commit to user
PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SURAKARTA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN
Skripsi
Oleh:
ENIK PURWANTININGSIH
K6407025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Enik Purwantiningsih
NIM : K6407025
Jurusan/Program Studi : PIPS/PPKn
menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SURAKARTA
DALAM MELINDUNGI HAK- ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Oktober 2012
Yang membuat pernyataan
commit to user
PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SURAKARTA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN
Oleh:
ENIK PURWANTININGSIH
K6407025
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Jurusan
commit to user
ABSTRAKEnik Purwantiningsih. Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam Melindungi Hak-hak Konsumen. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, 2) Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam melindungi Hak-hak konsumen.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Strategi penelitiannya menggunakan strategi tunggal terpancang. Sumber data diperoleh dari informan, peristiwa/aktivitas serta dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dan menyusun data penelitian adalah dengan teknik wawancara, observasi serta analisis dokumen. Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini digunakan trianggulasi data dan trianggulasi metode. Sedangkan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data, 4) penarikan kesimpulan/verifikasi. Adapun prosedur penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) tahap persiapan, 2) tahap pengumpulan data, 3) tahap analisis data, 4) tahap penyusunan laporan penelitian.
commit to user
ABSTRACTEnik Purwantiningsih. The Role of Consumer Dispute Settlement Council (BPSK) in Protecting the Consumer Rights. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Surakarta Sebelas Maret University, 2012.
The objectives of research are to find out: 1) the factors causing the infringement of consumer rights, 2) the role of Surakarta consumer dispute settlement council (BPSK) in protecting the consumer rights.
This research used a descriptive qualitative method. The research strategy was a single strategy. The data was obtained from informant, place/activity as document. The sampling technique purposive sampling. Techniques of collecting data used was to obtain and to organize the data of research were interview, observation as well as document analysis. To validate the data, the data triangulation was used. Meanwhile technique of analyzing data used was an interactive model of analysis with the following stages: 1) data collection, 2) data reduction, 3) data display, 4) conclusion drawing/verification. The procedure of research included: 1) preparation, 2) data collection, 3) data analysis, and 4) research report writing stages.
Based on the result of research, it could be concluded that: 1) the factors causing the infringement of consumer rights be seen from the legal system, namely: a) law substance, Indonesian gonerment has some laws regulations to protect consumenr rights, but not many people know about these regulations, only a few of them know about the consumer rights, b) law structure, to protect the consumer rights that ar
Consumer Dispute Sttlement Council, but this has not worked maximally because of the lack of fund, facilities and human recources, c) law culture, the businessman are still lack of lawawareness where as it is clearly stated on the law that there are some responsibilities that have to be fulfilled by the businessmen. 2) The role of Surakarta Consumer Dispute Settlement (BPSK) in protecting the consumer right included: a) counseling the consumer, b) standard clause supervision, c) resolving the consumer dispute in three ways: mediation, arbitrage, and consiliation.
commit to user
MOTTO...Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q. S. Al-Insyirah Ayat 5)
...Kebahagiaan akan tumbuh berkembang manakala bisa membantu orang lain. Namun
bilamana tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering.
Kebahagiaan bagaikan sebuah tanaman, harus disirami tiap hari dengan sikap dan tindakan
memberi (J. Donald Walters)
commit to user
PERSEMBAHANTeriring rasa syukur kepada Allah SWT,
skripsi yang tersusun dengan penuh
kesungguhan ini, penulis persembahkan
kepada :
1. Bapak, ibu dan keluarga tercinta atas
doanya
2. Mas Feby Irawan atas motivasinya
3. Elis atas kebersamaan selama ini
4. Teman-teman FKIP PPKn angkatan
2007
commit to user
KATA PENGANTARBismillahirrohmanirrohim.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Banyak kendala yang dihadapi penulis dalam penyelesaian skripsi ini,
namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kendala yang timbul dapat
teratasi, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.
2. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui ijin atas permohonan
penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Sri Haryati, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan.
