• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEKUENSI YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PERSEROAN YANG TELAH MEMILIKI STATUS BADAN HUKUM. Oleh : Grasia Kurniati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEKUENSI YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PERSEROAN YANG TELAH MEMILIKI STATUS BADAN HUKUM. Oleh : Grasia Kurniati"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

1 KONSEKUENSI YURIDIS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

TERHADAP PERSEROAN YANG TELAH MEMILIKI STATUS BADAN HUKUM

Oleh : Grasia Kurniati I. Latarbelakang

Perseroan Terbatas (PT) sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional perlu diberikan sebuah landasan hukum untuk memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Hal inilah yang kemudian menjadi semangat lahirnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Namun dalam berkembangan, undang-undang ini dinilai tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum (development of law) yang terus terjadi, karena itulah kemudian diterbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.1

Disamping dibuat dalam suatu kerangka pembangunan, keberadaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga dimaksudkan untuk memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang. Untuk itu diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang Perseroan Terbatas yang diharapkan dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.

Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum serta pemenuhan tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) merupakan sebagian tuntutan untuk melakukan adanya perubahan terhadap perundang-undangan yang lama yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Dalam ketentuan perundang-undangan Perseroan Terbatas yang baru ini juga telah diakomodir berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik yang berkaitan dengan penambahan ketentuan baru, perbaikan, penyempurnaan, namun tetap mempertahankan ketentuan-ketentuan lama yang dirasakan masih relevan dengan kehidupan masyarakat.2

Makna pemahaman Perseroan Terbatas terdiri atas dua kata yaitu Perseroan dan Terbatas. Perseroan artinya modal Perseroan Terbatas yang terdiri atas sero-sero atau saham,

1

Undang-Undang RI. No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. PT.Bhuana Ilmu Populer. Gramedia. Jakarta, 2007, hal. 6. 2

(2)

2 sedangkan Terbatas artinya tanggung jawab terbatas (limited liability) pemegang saham pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya.3

Pengertian istilah Perusahaan pada prinsipnya tidak lain adalah suatu kegiatan badan hukum yang menjalankan usaha dengan tujuan untuk mencari keuntungan (profit oriented). Tentang Perseroan Terbatas dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat mengartikan dengan persekutuan saham, karena Perseroan tersebut modalnya terdiri atas beberapa saham, disamping itu ada juga yang menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas juga sebagai persekutuan modal, karena persekutuan tersebut adalah merupakan kumpulan dari modal-modal yang jumlahnya tergolong besar dan terbagi atas beberapa saham. Sebagai organisasi yang teratur Perseroan Terbatas ini juga mempunyai unsur-unsur sebagai badan hukum seperti :

1. Organisasi yang teratur 2. Kekayaan sendiri

3. Melakukan hubungan hukum sendiri 4. Mempunyai tujuan sendiri

Keberadaan Perseroan Terbatas di Negara berkembang seperti Indonesia ini, sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan nasional, mengingat tidak semua kegiatan-kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan oleh pemerintah, melainkan juga membutuhkan peran serta sektor swasta yang dalam hal ini diwakili oleh pelaku usaha yakni perusahaan-perusahaan yang sebagian besar berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas.

Dalam upaya untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan perkembangan pembangunan maka dalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas yang baru juga dilengkapi dengan aturan-aturan tentang :

1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum.

2. Pengajuan permohonan dan tujuan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar. 3. Penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar

dan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi system administrasi badan hukum secara elektronik disamping tetap dimungkinkannya menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu.4

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dapat dikatakan merupakan pembaharuan dari perundang-undangan Perseroan Terbatas yang lama, yakni Undang-Undang No. 1 tahun 1995, seperti dalam hal pendirian, pengesahan, anggaran dasar, nama perseroan, modal dan saham, laporan tahunan, laba perusahaan maupun ketentuan pengurus Perseroan Terbatas, serta proses penggabungan dan bubarnya

3 Handri Raharjo. Hukum Perusahaan. Pustaka Yustisia. Yogyakarta. 2009, hal. 70-71 4

(3)

3 perusahaan, namun demikian tentu perubahan ini juga dapat memberikan dampak terhadap keberadaan Perseroan Terbatas yang selama ini berdiri dan melakukan kegiatan usaha atas dasar ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, baik yang sifatnya dapat menguntungkan keberadaan suatu Perseroan Terbatas tertentu, akan tetapi atas adanya perubahan undang-undang Perseroan Terbatas tersebut juga dapat memberikan dampak yang tidak diharapkan.

Salah satu ketentuan yang secara tegas menjelaskan mengenai konsekuensi yuridis perubahan undang-undang mengenai Perseroan Terbatas diatur dalam ketentuan Pasal 157 ayat (4) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan :

“Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan “

Dengan demikian berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa perubahan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas memiliki konsekuensi hukum terhadap setiap perseroan yang telah melakukan kegiatan usaha dan telah memperoleh status badan hukum, dengan kewajiban melakukan penyesuaian dan perubahan anggaran dasar dengan ketentuan yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru.

II. Permasalahan

Bahwa dalam setiap diberlakukannya suatu peraturan perundang-undangan seringkali akan ditemukan suatu permasalahan atau kendala dalam pelaksanaannya , penerapan dan penegakan sanksi, demikian pula dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas yang baru yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini, antara lain permasalahan yang akan dapat dihadapi adalah sebagai berikut :

Pertama, bagaimana konsekuensi diberlakukannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 terhadap Perseroan Terbatas yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995?

Kedua, bagaimana agar akibat perubahan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan serta dapat dilaksanakan secara optimal?

Kedua permasalahan tersebut diatas menjadi kajian dalam tulisan ini, dengan menganalisis permasalahan secara teoritis dan praktik yang akan diuraikan berikut ini..

(4)

4 III. Pengertian Badan Hukum

Dalam pergaulan hukum dan kepustakaan, istilah badan hukum sudah lazim digunakan bahkan merupakan istilah hukum yang resmi di Indonesia. Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum Belanda yaitu rechtspersoon. Meskipun demikian dalam kalangan hukum ada juga yang menyarankan atau telah mempergunakan istilah lain untuk menggantikan istilah badan hukum, misalnya istilah purusa hukum (oleh Oetarid Sadino), awak hukum (oleh St. K. Malikul Adil) ataupun pribadi hukum (oleh Soerjono Soekanto, Purnadi Purbacaraka). Dalam bahasa asing, istilah badan hukum lain merupakan terjemahan dari istilah rechstspersoon (Belanda), juga merupakan terjemahan peristilahan: persona moralis (Latin) atau legal persons (Inggris). Di negeri Balanda, istilah rehtspersoon sebenarnya masih relatif baru. Dalam B.W. (Burgerlijk Wetboek) Belanda istilah rechtspersoon baru diperkenalkan permulaan abad ke XX, yaitu pada saat diadakannya undang-undang tentang kanak-kanak (kinderwetten).

Menurut Pasal 292 ayat 2 dan 302 buku I B.W. serta sejak diadakannya Titel 10 Buku III B.W. (lama) pada tahun 1838 abad yang lalu terdapat banyak ketentuan tentang apa yang disebut rechtspersonen (badan-badan hukum), tetapi istilah yang diperguna-kan adalah zedelijk lichaam (badan susila). Title 10 ini (Pasal1600 s.d. 1702) telah dicabut sejak diundangkannya Buku II N.B.W. (nieuw, baru) tentang rechtspersonen pada tahun 1976.

Pada dasarnya persoonlijkheid adalah kemampuan seseorang untuk menjadi subjek dari hubungan hukum (rechtsbetrekking), sejak saat manusia itu lahir dan berakhir dengan kematiannya. Jadi, walaupun ada prinsipnya yang demikian, tetapi juga ada perkecualiannya; bukan manusia saja yang mempunyai persoonlijkheid, tetapi juga perkumpulan manusia bersama-sama bisa mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dari hubungan-hubungan hukum (rechts-betrekkingen). Sekumpulan manusia itu tergabung dalam apa yang dinamakan badan hukum (rechtspersoon). Rechtsbevoegd yaitu kemampuan (kewenangan) hukum adalah kecakapan melakukan suatu perbuatan hukum.Semua badan hukum hanya rechtsbevoegd dalam bidang harta kekayaan (op vermogens rechtelijk gebied).

