• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEMERINTAH

DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

(Jurnal)

Oleh

HELI PITRA LIANSA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEMERINTAH

DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

Heli Pitra Liansa, Firganefi, Budi Rizki Husin Email : hbujesti@gmail.com

Tindak pidana korupsi telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa (extra- ordinary crime). Upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa yaitu dengan langkah-langkah yang tegas. Permasalahan adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur? dan Apa saja faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur?. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif dan Pendekatan yuridis empiris. Narasumber dalam penelitian ini penyidik Kepolisian, Jaksa Pidsus dan Akademisi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang dan tahap-tahap penegakan hukum yang dipakai mengacu pada tahap Formulasi, Aplikasi dan Eksekusi yaitu melalui proses penyidikan, penuntutan sampai dengan putusan pengadilan, Faktor penghambat paling dominan adalah faktor penegak hukum itu sendiri dimana aparat penegak hukum baik polisi maupun jaksa dalam proses penyelidikan sampai tahap eksekusi harus tegas dan sesuai dengan undang-undang. Saran yang dapat penulis berikan adalah (1)Perlu aparat penegak hukum yang terlatih, jujur, berintegrasi dan profesional. adanya koordinasi yang baik antar aparat penegak hukum dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. (2) Hakim dalam menjatuhakan hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

(3)

ABSTRACT

ANALYSIS OF LAW ENFORCEMENT ON CORRUPTION CRIMES COMMITTED BY LOCAL GOVERMENT OFFICIALS THE AREA OF

EAST LAMPUNG

By

Heli Pitra Liansa, Firganefi, Budi Rizki Husin Email : hbujesti@gmail.com

Corruption has become a crime out of the usual (extra ordinary crime). Efforts to eradicate it’s no longer can be done naturally that is by the frim. The problem is how law enforcement against corruption committed by government official the area of east Lampung? And what are the factors in the opposite direction in the enforcement of legal action againts corruption committed by goverment officials the area of east Lampung? The approach used is the normative juridical approach and the empirical judicial approach. The interviewees in this research ar police invistigator, attorney special crime and academics. Based on the results of research and who charried out the this cussion, law enforcement against corruption committed by goverment officials the area of east Lampung was conducted in accordance with the law and the earli stages of the law enforcement, and refers to the formulation, application, and execution through the process of in investigation, prosecution to the coruts decision, the most dominant inhibitors factors is law enforcement where law enforcement officers both police and attorny in the process of investigation until the execution must be firm and in accordance with the law. The advice that writers cant give are (1) there is a needs law enforcement officers are trained, honest, integrating and professional. The presence of good coordination between law enforcement in handlink corruption cases. (2) the judge in dropping the punishment of perpetrators of corruption must be in accordance with applicable law.

(4)

I. PENDAHULUAN

Tindak pidana korupsi telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa (extra- ordinary

crime). Begitu pula dalam upaya

pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa yang dilakukan dengan cara-cara khusus, langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum.Perbuatan korupsi satu negara dengan negara lain dari intensitas dan modus operandinya sangat bergantung pada kualitas masyarakat, adat-istiadat, dan sistem penegakan hukum suatu negara.1

Tindak Pidana Korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak hanya bagi perekonomian nasional melainkan juga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hasil survei Transparansi Internasional Indonesia (TII) menunjukan bahwa Indonesia merupakan negara paling korup nomor 6 (enam) dari 133 negara. Di kawasan Asia, Bangladesh dan Myanmar lebih korup dibandingkan Indonesia. Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK), ternyata Indonesia lebih rendah dari pada negara Papua Nugini,Vietnam, Philipina, Malaysia dan Singapura. Sedangkan pada tingkat dunia, negara-negara yang ber-IPK lebih buruk dari Indonesia merupakan negara yang sedang mengalami konflik.2

Masalah korupsi terkait dengan kompleksitas masalah, antara lain masalah moral/sikap mental, masalah pola hidup kebutuhan serta kebudayaan dan

lingkungan sosial, masalah

kebutuhan/tuntutan ekonomi dan kesejahteraan sosial-ekonomi, masalah

struktur/sistem ekonomi, masalah sistem/budaya politik, masalah mekanisme

pembangunan dan lemahnya

birokrasi/prosedur administrasi (termasuk sistem pengawasan) di bidang keuangan dan pelayanan publik”.3

