• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis

1. Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3-10 m, diantara larikan-larikan tanaman pokok. Pohonnya memiliki ketinggian hingga 20 m, meski kebanyakan hanya sekitar 10 m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat (Siregar,1982).

Leucaena terdiri dari 53 spesies yang digolongkan ke dalam 10 spesies yang telah dikenal. Walaupun seluruh spesies tersebut mungkin sangat berguna bagi daerah tropis, tetapi hanya Leucaena leucocephala yang telah dimanfaatkan secara luas (Nas, 1984).

Tangendjaja (1983) menyatakan bahwa produksi hijauan lamtoro sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : tanaman itu sendiri, kepadatan tanaman, tinggi pemotongan dan frekuensi pemotongan. Nas (1984) menyebutkan bahwa pada umumnya tanaman lamtoro dapat menghasilkan bahan kering dari unsur-unsur yang dapat dimakan (daun dan ranting-ranting kecil) sebesar 6-8 ton per hektar per tahun atau sekitar 20-80 ton bahan segar per hektar per tahun.

Berdasarkan informasi dari D’Melo dan Thomas (1992) menunjukkan bahwa hasil analisis kimia daun lamtoro mengandung protein kasar 24,2%, abu 7,5%, energi metabolisme 2450 kkal/kg, serat kasar 21,5%, kalsium 1,68%, dan posfor 0,21%. Selanjutnya NAS (1977) menyatakan bahwa daun lamtoro memiliki nilai gizi yang tinggi, dengan asam amino yang terdapat dalam proporsi yang seimbang dan dapat menjadi sumber vitamin yang melimpah. Adapun komposisi kimia hijauan dan tepung daun lamtoro disajikan pada Tabel 1.

(2)

Fraksi Kimia (DM Basis)%

Dry Matter Hijauan (ranting dan daun) Tepung Daun % BK Nitrogen 3,52 4,15 Protei Kasar 22,03 29,20 Mimosin 2,14 4,30 Serat Kasar 35,00 19,20 NDF 39,5 -ADF 35,10 -Hemicellulosa 4,71 -Cellulosa 18,3 -Lignin 7,90 -Ash 8,04 10,50 Tanin 1,05 1,01 Sulfur 0,22 -Calcium 1,80 1,90 Phosfor 0,26 0,23 Magnesium 0,33 0,34 Sodium 1,34 0,02 Potassium 1,45 1,70 mg/kg Copper 26,00 9,70 Iron 381,30 907,40 Zinc 169,50 26,00 Manganese 465,08 59,90 Iodine 61,50 -Chloride 0,17 -Oxalate 881,6 -Xantofyll - 753,00 Lutein - 543,00 Zeaxanthin - 128,00 Carotene - 237,50

Sumber : Garcia et.al., (1996) dalam Widiyastuti (2001)

Menurut Muelen et.al., (1979) lamtoro dapat digunakan untuk makanan ternak dan mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena lamtoro mudah ditanam, cepat tumbuh, produksi tinggi dan komposisi asam amino yang seimbang. Adapun komposisi asam amino daun lamtoro dibandingkan dengan komposisi asam amino bungkil kedelei, tepung ikan dan alfalfa disajikan pada Tabel 2.

(3)

Tabel 2. Perbandingan Komposisi Asam Amino Bungkil Kedelei, Tepung Ikan, Alfalfa dan Lamtoro. Asam amino (mg/kg) Nitrogen Bungkil kedelei Tepung ikan

Alfalfa Daun lamtoro

Cystin 106 69 77 42-88 Asam Aspartat 756 625 1 864 Methionine 88 175 96 88-1004 Theronine 244 269 290 266 Serine 331 256 - 279 Glutamic Acid 1138 813 - 640 Proline 300 244 - 305 Glicyne 275 400 - 278 Alanine 275 394 - 311 Valine 300 325 356 255-338 Isoleucine 294 256 290 244-653 Leucine 488 475 494 444 Tyrosine 238 - 232 208-263 Mimosine 0 0 0 343 Phenilalanine 319 256 307 250-294 Lysine 388 500 368 313-349 Histidine 181 - 139 112-135 Arginine 463 375 357 294-394

Sumber : Garcia et.al., (1996) dalam Widiyastuti (2001)

Tepung daun lamtoro mengandung zat anti nutrisi yaitu mimosin. Mimosin adalah senyawa yang tergolong dalam asam amino aromatik dengan rumus kimia β-N-(3-hydroxypyridone-4)-α-amino-propenoic acid yang dapat menjadi racun bagi ternak (Brewbaker dan Hylin, 1965).

