• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Hygiene Perawat dan Fasilitas Sanitasi dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Hygiene Perawat dan Fasilitas Sanitasi dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yaitu untuk melihat gambaran Perilaku Hygiene Perawat dan Fasilitas Sanitasi dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai dengan selesai. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat sebanyak 60 orang yang terdiri dari:

a. Ruang IGD : 20 orang b. Ruang Kelas I : 10 orang c. Ruang Kelas II : 14 orang d. Ruang Kelas III : 16 orang 3.3.2. Sampel

(2)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung ke lokasi penelitian dan mengadakan wawancara kepada perawat yang memberikan tindakan keperawatan kepada pasien secara langsung. Observasi juga dilakukan pada fasilitas sanitasi Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun dengan menggunakan formulir penilaian/pemeriksaan hygiene sanitasi sesuai Permenkes RI Nomor 1204 / MENKES / SK / X / 2004.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Bagian Tata Usaha dan Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun.

3.4.3. Defenisi Operasional

1. Hygiene perawat adalah upaya selalu memakai masker ketika bertugas, memakai sarung tangan, mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menangani pasien, makanan/minuman petugas di ruangan dalam keadaan tertutup, tidak makan/minum sambil menangani pasien, memakai peralatan makan/minum yang bersih, dan sampai di rumah langsung mandi.

2. Pengetahuan adalah kemampuan perawat dalam hal pemahaman dalam pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.

3. Sikap adalah reaksi atau respon dari perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.

(3)

5. Pencegahan Infeksi nosokomial di rumah sakit adalah upaya atau tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.

6. Fasilitas sanitasi adalah ketersediaan sarana sanitasi yang meliputi: Kesehatan lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan meliputi, Penyehatan Air, Toilet dan kamar mandi, Pengelolaan limbah padat dan cair, Tempat Pencucian Linen, Pengendalian serangga dan tikus, pencegahan penularan penyakit melalui desinfeksi dan sterilisasi alat kesehatan,.

7. Pengelolaan limbah padat adalah penanganan limbah berupa sampah berbentuk padat yang dimulai dari pemilahan dan pengemasan, pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan dan pembuangan ke tempat akhir.

8. Pengelolaan limbah cair adalah sarana perlengkapan yang berhubungan dengan limbah cair mulai dari pengumpulan, proses pengaliran, sampai pada pengolahannya beserta bangunan pengolahnya sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.

9. Pengelolaan linen adalah penanganan kain kotor yang berasal dari kegiatan rumah sakit mulai dari pemilahan dan penanganannya sehingga tidak menjadi sumber infeksi bagi petugas dan pasien.

10. Pengendalian serangga, tikus dan binatang penggangu adalah upaya untuk mengurangi populasi serangga, tikus dan binatang penganggu lainnya sehingga keberadaanya tidak menjadi vektor penularan penyakit.

(4)

11. Dekontaminasi adalah upaya mengurangi atau menghilangkan kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui desinfeksi dan sterilisasi.

12. Desinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikroorganisme pathogen dengan cara fisik dan kimiawi.

13. Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangan semua mikroorganisme dengan cara fisik maupun kimiawi.

14. Pencegahan infeksi nosokomial adalah upaya yang dilakukan perawat untuk mencegah infeksi nosokomial seperti mencuci tangan sebelum melakukan tindakan, memakai sarung tangan sebelum melakukan tindakan, dan mensterilkan alat-alat setelah habis pakai.

3.5. Aspek Pengukuran

3.5.1. Aspek Pengukuran Pengetahuan

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pertanyaan nomor 2, 4, 5, 7, 8, 9, pada pilihan jawaban (a) skornya adalah 2, pada pilihan jawaban (b) skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban (c) skornya adalah 0. Sedangkan untuk pertanyaan nomor 1, 3, pada pilihan jawaban (a, a) skornya adalah 2, pada pilihan jawaban (a, b) skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban (b) skornya adalah 0. Sementara untuk pertanyaan nomor 6, 10, pada pilihan jawaban (b, a) skornya adalah 2, pada pilihan jawaban (b, b) skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban (a) skornya adalah 0. Jumlah pertanyaan/kuesioner pengetahuan adalah 10

(5)

Berdasarkan skor yang diperoleh maka tingkat pengetahuan dapat dikategorikan berdasarkan skala likert (Pratomo, 1990 dalam Lesnauli 2008):

a. Pengetahuan baik, bila responden memperoleh skor jawaban >15 (>75% dari total skor).

b. Pengetahuan sedang, bila responden memperoleh skor jawaban 8–15 (40% -75% dari total skor).

c. Pengetahuan kurang, bila responden memperoleh skor jawaban <8 (< 40% dari total skor).

3.5.2. Aspek Pengukuran Sikap

Untuk mengetahui ukuran penilaian sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pertanyaan nomor 1, 3, 4, 7, 10, pada pilihan jawaban setuju (S) skornya adalah 2, pilihan jawaban kurang setuju (KS) skornya adalah 1 dan tidak setuju (TS) skornya adalah 0. Sedangkan untuk pertanyaan nomor 2, 5, 6, 8, 9, pada pilhan jawaban setuju (S) skornya adalah 0, kurang setuju (KS) skornya adalah 1 dan jawaban tidak setuju (TS) skornya adalah 2. Jumlah pertanyaan/kuesioner sikap adalah 10 pertanyaan. Maka didapat total skor tertinggi adalah 20 dan skor terendah adalah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka ukuran penilaian sikap dapat dikategorikan berdasarkan skala likert (Pratomo, 1990 dalam Lesnauli 2008):

a. Sikap baik, bila responden memperoleh skor jawaban >15 (>75% dari total skor).

