• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS III"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING UNTUK

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS III

Putu Yogi Mahadhika

1

, Ndara Tanggu Renda

2

, I Wayan Romi Sudhita

3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: putuyogimahardhika@yahoo.co.id

1

, ndara.renda@yahoo.com

2

,

romisudhita@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui peningkatan keaktifan belajar siswa dengan menerapkan model inkuiri terbimbing dalam mata pelajaran IPA pada siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Penarukan tahun pelajaran 2015/2016. (2) mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan model inkuiri terbimbing dalam mata pelajaran IPA pada siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Penarukan tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Penarukan tahun ajaran 2015/2016. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan tes. Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalasis menggunakan rumus mean, selanjutnya dikonversikan ke dalam tabel kategori keaktifan belajar. Mengenai data yang diperoleh dari tes dianalisis menggunakan rumus mean, selanjutnya dikonversikan ke dalam tingkat hasil belajar IPA berdasarkan PAP skala 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terjadi peningkatan keaktifan belajar siswa pada siklus I sebesar 73 atau tergolong kategori cukup aktif. Pada siklus II meningkat menjadi 87,2 atau tergolong kategori sangat aktif. Peningkatan keaktifan belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 14,2. (2) terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 74,2 atau berada pada kategori sedang. Pada siklus II meningkat menjadi 88 atau berada pada kategori sangat tinggi. Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 13,8. Ini berarti model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA pada kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Penarukan tahun pelajaran 2015/2016.

Kata kunci: inkuiri terbimbing, keaktifan, hasil belajar Abstrack

The purposes of this research are 1. to know the enhancement of students’ learning activeness by applying guidance inquiry model of Science course in 3rd grades student at Sekolah Dasar Negeri 1 Penarukan year 2015/2016. 2. To know the enhancement of students’ achievement by applying guidance inquiry model of Science course in 3rd grades student at Sekolah Dasar Negeri 1 Penarukan year 2015/2016. This was a kind of research class experiment ( PTK) which has been implementedin in two cycles. The subject of this research was 3rd grades students in Sekolah Negeri 1 Penarukan year 2015/2016. The data collection of this reasearch used observasion sheet and test. The data that had been gotten from the observation was analysed by mean formula, then converted to the level of science achievement based on 5 PAP scale. The result of this research showed that 1. There is an enhancement of students’ learning activeness in cycle 1 amount 73 or it is classified as active enough. In cycle 2, it increased becoming 87.2 or it is classified as very active. The enhancement of students’ learning activeness from cycle 1 to the cycle 2 amount 14,2. (2) There is an enhancement of students’ achievement in cycle 1 amount 74,2 or it is classified as average. In cycle II, it increased becoming 88 or it

(2)

is classified as very high. The enhancement of students’ achievement from cycle I to cycle II amount 13.8. It means that guidance inquiry model can increase the activeness and achievement of science course in 3rd grades at Sekolah Dasar Negeri 1 Penarukan year 2015/2016.

Keyword: guidance inquiry model, activeness, achievement. PENDAHULUAN

Situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya berorientasi pada masa lalu dan masa kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan dan memikirkan tentang apa yang akan dihadapi siswa di masa yang akan datang. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Hal tersebut dapat dicapai dengan terlaksananya pendidikan yang tepat waktu dan tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pendidikan tepat waktu, yaitu pendidikan yang diberikan sejak dini dimulai dengan memberikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD), sedangkan pendidikan tepat guna adalah pendidikan yang dapat digunakan sebagai upaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut Buchori (dalam Trianto, 2007) bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kurikulum diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan dan hal ini akan berimplikasi pada peningkatan SDM.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembang-an teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembang-kan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

IPA juga merupakan mata pelajaran yang diberikan di setiap jenjang pendidikan. Pelajaran IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengtahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses menggali infomasi dengan mengembangkan kreativitas yang dimiliki siswa, (Djoewari, 2009:25).

Masalah pokok yang sering dihadapi dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) khususnya pada pembelajaran IPA dewasa ini adalah masih rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal tersebut tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang tidak menyentuh ranah kognititif dan afektif peserta didik. Karena proses pembelajaran masih didominasi oleh guru dan kurang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya secara mandiri melalui proses berpikir dan penemuan.

