• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007) patuh adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007) patuh adalah"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Pengertian Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007) “patuh adalah suka menurut perintah dan taat pada perintah. Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin”.

Kepatuhan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai - nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan mebebani dirinya bila mana ia tidak dapat berbuat sebagaimana yang harus dilakukannya (Prijadarminto, 2003).

Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Jika perawat itu sendiri menganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan maka perilaku kepatuhan ini akan optimal. Perilaku keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi (Sarwono, 2007).

Kepatuhan petugas profesional (perawat) adalah kesesuaian antara perilku seseorang perawat dengan ketentuan yang telah ditentukan pimpinan perawat ataupun pihak rumah sakit (Niven, 2002). Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang professional dalam melakukan suatu anjuran, prosedur

(2)

atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Setiadi, 2007). Kepatuhan pada program kesehatan dapat diukur dengan cara melakukan observasi (Bastable, 1997/ 2002).

Ketidakpatuhan adalah perilaku yang dapat menimbulkan konflik yang dapat menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ditujukan. Perilaku ini dapat berbentuk verbal dan nonverbal. Perilaku ini terbagi menjadi tiga jenis menurut Murphy dalam Swansburg (2000) yaitu:

1. Competitive Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini sering menggerutu dengan bergumam dan dengan wajah yang cemberut dapat pergi meninggalkan manajer perawat atau tidak masuk kerja. 2. Martyred Accomodator yang menggunakan kepatuhan palsu. Orang tipe

ini dapat bekerja sama tetapi juga sambil melakukan ejekan, hinaan, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan dukungan yang lainnya. 3. Advoider yang bekerja dengan menghindarkan kesepakatan,

berpartisipasi dan tidak berespon terhadap manajer perawat. 1.2 Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan

Mengungkapkan derajat ketidakpatuhan ditentukan oleh kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya hidup/lingkungan kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana perawat mematuhi prosedur tersebut, apakah prosedur tersebut berpotensi menyelamatkan hidup, dan keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien bukan petugas kesehatan (Niven, 2002).

(3)

Menurut Smet (1994), berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, diantaranya adalah:

a. Dukungan Profesional Kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya tehnik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan, misalnya antara kepala perawatan dengan bawahannya.

b. Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga yang percaya pada tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh perawat dapat menunjang peningkatan kesehatan pasien, sehingga perawat dapat bekerja dengan percaya diri dan ketidakpatuhan dapat dikurangi.

c. Perilaku Sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan, misalnya kepatuhan perawat

untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien ataupun melakukan tindakan asuhan keperawatan.

d. Pemberian Informasi

Pemberian informasi yang jelas tentang pentingnya pemberian asuhan keperawatan berdasarkan prosedur yang ada membantu meningkatkan

(4)

kepatuhan perawat, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan kesehatan yang diadakan oleh pihak rumah sakit ataupun instansi kesehatan lain.

2. Standart Kompetensi Perawat Indonesia

Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan. Standar kompetensi perawat merefleksikan atas kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh individu yang akan bekerja di bidang pelayanan keperawatan. Menghadapi era globalisasi, standar tersebut harus ekuivalen dengan standar- standar yang berlaku pada sektor industri kesehatan di negara lain serta dapat berlaku secara internasional.

Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasar yang terganggu baik aktual maupun potensial. Fokus keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan. Tanggungjawab perawat yang sangat mendasar adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan dan mengurangai penderitaan. Tanggungjawab ini bersifat universal.

3. Standart Pelayanan Keperawatan Ortopedi 3.1 Pengertian

(5)

Keperawatan ortopedi merupakan area spesifik yang membutuhkan kompetensi perawat untuk mengatasi masalah sistem muskuloskeletal dengan berbagai penyebab yang meliputi degeneratif, traumatik, inflamasi, kongenital, metabolik, dan onkologi. Standar pelayanan keperawatan ortopedi merupakan acuan yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan pada pasien dengan masalah ortopedi dalam berbagai setting keperawatan.

Standar pelayanan keperawatan ini merupakan performa perilaku dirancang untuk memastikan dipenuhinya kualitas pelayanan keperawatan yang dapat diukur dalam proses pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan ortopedi dikembangkan dalam empat domain keperawatan, yaitu praktik, pendidikan, manajamen, dan penelitian.