Menurut aliran terbaru, yang dikemukakan oleh Meijers, badan hukum itu merupakan realitas konkrit, riil, walaupun tidak bisa diraba, bukan khayal, suatu yuridische realiteit (kenyataan yuridis). Badan hukum atau rechtspersoon, legel persons, persona moralis adalah subjek hukum.

(5)

5 Menurut E. Utrecht, badan hukum (rechtspersoon), yaitu badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan, bahwa badan hukum ialah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia. Badan hukum sebagai gejala kemasyarakatan adalah suatu gejala yang riil, merupakan fakta benar-benar, dalam pergaulan hukum, biarpun tidak berwujud manusia atau benda yang dibuat dari besi, kayu dan sebagainya. Yang menjadi penting bagi pergaulan hukum ialah hal badan hukum itu mempunyai kekayaan (vermogen) yang samasekali terpisah dari kekayaan anggotanya. Bagi bidang perekonomian, terutama lapangan perdagangan, gejala ini sangat penting.

IV. Prinsip Umum Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum

Beberapa prinsip umum yang menjadi landasan eksistensi Perseroan sebagai badan hukum harus memiliki unsur-unsur pokok yang terkandung dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengisyaratkan bahwa Perseroan sebagai badan hukum dilahirkan dari proses hukum. Perseroan sebagai badan hukum harus memiliki modal dasar yang disebut juga authorized capital, yaitu sejumlah modal yang dicantumkan dalam Akta Pendirian atau Anggaran Dasar (AD) Perseroan. Modal Perseroan terdiri dari atau terbagi atas saham atau sero yang dimasukkan para pemegang saham yang bersekutu mengumpulkan modal untuk melaksanakan kegiatan perusahaan yang dikelola Perseroan. Besarnya Modal Dasar Perseroan menurut Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdiri atas seluruh nominal saham, selanjutnya menurut Pasal 32 ayat (1) menyatakan modal dasar tersebut paling sedikit Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Dalam ketentuan ini pula ditegaskan bahwa Perseroan sebagai badan hukum didirikan berdasarkan perjanjian, berarti persekutuan modal diantara pendiri dan atau pemegang saham harus memenuhi ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1313 sampai dengan 1341 KUH Perdata. Jika ditinjau dari segi hukum perjanjian, pendirian Perseroan sebagai badan hukum bersifat kontraktual yakni berdirinya Perseroan merupakan akibat yang lahir dari perjanjian. Selain bersifat kontraktual, juga bersifat konsensual, berupa adanya kesepakatan untuk mengikat perjanjian mendirikan Perseroan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, supaya perjanjian untuk mendirikan Perseroan sah menurut undang-undang, pendirinya paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih. Selanjutnya agar perjanjian pendirian Perseroan itu sah harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu

(6)

6 harus memenuhi syarat adanya kesepakatan membuat suatu perikatan, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Kemudian apabila perjanjian itu sah, maka berdasar Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian pendirian Perseroan itu mengikat sebagai undang-undang bagi para pendirinya.

Suatu Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, hal ini merupakan prinsip bagi Perseroan sebagai badan hukum sebagaimana tertuang di dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Selanjutnya pada Pasal 18 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ditegaskan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha itu harus dicantumkan dalam Anggaran Dasar Perseroan.

Selanjutnya yang menjadi syarat Perseroan sebagai badan hukum adalah lahirnya Perseroan melalui proses hukum daklam bentuk pengesahan Pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum & Hak Asasi Manusia. Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi :

“ Perseroan memeperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan”.

Keberadaan Perseroan sebagai badan hukum dibuktikan berdasar Akta Pendirian yang di dalamnya tercantum Anggaran Dasar Perseroan. Apabila Anggaran Dasar telah mendapat pengesahan Menteri, maka Perseroan menjadi subjek hukum korporasi.

V. Perubahan Peraturan Perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas merupakan Penerapan Teori Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat (Law as a tool of social engineering- Roscea Pound)

Pemikiran R. Pound salah seorang pendukung Sociological jurisprudence mengatakan bahwa hukum dapat berfungsi sebagai alat merekayasa (Law as a tool of social engineering), tidak sekedar melestarikan status quo, hukum menjadi instrumen untuk mengarahkan masyarakat menuju kepada tujuan yang diinginkan. Di Indonesia konsep Pound ini dikembangkan oleh Mochtar Kusumatmadja, bahwa hukum tidak hanya sekedar alat akan tetapi juga merupakan sarana pembaharuan masyarakat (Mazhab Filsafat Hukum Unpad).

Pendekatan sosiologis Mochtar dimaksudkan untuk tujuan praktis, yakni dalam rangka menghadapi permasalahan pembangunan social-ekonomi. Pembangunan social-ekonomi ini selalu membawa perubahan maka seharusnya hukum itu dapat mengambil peran, sehingga perubahan-perubahan itu dapat dikontrol agar

(7)

7 berlangsung tertib dan teratur.

Berdasarkan uraian dan pertimbangan yang sangat logis mengenai konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat merupakan konsep pembangunan yang paling tepat dan relevan sampai saat ini. Masalahnya terletak pada seberapa jauh pembentukan peraturan perundang-undangan baru (dalam bidang-bidang hukum yang dianggap netral) telah diantisipasi dampaknya bagi masyarakat secara keseluruhan.

Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas telah mengalami perubahan, diawali dengan ketentuan mengenai Perseroan Terbatas yang tertuang dalam KUHD sudah tidak lagi mengakomodir kebutuhan masyarakat pelaku bisnis dimasa sekarang, maka kemudian diterbitkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, memiliki tujuan bagaimana mendorong masyarakat pelaku bisnis agar terus mengembangkan sistem Perseroan ke arah bisnis yang lebih maju, moderen dan tetap mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan kepedulian terhadap lingkungan. Dalam Undang-undang Perseroan Terbatas yang baru telah diubah dan ditambahkan secara tegas mengenai sistem hukum Perseroan serta sanksi bagi yang melanggarnya, maka diharapkan dapat meningk atkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Dengan demikian tidak akan terjadi lagi menjamurnya perseroan-perseroan yang ilegal atau fiktif, karena ketatnya syarat-syarat dan prosedur pendirian suatu Perseroan Terbatas.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori hukum R.Pound yang selanjutnya dikembangkan oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, SH.LLM, bahwa ”Hukum merupakan sarana pembaharuan masyarakat” menjadi konsep yang menjiwai diubahnya peraturan perundang-undang mengenai perseroan Terbatas menuju sistem ekonomi yang lebih modern menghadapi era globalisasi dan pasar bebas dengan tidak meninggalkan nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan.

Tentang kedudukan Perseroan Terbatas yang sejak mulai diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, tanggal 16 Agustus 2007, Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nommor 1 Tahun 1995 harus melakukan penyesuaian dan perubahan anggaran dasarnya berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas yang baru (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007) yaitu dikarenakan terdapat pokok-pokok perbedaan yang signifikan pada kedua peraturan perundang-undangan tersebut,

(8)

8 yakni antara lain penyederhanaan Anggaran Dasar (AD) Perseroan Terbatas, pada prinsipnya dalam Anggaran Dasar (AD) Perseroan setelah dilakukan perubahan dan penyesuaian, tidak menyalin apa yang sudah diatur dalam undang-undang Perseroan Terbatas. Artinya, Anggaran Dasar (AD) Perseroan hanya memuat hal-hal yang baru diubah atau ditentukan lain oleh pemegang saham/ pendiri perseroan.

Adapun prosedur serta langkah-langkah teknis yang harus ditempuh dalam rangka penyesuaian Anggaran Dasar (AD) agar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yakni dengan memenuhi ketentuan Pasal 9, yang selengkapnya berbunyi :

(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya :

a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan; b. Jangka waktu berdirinya Perseroan;

c. Maksud dan tujuan serta kegiatn usaha Perseroan;

d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. Alamat lengkap Perseroan.

(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan.

(3) Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama

Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya pengajuan permohonan “pengesahan” status badan hukum yang dimaksud sesuai dengan tatacara dan prosedur yang ditentukan dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, serta ketentuan BAB II Peraturan Menteri No. H-10-HT 01-10 Tahun 2007 tanggal 21 September 2007 tentang Tatacara Pengajuan Permohonan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan.