Dalam proses pembelajaran setiap sekolah atau satuan pendidikan mempunyai kewenangan penuh dalam mengatur pendidikan dan pembelajaran dalam merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik lingkungan sekolah, karakteristik anak dan karakteristik materi pembelajaran.

Terkait dengan hal tersebut maka pembelajaran IPA sebaiknya menciptakan kondisi yang mengarahkan siswa agar mampu mengintegasikan pengalaman kehidupannya sehari-hari di luar kelas

(3)

(sekolah) dengan pengetahuan di kelas

dengan menggunakan model

pembelajaran yang tepat dan menciptakan proses pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Sehingga tujuan pembelajaran IPA yaitu mengembangkan ketrampilan proses dan penguasaan konsep dapat dicapai dengan maksimal.

Berdasarkan kenyataan yang ditemukan dilapangan melalui penjajakan awal dengan menggunakan metode wawancara terhadap salah satu guru kelas pada tanggal 8 Januari 2016 di SD Negeri 1 Penarukan khususnya dalam pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Kelas III, Hasil belajar yang diperoleh dari 25 siswa terdapat 5 orang siswa yang mencapai nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum), sedangkan 13 siswa yang tidak mencapai nilai KKM, dan 7 orang siswa yang melebihi nilai KKM. Sedangkan nilai rata-rata kelas sebesar 63,52. Nilai KKM untuk mata pelajaran IPA adalah 66. Dan untuk keaktifan siswa di dalam kelas, diketahui bahwa hanya 30% siswa yang aktif dalam mengikuti pelajaran sedangkan 70% siswa tidak aktif dalam mengikuti pelajaran, khususnya pada saat pembelajaran IPA. Sedangkan nilai rata-rata keaktifan kelas sebesar 64.

Setelah dilakukan wawancara terhadap guru kelas III dilanjutkan dengan melakukan observasi terhadap pembela-jaran IPA pada siswa Kelas III SD Negeri 1 Penarukan, dari hasil observasi menunjukkan bahwa memang benar keaktifan belajar siswa sangat rendah, dan hanya beberapa siswa yang aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Rendahnya keaktifan dan hasil belajar disebabkan karena guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kurang maksimal, dan guru kurang menerapkan model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu solusi agar proses pembelajaran berjalan maksimal. Salah satu solusinya adalah menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Menurut Gulo (2002) menyatakan model pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh

kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki, secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Model inkuiri terbimbing dapat diterapkan di SD khususnya kelas III karena sesuai dengan karakteristik siswa SD khususnya kelas III yang cenderung masih memerlukan bimbingan dan arahan dari guru. Inkuiri terbimbing dengan sintaksnya mempunyai efektifitas tinggi sebagai model pembelajaran yang membantu siswa dalam menemukan konsep dan menggunakan ketrampilan yang dimilikinya sehingga anak mampu

mengembangkan pengetahuannya

sendiri.

Untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, maka memerlukan model pembelajaran yang memberikan siswa kesempatan untuk menemukan konsep dan menggunakan ketrampilan yang dimilikinya namun tetap dalam bimbingan dari guru.

Dengan penerapan model inkuiri terbimbing diharapkan siswa dapat meningkatkan keaktifannya dalam proses pembelajaran dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

Kata inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inkuiri” yang artinya “pertanyaan atau penyelidikan”. Menurut para ahli yang mencoba menerangkan apakah yang dimaksud pembelajaran inkuiri yaitu pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri. Dalam arti luas, ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbol-simbol, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu

dengan penemuan yang lain,

membandingkan apa yang ditemukannya dengan apa yang ditemukan anak-anak lainnya.

Menurut Gulo (2002) menyatakan model pembelajaran inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki, secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya

(4)

dengan penuh percaya diri. Gulo juga menyatakan proses inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keteram-pilan inkuiri merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan maslah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalis data dan membuat kesimpulan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Inkuiri adalah suatu model pembelajaran IPA yang dirancang agar siswa terlibat secara aktif dalam pengkonstruksian pengetahuan melalui proses mentalnya sendiri dengan melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah.

Menurut Sund dan Trowbridge (dalam Rapi, 2006) menyatakan bahwa Inkuiri terbimbing (guided inkuiri) merupa-kan proses pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing, siswa mem-peroleh petunjuk seperlunya. Petunjuk ini umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang bersifat membimbing.

