• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan yang harus dikelola oleh industri ini sendiri adalah limbah sludge.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan yang harus dikelola oleh industri ini sendiri adalah limbah sludge."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Sludge

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan salah satu instalasi yang bergerak dalam bidang pengolahan air bersih. Salah satu potensi pencemaran lingkungan yang harus dikelola oleh industri ini sendiri adalah limbah sludge. Potensi limbah sludge yang dihasilkan sebesar 0,1 m3/hari. Seiring dengan berjalannya proses produksi, semakin meningkat pula jumlah limbah sludge yang di hasilkan IPAL. Meningkatnya jumlah limbah sludge menjadi permasalahan baru, mengingat limbah sludge hanya ditampung di Sludge Drying Bed (SDB), sewaktu-waktu dapat penuh. Sehingga limbah sludge dibiarkan secara terbuka. Limbah sludge yang dibiarkan di tempat terbuka tanpa penanganan lebih lanjut, berpotensi sebagai sumber pencemar. Selain karena menimbulkan bau tak sedap, limbah sludge yang terkena hujan akan terikut aliran air tanah dan masuk ke sungai yang ada di sekitarnya. Limbah sludge yang mengandung bahan organic berpotensi meningkatkan “Biological Oxygen Demand” (BOD) dan “Chemical Oxygen Demand” (COD), yang akan mempengaruhi kualitas air sungai dan sistem kehidupan aquatik serta dapat mengakibatkan pendangkalan air sungai. Salah satu upaya untuk mengantisipasinya adalah dengan mengolah kembali limbah sludge menjadi barang yang bermanfaat (Ruliansyah, 2012)

Dalam mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan, beberapa industri di Indonesia telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001. Industri mempunyai beberapa masalah dalam penerapan hal tersebut, diantaranya

(2)

penanganan dan pengelolaan limbah lumpur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengelolaan lumpur IPAL umumnya dibuang secara open dumping, baik di dalam maupun di luar lokasi pabrik. Pembuangan limbah secara open dumping tersebut, berpotensi terhadap terjadinya pencemaran air di permukaan air tanah (Purwati, 2006).

Lumpur hasil pengolahan limbah pada industri pangan terutama terdiri dari bahan-bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar dan air. Bahan-bahan ini mudah terdegradasi secara biologis dan menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama menimbulkan bau busuk. Pengomposan merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah manajemen limbah padat industri pangan. Pengomposan adalah suatu proses biologis dimana bahan organik didegradasi pada kondisi aerobik terkendali. Dekomposisi dan transformasi tersebut dilakukan oleh bakteri fungi dan mikroorganisme lainnya. Pada kondisi optimum, pengomposan dapat mereduksi volume bahan baku sebesar 50-70% (Departemen Perindustrian, 2007).

Limbah pada kolam-kolam pengolahan banyak mengandung partikel-partikel yang lolos dari GC sehingga mengakibatkan pendangkalan pada kolam apabila tidak ditangani. Oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut dibangun SBD yang terdapat pada sayap kanan IPAL yang berukuran 34 x 232 x 0,5 m dengan kapasitas 4.000 m3. Lumpur dikuras 1-2 tahun sekali dengan ejector udara bertekanan. Lumpur yang terkumpul pada dasar kolam dihisap dengan ejector udara bertekanan kemudian ditampung dalam SBD dan dikeringkan secara alamiah dan untuk selanjutnya dipergunakan sebagai pupuk.

(3)

Sludge berasal dari proses pengolahan air limbah. Karena proses fisik-kimia yang terlibat dalamnya, lumpur cenderung berkonsentrasi logam berat dan senyawa organik biodegradable serta organisme berpotensi patogen (virus, bakteri dll) terdapat di perairan limbah. Sludge kaya nutrisi seperti nitrogen dan fosfor dan berisi bahan organik yang berguna. Bahan organik dan nutrisi adalah dua elemen utama yang membuat pupuk atau tanah organik (Yazid,2005).

Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu diterapkan suatu pengolahan lumpur lanjutan. Salah satu alternatifnya adalah dengan pemanfaatan lumpur sebagai bahan dasar kompos. Kompos adalah produk hasil proses dekomposisi materi organik secara biologis menjadi material seperti humus (Wahyono dkk, 2003). Lumpur hasil pengolahan limbah industri memiliki materi organik yang tinggi sehingga berpotensi untuk dijadikan kompos. Pengomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan. Pengomposan dapat berlangsung dengan fermentasi yang lebih cepat dengan bantuan effective innoculant atau aktivator (Indriani, 2011).

