau Seram (Kab Seram Bagian Barat)

Pemetaan pada wilayah ini dilakukan tahun 1999 (Hidayat et al., 1999) dan belum selesai seluruhnya, karena tragedi sosial. Pada dataran Kairatu (padi sawah dan sayur-sayuran) sedangkan Kawariang (ubi kayu, ubi jalar, kelapa dan keladi dengan luas areal pengembangannya untuk setiap komoditas.

Pulau Selaru (Kabupaten Maluku Tenggara Barat)

Pemetaan pada wilayah ini telah dilakukan pada tahun 2004 (Susanto et al., 2004b). Pada wilayah ini berdasarkan peta ZAE cocok dikembangkan untuk perkebunan (kelapa) sedangkan berdasarkan kelas kesesuaian lahannya pertanian tanaman pangan lahan kering (Sirappa et al, 2005) meliputi komoditas padi gogo, jagung, kacang hijau; umbi-umbian meliputi ubi jalar, keladi (yams dan cocoyam); perkebunan: kelapa dan kakao dengan luas areal pengembangannya untuk tiap komoditas. Pulau Wokam (Kabupaten Kep Aru)

Areal seluas 139.000 hektar telah dipetakan oleh BPTP Maluku pada tahun 2003 (Susanto et al., 2003). Berdasarkan kelas kesesuaiannya untuk pertanian tanaman pangan lahan kering (padi gogo, jagung, kacang tanah) serta ubi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, keladi atau gembili), dan perkebunan (kakao, kelapa, kemiri, dan kopi arabika) dengan luas areal pengembangan untuk setiap komoditas.

(5)

Peta arahan dan penggunaan lahan untuk setiap kabupaten / kota yang ada di Provinsi Maluku telah dihasilkan oleh BPTP Maluku. Selain itu telah ditentukan pula komoditas unggulan pada masing-masing kabupaten / kota di Maluku berdasarkan nilai LQ. (Rachman, 2003)

Tabel 2. Prioritas pengembangan komoditas tanaman pangan lahan kering dirinci per komoditas pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Maluku

Kabupaten/kota Padi

Ladang jagung kayuUbi jalarUbi Kacang Tanah Kacang Hijau Kacang kedelai kacang- kacang-an lain Umbi- umbi-an lain Maluku Tenggara Barat 2 1 - - 1 2 - 3 3 Maluku Tenggara - - - 3 - 1 - 2 1 Maluku Tengah - - - 5 - - 1 - -Buru - - 2 - 4 - - - -Kepulauan Aru 1 2 - - 2 3 - 1 2 Seram Bagian Barat - - 4 4 - - - - -Seram Bagian Timur - - 3 1 3 - - - 4 Ambon - - 1 2 - - - -

(6)

-Tabel 3. Prioritas pengembangan komoditas perkebunan lahan kering dirinci per komoditas pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Maluku

Kabupaten/Kota Kelapa Cengkeh Pala Kakao Kopi Jambu

Mete Kapuk Maluku Tenggara Barat 2 - - 3 - 2 1 Maluku Tenggara 2 - - - 4 - 2 Maluku Tengah - 1 - 3 - - -Buru 3 3 - 4 3 3 -Kepulauan Aru 1 - - -

-Seram Bagian Barat 3 - 2 2 2 -

-Seram Bagian Timur - 2 3 - - -

-Ambon - 3 1 1 1 1 3

Keterangan : Semakin rendah nilai pada lajur yang sama menunjukkan bahwa Wilayah tersebut semakin prioritas untuk dikembangkan komoditas yang bersangkutan

Sumber : Susanto dan Bustaman (2006)

Inovasi Teknologi Tanaman Pangan Lahan Kering

BPTP Maluku terus berusaha melakukan kajian-kajian untuk mendapatkan teknologi spesifik lokasi di berbagai lokasi di beberapa kabupaen / kota yang ada di provinsi. Kajian diutamakan menggunakan varietas unggul baru padi, palawija, dan umbi-umbian yang berpotensi hasil tinggi, berumur genjah, tahan hama dan penyakit, toleran lingkungan marginal dan mutu hasil yang sesuai dengan kesukaan konsumen. Keberhasilan peningkatan produksi lebih disebabkan oleh peningkatan produktivitas daripada peningkatan luas panen. Dimana peran teknologi, terutama varietas unggul dan teknologi pemupukkan sangat nyata dalam pencapaian produktivitas. Inovasi teknologi pertanian lahan kering yang telah ada di BPTP Maluku antara lain:

