• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak perhatian di bidang ilmu perilaku organisasional. Pada tataran praktis, kreativitas dianggap sebagai salah satu faktor penting yang menentukan keberlangsungan organisasi (Amabile, et al., 1996; Oldham & Cummings, 1996). Kreativitas dianggap sebagai sumber utama keunggulan bersaing, terutama pada lingkungan bisnis yang dinamis (George & Zhou, 2002; Zhou, 1998). Perkembangan kreativitas pada tataran praktis mengarahkan peneliti pada tataran teoritis untuk memahami konsep kreativitas dan faktor-faktor yang menjadi anteseden kreativitas (Mumford 2003; Perry-Smith, 2006).

Konsep kreativitas sering dipertukarkan dengan inovasi untuk maksud yang sama (Amabile, 1988). Namun demikian, secara konseptual, kreativitas dan inovasi berbeda satu sama lainnya. Kreativitas didefinisikan sebagai produk, ide, atau prosedur baru dan berguna bagi organisasi yang dihasilkan oleh individu (Amabile et al., 1996; Amabile & Conti, 1999; Shalley, 1991). Sedangkan inovasi adalah pengembangan dan implementasi dari produk, ide, atau prosedur yang telah dihasilkan oleh individu (Baer, 2012). Pemahaman terhadap konstruk kreativitas dan anteseden-anteseden kreativitas merupakan titik awal pengembangan inovasi organisasional (Scott & Bruce, 1994).

(2)

2 Terdapat tiga pendekatan utama yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas individual di tempat kerja. Pertama, pendekatan faktor kontekstual/situasional sebagai anteseden kreativitas individual (Amabile, 1983; Amabile, Conti, Coon, Lazenby, & Herron, 1996; Amabile & Conti, 1999). Kedua, pendekatan faktor personal atau karakteristik personal (Barron & Harrington, 1981; Gough, 1979). Ketiga, pendekatan interaksi faktor personal dan situasional dalam menjelaskan kreativitas individual (Woodman et al., 1993). Pendekatan pertama memusatkan perhatiannya pada konteks atau situasi organisasional sebagai anteseden kreativitas individual (Amabile et al., 1996). Teori motivasi intrinsik merupakan dasar teoritis yang banyak digunakan pada pendekatan kontekstual dalam menjelaskan kreativitas individual. Teori ini menyatakan bahwa organisasi dimana individu melakukan pekerjaan akan mempengaruhi motivasi intrinsik yang kemudian mempengaruhi kreativitas individual (Amabile, 1988; Amabile et al., 1996).

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor kontekstual organisasi secara empiris mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Faktor-faktor kontekstual tersebut adalah gaya penyelia dan dorongan penyelia (Oldham & Cummings 1996; Zhou, 2004; Amabile et al., 1996), dorongan organisasional (De Stobbeleire et al., 2011), dan pekerjaan yang menantang (Amabile et al., 1996).

Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor kontekstual organisasi yang mempunyai kontribusi penting pada motivasi intrinsik (Hackman & Oldham, 1976; Amabile, 1988). Suatu pekerjaan yang menantang yang dikarakteristikkan dengan variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan balikan

(3)

3 yang tinggi diprediksi dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan kreativitas individual dibandingkan dengan pekerjaan yang relatif sederhana dan rutin (Oldham & Cummings, 1996; Deci & Ryan, 2000).

Karakteristik pekerjaan merupakan faktor kontekstual yang secara empiris mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Berbagai dimensi karakteristik pekerjaan yang telah diuji pengaruhnya pada kreativitas individual adalah dimensi balikan (Zhou, 1998; Zhou & George, 2001; De Stobbeleire et al., 2011), otonomi tugas (Zhou, 1998), kompleksitas pekerjaan (Oldham & Cummings, 1996; Shalley et al., 2000; Ohly et al., 2006; Shalley et al., 2009), dan dimensi kontrol pekerjaan (Ohly, 2006).

Isu empiris dan teoritis yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual adalah sebagai berikut. Isu pertama, hasil tinjauan empiris menunjukkan adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian dimensi karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh pada kreativitas individual (Zhou, 1998; George & Zhou, 2011). Namun demikian, terdapat beberapa dimensi karakteristik pekerjaan yang tidak mempunyai pengaruh pada kreativitas individual (Shalley et al., 2000; Ohly et al., 2006; Shalley et al., 2009).

Isu kedua, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual pada penelitian terdahulu umumnya dilakukan dengan mekanisme pengaruh langsung (Oldham & Cummings, 1996; Shalley et al., 2000; Shalley et al., 2009; George & Zhou, 2011) dan belum mempertimbangkan variabel lain yang mempunyai peran pemediasian. Isu kedua ini sangat terkait dengan isu

(4)

4 pertama. Hasil yang tidak konsisten pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual mungkin disebabkan karena penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan variabel lain yang mempunyai peran pemediasian.

Menurut Ohly et al. (2006), penelitian mendatang hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor personal yang mungkin mempunyai peran pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. Pengujian tersebut dianggap penting untuk memahami bagaimana faktor kontekstual, yaitu karakteristik pekerjaan saling berinteraksi dengan faktor personal dalam memprediksi kreativitas individual.

Isu ketiga, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual pada penelitian terdahulu dilakukan dengan menguji masing-masing dimensi karakteristik pekerjaan secara terpisah. Menurut Hackman dan Oldham (1976), pengujian dimensi-dimensi karakteristik pekerjaan secara terpisah tidak mencerminkan skor potensi motivasi (motivating potential score/MPS) intrinsik dari suatu pekerjaan dalam memprediksi variabel luaran. Penelitian mendatang perlu mempertimbangkan pengujian pengaruh seluruh dimensi karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. Hal ini perlu dilakukan agar seluruh potensi motivasi intrinsik dari karakteristik pekerjaan dapat terlihat dalam memprediksi kreativitas individual.