2.2 Pengertian Kompos

Kompos adalah hasil penguraian, pelapukan, dan pembusukan bahan organik seperti kotoran hewan, daun, maupun bahan organik lainya. Bahan kompos tersedia di sekitar kita dalam berbagai bentuk. Beberapa contoh bahan kompos adalah batang, daun, akar tanaman, serta segala sesuatu yang dapat hancur. Banyak dari bahan tersebut menumpuk menjadi sampah yang mengganggu kesehatan (Soeryoko Hery, 2011).

(4)

Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Mikroba tersebut adalah bakteri, fungi, dan jasad renik lainnya. Bahan organik untuk bahan baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ternak, dan lain sebagainya (Rosmarkam dan Yuwono, 2006).

2.3 Prinsip Dasar Pembuatan Kompos

Membuat kompos adalah untuk meniru proses terjadinya humus di alam dengan bantuan mikroorganisme. Ada dua jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan, yaitu mikroorganisme yang membutuhkan kadar oksigen tinggi (aerob) dan mikroorganisme yang bekerja pada kadar oksigen rendah (anaerob). Meskipun menghasilkan produk akhir yang sama (kompos), perbedaan proses pembuatan kompos akan memengaruhi proses pembuatan kompos (Suryati, 2014).

2.3.1 Prinsip Dasar Pengomposan Aerob

Pengomposan secara aerob harus berlangsung dalam keadaan di udara terbuka karena membutuhkan oksigen. Dalam hal ini, udara bebas harus bersentuhan langsung dengan bahan baku kompos berupa sampah organik. Pengontrolan terhadap kadar air, suhu, pH, Kelembaban, ukuran bahan, volume tumpukan bahan, dan pemilihan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk mempertahankan proses pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang optimal, kualitas maupun kecepatannya. Selain itu untuk memperlancar udara masuk ke dalam bahan kompos. Pengontrolan secara intensif ini merupakan ciri khas proses pengomposan secara aerob. Oleh karena itu,

(5)

kegiatan operasional pengomposan secara aerob relatif lebih sibuk dibandingkan anaerob (Habibi, 2009).

Pengomposan dengan metode aerob tanpa bantuan aktivator dapat berlangsung selama 40-55 hari. Hasil akhir pengomposan aerob berupa bahan yang menyerupai tanah berwarna hitam kecoklatan, remah dan gembur, suhunya normal dan cenderung konstan (tetap). Apabila bentuknya sudah seperti ini maka kompos aerob siap digunakan pada tanaman atau dikemas dalam wadah.

Dalam Pembuatan kompos secara aerob agar berkualitas baik dan beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain akan dijelaskan berikut ini: 1. Rasio C/N bahan pada pengomposan secara aerob

Yang dimaksud dengan rasio C/N adalah perbandingan antara kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) pada suatu bahan. Semua mahluk hidup tersusun dari sejumlah besar bahan karbon (C) serta Nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Pembuatan kompos yang optimal membutuhkan rasio C/N 25:1 sampai 30:1. Sebagai contoh limbah rumah tangga padat (sampah) organik yang tercampur mempunyai rata-rata kandungan rasio C/N sekitar 15:1 sehingga perlu adanya penambahan unsur C agar mencapai atau mendekati perbandingan rasio C/N 25:1 hingga 30:1. Kisaran nilai rasio C/N 25:1 hingga 30:1 merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang terbaik agar bakteri dapat bekerja sangat cepat.

Jika bahan organik memiliki kandungan C terlalu tinggi maka proses penguraian akan berlangsung terlalu lama. Sebaliknya jika C terlalu rendah maka sisa nitrogen akan berlebih sehingga akan terbentuk gas amoniak (NH3).

(6)

Kadar amoniak yang terlalu banyak dapat meracuni bakteri. Oleh sebab itu, Jumlah C/N ratio perlu dihitung dan direncanakan secara tepat (Habibi, 2009). 2. Volume Bahan

Baik banyaknya bahan baku maupun cara menumpuk bahan baku sangat menentukan proses pengomposan. Tumpukan bahan yang lebih banyak dapat mempercepat proses pengomposan dibandingkan tumpukan bahan yang sedikit. Semakin besar tumpukan bahan baku, semakin sulit untuk mengatur atau mengontrol suhu dan kelembabannya.