PTT Padi Lahan Kering

Usahatani pada lahan kering dihadapkan pada persoalan rendahnya kesuburan tanah, pengairan yang tergantung pada hujan dan penyakit blas (Tim Prima Tani, 2006). Perbaikan dan peningkatan produktivitas lahan kering dapat dilakukan melalui penggunaan bahan organik, pemupukkan berimbang berdasarkan status kesuburan tanah. Keberhasilan usaha tani padi pada lahan kering selain ditentukan oleh pengelolaan lahan yang tepat, juga sangat dipengaruhi oleh ketepatan pengaturan pola tanam, waktu tanam, penyiapan lahan, penggunaan varietas unggul, dan pengendalian penyakit blas. Pengembangan padi juga diarahkan pada lahan kering yang relatif datar dengan pola tumpang sari. Waktu tanam padi hanya sekali setahun yang dilakukan pada awal musim hujan, sedangkan pertanaman berikutnya adalah tanaman palawija yang lebih tahan kering.

Komponen utama yang diterapkan pada PTT padi gogo adalah : (1) Pergiliran dan peragaman varietas unggul, (2) Penggunaan benih bermutu, (3) Teknologi konservasi, (4) Penambahan bahan organik, dan (5) Pemupukkan MPK berdasarkan status kesuburan tanah.

Beberapa varietas unggul padi gogo yang dapat dikembangkan antara lain: Cirata, Towuti, Limboto, Situ Patenggang dan Situ Bagendit. Informasi komponen teknologi budidaya lainnya telah tersedia.

PTT Jagung Lahan Kering

Beberapa tipe lahan kering untuk pengembangan jagung dapat dibedakan atas : (1) lahan kering dataran rendah beriklim basah, (2) Lahan kering masam dataran rendah beriklim basah, dan (3) lahan kering ataran rendah beriklim kering. Prinsipnya teknologi PTT jagung pada ketiga jenis lahan kering adalah sama, tetapi yang berbeda pada pemakaian varietas.

Varietas unggul untuk lahan kering dataran rendah beriklim basah disarankan antara lain Bisma, Lamuru, Srikandi Kuning -1, Srikandi Putih -1, Bima -1, dan Semar -10. Untuk lahan kering masam dataran rendah beriklim basah, varietas yang disarankan adalah Sukmaraga sedangkan dataran rendah beriklim kering, varietas yang disarankan adalah Lamuru, Srikandi Kuning -1, dan Srikandi Putih -1. Untuk keperluan pakan ternak, pengembangan diarahkan kepada varietas Bisma, Lamuru, Bima -1, dan Semar -10 sedangkan untuk bahan pangan disarankan varietas Srikandi Kuning -1 dan Srikandi Putih -1. Disamping itu juga telah tersedia informasi teknologi lainnya seperti Kebutuhan benih, Penyiapan lahan, Penanaman, Pemupukkan, Pengendalian gulma, Pengendalian hama, Pengairan, Panen, dan Pemipilan.

(7)

PTT Kedelai Lahan Kering Masam

Inovasi teknologi PTT pada lahan kering masam (Tim Prima Tani, 2006; Balitkabi, 2005) meliputi: penyiapan lahan, benih unggul (dengan varietas yang sesuai dengan lahan kering masam diantaranya Tanggamus, Nanti, Ratai, dan Seulawah), penanaman, pengapuran, pemupukkan, pengairan, pengendalian gulma, pengendalian hama, dan penyakit, panen, dan pasca panen.

PTT Kacang Tanah Lahan Kering

Saat ini tanaman kacang tanah paling banyak dibudidayakan pada tanah Alvisols yang mempunyai pH tanah yang tergolong alkalis. Teknologi budidaya kacang tanah pada lahan kering Alvisols (Tim Prima Tani, 2006; Balitkabi, 2005) meliputi: varietas unggul (Jerapah, Turangga, Kancil, Bison, Domba, dan Tuban) dengan berbagai karakteristik, Kebutuhan benih, Penyiapan lahan, Penanaman, Pemupukan, Pengendalian hama penyakit, Pengendalian gulma, Pengairan, Panen dan Pasca panen.

PTT Ubi Kayu Lahan Kering

Tanaman ubi kayu dapat diusahakan secara monokultur atau tumpang sari dengan tanaman lain seperti kacang-kacangan, jagung atau padi gogo. Umumnya di tanam di lahan kering dengan tingkat kesuburan yang rendah.