Pendekatan kedua adalah pendekatan terhadap faktor personal atau karakteristik personal sebagai anteseden kreativitas individual (Barron & Harrington, 1981; Gough, 1979). Pendekatan faktor personal terhadap kreativitas individual pada dasarnya bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang melekat

(5)

5 pada diri individu yang dianggap menjadi anteseden kreativitas individual (Amabile, Barsade, Mueller, & Staw, 2005).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor personal merupakan prediktor yang kuat dalam menjelaskan kreativitas individual. Beberapa faktor personal tersebut adalah nilai kreatif potensial (Oldham & Cummings, 1996), efikasi diri (Tierney & Farmer, 2002; Shin et al., 2012), big five personality (Taggar, 2002; Zhou & George, 2001; Bear & Oldham, 2006), kekuatan kebutuhan untuk berkembang (Shalley et al., 2009), gaya kognitif (De Stobbeleire et al., 2011), dan positive moods (Amabile et al., 2005; Bledow et al., 2013). Hasil tinjauan empiris menunjukkan bahwa reaksi afektif merupakan faktor personal yang secara konsisten mampu memprediksi kreativitas individual (George & Zhou 2002; Madjar et al., 2002; Amabile et al., 2005; Bledow et al., 2013). Kreativitas individual dihasilkan melalui suatu proses kognitif yang kompleks yang dipengaruhi, terjadi bersamaan, dan mempengaruhi keadaan afektif seseorang (Amabile et al., 2005). Seorang individu yang sangat kreatif seperti Mozart misalnya, mengatakan bahwa kreativitas seni yang dihasilkan sangat ditentukan oleh positive moods yang dialaminya (Vernon, 1970, dalam Amabile et al., 2005).

Reaksi afektif secara teoritis didefinisikan sebagai perasaan umum (generalized feeling states) yang dialami oleh seseorang dalam jangka waktu tertentu (Watson & Tellegen, 1985). George (1992) mengonsepsikan reaksi afektif ini sebagai moods. Moods kemudian terbagi menjadi dua dimensi yang saling

(6)

6 terpisah satu sama lainnya, yaitu positive moods dan negative moods (Watson & Tellegen, 1985).

Positive moods didefinisikan sebagai perasaan positif yang dirasakan oleh individu dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan negative moods didefinisikan sebagai perasaan negatif yang dirasakan oleh individu dalam jangka waktu tertentu (Watson & Tellegen, 1985). Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa positive moods mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual (George & Zhou 2002; Madjar et al., 2002; Amabile et al., 2005; Bledow et al., 2013).

Terdapat isu empiris yang dapat diidentifikasi dari pengaruh positive moods terhadap kreativitas individual. Penelitian terdahulu secara umum menunjukkan bahwa positive moods secara konsisten mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Namun demikian, penelitian yang menguji faktor kontekstual sebagai anteseden positive moods masih jarang dilakukan. Menurut Amabile et al. (2005), penelitian mendatang perlu mempertimbangkan berbagai faktor kontekstual yang menjadi anteseden positive moods.

Pengujian anteseden positive moods penting dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai bagaimana mekanisme faktor kontekstual dan faktor personal saling berinteraksi dalam menjelaskan kreativitas individual. Lebih lanjut, pengujian anteseden positive moods diharapkan dapat memberikan petunjuk apakah positive moods sebagai faktor personal mempunyai peran pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual.

(7)

7

Pendekatan ketiga adalah pendekatan interaksional terhadap kreativitas individual. Pendekatan interaksional mengintegrasikan beberapa pendekatan sebelumnya, yaitu pendekatan karakteristik personal dan pendekatan kontekstual. Pendekatan interaksional pada dasarnya bertujuan untuk memahami interaksi antara faktor personal dan faktor kontekstual dalam menjelaskan kreativitas individual di tempat kerja.

Menurut Woodman et al. (1993), faktor personal seperti gaya kognitif, faktor afektif, kemampuan individu, karakteristik kepribadian, motivasi, dan pengetahuan individu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh faktor kontekstual, seperti fasilitasi sosial, penghargaan sosial lingkungan fisik, karakteristik tugas, dan batasan waktu. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor karakteristik personal saling berinteraksi dengan faktor kontekstual dalam menjelaskan kreativitas individual (Shalley, 1991; Oldham & Cummings, 1996; Zhou & George, 2001; George & Zhou, 2002; Tierney & Farmer, 2002; Zhou, 1998; Shalley et al., 2009; De Stobbeleire, 2011).

Terdapat beberapa isu empiris dan teoritis yang dapat diidentifikasi dari pendekatan interaksional terhadap kreativitas individual. Isu pertama berkaitan dengan pengembangan teori kreativitas individual. Pengujian anteseden kreativitas individual dengan menggunakan pendekatan interaksional umumnya menggunakan dasar teoritis person-environment fits (Schneider, 1987; Schneider et al., 1995). Teori tersebut menjelaskan bahwa perilaku individu disebabkan adanya kesesuaian faktor personal dan faktor kontekstual. Pendekatan

(8)

8 interaksional berusaha untuk menjawab faktor personal individu yang sesuai dengan faktor kontekstual tertentu dalam menjelaskan perilaku individual.

