• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya Islamic

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya Islamic"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini Lembaga perbankan sangat berperan penting dalam pembangunan ekonomi dan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sistem perbankan konvensional yang telah ada sebelumnya menjadi semakin lengkap dengan adanya system perbankan Islam atau perbankan syariah. Salah satu tonggak perkembangan perbankan Islam adalah didirikannya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri.1 Berdirinya IDB ini kemudian memicu berdirinya bank-bank Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, bank Islam pertama adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang baru bisa didirikan pada tahun 1991 dengan akte pendirian tanggal 1 November 1991 dan beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992.2

Pada dasarnya, aktivitas bank syariah tidak jauh berbeda dengan aktivitas bank-bank konvensional yang telah ada, yang menjadi kritik system perbankan syariah terhadap perbankan konvensional bukan dalam hal fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan (Financial Intermediary Institution), akan tetapi

1

Adiwarman A, Karim, 2011, Bank Islam Analisis Fqih dan Keuangan, Rajawali Press, Jakarta, hlm.23

2

Muhammad Syafi’I Antonio, 2007, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, hlm.25.

(2)

karena didalam operasionalnya terdapat unsur-unsur yang dilarang berupa unsur perjudian (maisir), unsur ketidakpastian/keraguan (Gharar), unsur bunga (interest/riba) dan unsur kebathilan. 3

Munculnya ekonomi syariah sebagai system perekonomian yang baru di Indonesia ditandai kehadiran Lembaga Keuangan Syariah. Banyak bank syariah yang berdiri sebagai bentuk respon masyarakat Indonesia, hal ini pula yang menjadi pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal I ayat (2) dan ayat (7) yang menyatakan bahwa “ Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.

Perkembangan perbankan bank syariah di Indonesia begitu cepat dan pesat namun di sisi lain belum bisa dijalankan secara murni syariah disebabkan berbagai kendala yang dihadapi ketika mengaplikasikannya dalam kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Kendala-kendala dominan yang dihadapi dalam perkembangan bank syariah adalah ketidakpahaman sebagian besar masyarakat terhadap perbankan syariah sehingga diperlukan sosialisasi dan pendidikan

3

(3)

mengenai perbankan syariah terhadap masyarakat; modal yang dimiliki oleh bank syariah belumlah kuat sehingga bank syariah masih menggantungkan sebagian besar modalnya kepada bank Indonesia yang notabene adalah bank konvensional yang menggunakan sistem riba pada pengoperasiaannya, sehingga bank syariah ikut menggunakan sistem fee yang telah ditetapkan.

Walaupun bank syariah keberadaannya telah menjamur di Indonesia, sebagaian masyarakat masih ada yang berasumsi bahwa bank syariah hanyalah sebuah label yang digunakan untuk menarik simpati masyarakat muslim di di bidang perbankan. Salah satu keluhan terhadap perbankan di Indonesia adalah sedikitnya produk yang dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat, berbeda dengan perbankan konvensional yang terlihat aktif dalam merekayasa produknya, hal ini disebabkan karena selama ini perbankan syariah masih menghadapi beberapa kendala seperti masalah regulasi yang berbasis perbankan konvensional, persepsi dan perlakuan masyarakat yang cenderung menyamakan bank syariah dengan bank konvensional, pengetahuan syariah masyarakat yang masih berbatas karena banyaknya kendala tersebut maka manajemen bank syariah cenderung mengadopsi produk-produk perbankan konvensional yang “ disyariahkan ”.

Pada bank konvensional yang menjadi lembaga intermediasi menerima simpanan dari nasabah dan meminjamkannya kepada nasabah lain yang membutuhkan dana atas simpanan para nasabah itu bank mengenakan bunga kepada peminjam, diakui peranan bank konvensional telah mampu memenuhi

(4)

kebutuhan manusia, dan aktivitas perbankan dapat dipandang sebagai wahana masyarakat modern untuk membawa mereka kepada pelaksanaan kegiatan tolong menolong dan menghindari adanya dana-dana menganggur.

Prinsip dasar operasional bank islam disini juga demikian, mengajarkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat yang dimana setidaknya mempunyai prinsip untuk saling membantu dan bekerjasama antara masyarakat dalam berbuat kebaikan (prinsip Al-Ta’awun) 4 dan prinsip menghindari Al-ikhtinaz atau menghindari uang menganggur dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat. Selain itu juga dalam perbankan Islam atau syariah dilarang keras untuk melakukan transaksi yang terdapat hal ketidakpastian dan ketidakjelasan (Zalim) dan tentunya Riba atau sistem bunga.

Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui akad-akad jual beli untuk memenuhi kebutuhan permodalan dan akad-akad jual beli untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan. Perbedaan pokok antara perbankan syariah dengan perbankan konvensoinal adalah adanya larangan riba (bunga), bagi Islam, riba dilarang sedang jual beli dihalalkan.

Dalam sistem kegiatan operasional bank syariah dalam hal ini bank muamalat Indonesia salah satu kegiatannya adalah penyaluran dana kepada masyarakat melalui produk pembiayaan usaha produktif, yaitu adalah produk Pembiayaan Hunian Syariah (PHS), merupakan sistem pemilikan rumah alternatif

4

(5)

bagi masyarakat di Indonesia, baik yang muslim maupun non muslim, pembiayaan ini merupakan inovasi dari perjanjian kredit kepemilikan rumah (KPR) yang biasa dijalankan oleh bank konvensional tapi kemudian disesuaikan dengan prinsip syari’ah yang merupakan misi dari usaha bank muamalat. Pembiayaan untuk kepemilikan rumah merupakan akad jual beli yang dinilai berisiko lebih rendah, dan karenanya sangat diminati sebagai varian produk bagi hasil dan alternatife yang mempunyai daya saing yang telah dilakukan sejak 2008. Karena dalam akad Musyarakah Mutanaqisah nasabah dan bank sama-sama mempunyai hak untuk memperoleh keuntungan, sedangkan bank tetap bisa mendapatkan jaminan pengembalian dananya dengan membebani kepemilikan nasabah terhadap barang yang dibeli bersama tersebut dengan lembaga jaminan.

Konsep Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) atau dulu istilahnya Kredit Kepemilikan Rumah Syariah (KPRS) menggunakan dua skema akad pembiayaan yaitu yang pertama menggunakan Akad Pembiayan Al-Murabahah (sistem jual beli dengan tambahan margin) yang merupakan suatu perjanjian pembiayaan dimana bank membiayai pembelian yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran ditangguhkan. Tujuan pembiayaan Murabahah ini adalah untuk pembiayaan yang sifatnya konsumtif seperti Rumah, tanah, Toko, Mobil, Motor dan sebagainya yang pada prinsipnya merupakan kegiatan jual beli. Pembiayaan Murabahah inipun memberi banyak manfaat kepada bank syariah salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual

(6)

dengan harga jual kepada nasabah, sedangkan skema kedua yang dipakai produk Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) adalah menggunakan Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah (kerjasama sewa). Akad Musyarakah Mutanqisah menekankan pada penggunaan akad jual beli dengan syirkah dan pengurangan salah satu bagian (porsi) syirkah dengan sewa. Pembiayaan ini telah diatur berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah, yang dimaksud dengan Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Dengan demikian, ujung akad ini satu pihak, yaitu nasabah akan memperoleh kepemilikan sempurna terhadap suatu asset atau modal.

Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) Kongsi dengan menggunakan skema Akad Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah yang selalu dibarengi dengan akad ijarah (sewa) dimana bank dan nasabah menyetor modal bersama menurut imbangan yang disepakati untuk membeli suatu barang (rumah) yang dibutuhkan nasabah dengan status kepemilikan bersama antara nasabah dengan bank, yang mana atas dasar musyarakah atau syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lain(nasabah). Sedangkan ijarahnya adalah prinsip sewa menyewa yang atas barang milik bersama tersebut digunakan oleh nasabah dengan cara menyewa kepada pihak bank yang pembayarannya uang sewanya dibayar setiap

(7)

bulan. Akad Musyarakah Mutanaqisah menekankan pada penggunaan akad jual beli dengan syirkah dan pegurangan salah satu bagian (porsi) syirkah dengan sewa.