Mimosin mempunyai struktur yang sama dengan tyrosine dan telah diketahui dapat menggantikan asam amino tersebut. Penggantian dapat menyebabkan hilangnya enzim dan aktifitas fungsional protein (Puchala et.al., 1996). Mimosin terdapat pada biji dan daun berbagai spesies Leucaena. Mimosin merupakan sumber toksin terbesar dari tepung daun lamtoro untuk unggas, 3,4-DHP diduga terdapat juga pada daun legum sebagai aktifitas enzim pasca panen (D’Mello, 1992).

Sarmanu (1986) melaporkan bahwa penambahan tepung daun lamtoro mempunyai sifat menghambat terhadap pertumbuhan alat reproduksi dan produksi telur. Pemberian tepung daun

(4)

lamtoro pada level 10% dan 20% menyebabkan kenaikan tingkat warna kuning telur. Di lain pihak, penambahan 10% dan 20% tepung daun lamtoro pada periode grower menyebabkan pertumbuhan badan, jengger dan dewasa kelamin terhambat. Demikian pula perkembangan ovarium terhambat ditandai dengan adanya perubahan struktur ovarium. Selanjutnya Puchala et.al., (1996) menyatakan bahwa toksin mimosin menyebabkan defisiensi glysin untuk sintesis asam empedu, sehingga menyebabkan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.

Berbagai usaha yang dilakukan untuk menurunkan daya racun mimosin dalam daun lamtoro adalah dengan pemanasan, penambahan garam sulfat, penambahan senyawa analog mimosin, pencucian, dan mendapatkan varietas baru yang rendah. Murthy et.al., (1994) melakukan penelitian dengan perlakuan fisik pengeringan matahari sampai dengan dry matter lebih dari 90% dan pengovenan sampai pada 100⁰C selama 12 jam serta serta inkubasi dalam larutan 5% NaOH yang menghasilkan penurunan mimosin yang terbaik dan kehilangan protein yang terkecil.

2. Ternak Puyuh

Ternak puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu. Ternak puyuh disebut juga Gemak (bahasa Jawa-Indonesia). Bahasa asingnya disebut “Quail”, merupakan bangsa burung (liar) yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat, tahun 1870 dan terus dikembangkan ke penjuru dunia. Sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal, dan diternak semenjak akhir tahun 1979. Kini mulai bermunculan di kandang-kandang ternak yang ada di Indonesia. Sentra Peternakan ternak puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah (Kholis dan Sitanggang, 2002).

Adapun manfaat dari ternak puyuh yaitu telur dan dagingnya mempunyai nilai gizi dan rasa yang lezat, bulunya sebagai bahan aneka kerajinan atau perabot rumah tangga lainnya, kotorannya sebagai pupuk kandang ataupun kompos yang baik dapat digunakan sebagai pupuk tanaman (Rasyaf, 1985).

(5)

3. Pakan Ternak Puyuh

a. Bahan yang dijadikan Pakan Puyuh

Bahan pakan yang umum diberikan pada ternak, yang disusun dalam ransum yaitu jagung, dedak halus, bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil kelapa dan minyak nabati.

1) Tepung jagung

Tepung jagung dimanfaatkan sebagai bahan pakan karena sumber energi yaitu 3370 Kkal/kg, protein berkisar 8-10%, namun rendah kandungan lysin dan tryptophan, tepung jagung digunakan sebagai sumber energi utama dan sumber xantofil (Rasyaf, 1990).

2) Dedak halus

Dedak adalah sisa penggilingan atau penumbukan padi. Bahan pakan ini sangat populer dan banyak sekali digunakan dalam ransum ternak, karena ketersediaannya yang banyak dan dapat menekan biaya pakan. Kandungan nutrisi dedak halus yaitu protein kasar sebesar 13,5%, lemak kasar 0,6%, serat kasar 13%, Ca 0,1%, P 1,7%, dan EM 1890 Kkal/kg (Rasyaf, 1990).

3) Bungkil kedelai

Bungkil kedelai merupakan sisa hasil dari pembuatan minyak kedelai. Bahan ini sangat baik untuk campuran pakan ternak karena nilai nutrisinya yang sangat baik. Kandungan nutrisinya yaitu protein kasar 48%, EM 2240 Kkal/kg, lemak kasar 0,9%, serat kasar 6%, Ca 0,32%, dan P 0,29% (Wahyu, 1997).