Sisi-sisi tumpukan sebaiknya dibuat rata. Bentuknya dapat berupa kubus balok atau silinder, Tumpukan yang terlalu tipis, meruncing (berbentuk piramida atau segitiga) dan sempit kemungkinan tidak dapat mempertahankan suhu dan kelembaban yang diinginkan sehingga proses terbentuknya kompos akan membutuhkan waktu yang sangat lama.

3. Ukuran bahan

Berlangsungnya proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik jika ukuran bahan baku yang kan dikomposkan diperkecil, karena mikroorganisme akan lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan yang sudah lembut (substrat) dibandingkan bahan dengan ukuran besar. Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan secara aerob yaitu antara 1-7,5 cm. Sebaiknya bahan dicacah dengan parang atau digiling dengan mesin agar mikroorganisme lebih mudah mencernanya. Pencacahan sebaiknya tidak terlalu lembut seperti bubur, karena pada saat berlangsung pengomposan akan mengeluarkan kadar air.

(7)

Pada pengomposan secara aerob, penghancuran bahan sampai lumat tidak dianjurkan, karena dikhawatirkan akan meningkatkan kadar air bahan melebihi 60% sehingga dapat mengganggu proses pengomposan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan cara menambahkan bahan organik kering atau dengan tanah kering. Ukuran yang kecil akan meningkatkan porositas tumpukan bahan dan memperlancar masuknya oksigen ke dalam tumpukan bahan.

4. Kadar air pada pengomposan secara aerob

Pada proses pengomposan secara aerob, kadar air bahan sebaiknya antara 40-50%. Kondisi kadar air seperti itu harus dipertahankan saat berlangsungnya pengomposan agar mikroorganisme aerob dalam kompos dapat bekerja dengan baik dan tidak mati. Kadar air yang sesuai sangat membantu pergerakan mikroba dalam bahan. Apabila kadar air terlalu banyak dapat menyebabkan bahan semakin padat, melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba dan menghalangi masuknya oksigen ke dalam bahan. Jika air terlalu sedikit maka bahan baku akan menjadi kering dan tidak mendukung kehidupan mikroba.

Kondisi kadar air yang terbaik yaitu sedang, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Cara sederhana untuk mengetahui kadar air yaitu dengan mengambil bahan dan meremasnya dalam genggaman tangan. Apabila bahan kompos pecah/hancur dan tidak keluar air sama sekali dari genggaman maka perlu diberi tambahan air. Apabila bagian kompos keluar dari sela-sela jari dengan air dengan air berlebih berarti terlalu basah sehingga kompos perlu

(8)

dibalik-balik dan dibuat drainase yang bagus. Jika kompos terlalu basah maka udara akan sulit masuk ke sela-sela kompos. Hal ini dapat menyebabkan bakteri anaerob masuk ke dalamnya dan berkembang sehingga proses pengomposan tidak berjalan lancar. Kondisi bahan dengan kandungan air yang tepat yaitu, dapat dikepal dengan tangan meskipun hancur lagi. Untuk menjaga kadar air, sebaiknya kompos terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung. Hujan dapat menyebabkan kadar air berlebihan sedangkan sinar matahari dapat menyebabkan penguapan, sehingga kadar air terlalu sedikit.

Pada saat bahan baku kompos ditumpuk maka titik panas yang tertinggi akan berada di bagian tengah tumpukan. Hal ini dapat mengakibatkan mikroorganisme di bagian tengah bahan lebih aktif sehingga penguapan yang terhebat yang terjadi pada bagian ini. Sering dijumpai, tumpukan kompos yang terlihat lembab serta hangat, tetapi setelah dibuka ternyata bagian dalamnya kering dan dingin dapat dikatakan bahwa tumpukan terlalu panas dapat menyebabkan kadar air bahan menguap dan akhirnya bahan menjadi kering. Apabila bahan menjadi kering, mikroorganisme enggan melakukan aktivitasnya maka proses pembusukan pada bagian ini terhenti dan suhu biasanya akan turun. Cara untuk mengetahui basah atau tidaknya bagian tengah, dibutuhkan alat pengontrol berupa tongkat bambu atau kayu. Dengan menusukkan alat ini ke dalam tumpukan kompos sampai ke tengah maka dapat diketahui tiga hal penting, yaitu basah atau tidak, hangat atau tidak, dan berbau busuk atau tidak. Jika tongkat tersebut hangat dan basah berarti pengomposan masih berlangsung dengan baik namun apabila tongkat tersebut kering dan

(9)

dingin maka perlu disiram air. Untuk menjaga kadar air bahan diperlukan tempat yang terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung. Tempat yang teduh sangat dianjurkan agar proses pengomposan secara aerobik dapat berlangsung baik.