Pembiayaan hunian syariah (PHS) kongsi dengan akad musyarakah mutanaqisah terbilang baru dari akad yang lain yang juga digunakan untuk pembiayaan pemilikan rumah pada perbankan syariah di Indonesia, setelah sebelumnya telah digunakan prinsip Musyarakah dan ijarah Muntahiyah Bit Tamlik dengan akad yang digunakan adalah akad Musyarakah syirkatul milk wal ijarah dan mekanisme proses dibanknya yaitu nasabah akan menandatangani 4 (empat) akta untuk realisasi pembiayaan hunian syariah tersebut dimana awalnya nasabah akan mengadakan transaksi jual beli dengan penjual atau developer dengan ditandatanganinya akta jual beli antara penjual (developer) dengan nasabah sesuai dengan harga yang disepakati hal ini dilakukan meskipun plafon pembiayaan hunian syariah (PHS) kongsi belum dicairkan oleh bank, selanjutnya setelah penandatanganan Akta Jual Beli oleh para pihak yakni penjual dan nasabah kemudian dilanjutkan akad antara nasabah dengan pihak bank yaitu pembacaan Surat Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) yang merupakan persetujuan dari bank atas pengajuan permohonan fasilitas pembiayaan hunian syariah (PHS) Kongsi oleh nasabah setelah dipahami oleh nasabah maka akan dilanjutkan dengan penanda tanganan akta akad pembiayaan Musyarakah

(8)

Mutanqisah, akad Ijarah dan Akta Pemberian Hak Tanggunan (APHT) oleh nasabah dihadapan notaris yang ditunjuk sebagai rekanan bank.

Setelah penandatanganan semua akta sebagaimana tersebut di atas, untuk jual beli sudah dianggap sah karena semua persyaratan untuk jual beli sudah terpenuhi seperti pajak-pajak jual beli (SSP dan BPHTB) telah dibayarkan sebelum penandatanganan akta dan untuk proses balik nama sertipikat dianggap sudah siap utuk dijalankan dan pihak notaris akan mengeluarkan surat keterangan atau covernote yang berfungsi untuk pengesahan akta-akta yang ditanda tangani dengan pemberian nomor dan tanggal sehingga dengan adanya covernote tersebut plafon pembiayaan hunian syariah (PHS) tersebut bisa di cairkan.

Proses pelaksanaan akad pembiayaan hunian syariah (PHS) kongsi di bank muamalat tersebut diatas bahwa antara pihak bank dan nasabah sepakat untuk membeli secara kongsi atau bersama-sama berdasarkan modal yang telah disepakati masing-masing, tetapi dalam prosesnya dilaksanakan terlebih dahulu akta jual beli dari penjual kepada nasabah yang selanjutnya akan terbit akta jual beli ke atas nama nasabah dan akan langsung diproses balik nama atas sertipikat rumah yang dibeli tersebut ke atas nama nasabah sedangkan dalam pembiayaan musyarakah mutanaqisah yang ditandatangani di hadapan notaris disebutkan bahwa rumah tersebut adalah kepemilkan bersama antara nasabah dan bank sesuai dengan porsinya masing-masing, yang kemudian nasabah dapat menyewa rumah tersebut dengan menggunakan akad ijarah sehingga dengan pembayaran sewa

(9)

setiap bulan yang dibayar nasabah akan mengurangi porsi kepemilikan bank terhadap rumah tersebut sehingga rumah tersebut dapat dimiliki sepenuhnya oleh nasabah. Untuk produk ini akan membantu masyarakat untuk memiliki rumah (ready stock/bekas), Apartemen, Ruko, Rukan Kios maupun pengalihan take Over dari bank lain.

Pembiayaan hunian syariah dengan akad musyarakah mutanaqisah yang berjalan di Bank muamalat sejarahnya diawali dengan lahirnya produk pembiayaan untuk kongsi kepemilikan rumah berdasarkan prinsip syariah (KPRS) Baiti Jannati pada Februari 2007 dengan menggunakan akad musyarakah syirkatul milk dan ijarah serta akta Pemberian Hak tanggungan (APHT) dalam mekanisme pelaksanaannya. Namun dengan terbitnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang akad musyarakah mutanaqisah pada tanggal 14 November 2008, maka sejak bulan juni 2010, produk KPRS Baiti Jannati dirubah namanya menjadi Pembiayaan Hunian Syariah(PHS) kongsi. Jika dilihat dari fatwa yang ada yang mengatur tentang produk pembiayaan ini yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008, tentang Musyarakah Mutanaqisah, bahwa produk KPRS Baiti Jannati merupakan produk dari Bank Muamalat yang sejak peluncurannya belum ada ketentuan hukum yang mengaturnya tentang pembiayaan ini. Menurut peraturan Bank Indonesia PBI Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dalam Bab II Pasal 2 ayat 1

(10)

sampai 3 tentang perizinan atau pelaporan produk yaitu: (1) Bank wajib melaporkan rencana pengeluaran produk baru kepada Bank Indonesia (2) Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan produk perbankan syariah yang diatur lebih lanjut dalam surat edaran Bank Indonesia (3) dalam hal bank akan mengeluarkan produk baru yang tidak termasuk dalam produk sebagaimana pada ayat (3) maka bank wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia.

