ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PRODUSEN MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA
(Jurnal)
Oleh :
Shanti Yoseva Fitriana 1412011401
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PRODUSEN MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA
Oleh
Shanti Yoseva Fitriana, Eko Raharjo, Rini Fathonah Email : shantiyosev@gmail.com
Makanan merupakan hal pokok bagi manusia. Mirisnya saat ini makanan banyak ditemukan yang mengandung bahan berbahaya sesuai Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012. Kejahatan dalam bidang pangan ini sangat meresahkan masyarakat karena dampaknya yang tidak hanya dapat membahayakan kesehatan manusia bahkan keselamatan manusia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Permasalahan yang diteliti oleh penulis adalah Apakah faktor penyebab produsen makanan membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya? Dan Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap produsen yang membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya ? Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan bahan sekunder.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Faktor penyebab produsen menjual makanan berbahaya karena tingkat pengetahuan tentang keamanan pangan yang relative rendah, Konsumen makanan tersebut umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah. Tingkat pengetahuan konsumen tentang keamanan pangan juga relative rendah. Upaya penanggulangan yang dilakukan dengan cara dengan memberdayakan masyarakat selaku sasaran primer dari promosi kesehatan. Sosialisasi melalui penyuluhan, usaha pemberdayaan masyarakat dari segi sarana dan prasarana pun dapat dilakukan yaitu dengan menyediakan fasilitas yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan kasus makanan yang menggunakan bahan berbahaya. Saran dalam skripsi ini yaitu Pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait antara lain BPOM, YLKI, Dinas Kesehatan agar produsen makanan tidak menambahkan zat berbahaya pada makanan. Masyarakat juga harus lebih cerdas dalam membeli makanan yang aman untuk dikonsumsi.
ABSTRACT
A CRIMINOLOGICAL ANALYSIS ON FOOD PRODUCERS CONTAINING DANGEROUS MATERIALS
By:
Shanti Yoseva Fitriana, Eko Raharjo, Rini Fathonah Email : shantiyosev@gmail.com
Food is a primary necessity for human being. Unfortunately, currently a lot of foods containing hazardous substances and this food crime is regulater in Food Law No.18/2012. The food crime has been very disturbing the society because the impact not only endanger the human health but also the human well-being both in the short and long term. The problems researched by the author are formulated as follows: what factors causing food producers to make and sell foods containing harmful substances? And have countermeasures been done against producers making and selling foods containing hazardous substances? The approaches used in this research were normative and empirical approaches. The data sources consisted of primary and secondary data materials. The data collection method in this research was conducted through library research and field research. The data analysis was carried out using qualitative data analysis. The result and discussions of the research showed that the factors causing the food manufacturers to sell dangerous foods was due to the low level
of understanding about food safety, producers come from the middle to lower class with
relatively low educational background. Consumers of these foods generally come from the middle to low class as well. The level of consumers' understanding about food safety is also relatively low. There were some countermeasure that have been done against the food crime: by empowering the community as the primary target of health promotion, holding socialization through counseling, the community empowerment in terms of facilities and infrastructure has been done by providing facilities to report food cases using hazardous materials. It is suggested that the government must coordinate with relevant agencies among other BPOM, YLKI, Dinas Kesehatan for food producers do not add harmful substances in food. People should also be smarter in buying food that is safe for consumption.
I. PENDAHULUAN
Penegakan Hukum terhadap pelaku kejahatan, seperti kejahatan pencurian, pembunuhan, termasuk kejahatan yang dilakukan produsen makanan yang mengandung zat berbahaya. Zat berbahaya dimaksud seperti, Rhodamin B, Boraks, dan Formalin yang sengaja dimasukan pada makanan sehingga sangat membahayakan kesehatan bahkan mengancam nyawa.
Pangan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia, tetapi pangan dapat juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia, baik berupa unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari pangan, maupun masuk ke dalam pangan dengan cara tertentu. Saus, bakso, mie pangsit, mie ayam, dan tahu merupakan salah satu makanan yang digemari oleh kalangan masyarakat Indonesia, akan tetapi diketahui tahu juga merupakan salah satu jenis produk makanan yang biasanya menggunakan bahan tambahan makanan berupa zat kimia. Kasus seperti contoh diatas yang dilakukan oleh produsen takjil yang ditemukan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan. Peningkatan produsen makanan mengandung zat berbahaya juga terlihat dari data hasil pengawasan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang menunjukan peredaran makanan berbahaya pada 2014 meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu sejumlah 134. Balai Pengawas Obat dan Makanan mengatakan di tahun 2015 ada 484 sampel takjil, 130 sampelnya dari total sampel mengandung bahan berbahaya.