Menurut Terborg (1981), penjelasan terhadap pendekatan interaksional tidak hanya terbatas pada pemahaman mengenai faktor “apa” yang menyebabkan

perilaku individu. Lebih dari itu, peneliti harus mampu menjelaskan “mengapa” dan “bagaimana” faktor personal dan faktor lingkungan mempengaruhi perilaku

individu. Penelitian mendatang pada perspektif interaksional perlu secara jelas menetapkan dasar teoritis untuk menjelaskan “mengapa” dan “bagaimana” faktor

personal dan faktor lingkungan mempengaruhi perilaku individu (Terborg, 1981). Isu kedua menyangkut isu pengujian dalam pendekatan interaksional. Pengujian anteseden kreativitas individual dalam pendekatan interaksional umumnya menggunakan mekanisme variabel pemoderasian (Shalley, 1991; Oldham & Cummings, 1996; Zhou & George, 2001; George & Zhou, 2002; Tierney & Farmer, 2002; Zhou, 1998; Shalley et al., 2009; De Stobbeleire, 2011). Mekanisme pengujian dengan variabel pemoderasian bertujuan untuk menguji faktor kontekstual dan faktor personal tertentu dalam menjelaskan kreativitas individual.

Pengujian dengan mekanisme pemediasian pada perspektif interaksional masih jarang dilakukan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih karena pengujian dengan mekanisme pemediasian dapat menjelaskan “bagaimana” faktor kontekstual dan personal saling berinteraksi dalam menjelaskan kreativitas individual (Terborg, 1981).

(9)

9 Kreativitas merupakan konstruk pada level individual. Namun demikian, seiring dengan meningkatnya perhatian pada level kelompok, konstruk kreativitas mulai dikonsepsikan pada level analisis kelompok. Kreativitas kelompok didefinisikan sebagai produk, ide, atau prosedur baru dan berguna bagi organisasi yang dihasilkan oleh sekelompok orang yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu kelompok (Shin & Zhou, 2007).

Menurut Slappendel (1996), pemahaman terhadap konstruk kreativitas selama ini hanya terbatas pada level analisis individual dan mengabaikan aspek makro, yaitu kreativitas kelompok. Arah penelitian mendatang sebaiknya lebih tertuju pada pemahaman konstruk kreativitas kelompok dan faktor-faktor yang menjadi anteseden kreativitas kelompok (Slappendel, 1996). Hal ini perlu dipertimbangkan dalam pengembangan teori kreativitas yang selama ini banyak didominasi oleh penelitian pada level individual.

Penelitian terdahulu secara umum menunjukkan bahwa anteseden kreativitas kelompok konsisten dengan anteseden kreativitas pada level individual. Anteseden kreativitas kelompok terbagi menjadi dua faktor utama, yaitu faktor kontekstual kelompok dan faktor personal individu dalam kelompok atau faktor reaksi afektif kelompok. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor kontekstual kelompok mempunyai pengaruh pada kreativitas kelompok. Faktor-faktor kontekstual kelompok tersebut adalah orientasi tujuan kelompok dan kepercayaan kelompok (Gong et al., 2013). Sedangkan anteseden yang berasal dari reaksi afektif kelompok adalah big five personality (Taggar, 2002), dan positive group affective tone (PGAT) (Tsai et al., 2012).

(10)

10 Terdapat beberapa isu teoritis dan empiris yang dapat diidentifikasi pada anteseden kreativitas kelompok. Isu pertama, berkaitan dengan pengujian pengaruh kontekstual kelompok terhadap kreativitas kelompok. Pada level analisis individual, karakteristik pekerjaan merupakan kontekstual yang telah banyak diuji pengaruhnya pada kreativitas. Namun demikian, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas kelompok belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya.

Karakteristik pekerjaan kelompok merupakan pengembangan dari model karakteristik pekerjaan pada level individual. Menurut Hackman (1987), suatu pekerjaan kelompok yang menantang dan kompleks mempunyai beberapa karakteristik, seperti tingginya tingkat variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, self management, dan partisipasi individu dalam kelompok. Pekerjaan kelompok yang mempunyai karakteristik tersebut diprediksi akan meningkatkan motivasi intrinsik kelompok.

Motivasi intrinsik kelompok muncul karena karakteristik pekerjaan kelompok memungkinkan individu untuk dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kelompok, mempunyai otonomi kelompok yang luas, dan membuat anggota kelompok merasa bahwa pekerjaan kelompok mereka bermakna. Menggunakan logika berfikir pada level individual, suatu kelompok yang mempunyai motivasi intrinsik tinggi diprediksi akan menunjukkan kreativitas kelompok yang tinggi.

Isu kedua, konsisten dengan anteseden kreativitas pada level individual, salah satu konstruk yang secara empiris mempunyai pengaruh signifikan pada kreativitas kelompok adalah konstruk PGAT (Tsai et al., 2012). Positive group

(11)

11

affective tone (PGAT) didefinisikan sebagai konsistensi dan homogenitas reaksi afektif positif antara individu di dalam suatu kelompok (George, 1990). Berdasarkan definisi tersebut, PGAT merupakan suatu fenomena ketika positive moods yang dialami oleh masing-masing individu secara konsisten dialami secara bersama-sama (shared) oleh seluruh anggota kelompok.

Menurut Tsai et al. (2012), penelitian mendatang perlu diperluas dengan mempertimbangkan faktor kontekstual kelompok yang menjadi anteseden PGAT. Konstruk karakteristik pekerjaan kelompok merupakan faktor kontekstual kelompok yang perlu mendapat perhatian dan diprediksi dapat menjadi anteseden PGAT pada penelitian mendatang (Collins et al., 2013).

Isu ketiga, berkaitan dengan pengujian anteseden kreativitas kelompok pada penelitian sebelumnya yang hanya terfokus pada pengujian faktor kontekstual kelompok. Sejauh tinjauan empiris yang dilakukan, pengujian interaksi antara faktor kontekstual kelompok dan faktor reaksi afektif kelompok sebagai anteseden kreativitas kelompok belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya. Pengujian interaksi antara faktor kontekstual kelompok dan faktor reaksi afektif kelompok dalam menjelaskan kreativitas kelompok dapat memberikan pemahaman mengenai generalisasi teori kreativitas pada level analisis individual dan level analisis kelompok.