Penelitian yang dilakukan oleh Ketut Budiasa (2012) dari hasil penelitiannya telah membuktikan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA siswa kelas V SD. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktifitas belajar IPA baik pada siklus I dan II masing-masing sebesar 71,4% dan 82%. Pada hasil belajar IPA siswa juga meningkat pada siklus I dan II masing-masing sebagai berikut: (1) siklus I, M = 73,67, daya serap klasikal (DS) sebesar: 73,67% dan ketuntasan belajar (KB) sebesar: 80%, (2) siklus II, M = 81, daya serap klasikal (DS) sebesar : 81% dan ketuntasan belajar (KB) sebesar : 100%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sri Sulisthia (2014) telah membuktikan bahwa penerapan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Manukaya. Dari penelitian yang dilaksanakan dipero-leh nilai rata-rata motivasi belajar pada siklus I mencapai 69,4 berada pada kriteria sedang dan nilai rata-rata motivasi belajar pada siklus II mencapai 80,3 berada pada kriteria tinggi. Sedangkan untuk nilai rata-rata hasil belajar pada

siklus I mencapai 71,6 berada pada kriteria sedang dan nilai rata-rata hasil belajar pada siklus II mencapai 80,62 berada pada kriteria tinggi.

Model inkuiri terbimbing dapat diterapkan di SD khususnya kelas III karena sesuai dengan karakteristik siswa SD khususnya kelas III yang cenderung masih memerlukan bimbingan dan arahan dari guru. Inkuiri terbimbing dengan sintaksnya mempunyai efektifitas tinggi sebagai model pembelajaran yang mem-bantu siswa dalam menemukan konsep dan menggunakan ketrampilan yang dimilikinya sehingga anak mampu menge-mbangkan pengetahuannya sendiri.

Untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, maka memerlukan model pembelajaran yang memberikan siswa kesempatan untuk menemukan konsep dan menggunakan ketrampilan yang dimilikinya namun tetap dalam bimbingan dari guru.

Dengan penerapan model inkuiri terbimbing diharapkan siswa dapat meningkatkan keaktifannya dalam proses pembelajaran dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Menyadari pentingnya peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran, maka perlu dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul : Penerapan Model Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Pada Siswa Kelas III Semester II SD Negeri 1 Penarukan Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/2016.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui peningkatan keaktifan belajar siswa pada saat penerapan model inkuiri terbimbing pada siswa kelas III semester II di SD Negeri 1 Penarukan, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016 dalam mata pelajaran IPA. (2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan model inkuiri terbimbing pada siswa kelas III semester II di SD Negeri 1 Penarukan, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016 dalam mata pelajaran IPA.

(5)

METODE

Jenis penelitian ini adalah peelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan pada semester genap. Menurut Arikunto, dkk. (2007:3) mendefinisikan bahwa “penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi di sebuah kelas bersama”.

Menurut Wina Sanjaya (2009:26) mendefinisikan PTK sebagai “proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut”.

Berdasarkan definisi diatas, dapat diartikan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu tindakan yang dimunculkan di kelas untuk memperbaiki praktik pembelajaran dengan melakukan

tindakan yang terencana dan

menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.

Menurut Wina Sanjaya (2009:58) terdapat beberapa pola pelaksanaan PTK, yang dimaksud “pola adalah cara atau teknik pelaksanaan PTK yang dapat dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan PTK sesuai dengan model PTK yang dipilih dengan mempertimbangkan kondisi peneliti dan sumber data yang tersedia. Berbagai pola pelaksanaan PTK yaitu: PTK pola guru peneliti, PTK pola kolaboratif, dan PTK pola simultan terintegrasi”.

Dalam penelitian ini, jenis penelitian tindakan yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif, yaitu kolaborasi atau kerjasama antara guru dan peneliti. Peneliti dan guru menyiapkan instrument evaluasi/observasi, ikut terlibat dalam pembelajaran dan dalam perencanaan tindakan yang akan dilaksanakan, serta melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang sudah disiapkan bersama. Penelitian ini direncanakan sebanyak dua siklus di mana masing-masing siklus terdiri dari 2 kali pertemuan.

Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 1 Penarukan, yang terletak di

Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada tahun pelajaran 2015/ 2016.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III, berjumlah 25 orang, terdiri dari 11 orang siswa laki-laki dan 14 orang siswa perempuan. Objek dari penelitian ini adalah model inkuiri terbimbing, keaktifan, dan hasil belajar IPA.

Sesuai dengan rancangan suatu penelitian tindakan, dalam hal ini dilakukan refleksi awal dan pelaksanaan penelitian yang terdiri dari beberapa siklus sampai hasil belajar yang di harapkan diperoleh. Setiap siklus terdiri dari empat tahap sebagai berikut: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Observasi dan evaluasi, (4) Refleksi.

Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2008:16)

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang keaktifan belajar siswa dalam proses pembelajaran IPA adalah metode observasi.

Menurut Wina Sanjaya (2009:86) “observasi merupakan teknik pengum-pulan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti”. Perencanaan SIKLUS I Pelaksanaan Refleksi Observasi dan Evaluasi Perencanaan SIKLUS II Pelaksanaan Refleksi Observasi dan Evaluasi Siklus n Refleksi Awal

(6)

N x Me

Sementara Agung (2005:54) “observasi adalah suatu cara memperoleh data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis tentang suatu objek tertentu”.

Maka metode observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap suatu objek yang akan diteliti. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung partisipan, yaitu peneliti mengamati secara langsung dan ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran.

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data keaktifan belajar adalah dengan lembar observasi. Penilaian dengan lembar observasi menggunakan aspek-aspek yang merupakan cirri-ciri dari keaktifan belajar menurut Nana Sudjana (1996) yang terdiri dari: (1) siswa aktif mencari informasi, (2) siswa aktif bertanya kepada guru atau siswa lain, (3) siswa aktif mengajukan pendapat dalam proses diskusi, (4) siswa aktif memberikan informasi/respon saat diskusi, (5) siswa dapat menyimpulkan pelajaran dengan bahasanya sendiri. Kriteria penilaian berdasarkan pada rubrik penskoran yang dirancang oleh peneliti dengan skala nilai sebagai berikut:

- Sangat aktif diberi skor 4 - Aktif diberi skor 3

- Kurang aktif diberi skor 2 - Tidak aktif diberi skor 1

Data keaktifan belajar siswa secara individu dianalisis dengan menggunakan rumus analisis yang telah ditetapkan. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(Nurkancana, 1992:99)

Keterangan:

A : Skor Keaktifan Belajar Siswa (Individu) I : Skor Prolehan

S : Skor Maksimal

Selanjutnya ditentukan nilai keaktifan belajar kelas yaitu dengan membagi antara jumlah siswa aktif dengan jumlah siswa keseluruhan. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

(Koyan, 2012:18)

Keterangan:

Me : Mean(rata-rata) keaktifan belajar siswa

∑x : Jumlah nilai keaktifan belajar siswa setiap pertemuan

N : Jumlah Siswa

Untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar IPA siswa akan di lakukan dengan metode tes.

Menurut Wina Sanjaya (2009:99) “metode tes merupakan suatu alat untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif, atau tingkat penguasaan materi pembelajaran”.

Sementara Agung (2005:59) “metode tes dalam kaitannya dengan penelitian ialah cara memproleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang di tes (testee), dan dari tes tersebut dapat menghasilkan suatu data berupa skor atau data interval”. Dari kedua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa metode tes adalah suatu cara pengumpulan data dengan memberikan tugas terhadap sekelompok orang untuk mengukur kemampuan kognitif atau tingkat penguasaan materinya sehingga memperoleh data berupa skor atau data interval.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah teknik tes, dan jenis tes yang digunakan adalah tes pilihan ganda yang berjumlah 20 butir soal. Dalam tes pilihan ganda jawaban yang benar diberi nilai 1 sedangkan untuk yang salah diberi nilai 0. Jadi skor maksimal yang akan diperoleh siswa adalah sebesar 20 dan skor minimal yang akan diperoleh siswa adalah 0. Secara individu siswa baru bisa dikatakan tuntas apabila siswa tersebut minimal sudah memenuhi KKM sekolah atau dengan kata lain memperoleh nilai ≥ 66. Untuk mengetahui hasil belajar siswa secara individu menggunakan rumus sebagai berikut:

(7)

N

x

Me

(Depdiknas, 2006:14) Keterangan: NA : Nilai Akhir SHT : Skor Hasil Tes SMI : Skor Maksimal Ideal

Sedangkan Rata-rata kelas dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut:

(Koyan, 2012:18)

Keterangan:

Me : Mean (rata-rata) hasil belajar siswa

∑x : Jumlah hasil belajar seluruh siswa

N : Jumlah Siswa

Tingkat ketuntasan hasil belajar kelas digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

KB : Ketuntasan Belajar

n > 66 : Banyak siswa yang mendapat skor 66 ke atas (KKM IPA Kelas III sebesar 66)

N : Jumlah Siswa

Setelah melakukan analisis dengan menggunakan rumus-rumus analisis yang telah ditetapkan terlebih dahulu maka selanjutnya dilakukan konversi pada PAP Skala Lima yang telah dimodifikasi untuk menentukan tinggi rendahnya keaktifan dan hasil belajar kelas. Adapun pedoman konversi PAP skala lima adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa Rentang Nilai

Rata Kelas Kategori Nilai Keaktifan

Kategori Nilai Rata-rata Kelas

86 – 100 Sangat Aktif Sangat Tinggi

76 – 85 Aktif Tinggi

66 – 75 Cukup Aktif Sedang

56 – 65 Kurang Aktif Rendah

0 – 55 Sangat Kurang Aktif Sangat Rendah

Sumber : Buku Pedoman Studi Undiksha Agar mudah diamati setelah

dilakukan analisis terhadap hasil/nilai keaktifan dan hasil belajar, maka akan digunakan grafik batang untuk menyajikan hasil/nilai keaktifan dan hasil belajar yang diperoleh siswa sesudah dilaksanakan penelitian tindakan kelas ini. Grafik batang yang digunakan seperti pada gambar no 3.2 berikut.

Gambar 2. Grafik Nilai Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Pada Siklus I pembelajaran dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan mempergunakan RPP. Setiap pertemuan dilakukan observasi tentang keaktifan belajar dengan menggunakan lembar observasi. Jumlah nilai keaktifan yang diperoleh siswa sebesar 1825. Oleh karena itu, rata-rata nilai keaktifan belajar siswa siklus I dapat ditentukan sebagai berikut. N x Me

=

25

1825

= 73

Jadi, tingkat keaktifan belajar siswa pada siklus I adalah 73. Bila dikonversikan ke dalam tabel criteria keaktifan belajar siswa, maka keaktifan belajar siswa pada siklus I berada pada rentangan nilai 66 – 75 atau berada pada kategori Cukup

(8)

Aktif. Dengan melihat skor keaktifan belajar siswa pada siklus I, maka klasifikasi data keaktifan belajar siswa

pada siklus I disajikan seperti pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kategori Keaktifan Belajar Siswa Siklus I Rentang Nilai

Rata Kelas Kategori Nilai Keaktifan Tingkat Keaktifan Siklus I

86 – 100 Sangat Aktif

73

(Kategori Cukup Aktif)

76 – 85 Aktif

66 – 75 Cukup Aktif

56 – 65 Kurang Aktif

0 – 55 Sangat Kurang Aktif Untuk mengukur hasil belajar siswa, dilakukan dengan teknik tes. Tes dilakukan pada akhir siklus I, yakni setelah pembelajaran pertemuan kedua. Soal yang diberikan berbentuk objektif yang berjumlah 20 butir. Setiap soal diberi bobot 1. Jadi, skor maksimal ideal soal berjumlah 20. hasil belajar yang diperoleh siswa sebesar 1855. Oleh karena itu, rata-rata hasil belajar siswa siklus I dapat ditentukan sebagai berikut.