5. Suhu (Temperatur) pengomposan secara aerob

Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob yaitu diantara 45-65ºC. Untuk mengetahui keadaan suhu bahan dapat digunakan termometer alkohol, agar kalau pecah di lapangan maka cairan alkohol tidak membahayakan kompos. Suhu kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara mengatur kadar air. Suhu yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan yang kurang lembab sehingga aktivitas mikroorganisme menurun. Masalah ini dapat diatasi dengan cara bahan kompos disiram dengan air hingga mencapai kadar air yang optimal. Demikian pula, jika kondisi suhu bahan terlalu tinggi, tidak baik bagi proses pengomposan secara aerob. Kondisi suhu yang tertinggi dapat mencapai 80ºC.

Suhu yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara membalikkan bahan. Bakteri yang bekerja pada suhu ini biasanya hanyalah bakteri termofilik, yaitu bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi. Apabila hal ini terjadi maka mikroorganisme lainnya akan mati. Penggunaan temperatur tinggi yaitu 80ºC biasanya untuk pengomposan skala besar karena diperlukan kecepatan tinggi untuk mengomposkan berton-ton bahan organik. Pengomposan skala industri kecil atau untuk kebun sendiri di rumah tidak terlalu berisiko apabila suhu dipertahankan pada kisaran antara 45-65º C saja.

(10)

6. Derajat Keasaman (pH)

Untuk berlangsungnya pengomposan secara aerob dengan baik dibutuhkan pH netral yaitu diantara 6-8. Jika kondisi asam biasanya dapat diatasi dengan pemberian kapur. Sebenarnya dengan cara memantau suhu dan membolak-balikkan bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur. Dengan demikian, proses pemeriksaan pH setiap waktu tidak perlu dilakukan. Untuk lebih meyakinkan lagi, pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus yang tersedia di apotik atau mempergunakan pH meter elektronik.

7. Aerasi

Pada pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa agar setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup. Suhu kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan akhirnya memadat. Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban bahan terlalu tinggi sehingga bahan melekat satu sama lain. Terjadinya pemadatan pada bahan akan menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob. Akibatnya mikroba tidak dapat bertahan hidup. Agar aerasi lancar, Pengomposan dapat dilakukan di tempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala dilakukan pembalikan kompos. Pada pembuatan kompos secara aerob skala kecil, jumlah oksigen tidak harus diketahui. Untuk skala industri, penghitungan kebutuhan oksigen harus dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang mampu menyuplai kebutuhan oksigen pada bahan (Habibi, 2009).

(11)

2.3.2 Prinsip Dasar Pengomposan Secara Anaerob

Pengomposan secara anaerob yaitu pengomposan yang berlangsung tanpa adanya udara atau oksigen sedikit pun. Oleh karena itu pada pelaksanaannya dibutuhkan tempat khusus yang tertutup rapat. Cara pembuatan kompos secara anaerob ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septic tank. Hasil pengomposan anaerob berupa CH4, H2S, H2, CO2, asam asetat, asam butirat, asam laktat, etanol, methanol dan hasil sampingan berupa lumpur. Lumpur inilah yang kita namakan sebagai kompos.

Kegiatan operasional sehari-hari pada pengomposan secara anaerob tidak sesibuk pengomposan secara aerobik. Biaya awal untuk membuat bak fermentasi lebih rumit dan lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan kompos secara aerob. Pengendalian pH dan suhu harus dilakukan karena pada pembuatan kompos secara anaerob berlangsung dengan dibantu oleh bakteri pembentuk gas metan yang sangat rentan oleh kondisi pH dan suhu. Bakteri metan akan keracunan serta berhenti beraktivitas pada pH kurang dari 6,2. Sedangkan pengendalian suhu untuk daerah tropis seperti di Indonesia mungkin dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain bak fermentasi.

Jalannya pengomposan secara anerob berlangsung lebih lambat dibandingkan pengomposan secara aerob, yaitu memakan waktu 3-12 bulan. Lama tidaknya proses pengomposan secara aerob bergantung pada perlakuan yang diberikan, seperti antara lain rasio C/N, Kadar air, ukuran bahan, temperatur, pH, dan aerasinya. Beberapa bahan organik yang sulit terurai pada pengomposan

(12)

aerob, biasanya pada pengomposan secara anaerob dapat terurai, sehingga hampir semua bahan organik dapat diuraikan secara anaerob. Untuk membunuh bakteri patogen pada pengomposan secara aerob dapat dilakukan dengan meningkatkan suhu kompos pada 4 hari pertama hingga mencapai 70ºC. Pada pengomposan anaerob, patogen dapat terbunuh dengan sendirinya karena kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (tanpa udara).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengomposan secara anaerob antara lain rasio C/N, ukuran bahan, kadar air (Rh), derajat Keasaman (pH), temperatur (suhu) dan aerasi. Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan satu persatu.