Tahapan yang harus dilakukan diawali dengan para pemegang saham melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa dengan agenda penyesuaian Anggaran Dasar (AD), selanjutnya berdasarkan hasil keputusan RUPS, para pendiri menghadap Notaris untuk dibuatkan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR). Dalam

(9)

9 Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) tersebut akan dijelaskan secara rinci mengenai ketentuan pasal mana saja yang akan disesuaikan, kemudian dibuatkan Akta Perubahan Anggaran Dasar dilanjutkan dengan mengajukan Permohonan Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar yang ditujukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Msnusia (HAM) Republik Indonesia.

Salah satu pernyataan yang harus dipenuhi yaitu melakukan pengisian aplikasi yaitu FIAN 1 (untuk pendirian), FIAN 2 (untuk perubahan Anggaran Dasar yang membutuhkan pelaporan), FIAN 3 (untuk perubahan Anggaran Dasar yang hanya membutuhkan pemberitahuan).

Berikutnya ketentuan Pasal 157 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menyebutkan bahwa :

“Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan”

Ketentuan tersebut diatas mengisyaratkan bahwa apabila suatu Perseroan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, maka Perseroantersebut akan dikenai sanksi yaitu dapat dibubarkan berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri atas permohonan Kejaksaan atau pihak lainnya yang berkepentingan sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 157 ayat (4) undang-undang ini.

Selanjutnya ketentuan bidang Perbankan akan membebani persyaratan bagi Perseroan yang akan mengajukan permohonan kredit, diatur ketentuan bahwa Perseroan tersebut harus sudah menyesuaikan anggaran dasarnya serta mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM RI berdasarkan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas yang baru. Apabila Perseroan tersebut belum melakukan penyesuaian maka proses pengajuan kredit bank dapat ditolak atau ditunda oleh pihak bank. Efek jangka panjang lainnya apabila Perseroan tidak menyesuaikan anggaran dasarnya, maka sewaktu-waktu nama Perseroan tersebut dapat dipergunakan oleh pihak lain karena sudah tidak terdaftar dalam Daftar Perusahaan, selanjutnya ketika hendak merubah suatu hal dalam Anggaran Dasar (AD) maupun terjadi perbuatan hukum lainnya, hal tersebut tidak dapat dilaksanakan secara legal karena perbuatan hukum tersebut tidak dapat disetujui, serta harus diberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri Hukum dan HAM RI dikarenakan Perseroan tersebut sudak tidak terdaftar dan tidak dapat didaftar karena sudah lampau waktu.

(10)

10 Jika hanya melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun, akan tetapi nama Perseroan belum dipergunakan oleh pihak lain maka dapat diajukan pendirian Perseroan baru dengan nama Perseroan yang lama, dengan tatacara pendirian Perseroan awal.

VI. Kesimpulan

1. Konsekuensi yuridis dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas terhadap Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan ketentuan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas yang lama adalah bahwa Perseroan tersebut tetap berlaku status badan hukumnya, apabila telah memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 157, Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, sedangkan bagi Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau belum melakukan perubahan anggaran dasarnya sampai pada saat diberlakukannya Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas yang baru, maka apabila agar tetap diakui keberadaannya harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 yat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 2. Konsekuensi yuridis berikutnya adalah adanya penerapan sanksi sebagaimana

diatur dalam ketentuan Pasal 157 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas bagi Perseroan yang tidak segera melakukan penyesuaian dan perubahan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan Putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Setelah ditarik kesimpulan-kesimpulan penelitian ini, penulis akan menyampaikan beberapa saran pemikiran yang mudah-mudahan menjadi solusi dalam menyelesaikan permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, maka agar melakukan sosialisasi Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas kepada stakeholder secara berkesinambungan, agar dapat diketahui dan dilaksanakan penyesuaian dan perubahan anggaran dasar Perseroan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang baru.

(11)

11 2. Untuk meminimalisir permasalahan yang timbul akibat diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perubahan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas serta mengoptimalkan sistem pengawasan maka segera membentuk Tim Pegawas Gabungan Lintas Sektoral yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Masyarakat lainnya. Selanjutnya tidak kalah pentingnya yaitu penegakan hukum dengan menerapkan sanksi bagi setiap perseroan yang melanggar dan tidak melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan.

VII. Daftar Pustaka

Abdulkadir Muhammad, 2002, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Bhakti, .

Aminuddin dan H. Zaenal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Achmad Ichsan, 2000, Hukum Perdata, Jakarta, Pembimbing Masa, Jakarta.

Amir Karamoy, 1997, Investasi Perseroan Terbatas, Jakarta, KONTAN No. 17 Tahun I, 20 Januari 1997.

Binoto Nadapdap, 2009,Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta, Penerbit Jala Permata Aksara.

Chidir Ali, Badan Hukum, 2005, Bandung, PT. Alumni, Bandung.

CST. Kansil, Kitab Undang-Undang Hukum Perusahaan, 2009, Jakarta PT. Pradnya Paramita

CST. Kansil, Christine S.T Kansil 1994, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Bisnis) Bagian 2, 1994, Jakarta, Pradnya Paramita.

Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi & Komisaris Perseroan Terbatas, 2009, Jakarta, Visimedia.

Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, 2009, Jakarta, Djambatan. IG Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, 2007, Jakarta, Megapoin.

Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, 2009, Jakarta, Sinar Grafika.

V. Winarto, Pengembangan Perseroan Terbatas (Perseroan Terbatas) di Indonesia, Aspek Hukum dan Non Hukum, 1996, Jakarta, Ikatan Advokad Indonesia.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, 2002, Jakarta, PT. Intermassa.

Sentosa Sembiring, 2006, Bandung, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Penerbit Nuansa Aulia.

_________ Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas _________ Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(12)

12

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI PEMBELAJARAN

KUANTUM

PADA MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA UNTUK MATA KULIAH WRITING

MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

Oleh : 1. Fikri Asih Wigati & Nia Pujiawati

ABSTRACT

Students often face the problem of having low motivation in joining writing class. Therefore the research was aimed to know the effect of Quantum Teaching Strategy ( QTS) on the student’s motivation in comparison to Conventional Teaching Strategy ( CTS). The quantitative research was to measure the effect of QTS on students’ motivation. The data was taken from an experimental research by using questionnaires. the finding showed that QTS affected the performance of English Speaking skill. The teaching strategy questionnaire was also used to get Student’s opinion about teaching method they had gotten to support the validity of the hypothesis. The result shows that the students are motivated to be involved in the learning process.

A. LATAR BELAKANG

Pembelajaran writing (menulis) pada pembelajaran bahasa Inggris serupa dengan pembelajaran keterampilan-keterampilan yang lain, khususnya listening (menyimak) dan speaking (berbicara). Ketiganya membutuhkan srategi pembelajaran yang memicu motivasi karena writing, mengarah tidak hanya pada aspek kognitif tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan skill/ kemampuan. Sedangkan pembelajaran yang selama ini sering diterapkan adalah pembelajaran pasif dimana mahasiswa hanya menerima apa yang disampaikan dosen dan melakukan apa yang diperintah dosen tanpa adanya motivasi dari diri mahasiswa sendiri untuk belajar. Maka dari itu teknik pembelajaran harus terus dikembangkan karena saat ini mata kuliah writing mengharuskan dosen memahami bagaimana mengajarkan fluency (kelancaran) dan accuracy (akurasi); bagaimana menggunakan teks yang kontekstual; bagaimana memfokuskan tulisan untuk tujuan komunikasi linguistik, dan bagaimana meningkatkan motivasi mahasiswa agar menulis menjadi habit (kebiasaan).

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah Strategi Pembelajaran Kuntum memiliki pengaruh terhadap motivasi belajar mahasiswa dalam mata pelajaran writing dibandingkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional?

(13)

13 C. TINJAUAN PUSTAKA

1. Strategi Pembelajaran Kuantum

Pembelajaran Quantum adalah strategi pengajaran yang dikembangkan di sepanjang era behavioris, humanistik, dan pendekatan kognitif. Dari berbagai pendekatan, dalam belajar-mengajar Quantum merupakan paket model pembelajaran untuk memfasilitasi siswa untuk belajar secara efektif (Marzuki, 2006

Sebagai strategi pengajaran, pengajaran Kuantum dimulai dari pembelajaran yang didasarkan pada teori kognitif dan implementasi kelas langsung. Pembelajaran ini mengintegrasikan pengalaman belajar menjadi suatu kesatuan yang utuh, membuat konten lebih bermakna dan relevan dengan kehidupan siswa (DePorter, 2002). Hal ini menyiratkan bahwa model pembelajaran kuantum mengintegrasikan keterampilan belajar dan mendorong siswa menjadi pembelajar yang efektif, bertanggung jawab untuk pendidikan mereka sendiri.