Teknologi budidaya tanaman ubi kayu secara monokultur pada lahan kering meliputi : varietas unggul (UJ-3, UJ-5, Malang -4, Malang -6 dan Darul Hidayah) dengan masing-masing karakteristik, Kebutuhan bibit, Penyiapan lahan, Penanaman, Pemupukan, Pengendalian gulma, Pertumbunan, Pembatasan tunas, Panen, Sedangkan budidaya ubi kayu secara tumpangsari yang berbeda adalah dalam hal: Penyiapan lahan, Penanaman, Pemupukan, Pengendalian hama penyakit dan Panen.

PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING Arah Pengembangan

Wilayah Maluku yang terdiri dari 12 gugus pulau di 8 kabupaten / kota memiliki lahan kering untuk usahatani seluas 1.801.972 ha yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pengembangan pertanian di lahan ini lebih diarahkan pada sentra-sentra produksi di setiap gugus pulau yang dimiliki 8 kabupaten / kota. Pengembangan komoditas tanaman pangan lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat setempat, mengingat transportasi masih merupakan kendala dalam pemasaran hasil dan komoditas yang ditanam sesuai dengan preferensi masyarakat. Program ini direncanakan dalam upaya membangun ketahanan pangan di desa, terutama pada masyrakat yang berdomisili di pulau terpencil. Sedangkan pengembangan tanaman perkebunan lebih diarahkan untuk pada program agrobisnis dalam upaya meningkatkan PAD Maluku.

Berdasarkan data dan informasi dari BPS Maluku (2005) dan Susanto dan Bustaman (2006) didapat luas lahan untuk pengembangan tanaman pangan dan perkebunan di masing-masing kabupaten / kota. (Tabel 4 dan 5).

Tabel 4. Potensi lahan kering untuk pengembangan tanaman pangan di 8 kabupaten / kota Kabupaten / Kota Lahan

potensial (ha) Penggunaan lahan aktual (ha) Potensi Pengembangan (ha)

Maluku Tenggara Barat 68.034 8.168 59.866

Maluku Tenggara 5.162 968 4.194

Maluku Tengah 113.420 4.843 108.577

Buru 19.458 5.070 14.388

Seram Bagian Barat 42.400 1.904 40.496

Seram Bagian Timur 118.570 887 117.683

Kepulauan Aru 349.985 466 349.519

Kota Ambon 1.436 229 1.207

TOTAL 718.465 22.535 695.930

(8)

Tabel 5. Potensi lahan kering untuk pengembangan tanaman perkebunan di 8 kabupaten / kota

Kabupaten / Kota Lahan potensial

(ha) Penggunaanlahan aktual (ha)

Potensi Pengembangan

(ha)

Maluku Tenggara Barat 339.199,4 15.131 324.068,4

Maluku Tenggara 61.906,4 22.465 39.441,4

Maluku Tengah 165.847 28.067,3 137.779,7

Buru 34.923,4 27.831,7 7.091,7

Seram Bagian Barat 97.052,6 26.631 70.421,6

Seram Bagian Timur 332.328,5 32.582 299.746,5

Kepulauan Aru 232.317,7 4.825 227.492,7

TOTAL 1.263.575 157.533 1.106.042 Sumber : Susanto dan Bustaman (2006); BPS Maluku (2005)

Hasil sinkronisasi data arah pengembangan komoditas secara nasional dengan komoditas unggulan untuk tingkat provinsi dan tingkat kabupaten / kota di Maluku terpilih beberapa komoditas tanaman pangan yang disarankan diprioritaskan untuk pengembangan di lahan kering seperti : padi gogo, kacang tanah, jagung, ubi kayu, umbi-umbian lain, kacang hijau dan kedelai. Sedangkan untuk tanaman perkebunan: cengkeh, pala, kelapa, kakao, jambu mete, dan kopi.

Strategi Pengembangan

Berdasarkan analisis komoditas unggulan yang diprioritaskan untuk pengembangannya disetiap kabupaten / kota (Tabel 2), Dinas Pertanian Kabupaten / Kota dapat memakai informasi ini sebagai bahan rujukan di dalam perencanaan, begitu pula terhadap data ketersediaan luas lahan pengembangan. Dari data dan informasi ini dapat dialokasikan modal kerja baik berupa pinjaman maupun dana bantuan langsung masyarakat untuk kegiatan usahataninya.

Khusus untuk pengembangan usaha perkebunan, pemerintah daerah perlu memfasilitasi untuk mendapatkan investor nasional atau asing mengingat diperlukannya dana investasi yang cukup besar.