(6)

c. Sikap kurang, bila responden memperoleh skor jawaban <8 (< 40% dari total skor).

3.5.3. Aspek Pengukuran Tindakan

Untuk mengetahui ukuran tindakan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pertanyaan 1, 2, 3, 6, pada pilihan jawaban ya (Y) skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban tidak (T) skornya adalah 0. Sedangkan untuk pertanyaan nomor 4, 5, 7, 8, 9, 10, pada pilihan jawaban ya (ya) skornya adalah 0 dan pada pilhan jawaban tidak (T) skornya adalah 1. Jumlah pertanyaan pada kuesioner tindakan adalah 10 pertanyaan, maka didapat total skor tertinggi 10 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka ukuran tindakan dapat dokategorikan berdasarkan skala likert (Pratomo, 1990 dalam Lesnauli, 2008).

a. Tindakan baik, bila responden memperoleh skor jawaban >7 (>75% dari total skor).

b. Tindakan sedang, bila responden memperoleh skor jawaban 4-7 (40% - 75% dari total skor).

c. Tindakan kurang, bila responden memperoleh skor jawaban <4 (< 40% dari total skor).

3.5.4. Aspek Pengukuran Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit

Aspek pengukuran yang dilakukan dengan mengamati fasilitas sanitasi di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun yang diadopsi dari Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten

(7)

Simalungun dengan lebih memperhatikan dan memperbaiki cara-cara yang selama ini tidak sesuai dengan Peraturan diatas.

3.6. Analisa Data

Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, dan dianalisa secara deskriptif disertai dengan bahasan dan kesimpulan. Hasil yang didapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan hasil observasi fasilitas sanitasi yang diperoleh kemudian di analisa dan dibandingkan dengan Permenkes RI No. 1204 / Menkes / SK / X / 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

(8)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Perdagangan Kabupaten Simalungun

Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun, didirikan pada tahun 1996 di Jalan Rajamin Purba Perdagangan. Mengingat Kabupaten Simalungun sejak 1945-2003 belum memiliki Rumah Sakit kelas C, maka pemerintah Kabupaten Simalungun cq Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial sejak awal 2002 bekerjasama dengan Camat Kecamatan Bandar untuk mensosialisasikan dan mendirikan Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun. Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya dan dikelilingi oleh perkebunan milik pemerintah, swasta nasional, swasta asing internasional yang sebagian besar penduduknya kurang mampu.

Pada tahun 2002, Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Kelas C dengan pelayanan oleh empat dokter spesialis dasar, disamping dokter umum dan dokter gigi.

4.1.2. Letak Geografi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Perdagangan Kabupaten simalungun

Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun secara geografis berlokasi di Bahlias Perdagangan Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun. Kondisi geografi kontur tanah datar. Luas area RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun 3,22 Ha.

(9)

4.1.3. Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun

Visi merupakan cara pandang jauh kedepan yang merefleksikan cita- cita, yakni hendak menjadi apa Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun dimasa depan, dan sekaligus menetukan arah perjalanan institusi ini.

VISI : Rumah Sakit Rujukan yang Handal di Kabupaten Simalungun. MISI :

1. Mewujudkan pelayanan yang bermutu,efisien dan efektif dan terjangkau. 2. Tersedianya tenaga profesional.

3. Tersedianya sarana dan prasarana disetiap unit pelayanan.

4.1.4. Tenaga Kesehatan dan Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun

Jumlah tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun sebanyak 146 orang terdiri dari: dokter umum 5 orang, dokter gigi 7 orang, dokter spesialis 1 orang. Jumlah tenaga keperawatan dan non keperawatan seluruhnya sebanyak 133 orang terdiri dari: tenaga keperawatan sebanyak 103 orang. Jumlah tenaga non keperawatan sebanyak 33 orang.

4.2. Karakteristik Perawat

Karakteristik perawat yang dinyatakan dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh gambaran karakteristik perawat seperti yang terlihat pada tabel 4.1.

(10)

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Perawat Berdasarkan Karakteristik di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten

Simalungun Tahun 2012

No Karakteristik Perawat Frekuensi

( n = 60 ) Persentase (Total=100%) 1 Umur 1. 21-30 tahun 30 50,00 2. 31-40 tahun 27 45,00 3. 41-50 tahun 3 5,00 2 Jenis Kelamin 4. Laki-laki 15 25,00 5. Perempuan 45 75,00 3 Tingkat Pendidikan 6. SPK 6 10,00 7. D III Keperawatan 48 80,00 8. S1 Keperawatan 6 10,00 4 Lama bekerja 9. < 1 tahun 2 3,33 10. 1-5 tahun 32 53,33 11. > 5 tahun 26 43,34

5 Pelatihan infeksi nosokomial

12. Ya 0 0,00

13. Tidak 100 100,00

Berdasarkan tabel 4.1. diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat berada pada kelompok umur 21-30 tahun yaitu sebanyak 30 orang (50%), dan sebagian besar adalah perempuan yaitu sebanyak 45 orang (75%), dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah Diploma III keperawatan yaitu sebanyak 48 orang (80%) dan sebagian besar perawat mempunyai lama kerja antara 1-5 tahun yaitu sebanyak 32 orang (53,33%). Dari hasil penelitian ini juga diperoleh data bahwa seluruh perawat tidak pernah mengikuti pelatihan resmi tentang infeksi nosokomial. 4.3. Data Perilaku

Perilaku yang dinyatakan dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial.