DePorter (1999) juga menyebutkan 5 prinsip strategi kuantum mengajar. Yang pertama adalah kebermaknaan lingkungan belajar. "Semuanya berbicara". Ini berarti segala sesuatu di kelas memiliki pesan kepada siswa. Cara pengajaran, materi, media, dan pengaturan kursi akan memberikan dampak kepada siswa. Kedua adalah "Semuanya ada di tujuan". Hal ini berarti bahwa selalu ada tujuan dari apa yang guru lakukan dan apa yang harus siswa pelajari. Jadi, guru harus memiliki rencana yang tepat untuk menjalankan kegiatan pengajaran untuk mencapai tujuan dari proses belajar. Yang ketiga adalah " penemuan belajar". Hal ini diyakini bahwa belajar adalah masalah interaksi dengan kata. Prinsip ini menyoroti pengalaman siswa untuk formulasi mereka sendiri dalam mencari konsep baru yang mereka pelajari. "Akui segala upaya". Untuk mempelajari sesuatu mengambil risiko, siswa harus keluar dari zona kenyamanan mereka. Dengan mengakui upaya siswa dan menciptakan fokus dari upaya siswa, para siswa akan merasa diri mereka sebagai murid yang baik. Siswa juga akan mampu menyelesaikan tugas mereka sekaligus dapat mengukur kemampuan mereka sendir. Prinsip terakhir adalah "Merayakan". Hal ini mencerminkan pengakuan positif untuk usaha dan partisipasi siswa. Guru didorong untuk selalu menyampaikan penghargaan atas penyelesaian tugas mereka dengan cara ceria.

2. Prosedur Pembelajaran Kuantum

DePorter (1999) merumuskan 5 langkah dari prosedur mengajar kuantum.

a. Langkah pertama adalah "pengenalan diri siswa''. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menangkap rasa ingin tahu siswa dan minat. Guru dapat belajar tentang seperti apa siswa dan apa yang tidak disukai siswa, gurupun harus mempelajari tentang apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk belajar. Kemudian, guru dapat menjamin manfaat dari pembelajaran.

(14)

14 b.Mengalami adalah langkah kedua. Melalui eksplorasi ‘mengalami’, mahasiswa dapat memiliki memori jangka panjang tentang isi materi pembelajaran daripada jika mereka hanya membaca atau mendengarkan penjelasan guru.

c. Diskusi dan verifikasi adalah langkah selanjutnya. Baik guru maupun siswa aktif dalam diskusi tentang apa yang siswa alami dalam proses pembelajaran.

d. Menunjukkan adalah langkah kelima. Dalam kegiatan ini para siswa memamerkan kemampuan mereka pada materi yang diberikan. Demonstrasi ini akan membuat siswa ingat konsep dari eksplorasi dan diskusi di bawah kontrol guru. Ini juga melatih mereka untuk menjadi lebih percaya diri.

e. Langkah terakhir adalah perayaan. Guru dapat memberikan pujian kepada siswa dan mendorong seluruh kelas untuk menghargai upaya mereka untuk menyelesaikan tugas.

3. Motivasi

Dalam kaitannya dengan belajar, motivasi dapat bergerak sebagai motif yang juga berfungsi sebagai tujuan tersembunyi, atau 'motivasi intrinsik’. Motivasi juga dapat bergerak karena hal-hal di luar orang tersebut, atau disebut 'motivasi ekstrinsik'. Oleh karena itu, motivasi intrinsik untuk belajar adalah kecenderungan siswa untuk menemukan nilai belajar dan manfaat dari kegiatan belajar. Stipeck (1993) menunjukkan bahwa kecenderungan belajar dengan giat diyakini memiliki nilai-nilai yang dapat memenuhi keinginan. Dalam pengertian ini, motivasi dikaitkan dengan kecenderungan belajar sebagai sarana untuk memenuhi kepuasan lain. Sebagai contoh, seorang siswa belajar untuk membuat orang lain bahagia. Dengan belajar, ia mendapat penghargaan seperti hadiah, atau barang yang mungkin menarik. Dengan kata lain, motivasi intrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu demi diri sendiri. Sementara itu, motivasi ekstrinsik adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dengan cara untuk mencapai tujuan di luar. (Epstein & Rogers, 2001).

Dalam konteks pendidikan, seorang mahasiswa dengan motivasi intrinsik untuk belajar merasakan pentingnya pendidikan untuk diri sendiri. Hal ini berlaku untuk apa yang dinyatakan oleh Raffini (1996) bahwa motivasi intrinsik adalah pilihan untuk melakukan aktivitas tanpa paksaan atau tuntutan dari luar. Mahasiswa didorong untuk melakukan sesuatu untuk menemukan dan menaklukkan tantangan yang dia hadapi. Dia belajar karena dia ingin tahu isi materi dan percaya bahwa belajar sangat berguna baginya. Motivasi intrinsik ditandai dengan otonomi dalam melakukan sesuatu, pengendalian, dan bertanggung jawab atas pilihan resiko. Sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi ekstrinsik, belajar adalah hanya sarana untuk mencapai sesuatu. Dia, misalnya, ingin belajar keras karena akan ada ujian. Tes adalah alat untuk dia untuk mendapat skor yang baik. Dalam pikirannya, dengan hasil tes, dia akan mendapatkan pujian dari orang tua. Dalam

(15)

15 pengertian ini, pujian, atau komentar positif adalah reinforcers yang memicu dan mengendalikan kegiatan belajarnya.

Motivasi intrinsik dan ekstrinsik bukanlah dua hal yang terpisah atau dikotomi. Sebaliknya, mereka dinyatakan sebagai kontinum (Jacobsen et al., 2004). Motivasi intrinsik dan ekstrinsik adalah tepi dari dua kontinuum, yang berarti bahwa semakin tinggi motivasi intrinsik, semakin rendah motivasi ekstrinsik, dan sebaliknya. Dua kelompok mahasiswa, misalnya, mempelajari materi pelajaran yang sama. Satu studi kelompok karena topik yang menarik, dan kelompok lain ingin belajar karena mereka ingin mendapatkan nilai yang baik dalam ujian. Dari kedua kelompok, tampak bahwa kelompok pertama belajar karena topik yang menarik berfungsi sebagai motivasi intrinsik. Sementara itu, kelompok kedua yang belajar untuk skor yang baik merupakan siswa dengan motivasi ekstrinsik. Siswa dengan motivasi intrinsik mencapai hasil yang lebih baik daripada siswa yang belajar karena motivasi ekstrinsik. Dengan demikian, pembelajaran ini diharapkan tumbuh dari kepentingan siswa bukan dari reward yang ditawarkan oleh guru. Lebih penting lagi, motivasi intrinsik tumbuh karena kemampuan pendidik dalam menanamkan pentingnya topik yang baik untuk belajar. Namun, itu tidak berarti bahwa pemberian hadiah tidak penting. Dalam situasi yang tidak memungkinkan siswa untuk secara intrinsik termotivasi, para pendidik pada gilirannya perlu memberikan siswa penghargaan yang membuat mereka belajar lebih baik dan lebih bersemangat.

4. Indikator Individu yang Memiliki Motivasi

Abin Syamsudin M (1996) mengemukakan indikator individu yang memiliki motivasi yaitu: a) Durasi kegiatan

Individu yang memiliki motivasi tinggi biasanya memiliki kecenderungan untuk mau melakukann lebih lama daripada individu yang memiliki motivasi rendah.

b) Frekuensi kegiatan

Individu dengan motivasi tinggi selalu mengharapkan untuk memiliki kegiatan yang lebih sering ( dalam satu periode) daripada individu yang kurang termotivasi.

c) Presistensinya pada tujuan kegiatan

Individu yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki presistensi yang tinggi terhadap tujuan kegiatan.

d) Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi kegiatan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.

Individu yang memiliki motivasi tinggi akan tabah dalam menghadapi masalah dan ulet untuk berjuang demi mencapai tujuan.