Menurut Zhou dan Shalley (2008), isu generalisasi teori kreativitas dengan pendekatan multi-level masih sering diabaikan oleh peneliti. Pengembangan anteseden kreativitas memerlukan pendekatan multi-level, baik pada level individual maupun pada level kelompok (Neuman & Wright, 1999). Pendekatan

(12)

12 multi-level dipandang perlu dilakukan untuk menjawab apakah pengujian anteseden kreativitas pada level analisis individual menghasilkan prediksi yang sama ketika diuji pada level analisis kelompok.

Penjelasan mengenai anteseden kreativitas kelompok memerlukan pemahaman terhadap model keefektifan kelompok atau model dinamika kelompok (Collins et al., 2013; Marks et al., 2001). Model tersebut menjelaskan proses dinamika kelompok yang terdiri dari empat tahapan, yaitu masukan, proses, states, dan luaran. Karakteristik pekerjaan kelompok merupakan faktor kontekstual yang diprediksi menjadi masukan. Masukan selanjutnya akan mempengaruhi proses kelompok. Proses kelompok adalah bentuk interaksi antar individu dalam kelompok. Proses kelompok ini kemudian membentuk states kelompok, yaitu PGAT. PGAT kemudian mempengaruhi luaran kelompok, yaitu kreativitas kelompok.

Pemahaman terhadap anteseden kreativitas individual tidak hanya terbatas pada faktor personal, faktor kontekstual, dan interaksi diantara dua faktor tersebut. Lebih dari itu, pemahaman terhadap kreativitas individual memerlukan pemahaman mengenai pengaruh faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual (Hirst, Knippenberg, & Zhou, 2009). Hal ini dianggap penting karena pada banyak organisasi individu bekerja dalam kelompok kerja atau unit kerja. Sehingga kreativitas individu seringkali diakibatkan oleh adanya faktor kontekstual kelompok tersebut (Shalley, Zhou, & Oldham, 2004).

Pengujian pengaruh faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual mengarahkan penelitian kreativitas pada pendekatan lintas-level.

(13)

13 Pendekatan lintas-level pada anteseden kreativitas individual bertujuan untuk mengetahui pengaruh fenomena pada level kelompok atau faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual. Pengujian dengan pendekatan lintas-level sangat diperlukan dalam pengembangan teori kreativitas. Pengujian anteseden kreativitas individual secara lintas-level akan melengkapi penjelasan pada level individual dan level kelompok dan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif pada teori kreativitas.

Pengembangan teori kreativitas individual dengan pendekatan lintas-level masing jarang dilakukan. Setidaknya, terdapat dua penelitian terdahulu yang menguji pengaruh faktor kontekstual kelompok pada kreativitas individual. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hirst et al. (2009), menunjukkan bahwa perilaku pembelajaran kelompok mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Lebih lanjut, hasil penelitian Hirst et al. (2013) menunjukkan bahwa orientasi tujuan, sentralisasi, dan formalisasi kelompok mempunyai pengaruh pada kreativitas individual.

Terdapat beberapa isu empiris yang muncul pada pengaruh faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual. Isu pertama, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok dengan kreativitas individual belum pernah dilakukan sebelumnya. Suatu pekerjaan kelompok yang dikarakteristikkan dengan tingginya tingkat variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, self management, dan partisipasi individu dalam kelompok diprediksi dapat meningkatkan motivasi intrinsik kelompok yang pada akhirnya berpengaruh pada kreativitas individual.

(14)

14

Isu kedua, pengujian pengaruh faktor kontekstual kelompok yang berasal dari reaksi afektif kelompok terhadap kreativitas individual belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya. PGAT merupakan faktor kontekstual kelompok yang berasal dari reaksi afektif kelompok yang diprediksi dapat menjelaskan kreativitas individual. Tingkat PGAT tinggi menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok. Dengan suasana kelompok yang menyenangkan, individu akan lebih mudah memproses informasi dan bertukar informasi dari konteks sosial mereka. Proses ini akan mendorong kreativitas individual.

B. Perumusan Masalah

Pada bagian sebelumnya dipaparkan berbagai isu teoritis dan empiris yang dapat diidentifikasi dari anteseden kreativitas. Baik pada level individual, level kelompok, maupun anteseden kreativitas secara lintas-level. Berdasarkan tinjauan teoritis dan empiris pada bagian sebelumnya, setidaknya terdapat beberapa isu atau celah penelitian yang perlu diteliti lebih lanjut.

Pertama, pada level individual, penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dimensi karakteristik pekerjaan, yaitu balikan mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual (Zhou, 1998; George & Zhou, 2001). Namun demikian, hasil penelitian yang dilakukan oleh De Stobbeleire et al. (2011) menunjukkan bahwa balikan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan pada kreativitas individual.

(15)

15 Hasil penelitian yang tidak konsisten juga terjadi pada pengujian pengaruh dimensi otonomi tugas terhadap kreativitas individual. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhou (1998), menunjukkan bahwa otonomi tugas mempunyai pengaruh tidak signifikan pada kreativitas individual. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ohly et al. (2006), yang menunjukkan bahwa kontrol pekerjaan mempunyai pengaruh signifikan pada kreativitas individual.

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dimensi kompleksitas pekerjaan mempunyai pengaruh tidak signifikan pada kreativitas individual (Shalley et al., 2000; Ohly et al., 2006; Shalley et al., 2009). Hal itu berbeda dengan hasil penelitian Oldham dan Cummings (1996), yang menunjukkan dimensi kompleksitas pekerjaan mempunyai pengaruh pada kreativitas individual, walaupun dengan tingkat signifikansi yang lemah.