N x M

=

25

1855

= 74,2

Jadi, tingkat hasil belajar siswa pada siklus I adalah 74,2. Bila dikonversikan ke dalam tabel criteria hasil belajar siswa, maka hasil belajar siswa pada siklus I berada pada rentangan 66 – 75, atau berada pada kategori Sedang. Dengan melihat skor hasil belajar siswa pada siklus I, maka klasifikasi data hasil belajar siswa pada siklus I dajadikan pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kategori Hasil Belajar Siswa Siklus I Rentang Nilai

Rata Kelas

Kategori Nilai Rata-rata Kelas

Tingkat Hasil Belajar Siklus I 86 – 100 Sangat Tinggi 74,2 (Kategori Sedang) 76 – 85 Tinggi 66 – 75 Sedang 56 – 65 Rendah 0 – 55 Sangat Rendah

Berdasarkan hasil belajar siswa, maka ditentukan ketuntasan hasil belajar kelas pada siklus I dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

N n KB  66x 100% = 25 21 x100% = 84%

Jadi, dari 25 orang siswa yang ada di kelas III, sebanyak 84% atau sejumlah

21 orang siswa telah tuntas dalam mengikuti pembelajaran pada siklus I.

Pada Siklus II pembelajaran dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan dengan mempergunakan RPP. Cara memperoleh data keaktifan belajar siswa pada siklus II sama dengan pelaksanaan pada siklus I. Dalam setiap pertemuan dilakukan observasi tentang keaktifan belajar dengan menggunakan lembar observasi.

Jumlah nilai keaktifan yang diperoleh siswa sebesar 2180. Oleh

(9)

karena itu, rata-rata skor keaktifan belajar siswa siklus II dapat ditentukan sebagai berikut.

N

x

M

= 25 2180 = 87,2

Jadi, tingkat keaktifan belajar siswa pada siklus II adalah 87,2. Bila

dikonversikan ke dalam tabel criteria keaktifan belajar siswa, maka keaktifan belajar siswa pada siklus II berada pada rentangan 86 – 100 atau berada pada kategori sangat aktif. Dengan melihat skor keaktifan belajar siswa pada siklus II, maka klasifikasi data keaktifan belajar siswa pada siklus II disajikan seperti pada tabel 4 berikut

Tabel 4. Data Keaktifan Belajar Siswa Siklus II Rentang Nilai

Rata Kelas Kategori Nilai Keaktifan Tingkat Keaktifan Siklus II

86 – 100 Sangat Aktif

87,2

(Kategori Sangat Aktif)

76 – 85 Aktif

66 – 75 Cukup Aktif

56 – 65 Kurang Aktif

0 – 55 Sangat Kurang Aktif Untuk mengukur hasil belajar siswa, dilakukan dengan teknik tes. Tes dilakukan pada akhir siklus II, yakni setelah pembelajaran pertemuan kedua. Soal yang diberikan berbentuk objektif yang berjumlah 20 butir. Setiap soal diberi bobot 1. Jadi, skor maksimal ideal soal berjumlah 20. Diketahui bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa sebesar 2200. Oleh karena itu, rata-rata hasil belajar siswa siklus II dapat ditentukan sebagai berikut. N x M

= 25 2200 = 88

Jadi, tingkat hasil belajar siswa pada siklus II adalah 88. Bila dikonversikan ke dalam tabel kriteria hasil belajar siswa, maka hasil belajar siswa pada siklus II berada pada rentangan 86 – 100, atau berada pada kategori Sangat Tinggi. Dengan melihat skor hasil belajar siswa pada siklus II, maka klasifikasi data hasil belajar siswa pada siklus II dijadikan pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Kategori Hasil Belajar Siswa Siklus II Rentang Nilai

Rata Kelas

Kategori Nilai Rata-rata Kelas

Tingkat Hasil Belajar Siklus II

86 – 100 Sangat Tinggi

88

(Kategori Sangat Tinggi)

76 – 85 Tinggi

66 – 75 Sedang

56 – 65 Rendah

0 – 55 Sangat Rendah

Berdasarkan hasil belajar siswa, maka ditentukan ketuntasan hasil belajar kelas pada siklus II dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

N n KB  66x 100% = 25 23 x 100% = 92%

Jadi, dari 25 orang siswa yang ada di kelas III, sebanyak 92% atau sejumlah 23 orang siswa telah tuntas dalam mengikuti pembelajaran pada siklus II.

Nilai rata-rata keaktifan dan hasil belajar siswa pada siklus I jika dibandingkan dengan nilai rata-rata

(10)

keaktifan dan hasil belajar siswa pada siklus II telah mengalami peningkatan karena nilai rata-rata keaktifan belajar siswa pada siklus I sebesar 73 dan rata-rata keaktifan belajar pada siklus II sebesar 87,2 dan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 74,2 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah sebesar 88.

