• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan. keuangan negara. Penggunaan keuangan negara yang akan dibelanjakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menggunakan proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan. keuangan negara. Penggunaan keuangan negara yang akan dibelanjakan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya pemerintah menggunakan proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan berbagai jenis kebutuhan yang diperlukan dengan menggunakan keuangan negara. Penggunaan keuangan negara yang akan dibelanjakan melalui proses pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut harus dikelola secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, berkualitas serta dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi fisik maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.1

1 Tim Redaksi Forum Sahabat, 2011, Buku Pintar Pengadaan Barang & Jasa Pemerintah, Forum Sahabat,

Jakarta, hal.13

Berdasarkan tujuan utama good governance, diperlukan adanya pembenahan terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam rangka meminimalisir penyimpangan administrasi serta tindak korupsi yang sangat merugikan keuangan negara serta menutup berbagai kekurangan dan kesulitan dalam proses pengadaan barang dan jasa secara manual yang telah dilakukan oleh berbagai Kementerian/Lembaga Pemerintah selama ini.

(2)

Pengadaan barang/jasa memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu organisasi sehingga apabila pengadaan tidak diatur dengan baik akan dapat berpotensi untuk :

a. menjauhkan penyedia barang/jasa, karena tidak memiliki kesempatan cukup untuk dapat mengkuti pemilihan penyedia.

b. menghasilkan penyedia yang tidak tepat akibat ketidaksesuaian target bidang usaha pemasok dengan struktur pasar.

c. tingkat persaingan yang rendah akibat persyaratan spesifikasi yang tidak sesuai.

d. sanggahan dan tuntutan akibat ketidakmampuan untuk melakukan keputusan yang benar atau keputusan yang dibuat bukan atas dasar nilai terbaik.

e. ketidakjelasan prosedur akan menyebabkan keputusan yang dipengaruhi oleh kepentingan lain, sehingga timbul pelanggaran terhadap peraturan yang dapat mengakibatkan denda, klaim dan terbuangnya waktu, uang, sumber daya, material dan akan menurunkan secara drastis motivasi untuk melakukan perubahan untuk perbaikan.2

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didapatkan bahwa saat ini sekitar 70 persen praktek korupsi terdapat pada pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Artinya, sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah selama ini masih menjadi ladang subur bagi praktek

2

Yudiyatna Heldi, “Pentingnya Pembentukan ULP (Unit Layanan Pengadaan)”, http://pengadaan.org/2012/01/15/27/, diakses tanggal 18 Agustus 2013

(3)

korupsi. Hal tersebut dikarenakan pada proses pengadaan barang dan jasa, banyak sekali uang yang beredar, sering terjadi kontak tertutup antara penyedia barang/jasa dan panitia lelang, serta adanya prosedur lelang yang sangat kompleks. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan suatu proses yang terbuka dalam pengadaan barang dan jasa.

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, masih memungkinkan bagi Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk melakukan tindak pidana korupsi di setiap tahapannya. Berkaitan dengan banyaknya peluang penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, maka solusi terbaik untuk pemecahan masalah tersebut adalah dengan mempergunakan sistem

e-Procurement yang mengedepankan transparansi dalam pelaksanaannya. E-Procurement adalah proses pengadaan barang dan jasa secara on line melalui internet, dimana seluruh proses pengumuman,

pendaftaran, proses penawaran, aanwijzing, hasil evaluasi atas penawaran dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi.3

E-Procurement memiliki fungsi utama untuk menjamin proses

pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, e-Procurement juga menjamin terciptanya transparansi, standarisasi, dan akuntabilitas proses pengadaan yang

E-Procurement dapat dilakukan melalui dua cara yang terdiri dari e-Tendering dan e-Purchasing.