3.2 Kompetensi Perawat Ortopedi dan Rehabilitasi Medik 3.2.1 Perawat Klinik I : Ortopedi dan Rehabilitasi Medik

Kualifikasi :

Pendidikan : D – 3 Keperawatan Pengalaman Kerja Klinik : 5 th Pendidikan : S – 1 Keperawatan/ Ners

Pengalaman Kerja Klinik : 3 th + Sertifikasi BLS

Kompetensi : Pemberian dan Manajemen Asuhan Keperawatan 1. Melakukan pengkajian data keperawatan dasar

2. Melakukan tindakan keperawatan dasar, meliputi : a. Pemenuhan kebutuhan bernafas

(6)

b. Pemenuhan kebutuhan makan minum yang seimbang c. Pemenuhan kebutuhan eliminasi urin

d. Pemenuhan kebutuhan eliminasi fekal

e. Pemenuhan kebutuhan mobilisasi dan mempertahankan posisi tubuh

f. Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur

g. Pemenuhan kebutuhan untuk mempertahankan suhu tubuh normal

h. Pemenuhan kebutuhan kebersihan tubuh dan penampilan tubuh

i. Membantu menghindari bahaya dan cidera

j. Melakukan komunikasi terapeutik k. Pemenuhan kebutuhan spiritual l. Pemenuhan kebutuhan beraktifitas

m.Pemenuhan kebutuhan rekreasi

n. Melakukan pendidikan kesehatan/ promosi kesehatan

o. Memberikan obat sederhana p. Penanggulangan infeksi

q. Mempertahankan teknik bersih dan steril

r. Perawatan luka

3. Menggunakan komunikasi terapeutik 4. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan

(7)

5. Melakukan dokumentasi keperawatan

6. Kolaborasi dengan profesi kesehatan lain

7. Mampu memberikan asuhan keperawatan dasar dengan supervisi dari perawat klinik yang lebih tinggi

Pengembangan Profesional :

1. Melaksanakan upaya peningkatan professional dalam praktik keperawatan

2. Menggunakan hasil riset dalam praktik keperawatan

3. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi :

a. Mengevaluasi kinerja praktik diri sendiri

b. Melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan ilmiah keperawatan

3.2.2 Perawat Klinik II : Ortopedi dan Rehabilitasi Medik Kualifikasi :

Pendidikan : D – 3 Keperawatan

Pengalaman Kerja Klinik : 5 th+ Sertifikasi : BLS, Keperawatan Medikal Bedah/ Ortopedi dasar

Pendidikan : S – 1 Keperawatan/ Ners

Pengalaman Kerja Klinik : 3 th + Sertifikasi : BLS, Keperawatan Medikal Bedah/ Ortopedi dasar

(8)

Kompetensi : Praktik Profesional, Etis, Legal dan Peka Budaya 1. Menunjukan perilaku bertanggung gugat terhadap praktik

profesional kompetensi PK I

2. Melaksanakan praktik keperawatan berdasarkan kode etik keperawatan Indonesia dan memperhatikan budaya

a. Kompetensi PK I

b. Menjalankan peran advokasi untuk melindungi hak-hak manusia sebagaimana yang diuraikan dalam kode etik keperawatan Indonesia (perawat mampu melindungi klien/ pasien dari tindakan yang dapat merugikan baik fisik maupun material)

3. Melaksanakan praktik secara legal a. Kompetensi PK I

b. Menunjukkan tindakan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku terkait praktik keperawatan/ kode etik keperawatan

Pemberian dan Manajemen Asuhan Keperawatan : 1. Memahami konsep biomedik medikal bedah dasar

2. Melakukan pengkajian data keperawatan medikal bedah: ortopedi dasar tanpa komplikasi

3. Menganalisa data dan menetapkan diagnosa keperawatan, menyusun rencana asuhan keperawatan yang menggambarkan intervensi pada klien ortopedi tanpa komplikasi

(9)