Sedangkan jika nilai rata-rata keaktifan dan hasil belajar siswa pada siklus II dibandingkan dengan kriteria keberhasilan penelitian sudah memenuhi kriteria karena nilai rata-rata keaktifan belajar siswa sebesar 87,2 dan rata-rata keberhasilan penelitian yang harus dicapai adalah sebesar 75, dan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II sebesar 88 sedangkan rata-rata keberhasilan peneli-tian yang harus dicapai adalah sebesar 80. Jadi pelaksanaan penelitian pada siklus II dikatakan berhasil.

Setelah dilakukan analisis terhadap hasil/nilai keaktifan dan hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus II, maka dibuatkan grafik batang untuk menyajikan hasil/nilai keaktifan dan hasil belajar yang diperoleh siswa sesudah dilaksanakan penelitian tindakan kelas ini. Grafik batang yang digunakan seperti pada gambar 3 berikut.

Gambar 3. Nilai Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa Siklus I Dan Siklus II

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA. Berdasarkan hasil keaktifan belajar setelah tindakan siklus I, dapat diketahui bahwa keaktifan belajar siswa sebesar 73. Bila dikonversikan ke dalam kategori keaktifan belajar siswa, maka tingkat keaktifan belajar siswa pada siklus I

berada pada rentangan 66 – 75. Dengan kata lain, keaktifan belajar siswa pada siklus I berada pada kategori cukup aktif.

Bila dibandingkan antara keaktifan belajar siswa pada siklus I dengan keaktifan belajar pada siklus II, ternyata terjadi peningkatan. Berdasarkan hasil keaktifan belajar siklus II dapat diketahui bahwa keaktifan belajar siswa sebesar 87,2. Bila dikonversikan ke dalam kategori keaktifan belajar siswa, maka tingkat keaktifan belajar siswa pada siklus II berada pada rentangan 86 – 100. Dengan kata lain, keaktifan belajar pada siklus II berada pada kategori sangat aktif.

Melihat hasil tersebut, maka terjadi peningkatan keaktifan belajar siswa dari 73 pada siklus I menjadi 87,2 pada siklus II. Data tersebut menunjukkan terjadi peningkatan keaktifan belajar siswa sebesar 14,2.

Di samping itu, hasil belajar yang diperoleh setelah diadakan tindakan siklus I mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil belajar siswa pada siklus I dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 74,2. Bila dikonversikan ke dalam tingkat hasil belajar siswa berdasarkan PAP skala 5, maka hasil belajar siswa yang diperoleh pada siklus I berada pada rentangan 65 – 75. Dengan kata lain, hasil belajar siswa pada siklus I berada pada kategori sedang.

Bila dibandingkan antara hasil belajar siswa pada siklus I dengan hasil belajar siswa pada siklus II, ternyata terjadi peningkatan. Berdasarkan hasil belajar siswa pada siklus II dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa pada siklus II sebesar 88. Bila dikonversikan ke dalam tingkat hasil belajar siswa berdasarkan PAP skala 5, hasil belajar siswa pada siklus II berada pada rentangan 86 – 100. Dengan kata lain, hasil belajar pada siklus II berada pada kategori sangat tinggi.

Melihat hasil belajar yang diperoleh setelah diadakan tindakan, maka terjadi peningkatan hasil belajar. Hal tersebut terlihat dari hasil belajar yakni dari 74,2 pada siklus I menjadi 88 pada siklus II. Data tersebut menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa sebesar 13,8.

(11)

PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dipaparkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Penerapan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Hal tersebut terlihat dari nilai keaktifan belajar siswa pada siklus I sebesar 73 yang berada pada kategori cukup aktif. Pada siklus II keaktifan belajar siswa meningkat menjadi 87,2 yang berada pada kategori sangat aktif. Peningkatan keaktifan belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 14,2.