Berdasarkan kontroversi hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini mencoba menguji lebih lanjut apakah karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Dasar teoritis yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual adalah teori motivasi intrinsik.

Motivasi intrinsik didefinisikan sebagai keinginan individu untuk mengeluarkan usaha yang lebih besar terhadap pekerjaan karena adanya ketertarikan dan kesenangan/kegembiraan terhadap pekerjaan yang dilakukan (Ryan & Deci, 2000). Menurut Elsbach dan Hargadon (2006), konteks pekerjaan

(16)

16 seperti desain pekerjaan dapat meningkatkan motivasi intrinsik yang kemudian dapat meningkatkan kreativitas individu di tempat kerja.

Kedua, beberapa penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual hanya menggunakan sebagian dimensi karakteristik pekerjaan. Menurut Oldham dan Cummings (1996), pengujian sebagian dimensi karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual tidak mencerminkan seluruh potensi yang ada dalam karakteristik pekerjaan dalam memprediksi kreativitas individual.

Menurut Hackman dan Oldham (1976), suatu pekerjaan mempunyai karakteristik dasar yang terdiri dari lima dimensi, yaitu: (1) variasi keahlian; (2) identitas tugas; (3) signifikansi tugas; (4) otonomi; dan (5) balikan. Pengukuran dimensi-dimensi karakteristik pekerjaan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, menguji pengaruh masing-masing dimensi karakteristik pekerjaan pada variabel luaran. Kedua, menguji pengaruh karakteristik pekerjaan dengan variabel luaran menggunakan indeks skor motivasi potensial (motivating potential score/MPS). Ketiga, menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada variabel luaran dengan menggunakan skor total. Perbedaan antara indeks MPS dan skor total adalah bahwa indeks MPS terdapat nilai perkalian, sedangkan indeks skor total menggunakan nilai penjumlahan.

Berdasarkan isu tersebut, maka pada penelitian ini pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual dilakukan dengan menggunakan indeks MPS dan skor total. Hal ini dilakukan agar seluruh potensi

(17)

17 motivasi individu yang didapat dari berbagai dimensi karakteristik pekerjaan dapat diuji pengaruhnya terhadap kreativitas individual.

Ketiga, penelitian terdahulu yang menguji pengaruh positive moods pada kreativitas individual secara umum menunjukkan hasil yang konsisten. Namun demikian, menurut Amabile et al. (2005), penelitian mendatang perlu mempertimbangkan berbagai faktor kontekstual yang menjadi anteseden positive moods. Faktor kontekstual yang secara konsisten mempunyai pengaruh pada positive moods adalah karakteristik pekerjaan (Saavedra & Kwun, 2000). Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba menguji lebih lanjut pengaruh karakteristik pekerjaan pada positive moods.

Keempat, penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Menurut Ohly et al. (2006), hasil penelitian yang tidak konsisten tersebut mungkin disebabkan adanya variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. Konstruk yang mempunyai potensi sebagai variabel pemediasian adalah positive moods. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa positive moods sebagai faktor personal secara empiris mempunyai pengaruh signifikan pada kreativitas individual (George & Zhou 2002; Madjar et al., 2002; Amabile et al., 2005; Bledow et al., 2013).

Berdasarkan isu ketiga dan keempat, penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual dengan menggunakan positive moods sebagai variabel pemediasian. Dasar teoritis yang relevan untuk menjelaskan keterkaitan antara karakteristik pekerjaan, positive moods, dan

(18)

18 kreativitas individual adalah affective event theory (AET). AET menjelaskan bahwa lingkungan kerja atau konteks pekerjaan akan mempengaruhi reaksi afektif seorang individu. Reaksi afektif individual ini kemudian akan mempengaruhi sikap dan perilaku kerja (Weiss & Cropanzano, 1996).

Menurut Weiss dan Cropanzano (1996), inti dari penjelasan AET adalah bahwa reaksi afektif memediasi pengaruh konteks pekerjaan pada sikap dan perilaku kerja. Pengujian terhadap konstruk yang menjadi anteseden dan konsekuen reaksi afektif dapat membantu peneliti untuk memahami bagaimana faktor kontekstual organisasi mempengaruhi faktor afektif, dan bagaimana faktor afektif tersebut mempengaruhi perilaku individual (Brief & Weiss, 2002).

Kelima, hasil tinjauan empiris pada anteseden kreativitas analisis kelompok, menunjukkan bahwa sebagian besar penelitian dilakukan pada level analisis individual dan kurang mempertimbangkan pengujian secara multi-level (Gong et al., 2013). Berdasarkan isu tersebut, konsisten dengan pengujian pada level individual, penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok dengan memasukkan variabel PGAT sebagai variabel pemediasian.

Dasar teoritis yang digunakan untuk menjelaskan mekanisme pengaruh karakteristik pekerjaan, PGAT, dan kreativitas kelompok adalah model group affective tone (Collins et al., 2013). Model ini terdiri dari empat tahapan proses kelompok, yaitu: (1) masukan, yang terdiri masukan-masukan individual dan masukan-masukan kelompok; (2) proses, adalah mekanisme konvergensi reaksi afektif dalam kelompok yang terjadi secara top-down dan bottom up; (3) emergent

(19)

19

states, adalah reaksi afektif kelompok yang diakibatkan oleh adanya proses konvergensi reaksi afektif individu dalam kelompok; (4) luaran kelompok, yang diukur melalui tiga kriteria, yaitu dinamika kelompok, perilaku kelompok, dan kinerja kelompok.