3

Mochammad Jasin, 2007, Mencegah Korupsi Melalui E-procurement, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, hal.3

(4)

dapat diikuti dan diawasi secara bersama-sama oleh masyarakat. Proses yang transparan dalam pengadaan barang/jasa akan memberikan kesempatan yang sama kepada penyedia barang/jasa dan dalam pelaksanaannya akan mendapatkan pengawasan dari masyarakat. Yang terpenting adalah bahwa, e-Procurement secara khusus atau pengadaan barang/jasa pemerintah secara umum, harus berpihak pada peningkatan kualitas pelayanan publik, tata kelola pemerintahan yang baik, dan kesejahteraan rakyat yang digadang-gadang dalam konsep good

governance.4

Dalam suatu analisis yang dilakukan oleh World Bank, terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh pemerintah dalam melaksanakan e-Procurement di negaranya, yaitu meningkatkan efisiensi persaingan usaha, transparansi dan transaksi dengan biaya yang rendah, Mengurangi terjadinya penyalahgunaan kewenangan dan korupsi melalui prosedur yang dilakukan secara elektronik, serta meningkatkan pengawasan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.5

4

Samsul Ramli, 2013, Bacaan Wajib Para Praktisi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Visimedia, Jakarta, hal. 11

5

Robert Hunja, “E-Procurement:Opportunities & Challenges”, World Bank, 2012, hal.3

Pelaksanaan e-Procurement pada awalnya diatur dalam ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

(5)

Adapun ketentuan mengenai e-Procurement saat ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Di dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini keberadaan e-Procurement mendapatkan porsi lebih besar dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia. Definisi e-Procurement sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 adalah :

“Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan

menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan”.6

Selain itu, tujuan e-Procurement sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 107 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, adalah:

7

E-Procurement sesungguhnya diharapkan mampu menciptakan

sebuah proses pengadaan yang transparan dan akuntabel. Namun a. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

b. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat; c. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan;

d. Mendukung proses monitoring dan audit; dan

e. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.

6

Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 7

LPSE PU, “Sekilas e-Procurement PU”, http://lpse-pu.kompetisiog.com/sample-page/, diakses tanggal 12 Januari 2013

(6)

demikian e-Procurement hanyalah sebuah alat tidak berbeda dengan senjata api yang manfaatnya sangat tergantung pada penggunanya. Sebagaimana istilah It’s depend on the man behind the gun. Dalam kerangka ini terdapat dua hal penting yang dapat membawa

e-Procurement ke arah yang positif, yaitu komitmen dan kompetensi.

Dalam hal apapun, komitmen dan kompetensi merupakan suatu hal yang sangat penting. Terlebih dalam kaitannya dengan penggunaan sebuah sistem. Begitu pula dengan e-Procurement. Banyak pihak yang sangat mendambakan terwujudnya sistem pengadaan barang/jasa yang transparan dan akuntabel melalui sistem e-Procurement ini, namun akhirnya seringkali berujung pada keraguan terhadap keandalan sistem tersebut.8

Dalam proses e-Procurement, legal aspek harus dinyatakan sebagai landasan yang mengikat untuk seluruh procurement yang dilaksanakan secara elektronik, tanpa melihat besaran dari nilai proyek/kegiatan. Dalam upaya menegakkan aspek hukum ini, diperlukan suatu peraturan perundangan yang dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan transaksi elektronik untuk menjamin keabsahan pelaksanaan transaksi, termasuk surat-menyurat melalui media elektronik seperti legal aspek tanda tangan elektronik, dan bea materai untuk berbagai dokumen. Dalam hal ini diperlukan juga suatu jaminan

8

(7)

atas keabsahan dalam mengaudit proses lelang/tender melalui media elektronik (e-Procurement).9

Tidak terdapatnya ketentuan yang memberikan kepastian hukum juga menyebabkan banyak hal yang berkaitan dengan upaya peningkatan pelaksanaan e-Procurement di indonesia belum dapat