1. Rasio C/N bahan

Proses pengomposan secara anaerob yang optimal membutuhkan rasio C/N =25:1 hingga 30:1. Semakin tinggi rasio C/N, proses pembusukan semakin cepat, dan kandungan N dalam lumpur semakin tinggi. Sebaiknya, apabila rasio C/N terlalu rendah maka amonia yang dihasilkan terlalu banyak sehingga dapat meracuni bakteri. Prinsip-prinsip perhitungan rasio C/N pada pengomposan secara aerob dapat diterapkan juga pada pengomposan secara anaerob.

2. Ukuran Bahan

Pada pengomposan secara anaerob, sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-lumatnya sampai berubah bubur atau lumpur. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penguraian yang dilakukan oleh bakteri dan mempermudah pencampuran atau homogenisasi bahan.

(13)

3. Kadar air (Rh)

Pengomposan secara anaerob membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu sekitar 50% ke atas. Kadar air yang banyak pada proses pengomposan secara anaerob diperlukan bakteri untuk membentuk senyawa–senyawa gas dan bermacam-macam asam organik sehingga pengendapan kompos akan lebih cepat. Secara fisik, kadar air dapat memudahkan proses penghancuran bahan organik dan mengurangi bau.

4. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) optimal yang dibutuhkan pada pengomposan secara anaerob yaitu antara 6,7-7,2. Untuk mempertahankan kondisi pH hendaknya ditambahkan kapur pada tahap awal bahan dimasukkan.

5. Temperatur (suhu)

Suhu di daerah tropis rata-rata antara 25-35ºC sudah cukup baik bagi proses pengomposan secara anaerob. Suhu paling baik (optimal) yang dibutuhkan yaitu antara 50-60ºC. Suhu optimal tersebut dapat dibantu dengan cara meletakkan tempat pengomposan di lokasi yang terkena sinar matahari langsung. Apabila sinar matahari dimanfaatkan untuk menaikkan suhu maka gas methan yang dihasilkan akan semakin tinggi dan proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Dengan demikian, gas methan perlu dikeluarkan setiap hari, yaitu dengan cara membuka lubang gas instalasi pengomposan. 6. Aerasi

Seperti telah dikemukakan bahwa proses pengomposan secara anaerob tidak dibutuhkan udara (oksigen), karena yang berperan dalam proses

(14)

pengomposan yaitu mikroorganisme anaerob. Oleh karena itu, tempat pembuatan kompos harus selalu dikondisikan tertutup rapat, tidak diperkenankan udara masuk sedikitpun juga.

2.4 Aktivator

Aktivator adalah bahan khusus yang menunjang aktivitas mikroorganisme dalam proses pembusukan bahan organik. Aktivator bias mengandung mikroorganisme pengurai, dan mengandung bahan makanan atau hormone yang menunjang kelangsungan hidup mikroorganisme pengurai. Dengan penambahan aktivator, akan semakin banyak jumlah dan jenis mikroorganisme yang bekerja dalam proses pengomposan (Anonim, 2007). Mikroorganisme dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan dan menguraikan bahan organik. Secara global terdapat beberapa golongan mikroorganisme dalam bioaktivator, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Ptomycetes sp, Ragi (yeast), dan actinomycetes. (Setiawan, 2012).

1. Bakteri fotosintetik

Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat sintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya. Metabolir yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan.

2. Lactobacillus sp.

Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian dan karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri sintesis dan ragi. Asam

(15)

laktat ini merupakan bahan sterilisasi kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan menguraikan bahan organik dengan cepat. 3. Strepcomycetes sp.

Strepcomycetes sp. mampu memproduksi enzim streptomisin bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.

4. Ragi (yeast)

Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan cara fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pembelahan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga ukuran dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain, seperti acninomycetes dan bakteri asam.

5. Acninomycetes

Acninomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur. Organisme tersebut mengambil asam amino dan zat yang diproduksi bakteri fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik. Tujuannya untuk mengendalikan patogen serta menekan jamur dan bakteri berbahaya dengan cara menghancurkan khitin, yaitu zat esensial untuk pertumbuhan. Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain (Setiawan, 2012).