(11)

4.3.1. Pengetahuan Perawat

Adapun gambaran pengetahuan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial dapat dilihat pada tabel 4.2. dibawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Tingkat Pengetahuan dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012

No Pengetahuan Ya Tidak Jumlah

n % n % n %

1 Mengetahui pengertian infeksi 34 56,67 26 43,33 60 100 2 Mengetahui penyebab infeksi 47 78,33 13 21,67 60 100 3 Mengetahui bahwa rumah sakit dapat

menjadi tempat penularan infeksi 44 73,33 16 26,67 60 100 4 Mengetahui pengertian infeksi

nosokomial 14 23,33 46 76,67 60 100

5 Mengetahui penyebab infeksi

nosokomial 34 56,67 26 43,33 60 100

6 Mengetahui anak dibawah usia 12 tahun tidak boleh berkunjung ke rumah sakit

45 75,00 15 25,00 60 100 7 Mengetahui akibat terjadinya infeksi

nosokomial pada pasien 42 70,00 18 30,00 60 100 8 Mengetahui sumber terjadinya

infeksi nosokomial 48 80,00 12 20,00 60 100 9 Mengetahui siapa yang beresiko

terkena infeksi di rumah sakit 46 76,67 14 23,33 60 100 10 Mengetahui bahwa tidak boleh

menginap dalam ruang perawatan pasien

39 65,00 21 35,00 60 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat sudah memiliki pengetahuan baik seperti sebagian besar perawat sudah mengetahui pengertian infeksi dan penyebabnya dan mengetahui bahwa rumah sakit dapat menjadi tempat penularan penyakit, namun masih ada perawat yang tidak mengetahui pengertian infeksi nosokomial sebanyak 46 orang (76,67%), dan yang

(12)

tidak mengetahui penyebab infeksi nosokomial di rumah sakit sebanyak 26 orang (43,33%).

4.3.2. Sikap Perawat

Sikap perawat adalah reaksi atau perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. Adapun gambaran sikap perawat dapat dilihat pada tabel 4.3. dibawah ini.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Sikap dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012

No Sikap Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Jumlah n % n % n % n %

1 Tangan dalam keadaan bersih sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan 3 6 60,00 1 2 20,0 0 1 2 20,0 0 6 0 100 2 Menggunakan handuk/tisu jika

tangan dalam keadaan basah

3 3 55,00 1 6 26,6 7 1 1 18,3 3 6 0 100 3 Alat kesehatan yang terkontaminasi

darah/cairan langsung dicuci dengan menggunakan lautan desinfektan 2 0 26,67 2 8 46,6 7 1 2 20,0 0 6 0 100 4 Menggunakan sarung tangan ketika

mencuci alat kesehatan yang terkontaminasi darah/cairan 1 1 18,33 3 7 61,6 7 1 2 20,0 0 6 0 100 5 Tidak menggunakan sarung tangan

yang steril ketika mencuci alat kesehatan 2 3 38,33 2 3 38,3 3 1 4 23,3 7 6 0 100 6 Tidak merendam alat kesehatan

yang terkontaminasi dengan alat kesehatan 2 4 40,00 2 4 40,0 0 1 2 20,0 0 6 0 100 7 Merendam alat kesehatan dengan

menggunakan Waskom anti karat 3 7 61,67 1 1 18,3 3 1 2 20,0 0 6 0 100 8 Membuang sampah medis pada

tempat sampah non medis

3 5 58,33 1 1 18,3 3 1 4 23,3 7 6 0 100 9 Melakukan tindakan keperawatan

ketika kondisi tubuh tidak sehat

1 6 26,67 3 3 55,0 0 1 1 18,3 3 6 0 100 10 Tidak menggunakan peralatan

makan yang sama dengan pasien 3 9 65,00 1 0 16,6 7 1 1 18,3 3 6 0 100

(13)

Berdasarkan tabel 4.3. diketahui bahwa sebagian besar perawat memiliki sikap yang tidak sesuai dalam pencegahan infeksi nosokomial antara kurang setuju menggunakan sarung tangan ketika mencuci alat kesehatan yang terkontaminasi darah/cairan, dan melakukan tindakan keperawatan ketika kondisi tubuh tidak sehat dan masih ada yang setuju membuang sampah medis pada tempat sampah non medis.