Korupsi juga menjadi pintu masuk berkembang suburnya terorisme dan kekerasan oleh sebab kesenjangan sosial dan ketidakadilan masih berlanjut atau berlangsung sementara sebagian kecil masyarakat dapat hidup lebih baik, lebih sejahtera, mewah di tengah kemiskinan dan keterbatasan masyarakat pada umumnya. Munculnya aksi-aksi terror disebabkan oleh menganganya kesenjangan dan ketidak adilan dalam masyarakat. Hal yang sering kurang disadari oleh pelaku-pelaku korupsi, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan kompleks dan berimplikasi sosial kepada orang lain karena menyangkut hak orang lain untuk memperoleh kesejahteraan yang sama. Bahkan korupsi dapat disebut sebagai dosa sosial dimana sebuah dosa atau kejahatan yang dilakukan dan berdampak bagi banyak orang, nilai kedosaan jauh lebih besar ketimbang dosa yang sifatnya personal.4

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 dimaksudkan untuk menanggulangi dan memberantas korupsi. Politik kriminal merupakan strategi penanggulangan korupsi yang melekat pada Undang- undang tersebut. Mengapa dimensi politik kriminal tidak berfungsi, hal ini terkait dengan sistem penegakkan hukum di negara Indonesia yang tidak egaliter. Sistem penegakkan hukum yang berlaku dapat menempatkan koruptor tingkat tinggi diatas hukum. Sistem penegakkan hukum

1

Djoko Sumaryanto, Pembalikan Beban Pembuktian, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2009, hlm. 2. 2

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 78

3

Barda Nawawi Arif, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni Bandung, 2003, hlm. 85- 86

4

(5)

yang tidak kondusif bagi iklim demokrasi ini diperparah dengan adanya lembaga pengampunan bagi konglomerat korup hanya dengan pertimbangan selera, bukan dengan pertimbangan hukum.5

Pemberantasan korupsi harus selalu dijadikan prioritas agenda pemerintahan untuk ditanggulangi secara serius dan mendesak serta sebagai bagian dari program untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara yang bersangkutan, tidak terkecuali Indonesia.

Penegakan hukum pidana, seperti proses penegakan hukum pada umumnya, melibatkan minimal tiga faktor yang terkait yaitu faktor perundang-undangan, faktor aparat/badan penegak hukum dan faktor kesadaran hukum. Pembicaraan ketiga faktor ini dapat dikaitkan dengan pembagian tiga komponen sistem hukum, yaitu substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Dilihat dalam kerangka sistem peradilan pidana munculnya lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di era reformasi ini menimbulkan permasalahan karena akan mengganggu sistem yang telah ada yaitu sistem peradilan pidana terhadap tindak pidana korupsi atau sistem penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.

Kejaksaan Negeri Lampung Timur menahan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) Usman Effendi karena perkara permintaan setoran. Kejaksaan resmi mengeluarkan surat penahanan terhadap Usman Effendi dengan nomor surat perintah penahan PRINT- 02/N.8.17/Fd.1/12/2016. Usman resmi ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIb, Selasa, sejak pukul 15.00 WIB. Kasi Pidsus Kejari Lampung Timur M Arief Ubaidillah menjelaskan Usman diduga

5

Evi Hartanti, Opcit, hlm. 4.

telah melakukan tindak pidana korupsi berupa permintaan setoran terhadap usaha pabrik es dan alat berat (eksavator) yang terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai. Padahal menurut dia, permintaan setoran oleh Dinas Kelautan dan Perikanan belum diatur dalam peraturan daerah (Perda) kabupaten setempat. Arief mengatakan permintaan setoran terjadi sejak Desember 2015 hingga September 2016. Tersangka diduga kuat telah melakukan tindak pidana

Munculnya masalah tindak pidana korupsi diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal, yang menjadi penyebab akibat terjadinya korupsi pada faktor internal adalah sifat rakus atau tamak yang dimiliki oleh manusia, gaya hidup yang konsumtif, moral yang kurang kuat. Sedangkan faktor eksterna penyebab korupsi antara lain politik, hukum, ekonomi, organisasi seperti kultur atau budaya, pimpinan, akuntabilitas dan manajemen atau sistem.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur”.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur?

6

(6)

2. Apa saja faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur?

Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dalam penulisan penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan. Data yang diperoleh dikelola dengan menggunakan metode induktif.

II. PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Oleh Pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur

Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan, diperoleh jawaban atas permasalahan mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur adalah sebagai berikut :

Penegakan hukum pidana sebagai pelaksanaan dari politik hukum pidana harus melalui beberapa tahap kebijakan yaitu7:

1. Tahap Formulasi

Tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang. 2. Tahap Aplikasi

Tahap aplikasi yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian hingga Pengadilan.

3. Tahap Eksekusi

Tahap ekseskusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana.

Sesuai dengan teori di atas maka penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur dalam penelitian ini termasuk dalam tahapan aplikasi yang meliputi proses penyidikan oleh Kepolisian, penuntutan oleh kejaksaan dan penjatuhan hukuman/putusan hakim.