4. Melakukan tindakan keperawatan ortopedi dasar dengan

bimbingan terbatas dari perawat klinik yang lebih tinggi. Dengan kegiatan sebagai berikut:

a. Membantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya

b. Melakukan observasi

c. Melakukan tindakan optimalisasi fungsi musculoskeletal : Mobilisasi, ROM, perubahan posisi, pemberian nutrisi

d. Meminimalisasi komplikasi aktual dan potensial kasus ortopedi: dekubitus, konstipasi, mual-muntah, infeksi saluran kemih, retensi urin, keseimbangan cairan dan elektrolit

e. Keselamatan : pencegahan jatuh pada pasien dengan alat bantu jalan

f. Manajemen nyeri non farmakologi

g. Melakukan pendidikan kesehatan

h. Melakukan persiapan pemeriksaan diagnostik

i. Melakukan tindakan keperawatan pada klien pre dan post operasi kecil

j. Melakukan tindakan kolaborasi

k. Melakukan dokumentasi keperawatan 5. Menggunakan komunikasi terapeutik

6. Mampu membedakan situasi penting dan memprioritaskan masalah

(10)

7. Mampu melaksanakan tindakan kedaruratan di ruang rawat meliputi: RJP, penanganan shock

8. Membimbing PK I

Pengembangan Profesional :

1. Melaksanakan upaya peningkatan profesional dalam praktik keperawatan

a. Kompetensi PK I

b. Meningkatkan dan menjaga citra keperawatan profesional c. Memberikan kontribusi untuk pengembangan praktik

keperawatan profesional

2. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi:

a. Kompetensi PK I

b. Melaksanakan tugas sebagai pembimbing/ mentor bagi PK I

3.2.3 Perawat Klinik III : Ortopedi dan Rehabilitasi Medik Kualifikasi :

Pendidikan : D – 3 Keperawatan

Pengalaman Kerja Klinik : 9 th + Sertifikasi : BLS, Keperawaatan Medikal Bedah/ Ortopedi / Rehabilitasi lanjut

(11)

Pengalaman Kerja Klinik : 6 th +Sertifikasi : BLS, Keperawaatan Medikal Bedah/ Ortopedi / Rehabilitasi lanjut

Pendidikan : S-2 Kep Spesialis 1 Pengalaman Kerja Klinik : 0 th

Kompetensi : Praktik Profesional, Etis, Legal dan Peka Budaya 1. Menunjukan perilaku bertanggunggugat terhadap praktik

profesional kompetensi PK II

2. Melaksanakan praktik keperawatan berdasarkan kode etik keperawatan Indonesia dan memperhatikan budaya: a. Kompetensi PK II

b. Melibatkan diri secara aktif dalam pembuatan keputusan etik secara efektif (perawat bertanggungjawab secara moral untuk mengambil keputusan yang baik dan menolak keputusan yang buruk dari teman sejawat dan tenaga kesehatan lain)

c. Mengambil keputusan etik dan menentukan prioritas dalam kondisi perang, tindakan kekerasan, konflik dan situasi bencana alam (perawat bertanggungjawab secara moral untuk mengambil keputusan yang baik dan menolak keputusan yang buruk dari teman sejawat dan tenaga kesehatan lain dalam situasi gawat darurat)

3. Melaksanakan praktik secara legal kompetensi PK II Pemberian dan manajemen asuhan keperawatan :

(12)

1. Memahami konsep biomedik medikal bedah lanjutan

2. Melakukan pengkajian keperawatan kepada klien medikal bedah : Ortopedi dan Rehabilitasi dengan risiko/ komplikasi pada 12 sistem tubuh secara mandiri

3. Menganalisa data, menetapkan diagnosa keperawatan

4. Menyusun rencana asuhan keperawatan yang menggambarkan intervensi pada klien medikal bedah: ortopedi dan rehabilitasi dengan risiko/ komplikasi pada 12 sistem tubuh

5. Melakukan tindakan keperawatan pada klien medikal bedah: ortopedi dan rehabilitasi dengan komplikasi pada 12 sistem tubuh, dengan kegiatan sebagai berikut :

a. Melakukan observasi

b. Melakukan tindakan optimalisasi fungsi muskuloskeletal c. Melakukan tindakan optimalisasi fungsi kognitif

d. Melakukan tindakan optimalisasi kesehatan mental

e. Minimalisasi komplikasi aktual dan potensial f. Manajemen nyeri non farmakologi

g. Memberikan obat secara aman dan tepat h. Melakukan pendidikan kesehatan

i. Melakukan persiapan pemeriksaan diagnostik

j. Mengelola askep perioperatif mencakup perawatan pra bedah, intra bedah dan pasca bedah ortopedi