4.3.3. Tindakan Perawat

Tindakan perawat adalah bentuk perbuatan atau aktivitas nyata dari perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. Adapun gambaran tindakan perawat dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Perawat Menurut Tindakan dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012

No Tindakan Ya Tidak Jumlah

n % n % n %

1 Mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien dan lingkungan rumah sakit 20

33,3 3 40 66,6 7 6 0 100 2 Mencuci tangan setelah kontak dengan

pasien dan lingkungan di rumah sakit 40 66,6 7 20 33,3 3 6 0 100 3 Mensterilkan alat setiap habis pakai

11 18,3 3 49 81,6 7 6 0 100 4 Mengganti selang selang infuse, abbocath

setiap 3 hari sekali 38

63,3 3 22 36,6 7 6 0 100 5 Menggunakan sarung tangan, masker, dan

baju khusus saat mengganti balut luka. 35 58,3 3 25 41,6 7 6 0 100

6 Memberikan informasi kepada

pasien/keluarganya agar bersama-sama menjaga kebersihan rumah sakit

22 36,6 7 38 63,3 3 6 0 100 7 Melakukan tindakan keperawatan dengan

tekhnik aseptik 33 55,0 0 27 45,0 0 6 0 100 8 Membersihkan waskom mandi sebelum dan

sesudah dipakai 25 41,6 7 35 58,3 3 6 0 100 9 Menggunakan spuit lebih dari 1 kali

pemakaian 20 33,3 3 40 66,6 7 6 0 100

(14)

Berdasarkan tabel 4.4. diketahui bahwa sebagian besar perawat memiliki tindakan yang tidak sesuai dalam pencegahan infeksi nosokomial seperti tidak mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien, tidak mensterilkan alat setiap habis pakai, tidak memberikan informasi kepada pasien/keluarganya agar bersama-sama menjaga kebersihan rumah sakit, tidak membersihkan waskom mandi sebelum dan sesudah dipakai dan masih ada yang menggunakan spuit lebih dari 1 kali pemakaian dan yang tidak memisahkan sampah medis dengan sampah non medis.

4.4. Hasil Penilaian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Perawat

Berdasarkan perhitungan jumlah skor pada pada tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan perawat maka dapat dikategorikan baik, sedang dan kurang. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.5. dibawah ini.

Tabel 4.5. Distribusi Perawat Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012

No Perilaku Frekuensi ( n = 60 ) Persentase (Total=100%) 1 Pengetahuan - Baik 40 66,66 - Sedang 12 20,00 - Kurang 8 13,34 2 Sikap - Baik 16 26,66 - Sedang 38 63,34 - Kurang 6 10,00 3 Tindakan - Baik 12 20,00 - Sedang 44 73,34 - Kurang 4 6,66

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat memiliki pengetahuan dengan kategori baik yaitu sebanyak 40 orang atau sekitar 66,66%,

(15)

sebagian besar perawat memiliki sikap dengan kategori sedang yaitu sebanyak 38 orang atau sekitar 63,34%, dan sebagian besar perawat memiliki tindakan dengan kategori sedang yaitu sebanyak 44 orang atau sekitar 73,34%.

4.5. Tabulasi Silang

Data yang dimasukkan dalam Tabulasi silang antara lain yaitu tingkat pengetahuan dengan pendidikan, lama bekerja dengan tingkat pengetahuan kemudian tingkat pengetahuan dengan sikap dan tindakan.

4.5.1. Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Pendidikan

Hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dan pendidikan perawat dapat dilihat pada tabel 4.6. dibawah ini.

Tabel 4.6. Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan dengan Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012

Pengetahuan Pendidikan Tota

l SPK % D-III.Kep % S1.Kep % Baik 1 16,67 35 72,92 4 66,66 40 Sedang 3 50,00 8 16,67 1 16,67 12 Kurang 2 33,33 5 16,66 1 16,67 8 Total 6 100,00 48 100,00 6 100,00 60 Berdasarkan Tabel 4.6. diketahui bahwa sebagian besar perawat yang berpendidikan SPK memiliki pengetahuan sedang dan masih ada yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 33,33% dan diantara yang berpendidikan D-III dan S-1 keperawatan sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik namun masih ada yang memiliki pengetahuan kurang.

(16)

4.5.2. Tabulasi silang Lama Bekerja dengan Tingkat Pengetahuan Perawat Hasil tabulasi silang antara lama bekerja dengan tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel 4.7. dibawah ini.

Tabel 4.7. Tabulasi silang Lama Bekerja dengan Tingkat Pengetahuan Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012 Pengetahuan Lama Bekerja Total < 1 thn % 1-5 thn % >5 thn % Baik 0 0,00 12 37,50 20 76,93 2 Sedang 1 50,00 15 46,88 4 15,38 32 Kurang 1 50,00 5 15,62 2 7,69 26 Total 2 100,00 32 100,00 26 100,00 60 Tabel 4.7. menunjukkan bahwa yang bekerja <1 tahun tidak ada yang memiliki pengetahuan baik, perawat yang bekerja antara 1-5 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan sedang yaitu sebanyak 15 orang (46,88%), dan yang bekerja > 5 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 20 orang (76,93%).

4.5.3. Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Perawat

Hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan sikap perawat dapat dilihat pada tabel 4.8. dibawah ini.