Tanah dan iklim merupakan faktor pembatas dalam meningkatkan produksi hasil terutama dalam pengembangan lahan kering. Untuk itu inovasi teknologi spesifik lokasi perlu diintroduksi dengan memakai varietas unggul, pengairan sistem embung atau pompanisasi, mekanisasi dalam pengolahan tanah dan perbaikan budidaya dengan model pengelolaan tanaman terpadu (PTT) melalui Prima Tani. Selain itu usaha ekstensifikasi, intensifikasi, dan rehabilitasi juga perlu dilakukan dan untuk merangsang masyarakat diperlukan insentif harga pembelian hasil dari pemerintah daerah.

PENUTUP

- Wilayah Maluku yang terdiri dari 12 gugus pulau di 8 kabupaten / kota memiliki lahan kering yang belum dimanfaatkan seluas 1.801.972 ha (38,95% dari total luas daratannya).

- Setiap kabupaten / kota di Maluku memiliki areal pengembangan lahan kering untuk tanaman pangan dan perkebunan seperti : (1) Kabupaten MTB seluas 383.934,4 ha, (2) Maluku Tenggara 43.635,4 ha, (3) Maluku Tengah 246.356,7 ha, (4) Buru 21.479,7 ha, (5) SBB 110.917,6 ha, (6) SBT 417.429,5 ha, (7) Kep Aru 577.011,7 ha, dan (8) Kota Ambon seluas 1.207 ha.

- Komoditas yang dikembangkan adalah komoditas unggulan prioritas dari tiap kabupaten / kota, dan juga termasuk di dalam komoditas pada program revitalisasi Dinas Pertanian Maluku melalui kegiatan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis.

- Data dan informasi potensi sumberdaya lahan, komoditas unggulan yang menjadi prioritas kabupaten / kota serta inovasi teknologi spesifik lokasi dapat dipakai sebagai bahan acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan usahatani lahan kering.

- Peningkatan potensi hasil dapat dihasilkan melalui kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi, dan rehabilitasi melalui introduksi inovasi teknologi spesifik lokasi dengan model PTT dan melalui pendekatan Prima Tani.

- Pemerintah daerah diharapkan dapat memfasilitasi dalam kemudahan mendapatkan modal kerja dan memberikan insentif harga untuk pembelian produk.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Balitkabi. 2005. Teknologi Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. 36 p.

Balitkabi. 2006. Produksi Kedelai Melalui Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya dan Tanaman Terpadu (PTT). Bahan Pertemuan pada Padu Padan dan Umpan Balik Litkaji di Puslitbangtan, Bogor 13-14 Maret 2006. Balitkabi.

Balitpa. 2006. Padu Padan Balitpa dengan BPTP. Bahan Padu Pada Puslitbangtan dengan BPTP, Bogor, 13-14 Maret 2006. Balitpa.

Balitsereal. 2006. Deliniasi Percepatan Pengembangan Teknologi PTT Jagung pada Beberapa Agroekosistem. Bahan Padu Padan Puslitbangtan dengan BPTP, Bogor, 13-14 Maret 2006. Balitsereal Maros. 14p.

BPS Maluku. 2005. Maluku Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku. --- , 2006. Survey Ekonomi Pertanian Tahun 2003: Statistik Rumah Tangga Pertanian.

BPTP Maluku. 1999. Peta Zona Agroekologi skala 1:250.000 Wilayah Provinsi Maluku (Termasuk Maluku Utara). BPTP Maluku. Ambon.

Hidayat, A., C. Tafakresnanto, Sawiyo, W. Gunawan, A.J. Rieuwpassa, B. Irianto, E.D. Waas, M. Mataheru, B. Rahayu dan E. Mardi. 1999. Laporan Kemajuan Survei dan Pemetaan Tanah Semi Detail Daerah Kairatu, Provinsi Maluku. BPTP Maluku. Ambon.

Hidayat, A., T. Budianto, M. Sastrosasmito, A. Syafifudin, M. Djaenudin, R. Noho, W.H. Ismail, B. Rahayu dan E. Mardi. 2000. Laporan Akhir Pemetaan Sumberdaya Lahan Tingkat Semi Detail Daerah Dataran Waeapo, Pulau Buru. BPTP Maluku. Ambon.

Mulyani, Anny. 2006. Perkembangan Potensi Lahan Kering Massam. Sinar Tani Edisi 24-30 Mei 2006, No. 3151 Tahun XXXVI.

Rachman H., 2003. Penentuan Komoditas Unggulan Nasional di Tingkat Provinsi. Makalah Lokakarya ‘Sintesis Komoditas Unggulan Nasional’. Bogor.