(13)

k. Melakukan tindakan kolaborasi

l. Melakukan rujukan keperawatan m. Memberikan konseling

n. Melakukan dokumentasi keperawatan

6. Mampu memberikan asuhan keperawatan dengan keputusan mandiri (tanpa bimbingan)

7. Menggunakan komunikasi terapeutik 8. Membimbing PK II dan peserta didik 9. Mampu memimpin dan tanggung jawab

10. Mampu sharing ide dan pengetahuan dengan kelompok 11. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti lebih lanjut

Pengembangan profesional :

1. Melaksanakan upaya peningkatan profesional dalam praktik keperawatan

a. Kompetensi PK II

b. Menggunakan bukti yang absah dalam mengevaluasi mutu praktik keperawatan

c. Berpartisipasi dalam meningkatkan mutu prosedur penjamin mutu

2. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi :

(14)

b. Melaksanakan tugas sebagai pembimbing/ mentor bagi PK II c. Menunjukkan tanggung jawab untuk pembelajaran seumur

hidup dan mempertahankan kompetensi

d. Melaksanakan tugas sebagai pembimbing/ mentor bagi PK dibawahnya

e. Memberikan kontribusi pada pengembangan pendidikan dan profesional peserta didik

f. Menunjukkan peran sebagai pembimbing/ mentor yang efektif

3.2.4 Perawat Klinik IV : Ortopedi dan Rehabilitasi Medik Kualifikasi : Kualifikasi :

Pendidikan : S – 1 Keperawatan/ Ners

Pengalaman Kerja Klinik : 9 th + Sertifikasi BTLS, Medikal Bedah/ Orthopaedi/ Rehabilitasi

Pendidikan : S-2 Kep Spesialis 1 Pengalaman Kerja Klinik : 2 th Pendidikan : S-2 Kep Spesialis 2 Pengalaman Kerja Klinik : 0 th

Kompetensi : Praktik Profesional, Etis, Legal dan Peka Budaya. 1. Menunjukan perilaku bertanggung gugat terhadap praktik

(15)

2. Melaksanakan praktik keperawatan berdasarkan kode etik keperawatan Indonesia dan memperhatikan budaya kompetensi PK III

(16)

Pemberian dan manajemen asuhan keperawatan :

1. Memahami konsep biomedik medikal bedah spesifik ortopedi dan rehabilitasi

2. Dapat melakukan asuhan keperawatan medikal bedah dan sub spesialisasi secara mandiri pada sistem ortopedi dan rehabilitasi (muskuloskeletal)

3. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada kasus kegawatan ortopedi dan rehabilitasi

4. Bertindak sebagai pembimbing jenjang PK III sesuai dengan kekhususan

5. Bertindak sebagai pendidik bagi pasien, keluarga, sesama teman dan peserta didik keperawatan

6. Melakukan kolaborasi dengan profesi lain meliputi kemampuan mengambil keputusan untuk perawatan klien bersama profesi lain

7. Dalam mendelegasikan mampu memberi alternatif dalam penyelesaian masalah

8. Menggunakan komunikasi terapeutik

9. Mampu sebagai konselor dalam bidang medikal bedah khusus 10. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan

11. Mengidentifikasi hal-hal yang yang perlu diteliti lebih lanjut 12. Mempertimbangkan norma dan etik dalam menghadapi situasi Pengembangan Profesional :

(17)

1. Melaksanakan upaya peningkatan profesional dalam praktik keperawatan kompetensi III

2. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggungjawab profesi :

a. Kompetensi PK III

b. Melaksanakan tugas sebagai pembimbing/ mentor bagi PK III

3.2.5 Perawat Klinik V : Ortopedi dan Rehabilitasi Medik Kualifikasi :

Pendidikan : S-2 Kep Spesialis 1 Pengalaman Kerja Klinik : 4 th Pendidikan : S-3 Kep Spesialis 2 Ners Spesialis Konsultan

Pengalaman Kerja Klinik : 1 th

Kompetensi : Praktik Profesional, Etis, Legal dan Peka Budaya 1. Menunjukan perilaku bertanggunggugat terhadap praktik

profesional kompetensi PK IV

2. Melaksanakan praktik keperawatan berdasarkan kode etik keperawatan, Indonesia dan memperhatikan budaya Kompetensi PK IV