Makanan adalah semua substansi yang diperlukan oleh tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansi-substansi
untuk pengobatan.1 Zat berbahaya adalah zat atau bahan-bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan atau kelangsungan hidup manusia, atau lingkungan hidup pada umumnya.2 Jenis makanan sampai saat ini sangat beragam, mulai dari makanan kemasan, makanan siap saji, jajanan dan lainnya.
Pelaku usaha yang dimaksud dalam penulisan ini adalah jenis pelaku usaha mikro atau kecil atau pedagang kaki lima (PKL). Bidang usaha dari pedagang ini biasanya tunggal atau hanya satu dan tidak memiliki pegawai atau karyawan dan hanya menjalankan rutinitas usahanya saja. Banyaknya saat ini banyak sekali jajanan anak yang mengandung bahan-bahan berbahaya seperti zat pewarna yang dilarang yaitu pewarna tekstil seperti rodamin, kuning metanil, dst. Sebagian lagi ada yang mengandung boraks dan formalin. Selain itu, pemanis buatan seperti siklamat dan sakarin, juga pengawet benzoat melebihi ambang batas. Pemakaian bahan kimia ini sangat berbahaya bagi kesehatan dan apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berlebihan jumlahnya sehingga bisa memicu timbulnya berbagai macam penyakit, termasuk penyakit kanker. Sedangkan secara jangka pendek, penggunaan zat-zat tersebut akan menimbulkan efek mual dan sakit kepala.
Tindak lanjut dari Undang-Undang Pangan tentang pengolahan pangan dan mutu pangan yang dapat dikonsumsi oleh konsumen diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Peredaran makanan yang
1
https://indofishtama.wordpress.com/2012/12/2 5/uu-nomor-18-tahun-2012-tentang-pangan/, diakses 4 april 2017, jam 19.12 WIB 2
mengandung berbahaya kini banyak ditemukan di pasar tradisional, pinggir jalan maupun sekolah-sekolah, bahkan tidak sedikit kasus anak sekolah keracunan makanan di yang dijual disekolah-sekolah.
Kasus-kasus seperti diatas secara hukum penerapan sanksinya dapat lebih berat lagi. Sebagaimana sesuai ketentuan Pasal 340 KUHP jo Pasal 62 UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Serta Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 Pasal 75 ayat (1). Sanksi ini diharapkan dapat menimbulkan efek jera bagi produsen makanan, karena akibat dari perbuatan tersebut berdampak kepada konsumen secara masal dan acak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih jauh masalah tersebut dalam satu karya tulis ilmiah yang berjudul “Analisis Kriminologis Terhadap Produsen Jajanan yang Mengandung Zat Berbahaya”.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan adalah sebagai berikut : a. Apakah faktor penyebab produsen
membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya ?
b. Bagaimanakah upaya penanggulang- an terhadap produsen yang membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya ?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan bahan sekunder.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan
II.PEMBAHASAN
A. Faktor Penyebab Produsen Membuat dan Menjual Makanan
yang Mengandung Zat
Berbahaya
Berdasarkan wawancara dengan responden Tri Suyarto3 menyatakan faktor-faktor penyebab produsen membuat dan menjual makanan jajanan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut :
1. Faktor dalam diri produsen sendiri, artinya, pelaku tidak memiliki pengetahuan mengenai bahan berbahaya yang dia gunakan didalam makanan tersebut. Hal ini berakibat tidak memenuhi penerapan produksi yang baik pada makanan.
2. Faktor ekonomi, setiap produsen ingin mendapatkan keuntungan yang banyak dengan mengeluarkan modal yang sedikit. Karena dengan menggunakan bahan yang tidak alami akan membuat makanan lebih menarik ataupun tahan lama.
3. Faktor keinginan, faktor keinginan ini dimaksudkan pada suatu kemauan yang sangat kuat yang mendorong si pelaku untuk melakukan kejahatan. Sebagai contoh seseorang yang setelah menonton suatu adegan atau melihat peristiwa yang secara tidak langsung telah menimbulkan hasrat yang begitu kuat dalam dirinya untuk meniru adegan tersebut.