4) Tepung ikan

Tepung ikan adalah sumber protein yang sangat baik dalam ransum karena mengandung asam-asam amino esensial yang cukup tinggi bagi kebutuhan ternak. Tepung ikan tidak rusak dalam pengolahan. Mengandung energi metabolis yang tinggi dibanding dengan bahan-bahan makanan lainnya. Apabila tepung ikan digunakan, kandungan minyaknya 10%, maka jumlah yang dapat dicampur ke dalam ransum tidak boleh lebih besar dari 10% (Rasyaf,1990).

(6)

5) Bungkil kelapa

Bungkil kelapa digunakan sebagi pakan pendamping tepung ikan dan jagung, tujuannya tetapi untuk menekan harga ransum. Kandungan nutrisinya juga memadai, yaitu protein kasar 20,9%, serat kasar 10,5%, lemak kasar 5-6%, EM 1258 Kkal/kg, Ca 3,6%, dan P 0,55% (Rasyaf, 1990).

6) Minyak nabati

Minyak nabati merupakan sumber energi, minyak dalam ransum selain membantu memenuhi kebutuhan energi, juga menambah selera makan ternak dan mengurangi sifat berdebu pada ransum. Umumnya diberikan 2-6% dalam ransum cukup untuk membantu peran jagung dan bungkil kelapa sebagai penyedia energi (Rasyaf, 1990).

b. Kebutuhan Nutrisi Ternak Puyuh

Puyuh membutuhkan beberapa zat nutrisi untuk kebutuhan hidupnya. Zat nutrisi tersebut adalah protein, vitamin, mineral dan air. Kekurangan zat-zat nutrisi tersebut dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan produktifitas ternak puyuh (Rasyaf, 1994).

Ternak puyuh mempunyai dua fase pemeliharaan yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan dibagi menjadi dua fase yaitu starter (0-3 minggu), grower (3-5 minggu) dan fase produksi (umur diatas 5 minggu). Anak puyuh yang baru berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolisme 2900 kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu kadar protein dikurangi menjadi 17% dan energi metabolisme 2700 kkal/kg. Ternak puyuh lebih dari lima minggu kebutuhan energi dan protein sama dengan kebutuhan energi dan protein umur 3-5 minggu (Listiyowati dan M. Kinanti, 2005).

Anggorodi (1995) menyatakan bahwa ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur kebutuhan tenak. Hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan ransum. Dalam mengkonsumsi ransum, ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor

(7)

antara lain: umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktifitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi.

Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memperoleh energi sehingga jumlah makanan yang dimakan setiap hari cenderung berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase protein yang tetap dalam ransum, maka ransum yang mempunyai konsentrasi ME (Metabolisme Energi) tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi makanan untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang berlebihan (Tillman, dkk., 1989).

Adapun kebutuhan nutrisi untuk pakan puyuh menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3907-2006 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi untuk Pakan Ternak Puyuh.

Kebutuhan nutrisi Starter Grower Layer

Kadar air maksimal (%) 14,0 14,0 14,0

Protein kasar minimal (%) 19,0 17,0 17,0

Lemak kasar maksimal (%) 7,0 7,0 7,0

Serat kasar maksimal (%) 6,5 7,0 7,0

Abu maksimal (%) 8,0 8,0 14,0

Kalsium (Ca) (%) 0,90-1,20 0,90-1,20 2,50-3,50

Fosfor total (P) (%) 0,60-1,00 0,60-1,00 0,60-1,00

Fosfor tersedia (P) minimal (%) 0,40 0,40 0,40

Energi metabolisme (EM) (Kkal/kg) 2800 2700 2700

Total aflatoksin maksimal (µg/kg) 40,0 40,0 40,0

Asam amino

- Lisin minimal (%) 1,10 0,80 0,90

- Metionin minimal (%) 0,40 0,35 0,40

- Metionin + sistin minimal (%) 0,60 0,50 0,60

(8)

4. Kualitas Kuning Telur a. Warna Kuning Telur

Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air dengan kandungan padatan kurang lebih 50% yang terdiri dari protein dan lemak (Belitzs dan Grosch, 1999). Selanjutnya Rose (1997) menambahkan bahwa kuning telur pada unggas air mempunyai lemak yang lebih banyak yaitu sekitar 36% dan protein 18% serta kandungan air kurang dari 44%. Kuning telur terdiri dari beberapa lapisan berwarna gelap dan berwarna terang. Bagian kuning telur berwarna gelap mengandung air sekitar 45%, sedangkan lapisan kuning telur yang berwarna terang mengandung air 86%. Lapisan tersebut dapat terlihat pada sebuah kuning telur utuh tetapi hampir tidak mungkin dipisahkan.