Tabel 4.8.Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Perawat di

Rumah Sakit Umum daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012

Sikap Pengetahuan Total

Baik % Sedang % Kurang %

Baik 9 22,50 5 42,50 2 25,50 16

Sedang 30 75,00 6 50,00 2 25,50 38

(17)

Tabel 4.8. menunjukkan dari 40 orang yang berpengetahuan baik sebagian besar memiliki sikap baik yaitu sebanyak 56,25%, diantara 12 orang yang berpengetahuan sedang sebagian besar memiliki sikap sedang yaitu sebanyak 50% dan diantara 8 yang berpengetahuan kurang sebagian besar memiliki sikap kurang yaitu sebanyak 50%.

4.5.4. Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Perawat

Hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan tindakan dapat dilihat pada tabel 4.9. dibawah ini.

Tabel 4.9. Tabulasi silang Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun Tahun 2012

Tindakan Pengetahuan Total

Baik % Sedang % Kurang %

Baik 9 22,50 2 16.67 1 12,50 40

Sedang 30 75,50 9 75,50 5 62,50 12

Kurang 1 2,50 1 8,33 2 25,50 8

Total 12 100,00 12 100,00 8 100,00 60 Tabel 4.9. menunjukkan bahwa dari 40 orang yang berpengetahuan baik sebagian besar memiliki tindakan sedang dan masih ada yang memiliki tindakan kurang sebanyak 2,50%, diantara 12 orang yang berpengetahuan sedang sebagian besar memiliki tindakan sedang dan masih ada yang kurang sebesar 8,33% dan diantara 8 orang yang berpengetahuan sedang dan masih ada yang memiliki tindakan kurang sebanyak 25,50%.

4.6. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun

(18)

limbah cair, pengelolaan tempat pencucian linen, pengendalian serangga, tikus dan binatang penggangu lainnya, dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10. Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun

No Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Pengamatan

Ya Tidak 1 Penyehatan Air

a. Kuantitas

- Tersedia air bersih> 500l/hr dan tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.

√ b. Kualitas memenuhi syarat

- Bakteriologis -

- Fisik √

- Kimia -

c. Sarana

- Sumber PDAM, air tanah diolah √

- Distribusi tidak bocor √

- Penampungan tertutup √

2 a. Pengelolaan Limbah Padat

- Dilakukan pemilahan dan pengemasan sampah medis dan non medis. √ - Limbah padat medis dikumpulkan didalam kontainer yang dilapisi

kantong plastik sesuai dengan jenis limbah yang dihasilkan.

√ - Tempat limbah padat kuat, tahan karat, kedap air, dengan penutup √ - Jumlah tempat sampah minimal 1(satu) buah tiap radius 20 m pada ruang

tunggu terbuka

√ - Limbah padat diangkut ke TPS > 2 kali/hr. √

- Limbah domestik dibuang ke TPA yang ditetapkan PEMDA. √ - Pengolahan limbah padat dengan menggunakan incenerator √ 3 a. Pengolahan Limbah Cair

- Dilakukan dengan pengolahan melalui instalasi pengolahan air limbah √ - Disalurkan melalui saluran tertutup, kedap air da lancar. √

4 a. Tempat Pencucian Linen

- Terdapat air bersih dengan kapasitas yang mencukupi √

- Dilakukan pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius √ - Terletak dekat dengan saluran air limbah. √

5 Dilakukan Pengendalian serangg, tikus dan binatang pengganggu lainnya √ 6 Dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi

- Sterilisasi alat menggunakan autoclave √ - Alat dan perlengkapan medis yang sudah disterilkan disimpan pada tempat

khusus yang steril.

√ - Alat dan perlengkapan medis yang sudah disterilkan atau didesinfeksi

terlebih dahulu dari darah, jaringan tubuh, dan sisa bahan lain

√ - Ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan desinfeksi sebelum

operasi berikutnya

(19)

Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa fasilitas sanitasi di rumah sakit dapat sudah memenuhi syarat kuantitas yaitu tersedia air bersih >500 l/hr dan sudah memenuhi syarat kualitas fisik yaitu tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, namun berdasarkan kualitas kimia dan bakteriologis tidak diketahui karena belum dilakukan pemeriksaan. Sarana air bersih yang digunakan berasal dari air tanah, pendistribusian air bersih baik atau tidak bocor dan penampungan air tertutup.

Jumlah tempat sampah sudah mencukupi yaitu telah terserdia 1 tempat sampah dalam radius 20 m di ruangan terbuka namun dalam manajemen pengelolaan limbah padat di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan belum memenuhi syarat karena tidak dilakukan pemilahan limbah antara limbah medis dan non medis, pengumpulan limbah padat setiap ruangan dibuat pada tempat sampah yang tidak tertutup dan tidak kedap air, pengangkutan limbah padat ke luar gedung tidak dikemas pada wadah yang kuat dan hanya dibuang ke tempat pembuangan sampah, pengolahan limbah medis padat dan limbah domestik dibuang langsung ke tempat pembuangan sampah dan dibakar diatas permukaan tanah karena rumah sakit tidak mempunyai incenerator.

Berdasarkan hasil pengamatan, Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan mempunyai instalasi pengolahan air limbah namun tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga air limbah hanya disalurkan ke septik tank dengan saluran tertutup , kedap air dan lancar.

Pada pencucian linen di rumah sakit tidak dilakukan pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius, petugas pencucian linen juga tidak memakai pakaian

(20)

kerja khusus dan APD. Hal ini dapat menimbulkan resiko terjadinya penyakit bagi petugas pencucian linen.

Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya tidak dilakukan sehingga sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat memungkinkan sebagai tempat berkembang biaknya serangga dan tikus.

Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan mempunyai alat sterilisasi seperti sterilisasi dan autoclave namun perawat tidak selalu menggunakannya namun alat kesehatan lebih sering dibersihkan dengan membilas dengan menggunakan air bersih.

(21)

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Perawat

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar perawat adalah perempuan yaitu sebanyak 45 orang (75%), dengan tingkat pendidikan terbanyak Diploma III keperawatan yaitu sebanyak 48 orang (80%). Dari hasil penelitian ini juga diperoleh data bahwa seluruh perawat tidak pernah mengikuti pelatihan resmi tentang infeksi nosokomial. Tidak adanya pelatihan formal tentang infeksi nosokomial menyebabkan hanya sebagian perawat yang mengetahui bagaimana cara pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. Hal ini disebabkan pihak rumah sakit dalam menyediakan informasi tentang pencegahan infeksi nosokomial seperti menyediakan leaflet tentang pencegahan infeksi nosokomial yang disediakan pada setiap unit perawatan dan tempat-tempat tertentu. Hendaknya pihak rumah sakit membentuk tim komisi pencegahan infeksi di rumah sakit untuk memberikan pelatihan khusus tentang pencegahan infeksi nosokomial.

5.2. Pengetahuan Perawat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa belum seluruhnya perawat memiliki pengetahuan baik hal ini disebabkan perawat hanya mendapatkan pengetahuan tentang infeksi nosokomial ketika dalam masa pendidikan sedangkan rumah sakit tidak pernah melakukan pelatihan infeksi nosokomial kepada petugas kesehatan. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.

(22)

besar memiliki pengetahuan sedang yaitu sekitar 50% dan masih ada yang berpengetahuan kurang yaitu sekitar 33,33%, sementara yang berpendidikan D-III keperawatan, sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik yaitu ssekitar 72,92% dan dari yang berpendidikan sarjana keperawatan sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik yaitu sekitar 66,68%. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat yang berjenjang pendidikan sarjana dan diploma lebih tinggi dari SPK. Semua perawat wajib mengetahui tentang cara pencegahan infeksi nosokomial, oleh karena itu diharapkan setiap penerimaan SPK harus di training sebelum bekerja.

Lama bekerja juga berpengaruh terhadap pengetahuan perawat. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tidak ada perawat yang berpengetahuan baik yang lama kerjanya kurang dari 1 bulan. Diantara perawat yang bekerja antara 1 sampai 5 tahun, sebagian besar memiliki pengetahuan sedang yaitu sekitar 46,88% sementara yang telah bekerja lebih dari 5 tahun sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik yaitu sekitar 76,93%. Data ini menunjukkan bahwa semakin lama bekerja semakin baik pengetahuan. Jika perawat tidak di training sebelum bekerja di rumah sakit berarti membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun supaya petugas kesehatan berpengetahuan baik, hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit. Dari data diatas juga menunjukkan bahwa pendidikan perawat tidak menjamin mereka mengetahui tentang infeksi nosokomial.

Berdasarkan Notoadmodjo (2003), dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan yang diperoleh melalui penglihatan,

(23)

seseorang dan menjadi pengetahuannya. Penginderaan tersebut dapat bersumber dari pengalaman yang ada pada diri individu, baik berupa pengalaman belajar, bekerja, serta aktivitas dan interaksi lain dalam kehidupan sehari-hari.

Green dalam Notoadmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Notoadmodjo (2003) juga menyebutkan bahwa perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik akan sesuatu hal diharapkan akan mempunyai sikap yang baik.

5.3. Sikap Perawat

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat memiliki sikap sedang yaitu sekitar 63,34% dan masih ada yang memiliki sikap baik sekitar 26,66%, hal ini dikarenakan pada dasarnya perawat setuju dengan hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan suatu penyakit walaupun pada saat pelaksanaanya belum tentu hal-hal tersebut dilakukan.

Secara umum dalam Ahmadi (2007) dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten yang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:

1. Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri manusia berupa

selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah

pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

(24)

Berdasarkan tabel silang antara pengetahuan dengan sikap perawat dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar perawat sudah memiliki pengetahuan baik namun sebagian besar sikap yang dimiliki perawat masih sedang dan kurang. Hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran perawat untuk melindungi dirinya dari bahaya infeksi nosokomial.

Dalam Ahmadi (2007) juga dapat disimpulkan bahwa sikap tidak terbentuk dan berubah dengan sendirinya. Ada banyak hal dan kemungkinan yang dapat mempengaruhi terjadinya sikap, diantaranya yaitu hubungan dan komunikasi dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, lingkungan terdekat, dan keluarga.

Sikap perawat berada pada rentang sedang, hal ini menunjukkan bahwa terdapat respon negatif dalam pencegahan infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat sudah memiliki pengetahuan baik namun hanya memiliki sikap sedang.

5.4. Tindakan Perawat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar perawat memiliki tindakan sedang yaitu sekitar 73,34% dan masih ada yang memiliki tindakan kurang yaitu sekitar 6,66%. Tindakan yang yang kurang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.