4. Faktor perilaku kebiasaan, bukan karena pewarna makanan mahal tetapi produsen sudah biasa karena daya tarik warna yang terang mencolok dan konsumen masih saja tertarik dengan pangan yang mencolok. Kriteria makanan yang
dan penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. 3
aman menurut responden ada tiga kriteria yaitu:
Pertama, bebas dari cemaran biologi artinya makanan tersebut bebas dari bakteri serta kuman atau mikroorganisme lainnya yang berkembang didalam pangan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan atau penyakit, menyebabkan infeksi dan keracunan pada manusia. Karena beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan racun, sehingga jika terkonsumsi oleh manusia dapat menyebutkan intoksika yaitu, kondisi ketika racun sudah terbentuk di dalam makanan atau pangan, sehingga mengindikasikan keadaan berbahaya. Sekalipun makanan atau bahan pangan sudah dipanaskan sebelum dimakan, racun yang sudah terbentuk masih tetap aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tidak terdapat dalam makanan.
Kedua, bebas dari bahan kimia yang dilarang Pemerintah. Misalnya pewarna tekstil dan formalin. Bahan tambahan tersebut bukanlah bahan tambahan pangan tetapi merupakan bahan tambahan yang dilarang, jadi tidak ada bahan tambahan makanan yang dilarang. Dalam proses kerjanya bahan tambahan pangan yang dilarang dilakukan karena sengaja dengan alasan ekonomi dan praktis. Memang bahaya terhadap kesehatan yang ditimbulkan tidak segera terlihat sebagaimana bahayanya akibat bakteri, namun dalam jangka panjang dapat berakibat fatal. Untuk menghindari penggunaan bahan- bahan yang dilarang tersebut serta untuk memastikan penggunaan bahan tambahan pangan secara benar maka pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan menetapkan apa saja yang dilarang atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan pangan, batas
maksimum penggunaan serta jenis pangan yang dapat menggunakan bahan tersebut.
Bahan tambahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan ditetapkan melalui Permenkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 dan perubahannya Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 bahan tambahan yang dimaksud antara lain asam borat dan senyawanya, asam silisilat dan garamnya, dulsin, formalin. Selain itu khusus untuk bahan pewarna yang dilarang digunakan pada obat dan makanan ditetapkan dengan Pemenkes RI Nomor 239/Menkes/Per/V/1985 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan berbahaya. Zat pewarna tersebut antara lain butter yellow, violet 6B, rodhamine B, dan lain-lain.
Ketiga, bebas dari cemaran fisik dapat terjadi melalui berbagai cara dari pangan itu sendiri seperti benda asing, pekerja, peralatan, proses pengolahan dan pembersihan serta dari konsumen itu sendiri. Contohnya rambut, potongan kuku, pecahan logam, kerikil, bulu binatang, karet, pecahan lampu atau bahan lain yang bukan merupakan komposisi dari bahan pangan.
Selain faktor-faktor diatas dijelaskan juga oleh responden Harto Agung Cahyono,4 bahwa faktor yang menyebabkan produsen menjual makanan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut :
1. Faktor sosial ekonomi, faktor sosial ekonomi dapat menjadi penyebab kejahatan karena lemahnya individu dengan masyarakat maupun keluarga, rusaknya ikatan sosial sehingga mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan terutama
4
dengan sengaja membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya yang akibatnya baik jangka pendek maupun pendek akan berakibat kepada konsumen. Masyarakat lebih cenderung melakukan pelanggaran hukum dalam memenuhi akan kebutuhan hidup dari hal itu dapat menyebabkan pola perilaku kriminalitas yang sering terjadi. 2. Faktor sempitnya lapangan
pekerjaan, sulitnya mendapatkan pekerjaan karena adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan ketersedian lapangan pekerjaan. Hal ini berdampak banyaknya jumlah pengangguran sehingga menimbulkan niat seseorang untuk berbuat jahat yang menguntungkan dirinya. Sektopr lapangan pekerjaan yang terserdia tidak sesua dengan melimpahnya jenis permintaan lapangan pekerjaan. Permasalahan pengangguran seringkali menjadi masalah perekonomian dan ini berpengaruh pada pendapatan masyarakat dan tingkat kejahatan salah satu contohnya produsen yang menjual dan membuat makanan yang mengandung zat berbahaya.