Menggunakan rerangka kerja model group affective tone, maka pada penelitian ini variabel yang menjadi masukan adalah karakteristik pekerjaan kelompok. Karakteristik pekerjaan kelompok diprediksi mempunyai pengaruh pada proses, yaitu interaksi antar individu dalam kelompok. Interaksi individu dalam kelompok selanjutnya membentuk reaksi afektif pada level kelompok. Fenomena ini dinamakan dengan group affective tone, yang selanjutnya diprediksi mempunyai pengaruh pada luaran kelompok, yaitu kreativitas kelompok.

Keenam, pengujian anteseden kreativitas secara lintas-level masih jarang sekali dilakukan. Secara spesifik, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok sebagai faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas individual secara lintas-level menggunakan dasar teori desain kelompok kerja (Hackman, 1987). Teori ini menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan kelompok merupakan salah satu faktor kontekstual kelompok yang dipertimbangkan dapat meningkatkan motivasi intrinsik kelompok. Menurut Amabile (1996), konteks pekerjaan kelompok dimana individu melaksanakan pekerjaan akan mempengaruhi motivasi intrinsik yang kemudian berpengaruh pada kreativitas individual di tempat kerja.

(20)

20

Ketujuh, hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor kontekstual kelompok yang berasal dari reaksi afektif kelompok, yaitu PGAT belum dipertimbangkan untuk diuji pengaruhnya terhadap kreativitas individual secara lintas-level. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh tersebut dengan menggunakan dasar teori pemrosesan informasi sosial (Salancik & Pfeffer, 1978). Teori pemrosesan informasi sosial dipandang dapat menjadi dasar teoritis yang memadai untuk menjelaskan pengaruh PGAT terhadap kreativitas individual.

Menurut Salancik dan Pfeffer (1978), informasi sosial merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam organisasi. Suatu kelompok dengan tingkat PGAT tinggi akan menciptakan suasana kelompok yang menyenangkan. Pada kondisi kelompok yang menyenangkan, individu akan saling berbagi informasi. Lebih lanjut, pada kondisi kelompok yang menyenangkan individu dapat memproses informasi sosial secara lebih efisien. Pemrosesan informasi dari konteks kelompok ini mendorong individu untuk menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi.

Kedelapan, penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas individual dengan memasukan variabel PGAT sebagai variabel pemediasian. Dinamika pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok dan PGAT sebagai faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya.

Mekanisme pemediasian PGAT pada pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas individual dijelaskan menggunakan integrasi teori pemrosesan informasi sosial (Salancik & Pfeffer, 1978), desain kelompok kerja

(21)

21 (Hackman, 1987), dan model anteseden-konsekuen positive group affective tone (Collins et al., 2013). Menurut Collins et al. (2013) karakteristik pekerjaan kelompok merupakan variabel masukan yang mempengaruhi proses interaksi antar individu dalam kelompok. Proses interaksi tersebut kemudian mendorong munculnya reaksi afektif kelompok (states), yaitu PGAT. PGAT menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok sehingga individu dapat saling berbagi informasi dan memproses informasi dari lingkungan sosial. Hal ini selanjutnya mendorong individu untuk menunjukkan kreativitas individual. Berdasarkan beberapa isu dan celah empiris yang telah dibahas sebelumnya, secara umum tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, pada level analisis individual, penelitian ini menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual dengan memasukan positive moods sebagai variabel pemediasian. Pengukuran karakteristik pekerjaan menggunakan indeks motivating potential score dan indeks skor total.

Kedua, pada level analisis kelompok, penelitian ini menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok dengan memasukan PGAT sebagai variabel pemediasian. Pengujian pada level analisis kelompok ini konsisten dengan pengujian pada level individual (multi-level).

Ketiga, pada analisis lintas-level, penelitian ini menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas individual dengan memasukan PGAT sebagai variabel pemediasian. Pengujian anteseden kreativitas individual secara lintas-level bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor kontekstual pada level analisis kelompok terhadap kreativitas pada level analisis individual.

(22)

22

Uraian perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya mengarah pada beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual?

2. Apakah karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh positif pada positive moods?

3. Apakah positive moods mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual?

4. Apakah positive moods memediasi pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual?

5. Apakah karakteristik pekerjaan kelompok mempunyai pengaruh positif pada kreativitas kelompok?

6. Apakah karakteristik pekerjaan kelompok mempunyai pengaruh positif pada PGAT?

7. Apakah PGAT mempunyai pengaruh positif pada kreativitas kelompok? 8. Apakah PGAT memediasi pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada

kreativitas kelompok?

9. Apakah karakteristik pekerjaan kelompok mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual?

10. Apakah PGAT mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual? 11. Apakah PGAT memediasi pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada

(23)

23

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan pada

kreativitas individual.

2. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan pada positive moods.

3. Menguji secara empiris pengaruh positif positive moods pada kreativitas individual.

4. Menguji secara empiris peran positive moods sebagai variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual.

5. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok.

6. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan kelompok pada PGAT.

7. Menguji secara empiris pengaruh positif PGAT pada kreativitas kelompok. 8. Menguji secara empiris peran PGAT sebagai variabel pemediasian pada

pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas kelompok. 9. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan kelompok

pada kreativitas individual.

10. Menguji secara empiris pengaruh positif PGAT pada kreativitas individual. 11. Menguji secara empiris peran PGAT sebagai variabel pemediasian pada

(24)

24

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori kreativitas. Penelitian ini menguji anteseden kreativitas pada level analisis individual, level analisis kelompok, dan analisis secara lintas-level. Pengujian anteseden kreativitas pada berbagai level analisis secara terintegrasi diharapkan dapat memberikan pemahaman baru pada pengembangan teori kreativitas yang selama ini banyak didominasi oleh penjelasan pada level analisis individual. Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terkait integrasi berbagai dasar teoritis dalam menjelaskan model integrasi kreativitas.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi secara praktis bagi organisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi, pengetahuan, dan bahan pertimbangan dalam intervensi kebijakan organisasional untuk meningkatkan kreativitas individual dan kreativitas pada level kelompok. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk bahwa desain pekerjaan akan berimplikasi pada moods individual dan kelompok. Moods individual dan kelompok mempunyai ini kemudian mempunyai pengaruh pada kreativitas individu dan kelompok. Lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi organisasi bahwa modifikasi pada faktor kontekstual kelompok dimana individu bekerja akan berimplikasi pada kreativitas individu.