Bell dan Freeman (1971) menyebutkan bahwa komponen paling utama dari kuning telur adalah pigmen karotenoid (sekitar 13 sampai 15 μg per kuning telur). Komponen utama karotenoid adalah xantofil, zeaxantin dan lutein dengan sebagian kecil kriptoxantin. Rose (1997) menyatakan bahwa warna kuning pada kuning telur disebabkan oleh susunan lemak disebut xantofil. Kandungan xantofil pada kuning telur hampir seluruhnya bergantung pada kandungan xantofil pada pakan yang diberikan kapada unggas. Rumput mempunyai kandungan xantofil yang tinggi (20 mg/kg), jadi unggas yang dipelihara di alam bebas dapat memakan rumput untuk memberikan warna kuning yang gelap pada telurnya. Jagung kuning juga mempunyai kandungan xantofil yang tinggi sekitar 15 mg/kg, sehingga pakan yang didasarkan pada jagung kuning juga memberikan warna kuning telur yang gelap. Xantofil yang berbeda memberikan warna kuning yang berbeda pula, sebagai contoh lutein memberikan warna kuning lemon, sedangkan zeaxantin memberikan warna kuning keemasan. Warna kuning yang kaya dapat diperoleh dangan mengkombinasikan xantofil-xantofil tersebut.

Selanjutnya Rose (1997) mengatakan bahan pewarna kuning telur adalah xanthophyll, suatu pigmen karotenoid yang terdapat dalam jagung kuning, tanaman alfalfa dan corn gluten meal. Zat warna xanthophyll dalam pakan merupakan senyawa yang paling berpengaruh terhadap warna kuning telur. Warna kuning telur menurut Scanes et.al.. (2004) tergantung dari

(9)

pigmen dalam pakan yang dikonsumsi. Tanaman merupakan sumber pigmen karotenoid yang dapat memberikan warna pada kuning telur dari warna kuning sampai dengan merah. Karotenoid merupakan suatu pigmen yang terdapat di dunia tumbuh-tumbuhan (Anggorodi, 1995).

Stadelman dan Cotterill (1984) mengatakan bahwa pada umumnya karotenoid dalam kuning telur adalah berupa kumpulan hydroxy yang disebut xanthophyll. Selanjutnya dikatakan juga bahwa jenis dan kadar karotenoid dalam kuning telur sangat ditentukan oleh pakan. Warna kuning dari telur ini sangat erat kaitannya dengan tingginya kandungan vitamin A (Piliang et.al., 1991).

Tepung daun lamtoro (Leucaena leucocephala) kering sama dengan tepung biji kapuk sebagai sumber protein. Penggunaan lamtoro bisa menekan pertumbuhan broiler dan produksi telur pada layer. Nilai nutrisi yang rendah dari lamtoro karena adanya mimosin. Lamtoro mengandung mimosin sebesar 3-5 % BK, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi lain termasuk protease inhibitor, tannin dan galactomannan (Puyuh Jaya, 2009). Selanjutnya (Puyuh Jaya, 2009) menambahkan efek yang merugikan dari mimosin, yaitu menurunkan pertumbuhan dan menurunkan produksi telur dan merontokkan bulu unggas. Puyuh muda lebih sensitif dari pada puyuh dewasa. Karena adanya mimosin dalam lamtoro sehingga penggunaan lamtoro dalam ransum non ruminansia hanya sebesar 5-10 % yang tidak menimbulkan gejala toxicosis (keracunan).

b. Indeks Kuning Telur

Semua telur mengandung vitamin A, D dan E dalam kuning telur. Telur adalah salah satu makanan alami yang mengandung vitamin A dan D. Kuning telur mengandung sekitar 60 kalori,

putih telur mengandung sekitar 15 kalori. Sebuah kuning telur mengandung duapertiga dari

(10)

Indeks kuning telur adalah perbandingan tinggi kuning telur dengan garis tengah kuning telur. Telur segar mempunyai indeks kuning telur 0,33-0,55 dengan rata-rata 0,42. Semakin tua umur telur (sejak ditelurkan) indeks kuning telur semakin menurun karena penambahan ukuran kuning telur akibat perpindahan air dari putih telur ke kuning telur. Standar untuk indeks kuning telur adalah sebagai berikut: 0,22 = jelek, 0,39 = rata-rata, dan 0,45 = tinggi (Winarno dan Koswara, 2002). Beberapa karakteristik kuning telur yang mempengaruhi kualitasnya adalah warna, keadaan spherical (kebulatan) dan kekuatan membran (Hintono, 1995).