Dengan adanya PBI nomor 10/17/PBI/2008 tersebut diatas dan Fatwa Dewan Syariah Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakat Mutanaqisah, maka produk Pembiayaan Hunian Syariah yang saat peluncuran pertama bulan februari 2007 dengan brand KPRS Baiti Jannati belum ada ketentuan hukum yang mengatur. Oleh sebab itu berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitan tentang apakah alasan atau dasar pertimbangan dikeluarkan Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah Syariah (KPRS) Baiti Jannati yang telah dirubah namanya dengan Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) Kongsi serta Implementasi Prinsip Syariah pada Produk Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) Kongsi dengan beberapa peraturan Bank Indonesia yang menurut penulis penting untuk dijadikan fokus lebih lanjut, yaitu PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha syariah, PBI No. 13/13/PBI/2011 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, dan SK Dir Bank Indonesia Nomor 271/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1955 tentang kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi

(11)

Bank Umum. terutama pada pelaksanaan produk Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) Kongsi diatur dengan dikeluarkannya Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah untuk pengaturan lebih khusus. Sehingga dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diproyeksikan produk Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) kongsi semakin subur dan semikin diminati. Terkait uraian diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut dan untuk mempermudah penulis maka penulis mengambil judul untuk penelitian ini yaitu :

TINJAUAN YURIDIS IMPLEMENTASI PRINSIP SYARIAH PADA PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH (PHS) KONGSI DENGAN AKAD

MUSYARAKAH MUTANAQISAH DI PT. BANK MUAMALAT

INDONESIA Tbk, CABANG KALIMALANG KOTA BEKASI

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan pembahasan pada latar belakang tersebut di atas, maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Apakah dasar pertimbangan dikeluarkannya produk pembiayaan hunian syariah (PHS) Kongsi dengan akad musyarakah mutanaqisah di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Kalimalang Kota Bekasi ?

2. Apakah Implementasi Prinsip Syariah telah sesuai dalam akad Musyarakah Mutanaqisah pada produk Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) Kongsi di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Kalimalang Kota Bekasi ?

(12)

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran dan pengamatan kepustakaan yang penulis lakukan di lingkungan perpustakan Universitas Gadjah Mada, khususnya yang ada di Fakultas Hukum, maka dapat dikemukan bahwa telah ada beberapa Penelitian mengenai Pembiayaan pada Syariah antara lain yang dilakukan oleh :

1. Tesis yang berjudul “ Tinjauan Jaminan Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Kepemilikan Rumah Berdasarkan Akad Musyarakah Pada Bank Tabungan Negara Syariah (BTN) Cabang Yogyakarta”, karya Laluk Budyharti S. 5 dengan permasalahan :

a. Jaminan apa yang diberikan Mudharib dalam pelaksanaan Pembiayaan Kepemilikan rumah berdasrkan akad Musyarakah pada Bank Tabungan Negara Syariah (BTN) Cabang Yogyakarta ?

b. Apakah fungsi jaminan pada Pembiayaann Kepemilikan rumah berdasarkan akad Musyarakah pada Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Yogyakarta ?

Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian ini fokus dalam jaminan pada pembiayaan kepemilikan rumah berdasarkan akad murabahah dan lokasi penelitian yang berbeda.

5

Laluk Budyharti S, 2011, Tinjauan Jaminan Dalam Pelaksanaan Pembiayaan Kepemilikan Rumah

Berdasarkan Akad Musyarakah Pada Bank Tabungan Negara Syariah (BTN) Cabang

(13)

2. Tesis yang berjudul “ Tinjauan Yuridis Terhadap Akad Murabahah Pada Pembiayaan Hunian Syariah di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, cabang Banjarmasin, karya Desy Ariani. 6 dengan permasalahan :

a. Bagaimana penerapan prinsip syariah dalam akad murabahah pada pembiayaan Hunian Syariah (PHS) di PT. Bank Muamalat Indonesia cabang Banjarmasin ?

b. Bagaimana penyelesaian wanprestasi dalam Akad Murabahah pada pembiayaan Hunian Syariah (PHS) di PT. Bank Muamalat Indonesia cabang Banjarmasin?

Penelitian diatas lebih fokus kepada pelaksanaan prinsip syariah dan bagaimana penyelesaian wanprestasi akad murabahah pada pembiayaan hunian syariah (PHS) di PT. Bank Muamalat Indonesia cabang Banjarmasin.