3. Faktor lingkungan masyarakat, faktor lingkungan dampak yang ditimbulkan sangat besar terhadap suatu tindak kejahatan karena faktor masyarakat yang relatif akan kekerasan tidak menutup kemungkinan suatu hal yang besra juga mengikuti perkembangannya dan juga lingkungan bergaul juga dapat menyebabkan tindak kejahatan yang tidak lain juga menutup kemungkinan untuk seorang produsen melakukan kecurangan dalam penggunaan bahan berbahaya di pangan mereka. Kecenderungan dalam bermasyarakat yang ada
dalam diri seseorang dapat membentuk pola perilaku seseorang yang tertarik untuk mendapatkan sesuatu dengan cara instan dan keuntungan yang besar sebagai jalan alternatif untuk memperoleh keuntungan dilakukan oleh produsen secara berulang-ulang.
4. Faktor lemahnya iman, faktor lemahnya iman disini merupakan faktor yang sangat mendasar yang menyebabkan seseorang melakukan sebuah kejahatan.
Faktor-faktor diatas menjadi alasan pelaku melakukan kejahatan yang mana perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tidak menjunjung tinggi Hak Konsumen. Faktor diatas muncul karena tidak ada rasa tanggung jawab dari pelaku yang dengan sengaja menambahkan zat berbahaya.
Tahun 2014 meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu sejumlah 134. Balai Pengawas Obat dan Makanan mengatakan di tahun 2015 ada 484 sampel takjil, 130 sampelnya dari total sampel mengandung bahan berbahaya yang salah satunya mengandung zat pewarna tekstil yang dilarang yaitu Rodhamin B. 2016 Balai Pengawas Obat dan Makanan juga menemukan sejumlah 312 kasus sejak menjelang Ramadhan sampai dengan selesai. Maka dari itu responden Subadra Yani M5 menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan produsen membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut :
1. Untuk menekan biaya produksi
Faktor ini untuk membuat daya tahan suatu produk pangan menjadi lebih tahan. Karena dengan memakai bahan tambahan yang tidak alami dapat
5
membuat makanan menjadi tahan lama dan tidak rentan untuk rusak. Faktor ini yang menjadi faktor utama mengapa produsen seringkali menggunakan bahan berbahaya. Meskipun akibat dari yang dirasakan oleh konsumen saat mengkonsumsi makanan yang telah ditambahkan makanan ini tidak dapat dilihat dalam jangka pendek, karena efrek yang ditimbulkan dilihat dari jangka panjang.
Tentang sanksi peredaran makanan berbahaya tercantum dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 62 berupa sanksi pidana maksimal 1 tahun bagi produsen yang lalai dan maksimal 5 tahun bagi produsen yang sengaja mengedarkan atau memproduksi bahan makanan berbahaya. Pada kenyataannya aturan ini kurang tegas, karena tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Distribusi dan pengawasan akan penjualan bahan kimia berbahaya juga diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4/M-DAG- PER/2/2006. Dengan adanya peraturan seharusnya masyarakat tidas bisa membeli secara bebas bahan kimia berbahaya. Namun, produsen makanan berbahaya masih bisa mendapatkannya dengan bebas.
2. Dilakukan oleh Industri Rumah Tangga dalam skala kecil
Industri Rumah Tangga (IRT) yang biasanya seringkali ditemukan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal demikian dikarenakan, untuk Industri yang skalanya sudah besar biasanya jarang ditemukan hasil produksi pangan yang mengandung zat berbahaya khusus nya di Kota Bandar Lampung. Untuk Industri Besar biasanya telah memakai sarana dan prasarana yang telah diuji, serta sering dilakukan pengawasan secara berskala baik dari Balai Pengawas Obat dan Makanan ataupun
dari instansi lain yang memiliki koordinasi. Sementara Industri Rumah Tangga memang dilakukan pengawasan serta pengarahan, tetapi lebih sering dalam melakukan produksi pangan yang dicurangi.
3. Tingkah pengetahuan konsumen yang rendah
Seringkali konsumen tetap nekat mengkonsumsi makanan berbahaya tersebut karena mereka tidak mengetahui efek jangka panjangnya dari makanan yang mereka konsumsi.