(25)

25

E. Orisinalitas Penelitian

Terdapat beberapa catatan berkaitan dengan pengujian anteseden kreativitas pada penelitian sebelumnya. Pertama, pada level analisis individual, penelitian sebelumnya kurang mempertimbangkan faktor personal yang berpotensi menjadi variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. Lebih lanjut, penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual hanya menggunakan sebagian atau beberapa dimensi karakteristik pekerjaan.

Kedua, penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji anteseden kreativitas kurang mempertimbangkan pendekatan multi-level atau generalisasi model level analisis individual pada level analisis kelompok. Ketiga, kebanyakan penelitian sebelumnya kurang mempertimbangkan faktor kontekstual kelompok sebagai anteseden kreativitas individual dengan menggunakan pendekatan lintas-level. Keempat, pengujian anteseden kreativitas pada penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan pengujian secara integrasi, baik pada level individual, kelompok, maupun secara lintas-level.

Tabel 1.1 menunjukkan ringkasan beberapa penelitian terdahulu yang menguji anteseden kreativitas.

Tabel 1.1. Ringkasan Hasil Penelitian Anteseden Kreativitas

Peneliti Anteseden Moderasi Mediasi Level Analisis 1).

Oldham dan Cummings (1996)

Skor potensi kreatif, kompleksitas pekerjaan, dukungan penyelia, pengawasan penyelia Skor potensi kreatif, Kompleksitas pekerjaan Individual

(26)

26 Tabel 1.1. Ringkasan Hasil Penelitian Anteseden Kreativitas (lanjutan)

Peneliti Anteseden Moderasi Mediasi Level Analisis 2).

Zhou (1998)

Valensi balikan, gaya balikan, otonomi tugas Orientasi pencapaian Individual 3). George dan Zhou (2001)

Valensi balikan Keterbukaan terhadap pengalaman, conscientiousness Individual 4). Shalley, Gilson, dan Blum (2000) Otonomi tugas, kompleksitas pekerjaan, dukungan organisasional Karakteristik lingkungan pekerjaan Individual 5). Ohly, Sonnetag, dan Pluntke (2006) Rutinisasi, kontrol terhadap pekerjaan, tekanan waktu Individual 6). George dan Zhou (2002) Positive moods, negative moods Individual 7). Madjar, Oldham, dan Pratt (2002) Dukungan dari penyelia dan rekan kerja, dukungan dari

keluarga dan teman

Positive moods, negative moods Individual 8). Amabile, Barsade, Mueller, dan Staw (2005) Positive moods, negative moods, emotional ambivalence Individual 9). Bledow, Rosing, dan Frese (2013)

(27)

27 Tabel 1.1. Ringkasan Hasil Penelitian Anteseden Kreativitas (lanjutan)

Peneliti Anteseden Moderasi Mediasi Level

Analisis 10). Tsai, Chi, Grandey, dan Fung (2012)

Positive group affective tone

Negative group affective tone, team

trust

Kelompok

11).

Gong, Kim, Lee, dan Zhu (2013) Orientasi tujuan individual, Orientasi tujuan kelompok Pertukaran informasi dalam kelompok Multi-level (individual dan kelompok) 12). Hirst, Knippenberg, dan Zhou (2009) Orientasi tujuan kelompok Perilaku pembelajaran kelompok Lintas-level (kelompok terhadap individual) 13). Hirst, Knippenberg,, Chen, dan Sacramento (2011) Orientasi pembelajaran kelompok, orientasi menghindar Formalisasi, sentralisasi Individual dan lintas-level (kelompok terhadap individual) 14). Penelitian ini (2015-2016) Motivating potential score individual, Motivating potential score kelompok Positive moods, Positive group affective tone Multi-level (individual- kelompok) Lintas-level (kelompok- individual)

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji anteseden kreativitas. Letak orisinalitas teoritis pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, pada level analisis individual penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual dengan memasukan positive moods sebagai variabel pemediasian. Dasar teoritis yang digunakan untuk menjelaskan mekanisme tersebut berbeda dengan penelitian sebelumnya.

(28)

28 Penelitian sebelumnya menggunakan dasar teoritis person-environment fits (Oldham & Cummings, 1996; Zhou, 1998; Shalley, Gilson, & Blum, 2000; George & Zhou, 2001). Pada penelitian ini dasar teoritis yang digunakan adalah affective event theory (AET). Penggunaan dasar teoritis AET diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai bagaimana pengaruh faktor kontekstual dan faktor personal dalam menjelaskan kreativitas individual. Lebih lanjut, penelitian ini mencoba menguji pengaruh seluruh dimensi karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual menggunakan indeks MPS dan skor total.

Kedua, pada pengujian analisis multi-level, penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji pengaruh faktor kontekstual kelompok dan faktor reaksi afektif kelompok pada kreativitas kelompok secara terpisah (Gong et al., 2013; Hirst et al., 2009; Tsai et al., 2012). Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut. Penelitian ini mencoba mengintegrasikan anteseden kreativitas kelompok yang berasal dari faktor kontekstual kelompok dan faktor reaksi afektif kelompok secara simultan. Lebih lanjut, penelitian ini menguji peran PGAT sebagai variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas kelompok. Model pengujian seperti ini belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini model anteseden-konsekuen group affective tone (Collins et al., 2013) dijadikan dasar teoritis untuk menjelaskan mekanisme pemediasian PGAT pada pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas kelompok.