Menurut Notoadmodjo (2003) secara logis, sikap akan ditunjukkan dalam bentuk tindakan, namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Artinya suatu pengetahuan dan sikap yang baik belum

(25)

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar perawat kurang setuju untuk tidak melakukan tindakan keperawatan ketika kondisi tubuh dalam keadaan sakit. Mereka mengatakan bahwa dengan kondisi tubuh yang kurang sehat tidak terlalu mengganggu mereka dalam bekerja, namun hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi nosokomial bagi pasien baik terhadap petugas kesehatan itu sendiri.

Berdasarkan tabel silang tingkat pengetahuan dengan tindakan bahwa sebagian besar perawat yang memiliki pengetahuan baik hanya memiliki tindakan sedang. Hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan rumah sakit yang meliputi perilaku individu yang berada didalamnya kurang serta kurang memadainya fasilitas sanitasi rumah sakit yang mendukung pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.

5.5. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit 1. Penyediaan Air Bersih

Hasil pengamatan pada fasilitas sanitasi di rumah sakit bahwa berdasarkan kualitas fisik air bersih sudah memenuhi syarat, tetapi belum pernah dilakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis dan pemeriksaan kimia pada air bersih. Air yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan penyakit.

Menurut Kusnoputranto (2000) air dapat menjadi media penularan penyakit apabila air terkontaminasi oleh bakteri pathogen dari penderita atau carier. Bila air ini diminum dapat mengakibatkan penyakit cholera, typoid, hepatitis infektiosa dan dysentri basiller.

(26)

2. Fasilitas Toilet dan Kamar Mandi

Syarat fasilitas toilet dan kamar mandi yang memenuhi syarat adalah harus terletak ditempat yang mudah dijangkau pasien dan pengunjung dan ada petunjuk arah serta toilet untuk pengunjung dan pasien dengan perbandingan 1 toilet untuk 1 – 20 pengunjung wanita, dan 1 toilet untuk 1 – 30 pengunjung pria, dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan toilet serta tidak terdapat tempat penampungan dan genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan serangga dan binatang pengganggu.

Fasilitas toilet dan kamar mandi di rumah sakit sudah memenuhi syarat karena jumlah toilet mencukupi untuk pengunjung dan petugas di rumah sakit. Apabila fasilitas toilet dan kamar mandi ini tidak terpelihara dapat menjadi tempat perindukan serangga dan binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit bagi orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit.

Menurut Kusnoputranto (2000), vektor atau insekta yang berhubungan dengan air seperti serangga yang ada di air, misalnya pada wadah penampungan air seperti gentong, bak air, pot bunga dll dapat menularkan penyakit seperti malaria dan penyakit demam berdarah.

3. Pengelolaan Limbah Padat

Jumlah tempat sampah sudah mencukupi yaitu telah terserdia 1 tempat sampah dalam radius 20 m di ruangan terbuka namun dalam manajemen pengelolaan limbah padat di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan belum memenuhi syarat karena tidak dilakukan pemilahan limbah antara limbah medis dan non medis,

(27)

tertutup dan tidak kedap air, pengangkutan limbah padat ke luar gedung tidak dikemas pada wadah yang kuat dan hanya dibuang ke tempat pembuangan sampah, pengolahan limbah medis padat dan limbah domestik dibuang langsung ke tempat pembuangan sampah dan dibakar diatas permukaan tanah karena rumah sakit tidak mempunyai incenerator. Hal ini bisa disebabkan tidak ada nya anggaran yang disediakan untuk pengelolaan sampah rumah sakit

Pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi tempat bersarangnya tikus dan serangga, dan dapat menjadi sumber penularan penyakit baru terutama bagi orang-orang yang berada di lingkungan rumah sakit.

4. Pengolahan limbah cair

Berdasarkan hasil pengamatan, Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan mempunyai instalasi pengolahan air limbah namun tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga air limbah hanya disalurkan ke septik tank.

5. Tempat pencucian linen

Berdasarkan hasil pengamatan, di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan pada pencucian linen tidak dilakukan pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius, petugas pencucian linen juga tidak memakai pakaian kerja khusus dan alat pelindung diri. Jika pencucian linen tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber penularan penyakit terutama bagi orang-orang yang ada disekitar rumah sakit.

(28)

Berdasarkan hasil pengamatan, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya, tidak pernah dilakukan. Agar binatang pengganggu lain tidak masuk perlu melakukan pengelolaan makanan dan pengelolaan sampah dengan baik.

Dalam hal ini keadaan hygiene sanitasi yang tidak baik dapat dikurangi dan dihilangkan sesuai dengan Permenkes Nomor 1204/Menkes/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Rumah sakit sebagai tempat umum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan yang memerlukan perhatian dan penanganan yang serius dari aspek hygiene sanitasinya. 7. Dekontaminasi dengan Disinfeksi dan Sterilisasi

Desinfeksi adalah proses menurunkan jumlah mikroorganisme penyebab penyakit atau yang berpotensi patogen dengan cara fisika atau kimiawi. Proses desinfeksi harus didahului dengan proses dekontaminasi atau pencucian yang memadai dengan menghilangkan sebagian besar kuman yang terdapat pada permukaan benda. Di rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan, sterilisasi ruangan hanya dilakukan dengan mengepel ruangan dan untuk mensterilkan alat kesehatan perawat tidak selalu menggunakan autoclave, yang sudah disediakan rumah sakit. Alat kesehatan dibersihkan dengan membilas dengan air bersih. Pengawasan terhadap fasilitas sanitasi sangat diperlukan agar tidak menjadi sumber penularan penyakit baru terutama bagi orang-orang yang ada disekitar rumah sakit.