Hasil wawancara penulis kepada masyarakat6 meskipun telah pernah dilakukan sosialisasi mengenai makanan yang berbahay dan ciri-ciri makanan yang tidak aman di konsumsi. Ada masyarakat yang menyatakan bahwa mereka tidak merasa takut atau khawatir untuk mengkonsumsi karena mereka belum merasakan efeknya dalam jangka pendek. Mereka hanya menghindari makanan-makanan yang menimbulkan gejala keracunan akut. Sedangkan bahaya kronis tidak mereka hiraukan. Ini merupakan keprihatinan yang menjadi penyebab produsen tetap menjual pangan yang mengandung zat berbahaya. Karena masyarakat sendiri juga memiliki tingkat kepedulian untuk saling mengingatkan dan takut akan bahaya sangat kurang.
Hasil dari wawancara kepada Responden Firganefi7 menyebutkan beberapa faktor penyebab produsen membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya antara lain :
1. Kurangnya kesadaran oleh produsen akan kewajibannya sebagai pelaku
6
Masyarakat, pada tanggal 15 Oktober 2017 7
usaha agar mempertimbangkan hak- hak konsumen.
2. Kurangnya peran Balai Pengawas Obat dan Makanan sebagai pemberi pengawasan di masyarakat. Sehingga pelaku usaha tidak peduli dan takut untuk berbuat curang
3. Sanksi yang kurang tegas akibat kurangnya efek jera bagi pelaku usaha yang lain.
4. Faktor ekonomi, dalam kehidupan sehari-hari sering kita melihat dan mendengar di media audio visual berita tentang berbagai kasus. Contoh kriminal yang sering terjadi di Indonesia, penyebab adanya tindakan kriminal itu dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi yang sangat rendah. Sehingga seseorang lebih cenderung menempuh jalur lain untuk memenuhi kebutuhannya.
5. Faktor keamanan, faktor yang menyebabkan munculnya tindakan kriminal dapat kita lihat di lingkungan sekeliling kita. Banyak orang mencoba, mengulangi, dan mengajak orang lain untuk bertindak kriminal, karena dasar keamanan yang kurang baik. Banyak kasus- kasus kriminal yang belum terungkap siapa pelakunya, belum tertangkap dan bahkan ada juga yang belum divonis. Ini berdampak pada munculnya kasus kriminal lainnya sebagai bentuk uji coba.
6. Faktor ilmu pengetahuan dan kesadaran, tingkat pengetahuan seseorang dapat mencerminkan pola pikir, kelakuan atau perbuatan dan sikapnya. Orang yang melakukan tindakan kriminal adalah orang yang memiliki tingkat ilmu pengetahuan yang rendah dan kesadaran yang rendah pula.
Masyarakat sendiri menilai faktor penyebab masih banyaknya produsen
yang tidak jujur dalam mengolah makanan dikarenakan :
1. Lemahnya hukum di Indonesia dimana terlihat tidak ada rasa takut untuk memakai bahan yang dilarang oleh Pemerintah. Masyarakat pun terkadang sulit dalam membedakan mana makanan yang aman dikonsumsi karena sudah banyaknya produsen-produsen yang tidak jujur dalam mengolah produk yang mereka hasilkan.
2. Kesengajaan karena ingin mendapatkan keuntungan tanpa memikirkan akibat dari apa yang pelaku lakukan. Kesengajaan ini hanya semata-mata ingin mendapatkan keuntungan, padahal dampak nya bila kita mengkonsumsi sangat berbahaya.
3. Ketidakpedulian dari masyarakat sendiri sebagai konsumen dengan tidak memiliki pengetahuan dan kecurigaan terhadap makanan yang mencolok serta murah. Disinilah peran Pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat.