Kenyataan dilapangan, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur dilaksanakan sebagai berikut :

1. Penegakan Hukum oleh Kepolisian

Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (13) Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Menurut Hendra Susanto penyidikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah Daerah Lampung Timur merupakan bagian dari tugas kepolisian sebagai penegak hukum yang berupaya semaksimal mungkin dalam melakukan berbagai langkah strategis dan konstruktif dalam rangka terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum.8

Penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang

7

Roeslah Saleh, Pembinana Cita Hukum dan Asas- Asas Hukum Nasional, (Jakarta: Karya Dunia Pikir.,1986), Hlm. 15

8

(7)

dilakukan oleh pejabat Pemerintah Daerah Lampung Timur, dilaksanakan setelah menerima laporan dari masyarakat bahwa adanya kasus tindak pidana korupsi berupa permintaan setoran terhadap usaha pabrik es dan alat berat (eksavator) yang berada di Kabupaten Lmapung Timur. Atas dasar laporan tersebut maka dilaksanakanlah tindakan awal, yaitu penyelidikan, karena laporan tersebut harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat untuk menentukan apakah termasuk sebagai tindak pidana korupsi atau bukan. Dalam penyelidikan ini, rangkaian tindakan penyidik bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan.

Tindakan penyelidikan dimaksud untuk menemukan peristiwa pidana dan tidak mencari/menemukan tersangka. Tindakan penyidikan tidak harus didahului dengan penyelidikan. Manakala penyidik menemukan peristiwa yang dinilai sebagai tindak pidana, dapat segera melakukan penyidikan. Setelah jelas dan cukup bukti bahwa laporan masyarakat tersebut benar, dan memang terdapat bukti awal bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi maka dilaksanakan penyidikan.

2. Penegakan Hukum oleh Kejaksaan

Kejaksaan sebagai salah satu instansi penegak hukum yang memiliki peran yang sangat penting dalam penanganan terhadap tindak pidana korupsi yang diwujudkan dalam sebuah fondasi atau dasar hukum yang kuat yang terencana dan sistematis. Jaksa sebagai salah satu aparat penegak hukum di dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi selain sebagai penuntut umum jaksa juga memiliki wewenang dalam penyidikan seperti yang telah diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

M Arief Ubaidillah menjelaskan Usman diduga telah melakukan tindak pidana korupsi berupa permintaan setoran terhadap usaha pabrik es dan alat berat (eksavator) yang terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai. Padahal menurut dia, permintaan setoran oleh Dinas Kelautan dan Perikanan belum diatur dalam peraturan daerah (Perda) kabupaten setempat. Arief mengatakan permintaan setoran terjadi sejak Desember 2015 hingga September 2016. Tersangka diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana primer pasal 12 huruf e ayat 1 subsider pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah jadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan terhadap tindak pidana korupsi memiliki tata cara tersendiri sehingga dalam melakukan sebuah penegakan hukum terhadap suatu perkara tindak pidana korupsi harus melalui beberapa tahapan agar terciptanya sebuah penegakan hukum yang bersih, adil, jujur dan memiliki kepastian hukum yang jelas. Tahap-tahapan tersebut menunjukan sebuah pola yang terdapat dalam penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan sebagai instansi penegak hukum yang memiliki peran yang sangat penting dalam penanganan terhadap tindak pidana korupsi yang diwujudkan dalam sebuah fondasi atau dasar hukum yang kuat yang terencana dan sistematis.

(8)

kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Setelah tahap aplikasi dilaksanakan maka selanjutnya adalah tahap ekseskusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat- aparat pelaksana pidana bertugas menegakan peraturan perundang-undangan pidana yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan. Dalam melaksanakan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai-nilai keadilan suatu daya guna.

Menurut Hendra SusantoTahap eksekusi dalam wujud melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tahap ini hakekatnya merupakan tahap “penjualan” yang harus membuat rasa puas “stakeholder” atas output penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung tiga kekuasaan atau kewenangan yaitu, kekuasaan legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legislatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat apa yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legislatif ditetapkan system pemidanaan, pada hakekatnya merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Yang kedua adalah kekuasaan yudikatif pada tahap aplikasi dalam menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan eksekutif pada tahap eksekusi dalam hal melaksanakan hukum pidana.