(29)

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh dan pembahasan yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Karakteristik perawat meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja dan pelatihan infeksi nosokomial. bahwa sebagian besar perawat berada pada kelompok umur 21-30 tahun yaitu sebanyak 30 orang (50%), sementara perawat yang paling sedikit berada pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 3 orang (5%) dan sebagian besar adalah perempuan yaitu sebanyak 45 orang (75%), dengan tingkat pendidikan yang terbanyak adalah Diploma III keperawatan yaitu sebanyak 48 orang (80%) dan sebagian besar sudah bekerja antara 1-5 tahun yaitu sebanyak 32 orang (53,33%) dan seluruh perawat tidak pernah mengikuti pelatihan resmi tentang infeksi nosokomial. 2. Tingkat pengetahuan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial sebagian

besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 40 orang (66,66%), memiliki pengetahuan sedang sebanyak 12 orang (20%) dan memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 8 orang (13,34%). Hal ini menunjukkan bahwa perawat sudah memiliki pengetahuan baik.

3. Sikap perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial yang memiliki sikap baik sebanyak 16 orang (26,64%), sebagian besar memiliki sikap sedang sebanyak 38 orang (63,34%) dan yang memiliki sikap kurang baik sebanyak 6 orang (10%). Hal ini menunjukkan bahwa perawat memiliki sikap sedang.

(30)

4. Tindakan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial yang memiliki tindakan baik sebanyak 12 orang (20%), sebagian besar memiliki tindakan sedang yaitu sebanyak 44 orang (73,34%) dan yang memiliki tindakan kurang baik sebanyak 4 orang (6,66%). Hal ini menunjukkan bahwa perawat memiliki tindakan sedang.

5. Fasilitas sanitasi rumah sakit yang berhubungan dengan pencegahan infeksi nosokomial seperti:

a. Pada air bersih tidak pernah dilakukan pemeriksaan bakteriologis dan kimia.

b. Pengelolaan limbah padat medis dan non medis dibakar di atas permukaan tanah karena rumah sakit tidak mempunyai incinerator.

c. Tidak dilakukan pengolahan limbah cair.

d. Pencucian linen tidak dilakukan pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius.

e. Tidak dilakukan pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya.

f. Dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi alat kesehatan tidak selalu menggunakan peralatan autoclave.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka beberapa hal yang dapat dilakukan antar lain yaitu:

(31)

1. Kepada pihak Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun

a. Memberikan pelatihan tentang pencegahan infeksi nosokomial kepada perawat.

b. Menyediakan media informasi seperti poster dan leaflet tentang pencegahan infeksi nosokomial.

c. Melengkapi fasilitas sanitasi rumah sakit seperti melakukan pemeriksaan bakteriologis dan kimia air bersih, penyediaan incinerator, memfungsikan instalasi pengolahan air limbah yang sudah ada, mengawasi pencucian linen, melakukan pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di rumah sakit serta melakukan pengawasan terhadap perawat agar mengikuti prosedur seperti menggunakan alat pelindung diri ketika berhadapan dengan pasien yang beresiko menularkan penyakit.

2. Kepada perawat

Dalam pelayanan keperawatan hendaknya tenaga keperawatan harus aktif dan berinisiatif untuk mendapatkan wawasan baru tentang perkembangan ilmu keperawatan khususnya tentang bahaya infeksi nosokomial.

Gambar

Tabel 4.10.  Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Umum Daerah    Perdagangan Kabupaten Simalungun

Referensi

Dokumen terkait

Q3. Packet Tracer 7.0 introduce user authentication into Packet Tracer. NetAcad user are required to sign in when first time launch the Packet Tracer. Please ask your instructor

Hasil titer antibodi pada perlakuan C yaitu vaksin dengan penambahan gliserol 0,25% dan perlakuan E yaitu vaksin dengan penambahan gliserol 0,75% meningkat tinggi

Menimbang, bahwa terhadap jawaban yang menyatakan bahwa termohon bersedia bercari, berarti Termohon tidak mau lagi untuk membina rumahtangganya dengan Pemohon maka hal

Kita harus bersatu melawan penjajah Belanda!” begitu pidato Kepala Kampung Katiagan yang baru dengan lantang di tengah penduduk Kampung Katiagan.. Penduduk Kampung Katiagan

• Untuk data dalam bentuk tabel, seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut ini, dimensi pertama array digunakan untuk menyatakan nama Program Studi dan dimensi kedua untuk

Recall that the algorithm works on sets, so that the set will not become bigger, if an element is added which is already present (because it has been constructed by applying a

c. Aktivitas pengendalian, yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan dalam suatu proses pengendalian terhadap kegiatan perusahaan pada setiap tingkat dan unit dalam

Then, use the road texture points to extract the road segments. Build buffer around key points with radius of 8, about one quar- ter of the road width. If the segments and the