Wooton (1978) menyatakan bahwa indeks kuning telur puyuh yang masih segar bervariasi antara 0,30-0,50 dengan rata-rata 0,42. Hal yang sama dinyatakan oleh Romanoff (1963) bahwa indeks kuning telur yang masih baru berkisar antara 0,30-0,50.

c. Bobot Telur dan Kuning Telur

Struktur telur terdiri dari kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membrane kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk) bakal anak ayam (germ spot) dan kantong udara (Winarno dan Koswara, 2002). Komposisi kimia telur secara fisik terdiri dari 10% kerabang

(kulit telur, cangkang), 60% putih telur dan 30% kuning telur (Sarwono, 1994). Bobot telur

burung puyuh rata-rata 10 gram atau sekitar 8% dari bobot tubuh burung puyuh betina (Listiyowati dan Kinanti, 2005).

Berat telur merupakan sifat kualitatif yang dapat diturunkan. Jenis pakan, jumlah pakan, lingkungan kandang serta besar tubuh induk sangat mempengaruhi berat telur yang dihasilkan. Kualitas ransum yang rendah juga menyebabkan kecilnya kuning telur yang terbentuk, sehingga menyebabkan kecilnya kuning telur yang dihasilkan. Hal lain yang mempengaruhi adalah masa bertelur, produksi pertama dari suatu siklus berbobot lebih rendah dibanding telur berikutnya pada siklus yang sama (Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

(11)

B. Kerangka Pikir

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Pemanfaatan Tepung Daun Lamtoro dalam Ransum untuk Meningkatkan Kualitas Kuning Telur Ternak Puyuh.

Bahan pakan sumber xanthopyll dan protein

Uji kualitas kuning telur puyuh - - Skor warna kuning telur

- - Indeks kuning telur - - Bobot telur

- - Presentase bobot kuning telur

Rekomendasi

Level yang optimal tepung daun lamtoro yang dapat memperbaiki kualitas kuning

telur puyuh Leguminosa dari

spesies Leucaena

Tepung daun lamtoro

Ditambahkan dalam ransum

(12)

C. Hipotesis

Level penambahan tepung daun lamtoro dalam ransum dapat meningkatkan kualitas kuning telur puyuh.

Gambar

Tabel 2.  Perbandingan Komposisi Asam Amino Bungkil Kedelei, Tepung Ikan, Alfalfa dan  Lamtoro
Tabel 3.  Kebutuhan Nutrisi untuk Pakan Ternak Puyuh.
Gambar 1. Kerangka   Pikir   Penelitian   Pemanfaatan   Tepung   Daun   Lamtoro   dalam  Ransum untuk Meningkatkan Kualitas Kuning Telur Ternak Puyuh.

Referensi

Dokumen terkait

Materi Debat Bahasa Indonesia Siswa SMK Tingkat Nasional Tahun 2016 adalah isu-isu yang aktual tentang kebahasaan dan tentang hal umum yang ada di masyarakat. Isu-isu

Bapak Ahmad Zanin Nu’man selaku guru mata pelajaran al-Qur’an Hadis yang dengan sabar meluangkan waktu pada saat observasi berlangsung, kepada keluarga besar SMK

SMP NEGERI

membandingkan publikasi ilmiah internasional Indonesia dalam 27 bidang dan 264 subbidang ilmu di atas dengan data serupa dari lima negara ASEAN yang termaju dalam penelitian,

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administratif atas SKPDKB BPHTB, SKPDKBT BPHTB dan STPD BPHTB

Langkah- langkah yang dilakukan sebelum verifikasi dosis radiasi adalah menentukan faktor kalibrasi TLD-100, mengukur dosis radiasi permukaan pasien kanker payudara

Berdasarkan hal tersebut penulis membuat laporan akhir ini dengan judul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Pintu Rumah Untuk Penetapan Harga Jual Pada CV Sinar

Setelah menyaksikan video yang dikirim melalui WAG mengenal bangun datar, peserta didik dapat menjelaskan bentuk bidang dan warna sebagai unsur karya dekoratif yang sesuai dengan