(18)

Pemberian dan manajemen asuhan keperawatan :

1. Memberikan asuhan keperawatan khusus atau sub spesialisasi dalam lingkup medikal bedah: ortopedi dan rehabilitasi

2. Melakukan tindakan keperawatan khusus atau sub spesialisasi dengan keputusan secara mandiri

3. Melakukan bimbingan bagi PK IV

4. Melakukan dokumentasi asuhan keperawatan 5. Melakukan kolaborasi dengan profesi lain

6. Melakukan konseling kepada pasien dan keluarga

7. Melakukan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga 8. Menggunakan komunikasi terapeutik

9. Membimbing peserta didik keperawatan

10. Berperan sebagai konsultan dalam lingkup bidangnya 11. Berperan sebagai peneliti

Pengembangan Profesional :

1. Melaksanakan upaya peningkatan profesional dalam praktik keperawatan kompetensi PK IV

2. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi

a. Kompetensi PK IV

(19)

3.3 Lingkup Tindakan Keperawatan Ortopedi

1. Pemenuhan kebutuhan dasar; oksigen, cairan dan elektrolit, nutrisi, dan eliminasi

2. Pembebatan pada pendarahan

3. Pembidaian faktur ekstremitasi

4. Persiapan operasi

5. Penanganan syok

6. Perawatan eksternal imobilisasi (cast/ gips)

7. Perawatan luka (donor, luka kotor, luka bersih, dekubitus)

8. Perawatan amputasi

9. Perawatan area penusukan pin (pin site care) dengan chlorhexidin gluconat 0,2%

10. Perawatan traksi (skin traksi, skeletal traksi; hallo traksi, kotrel traksi, dan lain–lain)

11. Pemasangan armsling

12. Pemasangan CPM (Continuous Passive Movement)

13. Pemberian terapi: obat (oral, injeksi, topical, dan lain–lain), produk darah, nutrisi enteral & parenteral

14. Manajemen nyeri (farmakologi dan non farmakologi)

(20)

16. Restrain fisik

17. Positioning intra operatif

18. Positioning pada kasus tulang belakang

19. Positioning di kursi roda

20. Pencegahan dekubitus

21. Perawatan tirah baring

22. Melatih pasien berjalan dengan alat bantu: tongkat; walker

23. Pemasangan brace; neck collar

24. Pemasangan stoking

25. Pemasangan splinting

26. Latihan rentang gerak sendi pada sendi normal

27. Latihan kekuatan otot

28. Pencegahan konstipasi

29. Bladder/ bowel training

30. Pemenuhan kebutuhan hygiene kasus tulang belakang

31. Bed making kasus tulang belakang

32. Perawatan trakeostomi kasus spine dengan cedera medulla spinalis 33. Transfer pasien

(21)

35. Perawatan drain

36. Pemasangan pelvic sling

37. Tehnik aplikasi bandage

38. Manajemen stres

39. Perawatan terminal

4. Konsep Fraktur 4.1 Defenisi Fraktur

a. Brunner & Suddarth (2009), Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan lunak .

b. Black & Hawks (2009), fraktur adalah terputusnya jaringan tulang karena stress akibat tahanan yang datang lebih besar dari daya tahan yang dimiliki oleh tulang.

c. Perry & Potter (2005), Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Fraktur biasa terjadi karena trauma langsung eksternal, tetapi dapat juga terjadi karena deformitas tulang misalnya fraktur patologis karena osteoporosis, penyakit paget dan osteogenesis imperfekta).

4.2 Etiologi Fraktur

4.2.1 Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur tersebut sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

(22)

4.2.2 Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.

4.2.3 Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan dan tekanan, kombinasi dari ketiganya dan penarikan.

4.3 Manifestasi Fraktur

Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) (2008) Menyatakan bahwa manifestasi klinis fraktur femur adalah sebagai berikut: nyeri, ketidakmampuan untuk menggerakkan kaki, deformitas, dan bengkak.

Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.