4. Dra. Ch Baroroh, M. Si. selaku Pembimbing I yang telah memberikan
persetujuan, pengarahan, bimbingan dan petunjuk serta motivasi dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Utomo, M. Pd. selaku Pembimbing II yang tiada henti-hentinya
memberikan pengarahan, dorongan, motivasi, bimbingan teknis dan saran
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal pengetahuan untuk
penyusunan skripsi ini.
commit to user
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan mencurahkan
segala kemampuan dengan harapan agar memenuhi persyaratan sebagai suatu
karya ilmiah yang bermanfaat. Namun mengingat adanya keterbatasan
pengetahuan, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Surakarta, Oktober 2012
commit to user
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
HALAMAN PENGAJUAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN MOTTO ... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Tinjauan Umum Hak Warga Negara ... 7
a. Pengertian Hak ... 7
b. Pengertian Warga Negara ... 7
c. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945... 8
2. Tinjauan Umum Hak-hak Konsumen ... 10
a. Pengertian Konsumen ... 10
commit to user
c. Hak Konsumen Merupakan Hak Warga Negara ... 18
d. Pelanggaran Hak Konsumen ... ... 21
e. Teori Sistem Hukum Lawrence Meir Friedman ... 22
3. Tinjauan Umum Pelaku Usaha ... 24
a. Pengertian Pelaku Usaha ... 24
b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 25
4. Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 26
a. Pengertian Sengketa Konsumen ... 26
b. Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 27
5. Tinjauan Umum Peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ... 31
a. Pengertian Peran ... 31
b. Pengertian BPSK ... 31
c. Syarat Anggota BPSK ... 32
d. Tugas dan Wewenang BPSK... 34
e. Peran BPSK ... 35
B. Kerangka Berpikir ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41
1. Tempat Penelitian ... 41
2. Waktu Penelitian ... 41
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 42
1. Bentuk Penelitian ... 42
2. Strategi Penelitian ... 43
C. Sumber Data ... 43
1. Informan ... 44
2. Tempat dan Peristiwa ... 45
3. Dokumen ... 45
D. Teknik Sampling ... 46
E. Teknik Pengumpulan Data ... 46
commit to user
2. Observasi ... 48
3. Analisis Dokumen ... 48
F. Validitas Data ... 49
G. Analisis Data ... 50
1. Pengumpulan Data ... 51
2. Reduksi Data ... 51
3. Penyajian Data ... 51
4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi ... 51
H. Prosedur Penelitian ... 52
1. Persiapan ... 52
2. Pengumpulan Data ... 53
3. Analisis Data ... 53
4. Penyusunan Laporan Penelitian ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54
1. Gambaran Umum BPSK Surakarta ... 54
a. Sejarah Berdirinya BPSK Surakarta ... 54
b. Maksud dan Tujuan BPSK Surakarta ... 54
c. Sasaran BPSK Surakarta... 55
d. Manfaat BPSK Surakarta ... 55
e. Sarana dan Prasarana BPSK Surakarta ... 56
g. Pembiayaan... 56
2. Tata Kerja BPSK Surakarta ... 57
a. Stuktur Organisasi BPSK Surakarta ... 57
b. Kesekretariatan BPSK Surakarta ... 59
c. Kegiatan Anggota BPSK Surakarta ... 60
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 61
1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Hak Konsumen ... 61
commit to user
C. Temuan Studi ... 76
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Implikasi ... 80
C. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 82
commit to user
DAFTAR TABELTabel 1. Jumlah Pengaduan Konsumen di BPSK Surakarta Tahun 2011... 4
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 41
Tabel 3. Jumlah Pengaduan Konsumen di BPSK Surakarta Bulan Januari
commit to user
DAFTAR GAMBARGambar 1. Skema Kerangka Berpikir ... 40
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif ... 52
commit to user
DAFTAR LAMPIRANLampiran 1. Daftar Informan ... 85
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 88
Lampiran 3. Catatan Lapangan ... 90
Lampiran 4. Trianggulasi Data ... 116
Lampiran 5. Trianggulasi Metode ... 118
Lampiran 6. Foto Penelitian ... 120
Lampiran 7. Formulir Pengaduan BPSK Surakarta ... 124
Lampiran 8. Rekapitulasi Pengaduan BPSK Surakarta Tahun 2011 ... 128
Lampiran 9. Kalender Kegiatan dan Jadwal Sidang BPSK Surakarta Tahun 2011 ... 129
Lampiran 10. Rekapitulasi Penanganan Kasus BPSK Surakarta tahun 2011. 137 Lampiran 11. Daftar Inventaris BPSK Surakarta ... 141
Lampiran 12. Laporan Keuangan BPSK Surakarta Tahun 2011 ... 143
Lampiran 13. Keputusan Presiden No. 32 tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Banjarmasin, Kota Cirebon, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kota Tanjung Pinang serta Pemerintah Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah ... 144
Lampiran 14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ... 147
Lampiran 15. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP UNS ... 165
Lampiran 16. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan Skripsi ... 166
Lampiran 17. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Rektor UNS ... 167
commit to user
Lampiran 19. Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian kepada
BAPPEDA Surakarta... 169
Lampiran 20. Surat Ijin Penelitian/Survay dari BAPPEDA Surakarta ... 170
commit to user
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam menjaga keberlangsungan kehidupannya mempunyai
kebutuhan yang harus dipenuhi baik untuk diri sendiri maupun untuk keluarga.