2.4.1 Jenis-jenis Aktivator

Jenis-jenis aktif yang dapat digunakan dalam pengomposan adalah sebagai berikut:

(16)

1. EM-4 (Effective Mikroorganisme)

Effective Mikroorganisme 4 (EM 4) merupakan suatu cairan berwarna kecoklatan dan beraroma manis asam (segar) yang di dalamnya berisi campuran beberapa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi proses penyerapan/ persediaan unsur hara dalam tanah. Mikroorganisme atau kuman yang berwatak “baik “itu terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, aktinomydetes, dan jamur peragaan. EM-4 merupakan produk bioaktivator yang beredar di pasaran berupa Effective Mikroorganisme (EM) asli yang tidak dapat langsung diaplikasikan pada media. Hal ini disebabkan kandungan mikroorganisme dalam EM asli masih dalam kondisi tidur (dorman) sehingga tidak akan memberikan pengaruh yang nyata. Untuk itu, EM asli perlu dilarutkan menjadi EM aktif apabila ingin digunakan (Suryati, 2014).

Fungsi EM4 untuk mengaktifkan bakteri pelarut, meningkatkan kandungan humus tanah lactobonillus sehingga mampu memfermentasikan bahan organik menjadi asam amino. Bila disemprotkan di daun mampu meningkatkan jumlah klorofil, fotosintesis meningkat dan percepat kematangan buah dan mengurangi buah busuk. Juga berfungsi untuk mengikat nitrogen dari udara, menghasilkan senyawa yang berfungsi antioksidan, menekan bau limbah, menggemburkan tanah, meningkatkan daya dukung lahan, meningkatkan cita rasa produksi pangan, perpanjang daya simpan produksi pertanian, meningkatkan kualitas daging, meningkatkan kualitas air (Suryati, 2014).

(17)

Keunggulan dari larutan EM4 adalah selain dapat mempercepat proses pengomposan, penambahan EM4 juga terbukti dapat menghilangkan bau yang ditimbulkan selama proses pengomposan bila proses berlangsung dengan baik (Susahyono, 2014). Cara mengaktifkan aktivator EM-4 dapat dilihat sebagai berikut:

a. Campurkan 1 liter EM asli dengan 1OO liter air hingga tercampur rata. b. Masukkan larutan yang telah jadi ke dalam wadah, lalu tutup hingga rapat. c. Biarkan 5-10 hari dalam keadaan kedap udara.

d. Wadah harus tertutup rapat dan terhindar dari sinar matahari langsung. e. Buka tutup wadah pada hari ke lima untuk mengeluarkan gas agar tidak

meledak.

f. Setelah 5-10 hari, EM aktif sudah dapat digunakan dengan indikasi tercium bau asam manis.

g. pH EM aktif berkisar 3,5-3,7.

h. Apabila tidak langsung digunakan, EM aktif bisa dimasukkan ke dalam wadah khusus. Wadah yang baik untuk menyimpan EM aktif adalah tangki plastik atau tangki stainless. Kondisi tangki bersih dan dapat mempertahankan kondisi anaerob. Sebaliknya, jangan gunakan tempat bekas oli, tempat bahan kimia atau tangki logam berkarat.

i. EM aktif tidak boleh digandakan agar hasilnya sempurna. 2. MOD (microorganism decomposer)

Mikroba pengurai atau di kenal dengan juga nama mikroba dekomposer, yaitu sejenis mikroba yang bertindak terlebih dalam sistem pengomposan, terlebih

(18)

dalam mengurai atau memecah material organik. Dalam sistem pembuatan kompos, peran mikroba dekomposer sangatlah utama, terlebih untuk memecah dinding selulose tanaman atau bahan organik yang bakal dikompos. Selolose adalah penyusun paling utama dinding sel tanaman, yang ada berbentuk terikat dengan plisakarida lain, seperti hemiselulose, pektin, serta lignin.

MOD (microorganism decomposer), di dalamnya terkandung 7 bakteri pembusuk dan 1 bakteri hidup di dalam air. Kandungan MOD terdiri dari bakteri

Azotobacter, Bacillus, Nitrosomonas, Nitrobacter, Pseudomonas, Cytophaga, Sporocytophaga, Microcococcus, Actinomycetes, dan Streptomyces. Kandungan

MOD 71 juga terdiri dari jamur Trichoderma sp, Aspergillus, Gliocladium, dan

Penicilium (BBPPTP, 2015).