4.4 Jenis Fraktur

Jenis fraktur dibedakan berdasarkan beberapa hal antara lain : bentuk garis patah yaitu fraktur komplit dan fraktur inkomplit, Berhubungan dengan dunia luar yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka, Pergeseran anatomi tulang yaitu fraktur greenstick, fraktur transversal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur segmental, fraktur avulse, fraktur impacted, fraktur torus, dan fraktur komminuted. Berikut ini adalah gambar beberapa jenis fraktur.

(23)

Gambar 2.1. Jenis- jenis fraktur 4.5 Penatalaksanaan Fraktur

Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling.

Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri, Menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar terjadi penyatuan tulang kembali, Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.

Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi, (tidak menggerakkan daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri. Teknik imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak dapat pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral, atau fiksasi internal.

(24)

Tindakan konservatif yaitu suatu cara pengobatan patah tulang secara medis yang tidak membuat sayatan untuk memasang implant pada tulang yang patah, tetapi menggunaka gips, bidai, terapi kulit, traksi tulang, juga perbaikan dengan melakukan manipulasi dan reposisi ke posisi mendekati normal. Sedangkan tindakan operatif meliputi operasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation), OREF (Open Reduction Enternal Fixation), menjahit luka dan menjahit pembuluh darah yang robek.

Open reduction Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan. sering dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screws, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM.

5. Konsep Range Of Motion (ROM) 5.1 Definisi ROM

Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal.

(25)

5.2 Jenis ROM 5.2.1 ROM Pasif

Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien (Suratun, dkk., 2008).

5.2.2 ROM Aktif

Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif.

5.3 Tujuan ROM :

1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot 2. Memelihara mobilitas persendian

3. Merangsang sirkulasi darah 4. Mencegah kelainan bentuk 5.4 Prinsip Dasar Latihan ROM :

(26)

2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien

3.Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring

4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki

5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit

6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan

5.5 Manfaat ROM

1. Meningkatkan mobilisasi sendi

2. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan 3. Meningkatkan massa otot

4. Mengurangi kehilangan tulang

5. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan

6. Mengkaji tulang sendi dan otot 7. Mencegah terjadinya kekakuan sendi 8. Memperlancar sirkulasi darah

(27)

5.6 Standar Operating Procedur (SOP) Latihan Rentang Gerak (ROM) (Kozier, B. 2000, Fundamental of Nursing)

5.6.1 Latihan aktif ROM

Merupakan latihan gerak isotonik (terjadi kontraksi dan pergerakan otot) yang dilakukan klien dengan menggerakkan masing-masing

persendiannya sesuai dengan rentang geraknya yang normal. 5.6.2 Latihan pasif ROM

Latihan pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkan persendian klien sesuai dengan rentang geraknya.

5.6.2.1 Prosedur Pelaksanaan Prosedur umum :

1. Cuci tangan untuk mencegah transfer organisme

2. Jaga privasi klien dengan menutup pintu atau memasang sketsel

3. Beri penjelasan kepada klien mengenai apa yang akan dikerjakan dan minta klien untuk dapat bekerja sama

4. Atur ketinggian tempat tidur yang sesuai agar memudahkan perawat dalam bekerja, terhindar dari masalah pada penjajarar tubuh dan pergunakan selalu prinsip-prinsip mekanik tubuh 5. Posisikan klien dengan posisi supinasi dekat dengan perawat dari

buka bagian tubuh yang akan digerakkan

6. Rapatkan kedua kaki dan letakkan kedua lengan pada masing - masing sisi tubuh

(28)

7. Kembalikan pada posisi awal setelah masing-masing gerakan mengulangi masing-masing gerakarn 3 kali

8. Selama latihan pergerakan, kaji :

a. kemampuan untuk menoleransi gerakan

b. rentang gerak (ROM) dari masing-masing persendian yang bersangkutan

9. Setelah latihan pergerakan, kaji denyut nadi dan ketahanart tubuh terhadap latihan

10. Catat dan laporkan setiap masalah yang tidak diharapkan atau perubahan pada pergerakan klien, misalnya adanya kekakuan dan kontraktur

Prosedur khusus : Gerakan bahu :

1. Mulai masing-masing gerakan dari lengan di sisi klien Pegang lengan di bawah siku dengan tangan kiri perawat dan pegang pergelangan tangan klien dengan tangan kanan perawat 2. Fleksi dan ekstensikan bahu