Ketiga, pada analisis lintas-level, penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas individual dengan

(29)

29 menggunakan PGAT sebagai variabel pemediasian. Penelitian yang menguji hubungan tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya. Pengembangan model anteseden kreativitas individual secara lintas-level pada penelitian ini didasarkan pada integrasi teori model anteseden-konsekuen group affective tone (Collins et al., 2013), model desain pekerjaan kelompok (Hackman, 1987) ,dan teori pemrosesan informasi sosial (Salancik & Pfeffer, 1978).

Keempat, orisinalitas teoritis pada penelitian ini berkaitan dengan pengujian anteseden kreativitas dengan menggunakan model integrasi. Sepanjang tinjauan yang dilakukan, penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan pengujian anteseden kreativitas, baik pada level individual, kelompok, maupun secara lintas-level secara terintegrasi dalam satu penelitian. Dasar teoritis yang digunakan untuk menguji model integrasi pada penelitian ini adalah integrasi berbagai teori yang beroperasi pada level individual, level kelompok, dan dasar teori yang menjelaskan pengujian secara lintas-level.

Orisinalitas empiris yang dapat diidentifikasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian ini mencoba menguji karakteristik pekerjaan dengan kreativitas individual dengan memasukan positive moods sebagai variabel pemediasian. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang hanya mempertimbangkan faktor kontekstual, yaitu karakteristik pekerjaan sebagai anteseden kreativitas individual (Oldham & Cumming, 1996; Zhou, 1998; George & Zhou, 2001; Shalley et al., 2000; Ohly et al., 2006).

Kedua, penelitian ini menguji karakteristik pekerjaan dengan kreativitas individual dengan menggunakan indeks MPS dan skor total karakteristik

(30)

30 pekerjaan. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya menguji masing-masing dimensi karakteristik pekerjaan secara terpisah (Oldham & Cumming, 1996). Pengujian seluruh dimensi karakteristik pekerjaan dengan indeks MPS dan skor total secara teoritis lebih mencerminkan seluruh nilai motivasi potensial dari suatu pekerjaan (Hackman & Oldham, 1975).

Ketiga, penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Madjar et al. (2002). Letak perbedaannya terletak pada variabel independen yang digunakan. Penelitian ini menggunakan variabel independen karakteristik pekerjaan, sedangkan pada penelitian tersebut menggunakan variabel independen dukungan dari dalam organisasi (rekan kerja dan penyelia) dan dukungan dari luar pekerjaan (keluarga dan teman) sebagai variabel independen. Lebih lanjut, penelitian Madjar et al. (2002) menggunakan level analisis individual, sedangkan penelitian ini menggunakan analisis multi-level dan lintas-level.

Ketiga, penelitian ini menguji pengaruh positive moods pada kreativitas individual dengan memasukkan positive moods sebagai variabel pemediasian secara multi-level dan lintas-level. Penelitian ini memperluas penelitian sebelumnya yang dilakukan George dan Zhou (2002), Amabile et al. (2005), dan Bledow et al. (2013) yang hanya terbatas pada pengujian pengaruh langsung positive moods pada kreativitas individual.

Keempat, pada level analisis kelompok, penelitian ini menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok dengan memasukkan variabel PGAT sebagai variabel pemediasian. Penelitian ini memperluas penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tsai et al. (2012) yang hanya terbatas

(31)

31 pada pengujian pengaruh langsung PGAT pada kreativitas kelompok. Lebih lanjut, perbedaan utama penelitian ini dengan penelitian Tsai et al. (2012) terletak pada peran PGAT yang diuji pengaruhnya baik pada kreativitas kelompok, maupun pada kreativitas individual menggunakan pendekatan lintas-level.

Kelima, pengujian faktor kontekstual kelompok dengan kreativitas individual secara lintas level pada penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hirst et al. (2009) dan Hirst et al. (2011). Perbedaannya terletak pada variabel anteseden yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Hirst et al. (2009), menguji pengaruh variabel orientasi tujuan kelompok pada kreativitas individual yang dimediasi oleh variabel perilaku pembelajaran kelompok. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hirst et al. (2011), menguji pengaruh orientasi pembelajaran kelompok pada kreativitas individual yang dimoderasi oleh variabel formalisasi dan sentralisasi. Pada penelitian ini, faktor kontekstual kelompok yang diuji sebagai anteseden kreativitas individual adalah karakteristik pekerjaan kelompok dan PGAT.

Referensi

Dokumen terkait

Furnitur dalam bentuk partisi ruangan ini sering kali diaplikasikan ke dalam konsep rumah modern yaitu dimana rumah modern tidak terlalu banyak mengandalkan tembok-tembok

Pada hasil penelitian tentang penerapan tindak tutur yang terdapat dalam proses jual beli di pasar tradisional Surakarta sesuai dengan teori tindak tutur yang dikemukakan

transpersonal) adalah istilah yang digunakan dalam mazhab psikologi yang digagas oleh, terutama, para psikolog maupun ilmuwan dalam bidang lainnya yang menekankan

Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan titik-titik / daerah potensi panas bumi (geothermal), menganalisa hal-hal yang berkaitan lainnya dengan menggunakan citra Landsat ETM

Melangsungkan pernikahan dibawah umur di Jorong Galagah Nagari Alahan Panjang dilakukan dengan motif untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan,

Menurut Warsono dan Hariyanto (2012:153) pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai suatu pengajaran yang mencoba mengaitkan antara teknologi dengan masalah

raksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani raksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau

Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalisme bagi sumberdaya manusia aparatur dan non aparatur pertanian, oleh Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)