Untuk proses mengaktifkan MOD (microorganism decomposer) sama seperti proses mengaktifkan EM4.

2.5 Ciri-ciri Kompos yang Sudah Matang

Berdasarkan SNI 19-7030-2004, setelah semua proses pembuatan kompos dilakukan, mulai dari pemilahan bahan, pengadaan bahan, perlakuan bahan, pencampuran bahan, pengamatan proses, pembalikan kompos sampai menjadi kompos, maka dapat dilihat ciri-ciri kompos yang sudah jadi dan baik adalah sebagai berikut:

1. Warna kompos coklat kehitaman

2. Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan.

(19)

3. Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal, apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.

Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik yaitu standar nasional Indonesia (SNI) No : 19-7030-2004. Spesifikasi ini menetapkan kompos dari sampah organik domestik yang meliputi, persyaratan kandungan kimia, fisik dan bakteri yang harus dicapai dari hasil olahan sampah organik domestik menjadi kompos, karakteristik dan spesifikasi kualitas kompos dari sampah organik domestik.

Menurut SNI: 19-7030-2004, kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut:

1. C/N - rasio mempunyai nilai (10-20): l 2. suhu sesuai dengan suhu air tanah

3. berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah 4. berbau tanah

Unsur mikro nilai-nilai ini dikeluarkan berdasarkan:

1. konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan tanaman (khususnya Cu, Mo, Zn)

2. logam berat yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan tergantung pada konsentrasi maksimum yang diperbolehkan dalam tanah, seperti dalam Tabel I spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.

Kompos yang dibuat tidak mengandung bahan aktif pestisida yang dilarang sesuai dengan Kepmen Pertanian No 434.1/KPTS/TP.27017/2001 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida pada Pasal 6 mengenai Jenis-jenis Pestisida yang mengandung bahan aktif yang telah dilarang.

(20)

Tabel 2.1. Standar Kualitas Kompos Berdasarkan SNI: 19-7030-2004

2.6. Manfaat Kompos

Manfaat kompos adalah sebagai berikut: 1. Memperbaiki sifat-sifat atau struktur tanah

Pemberian kompos pada tanah banyak memberikan keuntungan. Misalnya, pemberian kompos pada tanah berpasir akan menyebabkan bersatunya butiran-butiran pasir.Hal tersebut akan membuat tanah menjadi gembur dan menyuburkan tanaman. Sementara itu, pemberian kompos pada tanah lempung dapat meregangkan ikatan butiran penyusun tanah sehingga susunan tanah menjadi gembur dan sangat baik untuk ditanam.

2. Memperkaya mikroba tanah

Kompos mengandung sejumlah mikroba didalamnya. pemberian kompos berarti menambah atau memasukkan mikroba di dalam tanah.

3. Meningkatkan Unsur Hara Tanah

Kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang penting bagi pertumbuhan tanaman pemberian unsur hara akan meningkatkan unsur hara pada tanah.

(21)

4. Meningkatkan kemampuan Daya serap air Yang lebih baik

Pemberian kompos pada tanah berdampak pada kemampuan mengikat air Oleh karenanya, kehilangan air pada musim kemarau dapat diperkecil karena kompos telah mengikat air cukup baik pada saat musim hujan.

5. Memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah

Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Kompos akan mengembalikan kesuburan tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur. Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral. Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos.

6. Menyehatkan tanah dan tanaman

Tanaman yang diberi kompos akan memperoleh cukup unsur hara sehingga tanaman akan kuat dalam menghadapi serangan hama penyakit yang menyerang. Kompos juga menjadi media bagi tumbuh kembangnya cacing yang diketahui dapat menyuburkan tanaman.

7. Bermanfaat bagi lingkungan sekitar

Mengurangi bertumpuknya sampah organik yang berserakan di sekitar tempat pengangkutan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), menyelamatkan lingkungan dari kerusakan, seperti: gangguan bau, selokan macet, banjir, tanah longsor, dan penyakit yang ditularkan oleh serangga dan binatang pengerat.