Gerakkan lengan ke atas menuju kepala tempat tidur. Kembalikan ke posisi sebelumnya

3. Abduksikan bahu

Gerakkan lengan menjauhi tubuh dan menuju kepala sampai tangan di atas kepala

(29)

4. Adduksikan bahu

Gerakkan lengan klien ke atas tubuhnya sampai tangan yang bersangkutan menyentuh tangan pada sisi di sebelahnya 5. Rotasikan bahu internal dan ekstemal

a. Letakkan lengan di samping tubuh klien sejajar dengan bahu Siku membentuk sudut 90° dengan kasur

b. Gerakkan lengan ke bawah hingga telapak tangan menyentuh kasur, kemudian gerakkan ke atas hingga punggung tangan menyentuh tempat tidur

Gerakan siku :

1. Fleksi dan ekstensikan siku

a. Bengkokkan siku hingga jari-jari tangan-menyentuh dagu b. Luruskan kembali ke tempat semula

2. Pronasi dan supinasikan siku

a. Genggam tangan klien seperti orang yang sedang berjat tangan

b. Putar telapak tangan klien ke bawah dan ke atas, pastikan Y nya terjadi pergerakan siku, bukan bahu.

Gerakan pergelangan tangan 1. Fleksi pergelangan tangan

(30)

menyangga lengan bawah

b. Bengkokkan pergelangan tangan ke depan 2. Ekstensi pergelangan tangan

Dari posisi fleksi, tegakkan kembali pergelangan tangan ke posisi semula

3. Fleksi radial/radial deviation (abduksi)

Bengkokkan pergelangan tangan secara lateral menuju ibu jari

4. Fleksi ulnar/ulnar deviation (adduksi)

Bengkokkan pergelangan tangan secara lateral ke arah jari kelima

Gerakan jari-jari tangan : 1. Fleksi

Bengkokkan jari-jari tangan dan ibu jari ke arah telapak tangan (tangan menggenggam)

2. Ekstensi

Dari posisi fleksi, kembalikan ke posisi semula (buka genggama tangan)

3. Hiperekstensi

Bengkokkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 4. Abduksi

(31)

5. Adduksi

Dari posisi abduksi, kembalikan ke posisi semula. 6. Oposisi

Sentuhkan masing-masing jari tangan dengan ibu jari.

Gerakan pinggul dan lutut :

Untuk melakukan gerakan ini, letakkan satu tangan di bawah lutut

Mien dan tangan yang lainnya di bawah mata kaki klien. 1. FIeksi dan ekstensi lutut dan pinggul

a. Angkat kaki dan bengkokkan lutut

b. Gerakkan lutut ke atas menuju dada sejauh mungkin c. KembaIikan lutut ke bawah, tegakkan lutut, rendahkan kaki sampai pada kasur

2. Abduksi dan adduksi kaki

a. Gerakkan kaki ke samping menjauhi klien b. Kembalikan melintas di atas kaki yang lainnya

Rotasikan pinggul internal dan eksternal. putar kaki ke dalam, kemudian ke luar

Gerakkan telapak kaki dan pergelangan kaki : 1. Dorsofleksi telapak kaki

(32)

b. Tekan kaki klien dengan lengan Anda untuk menggerakkannya ke arah kaki

2. Fleksi plantar telapak kaki

a. Letakkan satu tangan pada punggung dan tangan yang lainnya berada pada tumit

b. Dorong telapak kaki menjauh dari kaki 3. Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki

a. Letakkan satu tangan pada punggung kaki klien, letakkan tangan yang lainnya pada pergelangan kaki

b. Bengkokkan jari-jari ke bawah c. Kembalikan lagi pada posisi semula 4. Inversi dan eversi telapak kaki

a. Letakkan satu tangan di bawah tumit, dan tangan yang lainnya di atas punggung kaki

b. Putar teIapak kaki ke dalam, kemudian ke luar

6. Asuhan Keperawatan Pada Pasien post Operasi Fraktur Eksremitas

Keperawatan ortopedik dan trauma merupakan suatu spesialisasi dinamis dengaan riwayat perubahan, sering secara signifikan, sebagai respon terhadap perkembangan masyarat, penyediaan layanan kesehatan, teknologi pola penyakit, perkembangan medis dan keperawatan, dan tentu saja, kebutuhan pasien. Kemampuan untuk berespon dan beradaptasi ini akan terus membentuk spesialisasi di masa yang akan datang (Kneale, 2009).