Penerapan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut terlihat dari peningkatan hasil belajar siswa dari 74,2 atau berada pada kategori sedang pada siklus I, menjadi 88 atau berada pada kategori sangat tinggi pada siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 13,8.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Hasil penelitian ini hendaknya dimanfaatkan oleh seluruh siswa kelas III SD Negeri 1 Penarukan untuk menambah pengetahuan tentang cara belajar yang efektif dalam meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA khususnya menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan meningkatkan keaktifan belajar, 2) Disarankan kepada guru, agar menggunakan model pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa, model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA dalam melakukan pembelajaran di kelas karena model ini telah terbukti dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, 3) Disarankan kepada peneliti yang lain agar melakukan penelitian lebih lanjut tentang efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam mata pelajaran yang lain atau mata pelajaran yang sama pada subjek yang lain sehingga dapat diketahui efektivitas model pembelajaran tersebut pada mata pelajaran dan subjek yang lebih luas.

DAFTAR RUJUKAN

Agung.A.A.Gede. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Singaraja:

IKIP Negeri Singaraja

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tentang Standar

Kompetensi Mata Pelajaran Di

Sekolah Dasar. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional. Arikunto, Suharsini, dkk. 2007. Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi

Aksara

Budiasa, Ketut. 2012. Penerapan Model

Inkuiri Terbimbing Untuk

Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Semester I Sekolah Dasar Negeri 6 Sangsit Tahun Pelajaran 2011/2012.

Laporan Penelitian (tidak

diterbitkan). Singaraja: UNDIKSHA Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan

Pembelajarn. Jakarta : Proyek

Pembinaan dan Peningkatan Mutu Kependidikan, Dirjen Dikti Depdikbud.

---. 2002. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djoewari. 2009. Menggunakan Ilmu Pengetahuan Alam. Semarang: PT.

Bengawan Ilmu

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo

Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan. Singaraja: Universitas

Pendidikan Ganesha

Nurkancana, Wayan dan PPN. Sunarta. 1992. Evaluasi Hasil Belajar.

Surabaya: Usaha Nasional

Rapi, N.K., Kajeng, P., dan Sumantri, L.

2006. Implementasi Model

Pembelajaran Inkuiri Terpimpin dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Siswa Kelas X SMA N 2 Singaraja.

Laporan Penelitian (tidak

diterbitkan).Singaraja: UNDIKSHA. Sardar. 1987. “Pengertian IPA”. Tersedia

pada (http://tulus.web.id) (diakses pada tanggal 08-01-2016)

Sanjaya, Wina. 2009. Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor

yang mempengaruhinya. Jakarta:

(12)

Sulisthia, Sri. 2014. Penerapan Model Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media Animasi Komputer Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Di SD Negeri 2 Manukaya Tahun Pelajaran 2013/2014. Laporan

Penelitian (tidak diterbitkan).

Singaraja: UNDIKSHA

Sudjana, Nana. 1991. Penelitian Hasil

Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Remaja Rosdakarya

---. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo

Trianto. 2007. Model-model pembelajaran

Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.

Gambar

Gambar  1.  Rancangan  Penelitian  Tindakan  Kelas  (Arikunto,  2008:16)
Tabel 1. Pedoman Konversi PAP Skala Lima tentang Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa  Rentang Nilai
Tabel 2. Kategori Keaktifan Belajar Siswa Siklus I  Rentang Nilai
Tabel 4. Data Keaktifan Belajar Siswa Siklus II  Rentang Nilai
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga barbershop yaitu Trixs Barbershop , Rock N Roll Haircutting & Makeover , dan Barberpop pada umumnya menggunakan cara yang sama dalam memberikan status sosial

Aspek ekonomis berpengaruh terhadap alih fungi lahan, karena dari tingkat harga produksi sawit lebih besar dibanding produksi karet dan tingkat keuntungan sawit

Beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi keikutsertaan peternak dalam kelembagaan kelompok tani dibagi dalam variabel utama, yaitu karakteristik peternak,

Dalam konsep Islam, penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan penawaran tersebut harus terjadi rela sama rela,

Sampai hari ini belum diatur, namun yang ada hanya PP No.38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negari

Tahapan pelaksanaan metode demonstrasi mengacu pada Nana Sudjana (2000: 84) sebagai berikut: (1) Persiapan/perencanaan, menciptakan kondisi belajar untuk

Keterampilan yang dimiliki guru baik itu keterampilan menilai hasil-hasil belajar peserta didik, menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran tentunya akan sangat

Anggrek Dendrobium spesies asal Indonesia sangat berpotensi untuk dijadikan induk silangan karena mempunyai keanekaragaman dalam sifat yang berkaitan dengan kualitas bunga