Sirappa, M.P., A.N. Susanto, A.J. Rieuwpassa, dan E.D. Waas. 2005. Potensi dan Arahan Penggunaan Lahan untuk Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering di Pulau Selaru, MTB. dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Berwawasan Agribisnis Mendukung Pembangunan Pertanian Wilayah Kepulauan.

Susanto, A.N dan S. Bustaman, 2006. Buku Data dan Informasi Sumberdaya Lahan Untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis Di Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. BPTP Maluku. 73p.

Susanto, A.N., M.P. Sirappa, A.J. Rieuwpassa, E.D. Waas, Ardin, A.I. Latupapua, dan S. Liubana. 2004b. Laporan Akhir Pemetaan Sumberdaya Lahan Tingkat Tinjau Mendalam di Pulau Selaru, Kepulauan Tanimbar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. BPTP Maluku. Ambon.

Susanto, A.N. dan S. Bustaman. 2003a. Potensi Lahan Beserta Alternatif Komoditas Pertanian Terpilih Berdasarkan Peta Zona Agroekologi pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Buru. BPTP – Maluku. 2003.

Susanto, A.N. dan S. Bustaman. 2003b. Potensi Lahan Beserta Alternatif Komoditas Pertanian Terpilih Berdasarkan Peta Zona Agroekologi pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara. BPTP – Maluku. 2003.

(10)

Susanto, A.N. dan S. Bustaman. 2003c. Potensi Lahan Beserta Alternatif Komoditas Pertanian Terpilih Berdasarkan Peta Zona Agroekologi pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. BPTP – Maluku. 2003.

Susanto, A.N., M.P. Sirappa, A.J. Rieuwpassa, L. Muslihat, H. Suhendra, C. Budiman, E.D. Waas, M. Mataheru dan Ardin. 2003. Laporan Akhir Pemetaan Sumberdaya Lahan Tingkat Tinjau Mendalam di Pulau Wokam, Kepulauan Aru, Kabupaten Maluku Tenggara. BPTP Maluku. Ambon.

Tim Prima Tani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Badan Litbang Pertanian, Puslitbangtan. 40 p.

Titaley/P, P.A. 2006. Kebijakan Revitalisasi Pertanian di Maluku. Makalah disampaikan pada Lokakarya Sagu Dengan Tema “Sagu dalam Revitalisasi Pertanian Maluku”. Kerjasama Universitas Pattimura, Bappeda Maluku, Dinas Pertanian Provinsi Maluku dan BPTP Maluku. Ambon 29-31 Mei 2006.

Gambar

Tabel 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas tanaman pangan   lahan kering th 2004
Tabel 2.   Prioritas pengembangan komoditas tanaman pangan lahan kering dirinci per komoditas pada  setiap kabupaten/kota di Provinsi Maluku
Tabel 3.  Prioritas pengembangan komoditas perkebunan lahan kering dirinci per komoditas pada setiap  kabupaten/kota di Provinsi Maluku
Tabel 4. Potensi lahan kering untuk pengembangan tanaman pangan di 8 kabupaten / kota Kabupaten / Kota Lahan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di MTs Menaming seperti yang di uraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa, model Pembelajaran

– Memberi penjelasan tentang distribusi chi kuadrat, tujuan dan penggunaan uji chi kuadrat pada kondisi atau kasus yang tepat Tujuan Instruksional KhususB. Mahasiswa

Berdasarkan hipotesis di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh kompetensi profesional pendidik dan motivasi belajar peserta didik secara bersamaan

Pasien penderita Hiperkolesterolemia di RSUD Dr.H.Abdoel Moeloek Bandar Lampung sebesar 84,0% Rerata kadar kolesterol total sebesar 247,44 mg/dl dan Besarnya koefisien korelasi

Bangunan pembawa mempunyai fungsi membawa/mengalirkan air dari sumbernya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier

Berdasarkan pada sumber yang di dapatkan pH optimum untuk bakteri tumbuh adalah pada pH 7, dan jika pH di atas 8 bakteri akan mati.. Berarti hasil

Hal ini sesuai dengan teori bahwa AV terjadi pada pria dengan kisaran umur 16-19 tahun (Wasitaatmadja, 2011) karena pada laki-laki umur 16-19 tahun adalah waktu

Pada penelitian ini ditemukan bahwa dari 50 subjek penelitian, median usia pasien berada pada kelompok usia dewasa, 31 pasien berjenis kelamin laki-laki, 34 pasien