Berdasarkan ketentuan Pasal 134 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010, pelaksanaan e-Procurement secara teknis operasional diatur secara lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Perka LKPP) Nomor 18 Tahun 2012 tentang E-Tendering. Namun demikian dalam kenyataannya pelaksanaan e-Procurement tidak hanya didasarkan pada peraturan yang dikeluarkan oleh LKPP saja, karena kementerian dan lembaga pemerintah dalam pelaksanaannya juga mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan e-Procurement sebagai dasar pelaksanaan di lingkungannya masing-masing melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sebagai penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dalam hal ini seringkali terjadi disharmonisasi peraturan atau tumpang tindihnya peraturan yang mengakibatkan ketidakpastian hukum terhadap pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik sehingga menimbulkan perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan dasar hukum yang harus dilaksanakan diantara para pihak.

9

Tutang Muchtar, “Implementasi Pengadaan Secara Elektronik (E-Procument) di LPSE Provinsi Sulawesi Tengah”, Jurnal Infrastruktur, Vol.1 Nomor 1, Juni 2011.

(8)

berjalan secara optimal. Padahal adanya kepastian hukum sangat diperlukan guna melandasi terlaksananya pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement) yang mengedepankan transparansi, dan menciptakan persaingan sehat antara pelaku usaha yang dalam hal ini berlaku sebagai pihak penyedia barang/jasa. Begitu pula dalam upaya pemerintah untuk melakukan optimalisasi dan efisiensi belanja Negara dalam rangka perbaikan dalam pengelolaan keuangan negara dapat segera diwujudkan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga merupakan salah satu landasan hukum yang menjadi latar belakang penyelenggaraan sistem pengadaan barang/jasa secara elektronik di Indonesia. Dalam hal ini,

e-Procurement sebagai satu mata rantai dari sistem manajemen

pembangunan berbasis teknologi informasi, diharapkan mampu mendorong sistem pemerintahan menjadi lebih baik.

Pengadaan barang/jasa pemerintah harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah guna menjamin pelaksanaannya telah dilakukan secara profesional dan tepat sasaran. Keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem danTransaksi Elektronik, sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, memberikan jaminan keamanan terhadap konvergensi transaksi elektronik terutama dalam transaksi yang berbasis keuangan negara.

(9)

Hal ini sejalan dengan menguatnya teknologi informasi dan komunikasi di Pemerintahan. Serta penggunaan teknologi informasi oleh lembaga pemerintah seperti Wide Area Networks, Internet, dan

Mobile Computing, yang dapat mentransformasikan hubungan antara

lembaga pemerintah dengan masyarakat dan dunia bisnis atau disebut dengan Government to Business (G2B).

Sebagai bagian dari Government to Business (G2B), dalam hal transaksi antara pemerintah dengan pihak penyedia barang/jasa yang melibatkan faktor-faktor finansial berbasis keuangan negara,

e-Procurement memerlukan sistem keamanan informasi dalam rangka

menjamin Integritas (Integrity) data transaksi, otentikasi (authentication), keamanan identitas pengirim dan penerima, keabsahan informasi elektronik, kerahasiaan informasi transaksi (privacy) maupun penyangkalan (non repudiation).

Dalam hal ini, adanya langkah-langkah preventif yang dapat melindungi serta menjamin keamanan dalam bertransaksi secara elektronik sebagaimana terdapat dalam kegiatan e-Procurement perlu dilakukan. Salah satunya adalah melalui penggunaan sistem aplikasi keamanan elektronik yang dikeluarkan suatu badan yang dibentuk oleh pemerintah dalam rangka mendukung pelaksanaan sistem

e-Procurement. Dengan tujuan membangun kepercayaan melalui

pelaksanaan otentifikasi terhadap identitas para pihak yang terlibat dalam transaksi pengadaan secara elektronik (e-Procurement) serta

(10)

melakukan verifikasi terhadap integritas data dan infomasi yang dipertukarkan antara pihak pengguna jasa dan penyedia jasa.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dalam tesis ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul : KAJIAN YURIDIS SISTEM E-PROCUREMENT DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang tesis ini, Penulis akan mengangkat beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kewenangan dalam perumusan kebijakan pada sistem pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik

(e-Procurement) sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku?