(33)

Ahli fisioterapi, ahli terapi okupasi, dan staf perawat dilibatkan dalam penanganan atrofi otot yang timbul karena gangguan atau trauma eksremitas atas kronis. Tujuan asuhan ditentukan dalam diskusi bersama staf medis dan fisioterapi, seringkali dinyatakan dalam rentang gerak yang dinilai.

6.1 Eksremitas atas

Setelah pembedahan, pasien mugkin memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Latihan rehabilitasi dibagi dalam tiga kategori :

1. Gerakan pasif, yang bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rrentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak,serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki pasca-bedah.

2. Gerakan aktif terbantu, dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol, atau tongkat.

3. Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan eksremitas atas kronis.

Aktivitas fisik diawali dengan rentang gerak pasif yang dilanjutkan dengan rentang gerak aktif terbantu jika pasien telah pulih dari anastesi. Sebelum pulang, pasien harus mampu melakukan elevasi bahu dengan sempurna. Pada minggu ke 4 sampai 6, ahli fisioterapi atau praktisi perawat akan memulai latihan tahanan aktif pada pasien untuk membentuk kekuatan otot.

(34)

Latihan bahu dan tangan dimulai pada hari pertama untuk mencegah kerusakan otot dan kekakuan sendi. Pada minggu ke-2, latihan pendubulum dimulai dan ikat pinggang pada Poly Sling dilepas. Pada minggu ke-3 sampai 4, mitela dilepasdan gerakan aktif dimulai. Pada minggu ke-6, rotasi eksternal 90 dimulai dan dilanjutkan dengan berbagai rentang gerak.

6.2 Eksremitas bawah

Remobilisasi biasanya dimulai pada hari setelah pembedahan dengan memberikan fiksasi pada fraktur secara memuaskan. Penanganan ligament kolateral medial meliputi pembidaian lutut dalam fleksi 30 secepatnya yang diikuti latihan kuadrisep isometric dan penopang berat parsial. Mulai minggu ke-2 sampai 6, fleksi mulai 30 sampai 90 dengan hinged splint dapat dilakukan, yang mencegah gerakan lateral lutut selama fleksi, disertai latihan isokinetik dan ambulasi dengan penopang berat total. Pada minggu ke-6, ostosis dilepas dan latihan isokinetik dilanjutkan dengan penambahan tahanan. Aktivitas olahraga penuh di perbolehkan jika 80% kekuatan lutut telah pulih. Prosedur ini mungkin berbeda-beda sesuai dengan pilihan ahli bedah atau ahli fisioterapi.

Gambar

Gambar 2.1. Jenis- jenis fraktur  4.5  Penatalaksanaan Fraktur

Referensi

Dokumen terkait

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa DD, perpanjangan putus, dan tegangan putus film kitosan cenderung menurun dengan meningkatnya dosis iradiasi yang disertai

Penelitian yang menggunakan pendekatan sosio-antropologis ini dengan teori konstruksi masyarakat atas mitos dan tradisi, dan berlatar relasi agama dan budaya lokal, telah

53 NO Urusan Pemerintahan Organisasi Perangkat Daerah Pelaksana Kebijakan Uraian Program / Kegiatan Indikator Program/kegia tan Rumus Target Indikator

Secara keseluruhan terdapat lima faktor yang menyebabkan erosi yaitu : iklim, tanah, topografi atau bentuk wilayah, vegetasi penutup tanah dan kegiatan manusia.. Faktor iklim

7) Setelah bahu dan lengan belakang lahir kedua kaki ditarik kearah bawah kontralateral dari langkah sebelumnya untuk melahirkan bahu dan lengan bayi depan dengan

Atas kewenangan yang dimiliki sebagai penyidik perkara korupsi, Jaksa memiliki wewenang khusus yang tertuang dalam Pasal 26 Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

“ seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa makna asli sekaligus yang paling umum blended learning mengacu pada belajar yang mengkombinasi atau mencampur

Tepung lemah (soft wheat) adalah tepung terigu yang sedikit saja menyerap air dan hanya mengandung 8%-9% protein, kemudian adonan yang terbentuk kurang