Berdasarkan paparan diatas bahwa penegakan hukum pidana merupakan suatu upaya yang diterapkan guna mencapai tujuan dari hukum itu sendiri. Tujuan pembentukan hukum tidak terlepas dari

politik hukum pidana yang terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi. Tahap formulasi mengandung arti pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Setelah terbentuknya suatu perundang- undangan yang baik maka akan masuk ke dalam tahap aplikasi, yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat Kepolisian sampai Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakan serta menerapkan peraturan perundang- undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai- nilai keadilan dan daya guna.

Penegakan hukum pada dasarnya menyangkut kegiatan penindakan setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi, melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran kepolisian, kejaksaan dan badan peradilan. Terdakwa Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) Usman Effendi terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara” sebagaimana diatur dan diancam

(9)

atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktika n. 10

Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang- Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena perkara permintaan setoran. Kejaksaan resmi mengeluarkan surat penahanan terhadap Usman Effendi dengan nomor surat perintah penahan PRINT-02/N.8.17/Fd.1/12/2016. Usman resmi ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIb, Selasa, sejak pukul 15.00 WIB. Usman diduga telah melakukan tindak pidana korupsi berupa permintaan setoran terhadap usaha pabrik es dan alat berat (eksavator) yang terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai. Tersangka diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana primer pasal 12 huruf e ayat 1 subsider pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah jadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.9

B. Faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Oleh Pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur

Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan, diperoleh jawaban atas permasalahan mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur faktor penghambat dalam adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukum nya sendiri

Menurut hasil wawancara dengan Hendra Susanto faktor hukum nya sendiri dapat menghambat penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi adalah adanya ketentuan Pasal 183 KUHAP, dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa, seorang

hakim tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pasal 184 menyatakan bahwa alat bukti sah yang dimaksud adalah : (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyidikan dalam mengungkap tindak pidana korupsi yang dilakukan Kepolisian belum tentu dapat mengumpulkan semua alat bukti yang sah tersebut, namun demikian penyidik Kepolisian berusaha secara maksimal untuk melaksanakan tugas penyidikan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

2. Faktor Penegak Hukum

Menurut Tri Andrisman sektor yang dinilai masih lemah dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi adalah penegak hukum itu sendiri. Diperlukan aparatur penegak hukum yang terlatih, jujur, berintegrasi dan profesional. Agar aparat-aparat penegak hukum tersebut dapat membongkar perkara-perkara korupsi yang berani menindak siapa saja yang salah. Tidak seperti yang terjadi saat ini dimana para penegak hukum tidak dapat menggunakan sengatnya (kewenangan) ketika berhadapan dengan tindak pidana yang di aktori

Hasil wawancara dengan Tri Andrisman, S. H., M. H. Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung, pada tanggal 25 Oktober 2017.

10

(10)

terciptanya penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia.11

Menurut penulis jika sektor aparat penegak hukum sudah dibenahi dan bisa menjalankan tugas dan kewajibannya. Diharapkan aparat penegak hukum dapat membongkar kasus-kasus korupsi dan agenda pemberantasan korupsi akan bergulir dan didukung oleh masyarakat yang memang sudah lama mengharapkan adanya tindakan tegas dari para penegak hukum.

3. Faktor sarana dan fasilitas

Menurut M Arief Ubadillah kesadaran yang menyebabkan hukum merupakan instrumen untuk mewujudkan tujuan- tujuan tertentu. Menjadikan hukum menjadikan sarana yang secara sadar dan aktif digunakan untuk mengatur masyarakat, dengan menggunakan peraturan-peraturan hukum yang dibuat dengan sengaja. Dalam konteks yang demikian ini, sudah tentu harus diikuti dan diperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sebagai basis sosial. 12

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dinyatakan bahwa faktor sarana dan prasarana yang lengkap sangat diperlukan dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi. Sehingga kurang memadainya sarana dan prasarana yang tersedia dapat menghambat proses penyidikan. Kurangnya dukungan sarana dan prasarana ini akan berdampak pada sulitnya proses pembuktian tindak pidana.

4. Faktor Masyarakat

Faktor masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam menentukan

11

Hasil wawancara dengan Tri Andrisman, S. H., M. H. Akademisi Hukum Pidana Universitas Lampung, pada tanggal 25 Oktober 2017. 12

Hasil wawancara dengan M Arief Ubaidillah, S. H., M. H. Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Lampung Timur, pada tanggal 14 November 2017.

penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik. Menurut Satjipto Rahardjo sendiri bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat, kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasi secara politik, melalui lembaga- lembaga yang dibentuknya.

Masyarakat diharapakan memiliki kepedulian dan keberanian dalam melaporkan apabila dirasa terjadinya tindak pidana korupsi karena tindak pidana korupsi akan merugiakan masyarakat itu sendiri. Diharapkan masyarakat akan lebih mendukung keberhasilan proses penyidikan dengan semakin aktifnya dukungan dari masyarakat maka akan semakin optimal pada upaya penegak hukum.