Kebutuhan tersebut terdiri dari beberapa macam kebutuhan baik kebutuhan
primer, sekunder, maupun tersier, tetapi kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi
oleh diri sendiri. Manusia pasti akan membutuhkan manusia yang lainnya guna
memenuhi kebutuhan tersebut karena tidak mungkin dapat membuat atau
memproduksi semua kebutuhan tersebut secara pribadi. Kebutuhan manusia akan
terus bertambah dan berbeda dari waktu ke waktu, yang dalam pemenuhan
tersebut manusia menggunakan atau memakai barang dan/atau jasa yang
diproduksi oleh manusia lain yang biasa dikenal dengan produsen atau pelaku
usaha. Konsumen tidak akan bisa memenuhi semua kebutuhannya tanpa pelaku
usaha atau produsen, begitu juga sebaliknya pelaku usaha atau produsen tidak
akan dapat bertahan apabila tidak ada konsumen yang bersedia memakai atau
menggunakan barang yang telah dihasilkan.
Perkembangan dunia usaha pada saat ini terus mengalami perkembangan
yang sangat pesat sehingga banyak menghasilkan berbagai macam variasi barang
dan/atau jasa yang dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh konsumen. Keadaan
tersebut disatu sisi akan membawa manfaat atau kegunaan yang besar kepada
konsumen karena kebutuhan akan barang dan/atau jasa dapat terpenuhi dan akan
memberikan banyak pilihan kepada konsumen sesuai dengan keinginan dan
kemampuan konsumen.
Setiap manusia dalam kondisi apapun akan menjadi konsumen atau
pemakai dalam suatu barang dan/atau jasa tertentu. Namun, kondisi yang
demikian dapat mengakibatkan kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen
menjadi tidak seimbang. Konsumen dapat digunakan sebagai obyek bisnis oleh
pelaku usaha atau produsen dengan berbagai cara antara lain melalui iklan,
commit to user
konsumen yang demikian pada umumnya masih lemah sehingga menyebabkan
banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha. Berikut data pelanggaran
yang dihimpun oleh YLKI pada tahun 2011 :
Pelanggaran terhadap konsumen yang masuk ke YLKI per November 2011 ada 469 pengaduan. Adapun enam besar komuditas yang paling tinggi diadukan konsumen adalah sebagai berikut : perbankan 98 pengaduan, perumahan 67 pengaduan, jasa telekomunikasi 64 pengaduan, listrik 53 pengaduan, air minum 35 pengaduan dan transportasi 30 pengaduan. (Sudaryatmo, 2011:http://ylki.or.id)
Kedudukan konsumen berada didalam posisi yang lemah seperti yang
diungkapkan Sudaryatmo (1996: 91) yang
keberlangsungan roda perekonomian, konsumen menduduki posisi yang cukup
penting. Namun ironisnya, sabagai salah satu pelaku ekonomi, kedudukan
konsumen sangat lemah dalam ha .
Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Resolusi No.39/248 Tahun
1985 tentang Perlindungan Konsumen (Guidelines for Consumer Protection) juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yaitu :
Perlindungan konsumen dari bahaya bagi kesehatan dan keamanan; promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial; tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi; pendidikan konsumen; tersedianya upaya ganti rugi yang efektif; kebebasan membentuk organisasi konsumen untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka . (Happy Susanto, 2008: 26).
Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warga negaranya, hal
pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
i asas
perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum pada
segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali. Baik laki-laki atau
perempuan, kaya atau miskin, orang kota atau desa, orang asli atau keturunan dan
commit to user
Apabila kehidupan seorang terganggu atau diganggu oleh pihak lain maka
alat-alat negara akan turun tangan untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya
gangguan tersebut, penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak
dari warga negara dan hak semua orang yang merupakan hak dasar secara
menyeluruh. (Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008: 50).