(16)

16 Individu yang memiliki motivasi tinggi akan bersedia untuk mengabdikan diri dan melakukan pengorbanan (dapat berupa tenaga, pikiran, ataupun uang) untuk mencapai tujuanya.

f) Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan

Individu yang memiliki motivasi tinggi cenderung memiliki keinginan untuk mencapai target yang tinggi dari kegiatan yang dilakukanya

g) Tingkat kualifikasi prestasi

individu yang memiliki motivasi cenderung ingin meiliki output positif dari sasaran kegiatanya, contoh: individu menginginkan output belajar yang memadai, dan memuaskan

h)Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan.

Individu yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki sikap positif terhadap sasaran kegiatan.

5. Hubungan antara Motivasi dan Strategi Quantum Teaching

Sejalan dengan teori kognitif, pengajaran kuantum juga menempatkan kepercayaan dan keyakinan sebagai modal untuk mengembangkan motivasi untuk berhasil. Para dosen tugasnya adalah untuk membangun keyakinan dan harapan mahasiswa sebagai motivasi untuk berhasil. Menghargai pentingnya potensial mahasiswa menjadi kunci humanistik bagi dosen agar mahasiswa mamahami tujuan utama dalam belajar,memupuk rasa ingin tahu, dan menghimpun perhatian mahasiswa terhadap materi yang akan diajarkan. Diharapkan dosen dapat mengeksplorasi kepercayaan diri mahasiswa untuk membangun kemampuan mahasiswa untuk berhasil mengatasi tantangan. Selain memfasilitasi kepercayaan diri untuk berhasil, dosen juga menekankan rasa tanggung jawab terhadap tujuan dan tugas-tugas yang harus dilakukan mahasiswa. Semua akan diinternalisasi oleh mahasiswa dalam bentuk motivasi belajar yang tinggi. Mahasiswa akan memiliki komitmen dan ketekunan dalam mengerjakan tugas-tugas yang menantang.(Stipeck:2004).

D. METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimental. Frankel & Wallen (1996: 263) menyatakan bahwa:

"Metode penelitian eksperimental adalah jenis penelitian yang mencoba untuk mempengaruhi suatu variabel tertentu. Dalam penelitian eksperimental, peneliti melihat pengaruh minimal satu variabel independen terhadap satu atau lebih independent variabel".

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah "eksperimen semu". Jenis percobaan ini adalah untuk mengetahui hubungan kausal antara eksperimen dan kelompok kontrol di mana variabel dependen tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh peneliti. Persyaratan yang tidak dipenuhi adalah tidak adanya random sampling .

(17)

17 Sedangkan variable yang ada dalam penelitian ini adalah dua jenis variable yaitu variable bebas dan terikat. Variabel bebas yaitu Strategi Pembelajaran Kuantum (X) dan variable terikat yaitu motivasi belajar mahasiswa(Y).

2.Sampel

Sampel penelitian ini adalah kelompok mahasiswa prodi bahasa inggris di Universitas Singaperbangsa pada semester IV di Karawang, Jawa Barat Indonesia. Sampel adalah siswa terdiri dari kelompok eksperimen dan kontrol. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2012 ketika semester berakhir. Semester IV adalah tingkat menengah di tingkat universitas dimana menurunya motivasi belajar rawan terjadi karena beberapa factor seperti kebosanan dan tingkat kesulitan materi yang semakin tinggi.

3.Instrumentasi

Instrumentasi penelitian ini adalah kuesioner motivasi dan kuesioner strategi pembelajaran. a. Kuesioner Motivasi

Tabel Kisi-kisi Angket Motivasi

Indikator No Soal

Durasi Kegiatan 1,4,8,9

Frekuensi Kegiatan 3,6,12

Presistensi pada tujuan kegiatan 2,7,13

Ketabahan, keuletan dalam menghadapi kesulitan 18,21,22 Pengabdian dan pengorbanan demi mencapai tujuan 19,20,23

Tingkatan aspirasi yang hendak dicapai 14,15,16

Tingkat kualifikasi prestasi 17,25

Arah dan sikap terhadap sasaran kegiatan 5,10,11

b. Kuesioner Sikap Positif pada Strategi Pembelajaran

Untuk mengukur sikap mahasiswa digunakan skala sikap Likert terhadap proses belajar yang khusus diberikan kepada kelas kontrol sebagai validasi hypothesis. Pernyataan yang disajikan memiliki lima kategori yakni:

Sangat Tidak Setuju (STS=1) Tidak Setuju (TS=2)

Netral (N=3) Setuju (S=4)

Tabel Kisi-kisi Angket Strategi Pembelajaran

Indikator No Soal

Sikap positif terhadap strategi 1,5,7

(18)

18 Motifasi dan kepercayaan diri yang dipengaruhi strategi 4,6,9,10

4. Analisis Data

Untuk menganalisis data, pendekatan kuantitatif digunakan yaitu menganalisis hasil questionnaire GROUP TREATMENT POSTTEST EXPERIMENT X O.2 CONTROL Y O.4 __________________________________________________________________ Treatment effect = ((02-01) - (04-03)

Figure 3.1: Quasi Experiment Research Design Note:

X = Quantum Teaching Strategy (QTS). Y = Conventional Teaching Strategy (CTS).

Untuk menganalisis data, pendekatan kuantitatif digunakan. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menghitung data pada prestasi akademik melalui analisis statistik. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan rumus UJI-T

E. PEMBAHASAN

1. Pembahasan Hasil Kuesioner Motivasi

Berdasarkan rumusan masalah, verifikasi hipotesis dikembangkan dengan pendekatan kuantitatif. Analisa kuantitatif menggunakan T-Test untuk menganalisa dampak Strategi Pengajaran Kuantum pada motivasi mahasiswa dalam mata pelajaran writing dibandingkan dengan strategi belajar konvensional.

Rumusan masalah:

Apakah Strategi Pembelajaran Kuntum memiliki dampak yang signifikan terhadap motivasi mahasiswa dalam mata pelajaran writing dibandingkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional?

Ho: Strategi Pembelajaran Kuantum tidak memberikan dampak yang signifikan motivasi mahasiswa dalam mata pelajaran writing dibandingkan dengan strategi pembelajaran konvensional. Analisa T-Test anatara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum treatmen.

Grup N Mean St.Dev t-obs d.f (degrees

of freedom)

t-table

Eksperimen 20 4,9 4,9 0,03 38 2,0

Kontrol 20 4,8 4,87

(19)

19 Tabel menunjukkan bahwa nilai t-obs jauh lebih kecil daripada t-distribusi,maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sebelum treatmen Strategi Pengajaran Kuantum dilaksanakan kedua grup tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam tingkat motivasi mahasiswa.

Analisa T-Test anatara kelas eksperimen dan kelas kontrol

Grup N Mean St.Dev t-obs d.f (degrees

of freedom)

t-table

Eksperimen 20 6,35 0,84 6,7 38 2,0

Kontrol 20 5,00 0,5

*P>0.05

Tabel menunjukkan bahwa nilai t-obs jauh lebih besar daripada t-distribusi,maka dari itu dapat disimpulkan bahwa setelah treatmen Strategi Pengajaran Kuantum dilaksanakan kedua grup memiliki perbedaan yang signifikan pada motivasi mahasiswa. Hal ini membuktikan bahwa Ho: Strategi Pembelajaran Kuantum tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap motivasi mahasiswa dalam mata pelajaran writing dibandingkan dengan strategi pembelajaran konvensional ditolak dan dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kuantum memberikan dampak yang signifikan terhadap motivasi mahasiswa dibandingkan dengan strategi pembelajaran konvensional. 2. Pembahasan Hasil Kuesioner Strategi Pembelajaran

Untuk memfalidasi hasil hipotesis, kuesioner sikap mahasiswa terhadap strategi pembelajaran diberikan. Berikut adalah hasilnya:

Tabel Penghitungan Skor Data Kuesioner pada Kelas Eksperimen

Soal SS=5 S=4 N=3 TS=2 STS=1 total 1 10x5=50 6x4=24 4x3=12 0x2=0 0x1=0 86 2 8x5=40 8x4=32 4x3=12 0x2=0 0x1=0 84 3 7x5=30 10x4=40 3x3=9 0x2=0 0x1=0 79 4 10x5=50 5x4=20 5x3=15 0x2=0 0x1=0 85 5 7x5=35 7x4=28 4x3=12 2x2=4 0x1=0 79 6 8x5=40 9x4=36 2x3=6 1x2=2 0x1=0 84 7 5x5=25 15x4=60 5x3=15 0x2=0 0x1=0 100 8 11x5=55 6x4=24 3x3=9 0x2=0 0x1=0 88 9 6x5=30 12x4=48 2x3=6 0x2=0 0x1=0 84 10 9x5=45 7x4=28 4x3=12 0x2=0 0x1=0 85

* Jumlah skor ideal untuk item skor tertinggi (SS)= 5x20=100 Deskripsi:

(20)

20 Kuesioner kedua berkenaan dengan penilaian mahasiswa kelas eksperimen tentang strategi pengajaran kuantum menunjukkan prosentase penilaian positif yang tergolong kuat yaitu 79% untuk setiap item.