5. Faktor Kebudayaan

Faktor Kebudayaan merupakan budaya sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat, sehingga berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat.

(11)

aparat penegak hukum baik polisi maupun jaksa dalam proses penyelidikan sampai tahap eksekusi harus tegas dan sesuai dengan undang- undang yang mengatur agar dapat terciptanya keadilan dan aparat penegak hukum dalam menjatuhi hukuman harus sesuai dengan perbuatan yang dilakukan pelaku tindak pidana korupsi agar dapat memberikan efek jera bagi pejabat pemerintah yang dimana seharusnya di percaya masyarakat dalam mengelola pemerintahan.

III. PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dan diuraikan penulis, maka dapat disimpulkan yaitu:

1. Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur harus dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang yang telah mengatur tindak pidana tersebut dan tahap-tahap penegakan hukum yang dipakai mengacu pada tahap Formulasi, Aplikasi dan Eksekusi yaitu melalui proses penyidikan, penuntut umum serta proses peradilan, pelaku didakwa melanggar pasal 12 huruf e ayat 1 subsider pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah jadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan karena perbuatan tersebut telah melawan hukum dan terdapat unsur-unsur tindak pidana yang telah terbukti dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi

yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur adalah :

1) Faktor hukum nya sendiri, yaitu ada kemungkinan terjadi ketidak cocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai bidang bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan perundang undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. ancaman hukuman mati dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang- undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sampai dengan saat ini belum pernah didakwakan ataupun menjadi landasan vonis hakim.

2) Faktor penegak hukum, faktor aparat penegak hukum yang menghambat proses penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi adalah secara kualitas para penegak hukum dalam menangani perkara tindak pidana korupsi tidak jujur dan profesional dalam mengungkap perkara tindak pidana korupsi, kemudian dalam hal pembuktian tindak pidana korupsi harus mempunyai sumber daya manusia yang cukup baik, seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan untuk dapat membuktikan telah terjadi tindak pidana korupsi dan harus sesuai dengan undang-undang.

(12)

penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik khususnya dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi.

5) Faktor kebudayaan, korupsi di Indonesia sudah menjadi suatu kebiasan yang membudaya dalam masyarakat khususnya pada pejabat Pemerintah.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas maka dalam hal ini penulis dapat memberikan saran:

1. Perlu aparat penegak hukum yang terlatih, jujur, berintegrasi dan profesional. Agar aparat-aparat penegak hukum tersebut dapat membongkar perkara-perkara korupsi yang berani menindak siapa saja yang salah. Serta adanya koordinasi yang baik antar aparat penegak hukum dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. 2. Hakim dalam menjatuhakan hukuman

dalam pelaku tindak pidana korupsi harus dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa hukum tidak lemah dan akan menghukum siapapun yang melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Djoko Sumaryanto, Pembalikan Beban Pembuktian, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2009

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005

Barda Nawawi Arif, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit Alumni Bandung, 2003

Paulus Mujiran, Republik Para Maling, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004

Roeslah Saleh, Pembinana Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional, (Jakarta: Karya Dunia Pikir.,1986), Hlm. 15

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakukan Peraturan Hukum Pidana di Seluruh Indonesia (KUHP)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan tangkai buah nenas sangat penting karena pada karakter tangkai buah dengan diameter sempit dan ukuran tangkai tinggi serta karakter bagian buah yang besar

Hal ini menunjukkan bahwa perubahan laba akuntansi berpengaruh secara signifikan terhadap abnormal return di BEJ pada lima hari sebelum sampai dengan lima hari setelah

Dari hasil analisis data kuesioner tentang ganguan komunikasi akibat kebisingan suara dapat disimpulkan bahwa sebanyak 36,2 % lebih responden sering mengalami gangguan

patut atau perlu dibicarakan bersama dalam kelompok. Apabila masing- masing anggota kelompok mengemukakan satu permasalahan atau topic maka akan terkumpul topic atau tema

Dan jika pendekatan antropologis dilakukan dalam studi Islam dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami Islam dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh

Hasil observasi minat belajar peserta didik mulai dari pertemuan ke 1,2,3 siklus I sampai pertemuan k e1 dan 2 siklus II menunjukkan peningkatan yang

Rumusan masalah pada penelitian penulisan hukum ini dengan penelitian diatas memang hampir sama tetapi terdapat perbedaan pada objek penelitiannya, pada

Data hujan merupakan variabel hidrologi terpenting karena relatif paling mudah diperoleh. Selanjutnya pendekatan yang paling logis untuk analisis ketersediaan