Dari pendapat diatas dapat dikatakan bahwa konsumen merupakan
bagian dari warga negara, sedangkan warga negara mempunyai hak yang harus
dilindungi oleh negara, seperti yang diungkapkan oleh Assiddiqie dalam Winarno
(2009: 98) :
Hak warga negara merupakan kewajiban negara terhadap rakyatnya. Hak-hak warga negara wajib diakui (recognized), wajib dihormati (respected), dilindungi (protected), dan difasilitasi (fasilitated), serta dipenuhi (fulfilled) oleh negara. Negara didirikan dan dibentuk memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup warganya.
Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha perlu
untuk mendapatkan perlindungan. Upaya perlindungan terhadap konsumen
tersebut diwujudkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa upaya perlindungan konsumen merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah dengan masyarakat yang diharapkan masyarakat khususnya konsumen
yang dirugikan akan merasa terlindungi tanpa mengabaikan kepentingan dari
pelaku usaha.
Hubungan antara konsumen dan pelaku usaha yang tidak seimbang
tersebut tidak menutup kemungkinan menimbulkan perselisihan antara keduanya.
Perselisihan yang terjadi biasanya akan berdampak bagi kerugian konsumen.
Salah satu wujud dari penyelenggaraan perlindungan hak-hak konsumen seperti
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK). Konsumen yang bermasalah terhadap produk yang dikonsumsi akan
dapat memperoleh haknya secara lebih mudah melalui peranan Badan
commit to user
-hak Konsumen
Gerakan dan P
If a problem does arise they can seek help from YLKI (a consumer protection organisation), or through the institusion of consumer protection dispute Artinya : jika masalah muncul, mereka dapat mencari
bantuan dari YLKI atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. (RAR
Murni - jurnal.pdii.lipi.go.id)
Kota Surakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang mempunyai
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
32 Tahun 2008. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
merupakan salah satu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Indonesia yang
belum lama terbentuk telah mendapat banyak pengaduan dari konsumen dalam
berbagai bidang. Data pengaduan yang telah dihimpun Oleh Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Surakarta pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah Pengaduan Konsumen di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Surakarta Pada Tahun 2011.
No Jenis Jumlah
1. Perbankan dan Keuangan 251
2. Leasing 7
3. Barang Peralatan rumah Tangga 1
4. Jasa Telekomunikasi 2
5. Rumah Sakit 1
6. Money Changer 1
7. Property 1
8. Jasa Pelayanan Listrik Negara -
9. Jasa air Bersih -
10. Jasa Perparkiran -
11. Property 1
Jumlah Total 264
commit to user
Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diharapkan mampu
memberikan perlindungan konsumen baik dengan melalui konsultasi
perlindungan konsumen maupun menjembatani sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan sebagai langkah guna
melindungi hak-hak konsumen, tetapi masih banyak kasus pelanggaran hak
konsumen yang terjadi. Hal ini dikarenakan bahwa memberantas pelanggaran hak
konsumen sampai tuntas bukan merupakan hal yang mudah, terlebih
perkembangan informasi dan teknologi yang semakin maju tidak dibarengi
dengan kemajuan kesadaran konsumen akan haknya.
Berdasarkan dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan mengambil judul Peran Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Surakarta dalam Melindungi Hak-hak
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan diatas dan untuk
mempermudah pembahasan dalam penelitian, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Faktor apa yang menyebabkan hak-hak konsumen dilanggar oleh pelaku
usaha ?
2. Bagaimana peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Surakarta
dalam melindungi hak-hak konsumen ?
C. Tujuan Penelitian
Sebuah Penelitian pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai melalui
penelitian tersebut. Adapun Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan hak-hak konsumen
dilanggar oleh pelaku usaha.
2. Untuk mengetahui peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
commit to user
D. Manfaat PenelitianPenelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun praktis. Hasil penelitian ini
diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menambah wawasan pengetahuan tentang adanya perlindungan terhadap
konsumen.
b. Sumbangan pemikiran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan kepada semua pihak yang terkait
dengan peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam melindungi
hak-hak konsumen.
b. Memberikan masukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan
commit to user
BAB IILANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Hak Warga Negara a. Pengertian Hak
Pengertian hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
untuk berbuat sesuatu atau untuk menuntut sesuatu,
(Tim Penyusun, 2007: 381). Sedangkan pengertian hak menurut Srijanti dkk
(2006: 78)
setelah melaksanakan segala sesuatu yang menjadi kewajibannya sebagai
James W. Nickel dalam Azyumari Azra (2003: 199) menyatakan
bahwa hak mempunyai
unsur-demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia
yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu dengan instansi.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa hak merupakan unsur
normatif yang melekat pada diri setiap manusia atau sebagai warga negara
yang seharusnya diperoleh setelah melaksanakan segala sesuatu yang menjadi
kewajibannya sebagai warga negara.