F. KESIMPULAN

Dari data komputasi T-Test yang dikomparasikan dengan T-Tabel, dapat disimpulkan bahwa Strategi Pembelajaran Kuantum dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam mata kuliah Writing. Dengan kata lain, mengajar writing dengan strategi pembelajaran Kuantum akan lebih efektif untuk meningkatkan motivasi internal mahasiswa dibandingkan dengan menggunakan strategi pembelajaran konvensional.

Hal ini diperkuat dengan data hasil kuesioner kedua berkenaan dengan penilaian mahasiswa kelas eksperimen tentang strategi pengajaran kuantum yang menunjukkan prosentase penilaian positif yang tergolong kuat yaitu . dari 79% untuk setiap item.

. DAFTAR PUSTAKA

. Alwasilah,Chadar. (Bukan) Bangsa Penulis. Pikiran Rakyat: 28 Februari 2012

Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles. An Interactive Approach to Language Pedagogy. Englewood Cliffs: Prentice Hall.

Brown,H.D. 2007. Perinsip Pembalajaran dan Pengajaran Bahasa. Kedutaan Besar Amerika Serilkat: Jakarta

Carnell, E. ( 2005). Understanding and enriching young people learning: issues, complexities and challenges. Improving School.

Carnell, E., & Lodge, C. (2002). Supporting effective learning. London: A Sage Publication Company.

Dweck, C. (2000). Self-theories: Their role in motivation, personality, and development. USA: Taylor & Francis.

DePorter. 2002. Quantum Learning. ( translated by Ary Nilandari). Bandung. Kaifa

DePorter, B. Reardon, & Nourie. 1999. Quantum Teaching: Orchestrating Student Success. Boston: Allyin and Bacon

Epstein, R., & Rogers, J. (2001). The big book of motivation games. USA: McGraw-Hill companies, Inc.

Frankel and Wallen. 1996. How To Design And Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill.inc

Harmer, Jeremy. 2002. The Practical English as a Foreign Language Teaching. Malaysia: Pearson Education Limited.

Harmer, Jeremy. 2007. How to Teach English. China: Pearson Education Limited.

Hughes ,Arthur. 1989. Testing For language Teachers. Melbourne: Cambridge University Press Jacobsen, D., Eggen, P., & Kauchak, D. (2004). Methods for teaching : Promoting student

learning, New Jersey : Prentice Hall.

Marzuki, (2006). Joyful learning ; Pidato Pengukuhan Guru Besar. Ma’ruf,Zuhdi.2007. Peningkatan Motivasi .Jurnal Geliga Sains:Riau

Makmur, Abin Syamsudin. (1996). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Raffini, J. P. (1996). 150 ways to increase intrinsic motivation in the classroom, Massachusetts:

Allyn & Bacon.

Stipeck, D.J. (1993). Motivation to learn: From theory to practice, Massachusetts: Allyn and Bacon

(21)

21

MENGGUNAKAN KERANGKA KERJA COBIT 4.1 PADA DOMAIN PLAN AND

ORGANISE di UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

Oleh: Ade Andri Hendriadi, M.Jajuli, Kun Siwi T hendri2k@gmail.com

Abstrak

UNSIKA yang saat ini bertugas dalam pelayanan bidang pendidikan dan telah didukung oleh teknologi informasi berupa sistem informasi akademik, membutuhkan suatu pengawasan dan penilaian terhadap kinerja sistem informasi akademik tersebut secara periodik. Adanya human error karena pengawasan dan penilaian terhadap kinerja teknologi informasi hanya dilakukan jika ada keluhan dari unit kerja mengenai layanan teknologi informasi tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan yang ada, perlu diadakan audit sistem informasi akademik. Audit sistem informasi akademik mengacu pada standar Control Objectives for Information and Related Technology (COBIT) 4.1 yang mempunyai kompromi yang cukup baik delam keleluasaan cakupan pengelolaan dan kedetailan proses-prosesnya serta COBIT merupakan panduan yang paling lengkap dari praktik-praktik terbaik untuk teknologi informasi.

COBIT merupakan salah satu kerangka kerja yang digunakan untuk menilai, mengukur dan mengendalikan kinerja institusi dalam pengelolaan SI / TI. COBIT juga bisa diterima dan diselaraskan oleh para penggunanya, karena kerangka kerja ini dibangun dari tujuan, aturan & kebijakan institusi. Lalu semua proses dianalisa dengan melihat keselarasan antara tujuan yang akan dicapai dengan prosedur / kebijakan yang diimplementasikan oleh institusi tersebut.

Hasil dari kajian yang dilakukan adalah membuat pengukuran kinerja Sistem informasi akademik (SIA) yang berupa analisa, pemetaan level maturity dan rekomendasi bagi institusi pendidikan tinggi yaitu Universitas Singaperbangsa Karawang.

Kata kunci :

COBIT, Pengukuran kinerja, Audit, KGI, KPI, IT Governance

PENDAHULUAN

Pengukuran kinerja pada sistem informasi akademik yang memanfaatkan TI sebagai sebagai sarana pendukungnya diharapkan dapat mendukung pengelolaan dari proses proses pendidikan yang dilakukan misalnya pada awal saat seleksi masuk untuk mahasiswa baru, proses belajar mengajar yang dilakukan, komponen pendukung perkuliahan seperti metoda yang digunakan, kurikulum dan ketentuan lain seperti pembuatan SAP, dosen, mahasiswa, fasilitas, sarana dan prasarana lainnya sampai kelulusan mahasiswa yang perlu dievaluasi agar menghasilkan kualitas dan layanan pendidikan yang baik dan kompetitif.

Atas dasar permasalahan diatas, maka perlu dilakukan pengukuran kinerja yang kerangka kerjanya menggunakan COBIT 4.1 Framework. Pengukuran kinerja dilakukan dari proses kegiatan belajar mengajar sampai menghasilkan lulusan. Hasil dari proses ini sebagai bahan acuan dalam pembuatan sistem informasi yang baru yang bersesuaian dengan kebijakan institusi atau lembaga. Untuk itu, maka Penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti tentang “PENGUKURAN KINERJA SISTEM INFORMASI AKADEMIK DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA KERJA COBIT 4.1 PADA DOMAIN PLAN AND ORGANISE (Studi Kasus : Universitas Singaperbangsa Karawang)” yang hasilnya berupa rekomendasi yang akan dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam

(22)

22 pembuatan system informasi yang baru yang akan dibuat di lingkungan Universitas Singaperbangsa Karawang sesuai dengan kebijakan-kebijakan lembaga

TUJUAN PENELITIAN

1. Mendapatkan gambaran mengenai kinerja sistem informasi akademik di Universitas Singaperbangsa Karawang yang telah lama dipakai.

2. Melakukan analisa dan menilai kesesuaian antara standar kebijakan di bidang akademik yang ada di Universitas Singaperbangsa Karawang dengan implementasi yang sudah dilakukan, hal ini dijadikan sebagai bahan acuan untuk evaluasi dari sistem akademik yang ada di Universitas Singaperbangsa Karawang.

3. Menghasilkan rekomendasi yang akan dijadikan acuan untuk pembuatan sistem informasi yang baru.

METODOLOGI PENELITIAN

Berikut ini metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis, yaitu :

1. Mempelajari pustaka/sumber literatur misalnya mengenai COBIT Framework, tahapan audit, sistem akademik.

2. Pengumpulan data dan dokumen mengenai internal institusi seperti visi, misi, sasaran, arsitektur TI, struktur organisasi, RIP (rencana induk pengembangan) termasuk kebijakan pengelolaan TI.

3. Identifikasi secara umum dari proses pembelajaran yang dilakukan di Universitas Singaperbangsa Karawang .

4. Melakukan observasi dengan pengamatan lansung terhadap aktivitas kegiatan akademik yang dilakukan secara langsung sehingga lebih mengacu pada inti permasalahan.