2. Bagaimanakah kepastian hukum dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang berlaku saat ini di Kementerian Pekerjaan Umum?

3. Bagaimanakah kewajiban dan tanggung jawab hukum Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Pekerjaan Umum sebagai penyelenggara sistem pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement)?

(11)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang diajukan, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penulisan tesis ini adalah untuk: 1. Mengetahui kewenangan dalam perumusan kebijakan pada sistem

pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Mengetahui kepastian hukum dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik yang berlaku saat ini di Kementerian Pekerjaan Umum.

3. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab hukum Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Pekerjaan Umum sebagai penyelenggara sistem pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement)

Masa berlaku penelitian ini adalah 1 tahun, untuk periode waktu tahun 2014. Dengan tujuan untuk memperoleh gambaran potensi yang dapat dicapai pada jangka waktu tersebut serta akselerasi terhadap perubahan yang sering terjadi dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement).

D. Keaslian Penelitian

Dari pengamatan dan sepanjang pengetahuan penulis serta berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis,

(12)

belum pernah ada penelitian hukum yang secara khusus membahas permasalahan yang sama dilakukan terhadap bidang yang diusulkan penulis, baik dalam bentuk skripsi maupun tesis. Bila penelitian hukum yang sama telah dilakukan oleh penulis lain penelitian hukum ini bersifat melengkapi penelitian hukum yang telah ada sebelumnya.

Dalam tesis ini penulis melakukan penelitian terhadap pelaksanaan sistem e-Procurement di Kementerian Pekerjaan Umum dengan berdasarkan pada peraturan-peraturan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik (e-Procurement), dan kesesuaian antara peraturan yang berlaku di Kementerian Pekerjaan Umum dengan peraturan yang dikeluarkan oleh LKPP sebagai lembaga pemerintah yang didaulat oleh Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 untuk merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah secara nasional serta peranan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Pekerjaan Umum dalam menjamin terlaksananya keamanan transaksi elektronik pada sistem pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan secara elektronik (e-Procurement). Untuk kemudian ditinjau dan dikaji berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang perubahan terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor

(13)

70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua terhadap Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, peraturan perundang-undangan terkait, serta pendapat para akademisi maupun praktisi hukum.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta menambah khasanah terhadap ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan terperinci serta dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui proses penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik di lingkungan lembaga pemerintah, khususnya yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Alat pelajaran yang terdiri atas pembukuan dan alat-alat peraga dan laboratorium. Ketiga Media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audiovisual yang

Pergeseran batokromik yang terjadi dengan penambahan NaOH menandakan adanya senyawa fenolat, tidak adanya pergeseran pita I setelah ditambahkan HCl pada larutan

Penggantian CB oleh SRF dengan jumlah phr yang sama pada vulkanisat SBR mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi daripada SBR/NR, tetapi berlaku sebaliknya untuk

ESD  mempromosikan  kompetensi seperti berpikir kritis, membayangkan skenario masa  depan  dan  membuat  keputusan  dengan cara  kolaboratif.  Pendidikan  untuk

Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara penguasaan Matematika dan Fisika secara bersama-sama dengan penguasaan Mekanika Teknik pada siswa SMK Negeri di Surabaya

JUDUL : DIY KEMBANGKAN REHABILITASI TERINTEGRASI MEDIA : KOMPAS. TANGGAL : 28

Sehingga masalah penelitian yang diteliti ini ialah bagaimana nilai ekonomi dan pemenuhan hak-hak anak dalam keluarga miskin di Desa Tanjung Gusta Kecamatan Sunggal

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik meneliti tentang pemahaman pajak penghasilan dan sanksi pajak pada (pegawai) atau wajib pajak orang pribadi di kampung petis