b. Pengertian Warga Negara
Istilah warga negara merupakan terjemahan kata citizen (bahasa Inggris) yang mempunyai arti sebagai berikut :
1) Warga negara;
2) Petunjuk dari sebuah kota;
3) Sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air;
commit to user
(Wijianto dan Winarno, 2010: 24)Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 26 menyatakan bahwa,
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan
undang-Menurut As Hikam masih dalam Wijianto dan Winarno (2010: 24)
citizen artinya adalah anggota dari suatu komunitas yang membentuk negara itu
Sedangkan dalam Winarno (2007: 47), menyebutkan bahwa :
Warga mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi perkumpulan. Warga negara artinya warga atau anggota dari suatu negara. Kita juga sering mendengar kata-kata seperti warga desa, warga kota, warga masyarakat, warga bangsa, dan warga dunia. Warga diartikan sebagai anggota atau peserta. Jadi, warga negara secara sederhana diartikan sebagai anggota dari suatu negara.
Azyumari Azra (2003: 73), menyatakan bahwa :
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur dari suatu negara. Istilah ini dahulu biasa disebut dengan hamba atau kawula negara. Istilah warga negara lebih sesuai dengan kedudukannya sebagai orang merdeka dibandingkan dengan istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama untuk kepentingan bersama.
Jadi warga negara adalah orang Indonesia asli maupun
orang-orang dari bangsa lain yang telah disahkan oleh undang-undang yang
merupakan bagian dari suatu negara.
c. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945
ampai
(Winarno, 2007: 58). Beberapa hak dan
kewajiban tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUD
commit to user
. Pasal ini menunjukkan asas
keadilan sosial dan kerakyatan.
2) Hak membela negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 berbunyi : etiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
3) Hak berpendapat. Pasal 28 UUD 1945, yaitu kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang
4) Hak kemerdekaan memeluk agama. Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945
berbunyi :
berarti bahwa bangsa Indonesia percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Ayat (2) berbunyi : kaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
5) Pasal 30 ayat (1) UUD 1945, yaitu hak dan kewajiban dalam membela
negara. Dinyatakan bahwa, -tiap warga negara berhak dan wajib iku
6) Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945, yaitu hak untuk mendapatkan
pengajaran, ayat (1) menerangkan bahwa -tiap warga negara berhak
. Adapun ayat (2) dijelaskan bahwa
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem
7) Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional
Indonesia. Pasal 32 UUD 1945 ayat (1) menyatakan bahwa
memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarkat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-8) Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. Pasal 33
ayat (1) berbunyi
ayat (2) berbunyi -cabang
commit to user
ayat (3) berbunyi
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar- ayat (4)
berbunyi
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan , dan
diatur dalam
undang-9) Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. Dalam Pasal 34 UUD 1945
dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara.
Selain mempunyai hak, warga negara juga memiliki kewajiban.
Menurut Winarno (2009: 97) kewajiban warga negara itu meliputi :
1) Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yaitu kewajiban warga negara untuk mentaati hukum dan pemerintahan
2) Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan kewajiban warga negara untuk membela negara
3) Pasal 31 ayat 2 yaitu kewajiban untuk mengikuti pendidikan dasar dan menengah.
2. Tinjauan Umum Hak-hak Konsumen
a. Pengertian Konsumen
Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 22) istilah konsumen
berasal dari alih bahasa dari kata Consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap or
Pengertian konsumen berdasarkan hukum Amerika dan Eropa dalam
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2004: 7)
commit to user
Menurut John F. Kennedy dalam Yusuf Shofie (2003: 13) menyatakan
bahwa :
Secara definisi (by definition) konsumen adalah kita semua; mereka adalah kelompok ekonomis (economics group) dalam perekonomian (economy) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan masalah-masalah ekonomi yang bersifat perdata dan publik (public and private economic decision). Kata Kennedy mereka satu satunya kelompok penting dalam perekonomian yang secara efektif tidak terorganisir serta pandangan-pandangan mereka sering tidak didengar.