5. Melakukan analisa terhadap sistem akademik yang mengacu pada COBIT Framework dengan menggunakan kuesioner.

6. Melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang terkait misalnya wakil rektor bidang akademik, bidang akademik (BAAK), dekan, ketua program studi, staf IT dan staf administrasi, serta dosen.

7. Melakukan analisis data

Membuat rekomendasi dari hasil audit untuk pengembangan sistem informasi akademik yang akan dibuat sesuai dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan kebijakan lembaga.

TAHAPAN PENGUKURAN KINERJA SISTEM INFORMASI AKADEMIK Berikut ini adalah tahapan pengukuran kinerja yang dilakukan :

(23)

23 Gambar 1

Tahapan Pengukuran Kinerja Sistem Informasi Akademik Penjelasan gambar 1 tahapan pengukuran kinerja sistem informasi akademik 1. Studi literatur

Mencari bahan materi yang berkaitan dengan topik yang diambil, dan melakukan analisa dan perbandingan terhadap teori yang didapat.

2. Menetapkan domain dan proses SI

Yaitu menetapkan domain atau fokus bahasan yang ada dalam COBIT yaitu pada domain planning organization (PO).

3. Analisa system

Analisa sistem dilakukan dengan cara melakuakn wawancara dengan bagian yang terkait dengan sistem yang sedang dianalisa, misalnya ketua, BAAK, dosen, staf IT dan staf penjamin mutu.

4. Menentukan indikator-indikator penelitian a. Menetapkan KPI

Yaitu dengan menentukan indikator apakah proses yang sedang dilakukan telah berjalan dengan baik, terjadi penyimpangan atau sesuai dengan yang ditetapkan sehingga dapat mencapai tujuan yang ditetapkan oleh institusi.

b. Menetapkan KGI

Menentukan indikator keberhasilan / goal yang dicapai dengan melihat kriteria seperti adanya ketersediaan informasi yang dapat mendukung proses bisnis, integritas, efisiensi dan efektifitas biaya proses dan operasi, kerahasiaan data dan kehandalan informasi.

(24)

24 5. Memetakan posisi

Memetakan hasil dari perhitungan kuesioner ke dalam tingkatan model maturity dari tiap PO yang terkait. Pemetaan proses tersebut dibuat dengan ranking / pengurutan dalam skala 0-5, 6. Membuat kuesioner

Pembuatan kuesioner ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai fakta dan opini lebih cepat dan menyeluruh terhadap responden dari domain PO ntuk tiap proses yang terkait. 7. Penyebaran Kuesioner

Tahap dimana melakukan penyebaran kuesioner ke responden. 8. Evaluasi Kuesioner

Melakuan evaluasi dengan melihat secara umum jawaban yang diberikan responden dengan melalukan uji validitas dan uji reliabilitas intrumen terlebih dahulu sebelum dilakukan perhitungan-perhitungan data.

9. Perhitungan & analisa kuesioner

Melakukan perhitungan dengan teknik pengukuran deskriptif dan memberikan analisa kuesioner pada domain PO.

10. Perhitungan maturity level

Melakukan perhitungan model maturity dengan mengacu pada indek pembulatan tingkat maturity

11. Membuat analisa dan rekomendasi

Analisa atau rekomendasi yang dibuat berdasarkan hasil pemetaan dalam level maturity dan hasil observasi data yang diperoleh Tujuan rekomendasi adalah mambantu memberikan saran kepada manajemen untuk memperbbaiki dan menambahkan hal - hal yang harus diperbaiki berdasarkan hasil data yang diperoleh.

12. Membuat laporan pengukuran kinerja

Yang terakhir dalam proses pengukuran kinerja ini adalah membuat dan mendokumentasikan laporan pengukuran kinerja.

PERHITUNGAN INDEK MATURITY

Jumlah responden pada penelitian ini adalah 34 orang sesuai dengan pengambilan sampel untuk kebutuhan audit.Penilaian tingkat maturity setiap proses TI mengacu pada maturity model COBIT Management Guidelines dan dihitung menggunakan rumus :

Indeks maturity=

Tabel 1 Rekapitulasi hasil Perhitungan Kuesioner Domain Total Indeks Level

(25)

25 PO2 1045 2.560 3 PO3 640 2.688 3 PO4 718 2.346 2 PO5 829 2.709 3 PO6 647 2.380 2 PO7 1027 2.747 3 PO8 343 2.017 2 PO9 1055 2.217 2 PO10 911 2.233 2

Tabel 2 Resume Current maturity pada penerapan Sistem Informasi Akademik UNSIKA pada domain PO

Maurity Level Domain PO

Rata-rata 2.446

Maksimal 2.747

Minimal 2.017

EVALUASI TATA KELOLA TI SAAT INI

Secara umum tata kelola TI saat ini dapat dilihat dari hasil perhitungan tingkat kematangan (maturity level) tata kelola TI untuk Sistem Informasi . Pada tabel 3 berikut akan disampaikan hasil rekapitulasi tingkat kematangan (maturity level) untuk domain PO.

Tabel 3 Curent Maturity domain Plan and Organise

Domain Proses Curent

Maturity

PO1 Menentukan Sebuah Rencana Strategis TI 2.568

PO2 Menentukan Arsitektur Informasi 2.560

PO3 Menentukan Arah Teknologi 2.688

PO4 Menentukan Proses-prose, Organisasi dan Hubungan-hubungan IT 2.346

PO5 Mengelola Invesasi TI 2.709

PO6 Mengkomunikasikan Tujuan dan Arah Manjemen 2.380

PO7 Mengelola SDM TI 2.747

PO8 Mengelola Kualitas 2.017

PO9 Menilai dan Mengelola Resiko TI 2.217

PO10 Mengelola Proyek-proyek 2.233

Tingkat kematangan (maturity level) domain Plan and Organise dapat disajikan dalam grafik dibawah ini

(26)

26 Gambar 2

Grafik Penilaian Maturity Level Domain Plan and Organise

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat kematangan saat ini (current maturity level) untuk setiap proses yang ada pada domain Plan and Organise hampir secara keseluruhan berada disekitar level 2 (repeatable). Hal ini dapat dikatakan bahwa proses tata kelola TI di UNSIKA sudah dilakukan tetapi belum berjalan secara optimal, telah memiliki pola yang berulangkali dilakukan dalam melakukan manajemen aktivitas terkait dengan tata kelola teknologi informasi, namun keberadaannya belum terdefinisi secara baik dan formal sehingga masih terjadi ketidakkonsistenan.

TINGKAT KEMATANGAN (MATURITY LEVEL)

Dalam tata kelola TI di UNSIKA dengan menggunakan kerangka kerja COBIT 4.1 yang digunakan sebagai acuan adalah maturity level.

Berikut ini tingkat kematangan tata kelola TI di UNSIKA :

Tabel 4 Tingkat kematangan (maturity level) domain Plan and Organise

1,00 2,00 3,00

Menentukan Sebuah Rencana Strategis TI Menentukan Arsitektur Informasi Menentukan Arah Teknologi Menentukan Proses-prose, Organisasi dan

Hubungan-hubungan IT Mengelola Invesasi TI Mengkomunikasikan Tujuan dan Arah

Manjemen

Mengelola SDM TI Mengelola Kualitas Menilai dan Mengelola Resiko TI Menelola Proyek-proyek P O 1 P O 2 P O 3 P O 4 P O 5 P O 6 P O 7 P O 8 P O 9 P O 1 0 Curent Maturity Curent Maturity

Domain Proses Curent

Maturiy

Tingkat Maturit

y

PO1 Menentukan Sebuah Rencana Strategis TI 2.568 3

PO2 Menentukan Arsitektur Informasi 2.560 3

(27)

27 Sedangkan dari tabel 4 tingkat kematangan (maturity level) Plan Organise, maka akan dibuat representasinya dalam grafik radar, seperti yang terlihat pada gambar 3 sebagai berikut :

Gambar 3

Current maturity level vs Expected maturity level pada domain Plan and Organise Sistem Informasi Akademik Unsika KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Tata kelola TI sistem informasi akademik pada Universitas Singaperbangsa Karawang sudah dilakukan walaupun masih belum berjalan secara optimal karena belum mencapai pada tingkat kematangan yang diharapkan.