B. Upaya-Upaya Penanggulangan yang Dilakukan Terhadap
Produsen Makanan yang
Mengandung Zat Berbahaya
Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan. Adanya keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial, sekaligus terdapat keterpaduan antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non-penal.8
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan dalam melakukan penanggulangan kejahatan, yaitu :
8
Barda Nawawi Arief,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta:Prenada Media
1. Penerapan hukum pidana (criminal
law application)
2. Pencegahan tanpa pidana (prevention
without punishment)
3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa
(influencing views of society on
crime and punishment/mass media ).9
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap responden Tri Suyarto10 dapat diketahui bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejahatan produsen makanan yang membuat dan menjual makanan yang megandung zat berbahaya yaitu :
1. Berkoordinasi dengan lembaga- lembaga lain yang berkaitan untuk melakukan bimbingan dan pengarahan kepada masyarakat untuk memberi pengetahuan mengenai makanan yang aman dikonsumsi. 2. Dari BPOM sendiri juga melakukan
pengawasan makanan melalui dua sisi yang pertama, pengawasan produk sebelum beredar yang masih melalui registrasi di BPOM. Kemudian pengawasan yang dilakukan dengan cara pemeriksaan kesarana produksi dan sarana distribusi makanan. Kemudian kita melakukan pengambilan sampel dan kita uji dan terakhir kita monitoring. Kegiatan pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan harus sesuai dengan Standar Operating
Procedure (SOP) pengawasan, dan
prosedur administrasi pengawasan. Tetapi bila ada suatu kasus pelanggaran maka mereka berpedoman pada dua cara penindakkan yaitu dengan cara non- justisia dan pro-justisia.
9
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Loc., cit, hlm. 8
10
Kepala Bidang Sertifikasi dak LIK dari Balai Pengawas Obat dan Makanan
Berdasarkan wawancara penulis dengan responden Harto Agung Cahyono11, menyatakan cara penanggulangan kejahatan oleh produsen makanan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut :
a. Penanggulangan Secara Non Penal Salah satunya yaitu sosialisasi, sosialisasi ini dilakukan oleh semua yang berperan terhadap penanggulanagan kejahatan oleh produsen makanan yang mengandung zat berbahaya tidak hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum saja tetapi melainkan semua pihak yang terlibat didalamnya. Baik itu masalah ekonomi, dampak yang berakibat sangat fatal yang ditimbulkan, peraturan perundang- undangan yang diterapkan di Indonesia, sampai pada penerapan sanksi yang akan diberikan bilamana terjadi penambahan zat makanan yang mengandung zat berbahaya. b. Penanggulangan Secara Penal
Penanggulangan secara penal dimana secara hukum pidana digunakan sebagai sarananya. Penanggulangan secara hukum pidana tidaklah selalu efektif untuk diterapkan, dikarenakan tujuan akhir dari sarana non penal ialah menghilangkan perbuatan- perbuatan yang masuk dalam kategori pidana.
c. Lembaga khusus yang ikut berperan membantu
Lembaga yang berfungsi untuk mengontrol, memberikan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, mengadakan pengawasan dan pengontrolan. Dalam menjalankan tugasnya diperlukan dasar hukum sebagai penunjang badan tersebut untuk menjalankan tugasnya.
11
Upaya penanggulangan juga disebutkan oleh responden dari Subadra Yani M12 antara lain :
1. Razia makanan berbahaya 2. Pencabutan Izin Usaha
3. Upaya preventif dengan cara pembatasan peredaran bahan kimia yang sering disalahgunakan untuk makanan
4. Edukasi dengan seminar atau sosialisasi
Hasil wawancara dengan responden Firganefi13, upaya penanggulangan yang dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Upaya preventif atau upaya pencegahan agar tidak ada produsen- produsen yang memproduksi makanan yang mengandung zat berbahaya, dengan cara sosialisasi. 2. Meningkatkan pembinaan agama
untuk pencegah seseorang berbuat menyimpang dari norma agama. Karena agama memiliki peran yang sangat penting, dalam suatu agama kita diajarkan suatu norma tersendiri untuk melakukan kebajikan dan menghindarkan diri dari perbuatan- perbuatan yang dilarang.
3. Peran keluarga dan lingkungan sangat berperan tidak kalah penting, karena seseorang terbentuk pola tingkah laku yang pertama kali dari keluarga. Keluarga merupakan kelompokn sosial terkecil dalam masyarakat tetapi memiliki pengaruh sangat besar terhadap lingkungan. Didalam keluarga ditanamkan nilai- nilai moral kepada setiap anggotanya yang akan membuat perilaku mereka terhindar dari pengaruh negatif. 4. Melakukan pengawasan rutin,
dengan melakukan pengawasan rutin Pemerintah dapat mendekatkan diri
12
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia 13
Dosen Fakultas Hukum
kepada masyarakat sekaligus dapat melakukan sosialisasi.
Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, menyatakan upaya penanggulangan yang dapat dilakukan terhadap produsen makanan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut :
1. Penanggulangan secara non penal
Penanggulangan sebelum terjadinya kejahatan. Cara ini dapat diterapkan oleh semua kalangan masyarakat khususnya orang-orang yang berada didekat pelaku dan aparat penegak hukum yang diberikan kewenangan untuk mewujudkan cita-cita negara. Upaya secara preventif sebagai berikut :
a. Dorongan agama yang kuat
Norma agama merupakan pendidikan yang sudah diterapkan sejak anak- anak dimana norma agama merupakan gerbang dari segala norma yang ada yang mana norma agama mengajarkan kita untuk selalu berbuat kebaikan dan melarang perbuatan yang telah dilarang oleh agama. Setiap agama juga pasti memiliki larang-larangan yang harus ditaati oleh semua pemeluk agama yang apabila dilakukan akan mendapatkan dosa. Karena pada dasarnya setiap agama akan mengajarkan hal-hal yang baik untuk tujuan hidup.
b. Sosialisasi
c. Peningkatan kualitas sumber daya manusia
Peningkatan kualitas sumber daya manusia, agar manusia dapat berfikir bahwa perbuatan-perbuatan yang menjurus ke dalam suatu kejahatan sehingga tidak akan lagi terulang.
2. Penanggulangan secara penal
Penanggulangan secara penal dimana penanggulang ketika telah terjadi kejahatan atau suatu tindakb pidana. Penanggulangan secara penal tidak selalu efektif untuk diterapkan, karena tujuan akhir dari sarana penal untuk menghilangkan perbuatan pidana dengan cara memberikan efek jera.
III. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Faktor intern dan ekstern
a. Faktor intern
Diri dari si pelaku usaha sendiri, pelaku usaha yang memiliki tingak pendidikan yang rendah, Konsumen makanan tersebut umumnya berasal dari kalangan menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan harganya yang relatif murah, makanan berbahaya ini membidik pasar dari kalangan menengah ke bawah. Ada kalanya mereka memang tidak memiliki kemampuan untuk memilih makanan lain yang lebih sehat. Jadi, mengkonsumsi makanan berbahaya adalah satu – satunya alternatif. Tingkat pengetahuan konsumen tentang keamanan pangan juga relatif rendah.
b. Faktor ektern
Faktor lingkungan sosial yang menjadi pendukung utama terjadinya kejahatan. Kurangnya pengetahuan agama yang
merupakan salah satu kontrol sosial dengan nilai-nilai keagamaan. Susahnya penegak hukum dalam menemukan korban karena korban ini bersifat acak dan dampak yang dirasakan tidak semua terjadi secara langsung melainkan dalam jangka waktu yang lama.
2. Upaya penanggulangan yang dilakukan dengan cara dengan
a. Upaya Non Penal (Preventif)
b. Upaya Secara Penal (Represif) Tindakan represif dengan cara penal artinya tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan dengan cara menegakkan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumem dan Undang-Undang 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
B. Saran
1. Pemerintah, Penegak Hukum, serta Instansi terkait harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan, dan pembinaan dalam rangka menciptakan integritas dan kualitas kerja yang lebih optimal dalam melakukan upaya preventif dan represif terhadap Produsen makanan yang menjual makanan mengandung zat berbahaya.
2. Pemerintah sebagai pihak yang berperan penting harus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait untuk dapat mengawasi, melakukan sosialisasi. Melalui sosialisasi pemerintah juga ikut mencerdaskan masyarakat. Serta ikut mengajak masyarakat untuk ikut serta meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar penegak hukum yang satu dengan yang lain. Masyarakat juga harus lebih cerdas dalam memilih makanan yang aman untuk dikonsumsi terutama telah dilakukan program sosialisasi oleh Pemerintah. Pengetahuan melalui sosialiasi hendaknya diberikan dengan harapan agar masyarakat tau dan mampu mengubah perilaku buruknya.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Barda Nawawi. 2010. Bunga
Rampai Kebijakan Hukum
Pidana, Jakarta:Prenada Media
Group.
Soekanto, Soerjono. 2006. Pengantar
Penelitian Hukum. Jakarta.
Rineka Cipta.
Sudarto, 2003. Hukum Pidanadan
Perkembangan Masyarakat,
Bandung :PenerbitSinar Baru https://id.wikipedia.org/wiki/BahanBerb
ahayadan_Beracun_(B3)