(22)

2.7 Manfaat Pemakaian Pupuk Organik Bagi Kesehatan 2.7.1 Makanan Organik Lebih Sehat

Untuk mencegah tubuh tetap sehat, kita memerlukan asupan makanan yang mempunyai nilai gizi yang baik dan keamanannya. Salah satu cara yang dapat dipertimbangkan untuk memenuhinya adalah dengan memilih makanan organik. Makanan organik adalah semua jenis bahan pangan yang berasal dari organisme hidup (hewan dan tanaman) yang tidak mempunyai kandungan kimia tambahan, (pestisida, insektisida, dan hormon). Manfaat makanan organik sudah diteliti mampu meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan proses degeneratif, mencegah terjadinya paparan radikal bebas, regenerasi sel dan optimilisasi antibodi. Beberapa penelitian menunjukkan, susu organik mempunyai lebih dari 60-80% kandungan nutrisi dibandingkan susu konvensional. Sedangkan seperti tomat, kentang, bawang kubis mempunyai 20-40% lebih kandungan antioksdan dibandingkan buah dan sayuran konvensional. Hal tersebut dapat disiasati dengan mulai menanam tanaman-tanaman rumahan (Susetye, 2014).

2.7.2 Kelebihan Makanan Organik

Menurut hasil penelitian makanan organik lebih bergizi daripada makanan biasa dapat memanjangkan umur dan mencegah penyakit. Berikut ini kelebihan makanan organik (Susetya, 2014) :

1. Memiliki antioksidan 50% lebih banyak

Menurut sebuah penelitian yang dibiayai oleh Uni Eropa, buah dan sayur anorganik memiliki 50% lebih banyak antioksidan yang dipercaya para ahli dapat menurunkan resiko penyakit kanker dan jantung. Makanan organik juga

(23)

mengandung lebih banyak vitamin dan mineral seperti Besi dan Zink. Menurut penelitian terkini, makanan organik lebih dapat melawan kanker dan orang yang memakan makanan organik kekebalan tubuhnya meningkat, tidurnya lebih nyenyak dan berat badan lebih ringan daripada mengkonsumsi makanan yang non organik.

2. Lebih Aman Untuk Bayi dan Anak

Kelebihan utama dari makanan organic yang paling dirasakan oleh bayi anda. Rata-rata bayi lahir dengan 200 zat yang mengandung toksin zat karsinogen dari tubuhnya. Pada saat mencapai umur 2 tahun sebagian besar kadar toksin mencapai batas yang mematikan. Dengan memberi makan anak anda dengan makanan organik, akan menurunkan jumlah karsinogen dalam darahnya hingga hanya 1/6 bagian dibandingkan jika memberi mereka makanan organik.

3. Radiasi

Apakah anda pernah merasa heran mengapa di supermarket, buah dan sayur organik lebih cepat busuk atau layu? alasannya adalah karena sebagian besar makanan disinar atau radiasi. Radiasi bertujuan untuk membunuh bakteri dan dapat mengawetkan makanan. Tetapi juga mengubah struktur dan daya hidup makanan. Beberapa metode radiasi menggunakan bahan radioaktif, yang lainnya menggunakan energy electron atau sinar x. Saya tidak tahu pendapat anda tetapi saya lebih memilih agar makanan yang saya konsumsi murni dan tidak diradiasi. Jadi salah satu keuntungan makanan organik adalah masih memiliki daya hidup (leforce). Biji organik yang masih mentah bisa tumbuh,

(24)

tetapi biji yang sudah diradiasi tidak dapat tumbuh menjadi tanaman yang baru. Itulah yang disebut daya hidup.

4. Ramah Lingkungan

Fakta berbicara bahwa makanan organik sangat baik untuk lingkungan. Metode pertanian konvensional menyebabkan pengikisan tanah dan menggunakan pestisida berbahaya, yang hanya akan hilang setelah berabad-abad. Pikirkan tentang DDT, meskipun nampak tidak berbahaya tetapi sangat buruk untuk kesehatan anda. Meskipun pestisida ini sangat dilarang beberapa tahun belakangan ini, tetapi kenyataannya DDT tetap ditemukan hampir di seluruh air, manusia dan hewan di dunia. Sejalan dengan waktu, pengendalian hama buatan saat ini semakin tidak efektif jadi penggunaannya harus ditingkatkan dosisnya atau metode lain ditemukan. Salah satu keuntungan makan organik adalah dengan membelinya dapat memberikan pengaruh positif untuk lingkungan, hewan dan manusia hidup di dalamnya (Susetya, 2014).

2.8 Kerangka Konsep

Sludge

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pematangan  10 Hari  20 Hari  30 Hari Parameter Fisik  Bau  Warna  pH  suhu Kematangan Kompos MOD EM4

Gambar

Tabel 2.1. Standar Kualitas Kompos Berdasarkan SNI: 19-7030-2004
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pematangan 10 Hari  20 Hari 30 Hari  Parameter  Fisik Bau Warna pH suhu  Kematangan Kompos  MOD EM4

Referensi

Dokumen terkait