0 1 2 3 4 5 PO1 PO2 PO3 PO4 PO5 PO6 PO7 PO8 PO9 PO10

Curent Maturity Expected Maturity PO4

Menentukan Proses-proses, Organisasi dan Hubungan-hubungan

IT 2.346 2

PO5 Mengelola Invesasi TI 2.709 3

PO6 Mengkomunikasikan Tujuan dan Arah Manjemen 2.380 2

PO7 Mengelola SDM TI 2.747 3

PO8 Mengelola Kualitas 2.017 2

PO9 Menilai dan Mengelola Resiko TI 2.217 2

(28)

28 2. Tingkat kematangan (maturity level) yang ada pada setiap proses TI yang terdapat dalam domain Plan an Organise (PO) rata-rata pada level 2,446 dan masih berada pada level 2 (repeatable but intuitive).

3. Proses tata kelola TI di UNSIKA telah memiliki pola yang berulangkali dilakukan dalam melakukan manajemen aktivitas terkait dengan tata kelola teknologi informasi, namun keberadaannya belum terdefinisi secara baik dan formal sehingga masih terjadi ketidakkonsistenan.

SARAN

Beberapan saran yang dapat disampaikan pada laporan penelitian ini sebagai berikut :

1. Evaluasi tata kelola TI untuk selanjutnya dapat dilakukan pada semua proses yang ada pada 4 domain dalam COBIT, yaitu Plan and Organise (PO), Acquire and Implement (AI), Deliver and Support (DS) dan Monitor and Evaluate (ME), untuk mendapatkan hasil evaluasi yang lebih lengkap.

2. Evaluasi tata kelola TI ini disarankan dapat dilakukan secara rutin setiap periode waktu tertentu (secara periodik), agar tingkat kematangan yang diinginkan dapat dicapai.

3. Kegiatan evaluasi tata kelola TI dilakukan oleh unit khusus dalam organiasai yang dapat dilakukan secara periodik.

4. Memberikan pelatihan COBIT dan sertifikasi (CISA) bagi individu yang terlibat dalam kegiatan evaluasi tata kelola TI.

5. Dibuatkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk proses tata kelola TI, mulai dari pengisian kuesioner sampai dengan proses pengolahan data.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin, MA, Reliabilitas dan Validitas, Edisi ke-3, 2003, , Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Devi Fitrianah, Yudho Giri Sucahyo, Audit Sistem Informasi/Teknologi Informasi Dengan Kerangka Kerja Cobit Untuk Evaluasi Manajemen Teknologi Informasi Di Universitas Xyz,2009, Jurnal Sistem Informasi MTI-UI, Volume 4, Nomor 1, ISBN 1412-8896

Evi, Evaluasi Tata Kelola Teknologi Informasi dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Layanan Akademik studi kasus UIN Jakarta, 2009, Budi Luhur

Heni Jusuf, It Governance Pada Layanan Akademik On-Line Di Universitas Nasional Menggunakan Cobit (Control Objectives For Information And Related Technology) Versi 4.0, 2009, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009

IT Governance Institute, COBIT Framework 4.1 Edition, 2007

IT Governance Institute, COBIT Focus Volume 1, 2008, The newsletter dedicated to the COBIT® user community IT Governance Institute, COBIT Mapping, 2006, Overview of International IT Guidance, 2nd Edition

ISACA COBIT 4.1,2007, IT Governance Institute

(29)

29 ISACA Integrating COBIT into the IT Audit Process (Planning, Scope Development, Practisee), 2006, IT Governance

Institute

Information System Control Journal, Volume 4, 2004, COBIT in Relation to Other International Standards

Kadir, Abdul, Terra Ch.T, Pengenalan Sistem Informasi, Yogyakarta, 2003, Andi Offset.

Nanang Sasongko, Pengukuran Kinerja Teknologi Informasi Menggunakan Framework Cobit Versi. 4.1, Ping Test Dan Caat Pada Pt.Bank X Tbk. Di Bandung, 2009, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009

Nazir Mohamad, Singgih, SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Jakarta, 2001, Elex Media Komputendo Sarwono, Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, 2006, Graha Ilmu

Sri, Lucia (2009), Penilaian Kematangan Tata Kelola Teknologi Informasi Berdasarkan Kerangka Kerja COBIT Ver 4.0 Khususnya Domain PO (Plan and Organise) dan AI (Acquire and Implement), Budi Luhur ISACA (2004), COBIT Student Book, IT Governance Institute.

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung, 2005, CV Alfabeta. STATUTA UNSIKA 2010, Yayasan Pangkal Perjuangan, 2010, Karawang

(30)

30 PERANCANGAN PORTAL INTRANET UNSIKA

SEBAGAI MEDIA SISTEM INFORMASI KAMPUS (Studi Kasus: Universitas Singaperbangsa Karawang)

Oleh : Oman Komarudin, Nina Sulistiyowati, Nono Heryana

Information System Development in a university should be supported by the frame that has been standarized so that future development can be directed toward the gates of information systems.

The informations gate developed sould provide links to information systems needed, so that will make easier to control and user access.

This research makes a portal of information systems at the University Singaperbangsa of Karawang based on informations systems needs, which are gained from Value Chain Analysis tool. This information systems portal can be applied to the intranet of UNSIKA and will become a frame in developing future information systems.

Keywords: portal, intranet, information system PENDAHULUAN

Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) yang merupakan perguruan tinggi terbesar di karawang harus didukung dengan pemanfaatan teknologi dalam segala bidang termasuk teknologi informasi. Dengan dukungan teknologi, informasi dapat dikelola dengan baik sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pengelola Unsika dan Yayasan Pembina Perguruan Tinggi Pangkal Perjuangan (YPPTPP) dalam menjalankan roda aktifitas institusi.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang membuat sebuah blueprint dan roadmap pengembangan sistem informasi di Unsika, perlu dibuat sebuah frame/lingkungan sistem informasi yang akan menjadi lingkungan pengembangan sistem informasi selanjutnya.

Penelitian ini meneliti dan merancang sebuah lingkungan untuk semua sistem informasi yang akan dikembangkan di Unsika berupa sebuah portal yang akan menyediakan sebuah site intranet yang menyediakan link untuk mengakses semua sistem informasi yang sudah ada dan akan dikembangkan di UNSIKA, serta menjadi acuan dalam pengembangan sistem informasi selanjutnya.

LANDASAN TEORI Value Chain

Istilah ”Value Chain” digunakan Michael Porter pada bukunya ”Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performance” (1985). Value chain analisys (analisis rantai nilai) menggambarkan aktivitas yang dilakukan organisasi dan menghubungkannya dengan posisi kompetitif organisasi.

Analisis rantai nilai menggambarkan aktivitas didalam dan sekitar organisasi, dan menghubungkannya dengan sebuah analisis kekuatan kompetitif organisasi. Kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu dan kemampuan mengelola hubungan antara setiap aktivitas merupakan sumber dari kekuatan kompetitif.

Gambar

Tabel Kisi-kisi Angket Strategi Pembelajaran
Tabel Penghitungan Skor Data Kuesioner pada Kelas Eksperimen
Tabel 2 Resume Current maturity pada penerapan Sistem Informasi Akademik UNSIKA pada  domain PO
Grafik Penilaian Maturity Level Domain Plan and Organise
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apa tugas yang harus dilakukan seperti yang dikatakan Suparno (2007) tugas tutor sebaya adalah (1) guru memberikan petunjuk pada tutor bagaimana mendekati

Analisis Tujuan Penerapan Metode Diskusi dalam Pembelajaran Mata Kuliah Manajemen Pendidikan (MP). Metode diskusi merupakan salah satu cara untuk menyampaikan

Kreativitas sendiri adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungan dimana ia berada, dengan demikian baik perubahan didalam individu maupun didalam lingkungan,

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Yanuar Sidik Ramadan, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Analisis Pengaruh Manajemen Rantai Pasokan terhadap Performa Bisnis

Pelayanan air bersih sistem non perpipaan yang dimanfaatkan oleh penduduk di Kabupaten Luwu untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya cukup tinggi dibanding dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) Kontribusi dan Pertumbuhan Retribusi Obyek Wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Nganjuk tahun 2014-2018. 2) Kontribusi dan

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Locus of Control ( LOC ) dari mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Al-Anwar,

Elemen Biaya Langsung yaitu biaya pembelian kain yang menjadi bahan baku utama perusahaan.. Beban Gaji Buruh dan uang makan adalah biaya tenaga kerja