3. Tesis yang berjudul “ Kedudukan Jaminan dalam Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta (studi kasus), karya Nunung Sulaiman. 7 dengan permasalahan :

a. Bagaimana Kedudukan Jaminan dalam Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta ?

6

Desy Ariani, 2012, Tinjauan Yuridis Terhadap Akad Murabahah Pada Pembiayaan Hunian Syariah

di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, cabang Banjarmasin,Tesis Magister Kenotariatan, Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

7

Nunung Sulaiman, 2011, Kedudukan Jaminan dalam Pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah

Mandiri Cabang Yogyakarta (studi kasus), Tesis Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas

(14)

b. Bagaimana Penyelesaiannya apabila Nasabah/Mudharib Wanprestasi dalam pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta ?

c. Apabila terjadi Force Majeur, siapakah yang menanggung kerugian dalam pembiayaan Musyarakah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Yogyakarta?

Penelitian diatas fokus pada akad musyarakah di bank Mandri syariah cabang yogyakarta tentang kedudukan jaminan dan penyelesaiannya bila terjadi wanprestasi serta masalah siapa yang menanggung kerugian yang disebabkan terjadi force majeur.

Berdasarkan uraian hasil Penelitian diatas berbeda dengan penuli tulis karena yang dibahas dalam penelitian penulis mengenai “ Tinjauan Fungsi Jaminan Hak Tanggungan pada akad pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah wal Ijarah dalam pembiayaan hunian syariah (PHS) ” Perbedaan pada Penelitian ini fokus pada pelaksanaan dan fungsi Jaminan Hak Tanggungan atas pembiayaan hunian syariah (PHS) dengan akad Musyarakah Wal Ijarah dan lokasi penelitian yang berbeda, penelitian ini belum ada yang menuliskannya akan tetapi apabila ternyata pernah dilaksanakan penelitian yang sama maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian yang terdahulu.

(15)

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan dikeluarkan produk pembiayaan hunian syariah (PHS) dengan akad Musyarakah Mutanaqisah di bank muamalat cabang Kalimalang Kota Bekasi.

2. Untuk mengetahui bentuk kepatuhan prinsip syariah pada Produk Pembiayaan Hunian Syariah (PHS) dengan menggunakan musyarakah akad Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat Cabang Kalimalang Kota Bekasi.

E. Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1) Manfaat Teoretis, penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi referensi bagi pengembangan pelaksanaan teori-teori Akad Musyarakah Mutanaqisah dalam Pembiayaan Hunian Syariah (PHS).

2) Manfaat Praktis :

a. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan rekomendasi bagi Bank untuk melaksanakan akad Musyarakah Mutanaqisah atas objek pembiayaan hunian syariah (PHS).

b. Bagi mahasiswa, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang Pembiayaan Hunian Syariah dengan skema akad Musyarakat Mutanaqisah.

(16)

c. Bagi masyarakat, khususnya Nasabah Bank Syariah juga diharapkan akan dapat menjadi bahan informasi sebelum melakukan kerjasama Pembiayaan dalam Akad Musyarakah Mutanaqisah.

Referensi

Dokumen terkait

Studi tersebut menerangkan perbandingan metode konvensional dengan metode shotcrete pada pekerjaan plesteran dengan dinding pasangan batu bata1. Hasil yang diperoleh

sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana. simpanan

Pada awal tahun berdasarkan hasil end year review departemen HR SIPL membuat rencana pelatihan sesuai kebutuhan karyawan, ada yang sifatnya wajib biasanya untuk level supervisor dan

Dari penjelasan dapat dipahami bahwa perjanian pembiayaan yang dibuat oleh para pihak dalam bisnis Modal Ventura ini yang melandasinya adalah aturan – aturan dalam

Apa yang harus dilakukan: pahami bahwa implementasi teknologi umumnya merupakan permasalahan perubahan manajemen. Tempatkan general manajer dan pemimpin yang

Data kuantitatif yang diperoleh berupa data dokumentasi dari Stasiun Purwokerto yang berisi data jumlah penumpang kereta api yang melakukan pembelian melalui loket,

Rancang bangun modul perangkat keras konveyor berbasis programmable logic controller, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.. Khairul

Diantara faktor-faktor tersebut yang lebih memungkinkan sebagai akar penyebab masalah dan berkaitan dengan tugas guru menciptakan kegiatan belajar mengajar (KBM)