Menurut Analisis Colin Scott dan Julia Black masih dalam Yusuf
Shofie (2003: 13) menyatakan bahwa,
(citizen), terkait dengan partisipasi aktif setiap orang perseorangan dalam kehidupan sosial dan politik (participation of individuals in social and political life)
Menurut Yusuf Shofie (2002: 14) menya onsumen
adalah setiap pengguna barang atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga
atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi barang/jasa lain atau
Dalam buku yang lain Yusuf Shofie (2000: 195) menyatakan
Konsumen adalah mereka yang memperoleh barang atau jasa untuk keperluan
Az. Nasution dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 25),
menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yaitu :
1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu;
2) Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/ jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersial);
3) Konsumen akhir, adalah setiap orang alami yang mendapat dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (nonkomersial).
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa,
commit to user
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
Menurut Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008: 27) unsur-unsur dari
definisi konsumen menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut
pemakai, barang dan/atau jasa, yang tersedia dalam masyarakat, bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain, dan barang
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Setiap Orang
Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus
sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Istilah orang sebetulnya
menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual atau juga termasuk
badan hukum. Tentu yang paling tepat tidak membatasi pengertian
konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, tetapi konsumen harus
mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas dari pada badan
hukum.
2) Pemakai
Sesuai dengan bunyi Penjelasan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang
nekankan konsumen adalah
konsumen akhir (ultimate consumer)
digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan
barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual
beli. Artinya, sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan
prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang
dan/atau jasa itu.
3) Barang dan/atau Jasa
Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti
terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk sudah
berkonotasi barang atau jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
commit to user
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,
baik dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakaan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen. Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang
berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen.
4) Yang Tersedia dalam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus
tersedia dipasaran. Dalam perdagangan yang makin kompleks dewasa ini,
syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen.
5) Bagi Kepentingan diri Sendiri, Keluarga, Orang Lain, Makhluk Hidup lain
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi
itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini
tidak sekedar untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang dan/atau
jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan
keluarganya), bahkan untuk makhluk hidup lain seperti hewan dan
tumbuhan.
6) Barang dan/atau Jasa itu tidak untuk Diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini
dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai
dalam peraturan perlindungan konsumen diberbagai negara. Secara teoritis
hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup
pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit menetapkan
batasan-batasan seperti itu.
Jadi konsumen adalah setiap orang yang menggunakan barang
dan/atau jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga, orang lain, atau makhluk
hidup lain dan tidak untuk memproduksi barang dan/atau jasa tersebut atau
commit to user
b. Hak dan Kewajiban Konsumen1) Hak Konsumen
Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan
hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek
hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar
fisik, melainkan hak yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan
konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan
hukum tentang hak-hak konsumen.
Hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan oleh Presiden
Amerika serikat J.F. Kennedy didepan kongres pada tanggal 15 maret 1962,
yaitu :
a) Hak memperoleh keamanan;
b) Hak memilih;
c) Hak mendapat informasi;
d) Hak untuk didengar.
(Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004: 38)
Empat hak dasar tersebut diakui secara internasional, dalam
perkembangannya organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam
The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan
lagi beberapa hak hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak
mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang
31)
Disamping itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische
Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen, yaitu :
a) Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid);
b) Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn economische belangen);
commit to user
Dengan demikian, secara keseluruhan pada dasarnya dikenal
sepuluh macam hak konsumen. Menurut Ahmadi Miru (2011: 104) hak
tersebut adalah :
Hak atas keamanan dan keselamatan, hak untuk memperoleh informasi, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, hak untuk memperoleh ganti kerugian, hak untuk memperoleh pendidikan konsumen, hak memperoleh lingkungan yang bersih dan sehat, hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, dan hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Hak Atas Keamanan dan Keselamatan
Dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen
dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga
konsumen dapat terhindar dari kerugian baik secara fisik maupun psikis
apabila mengkonsumsi suatu produk.
b) Hak Untuk Memperoleh Informasi
Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen
dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, karena
dengan informasi tersebut konsumen dapat memilih produk yang
diinginkan atau sesuai dengan kebutuhannya serta terhindar dari
kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Informasi yang
merupakan hak konsumen tersebut diantaranya adalah mengenai
manfaat atau kegunaan produk, tanggal kadaluwarsa, serta identitas dari
produsen produk tersebut. Informasi tersebut dapat disampaikan secara
lisan maupun tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan pada
label yang melekat pada produk, maupun melalui iklan-iklan yang
disampaikan oleh produsen, baik melalui media cetak maupun
elektronik.
c) Hak Untuk Memilih
Dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada konsumen untuk
memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada
commit to user
konsumen berhak untuk memutuskan untuk membeli atau tidak
terhadap suatu produk, demikian pula keputusan untuk memilih baik
kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.
d) Hak Untuk Didengar
Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang hal yang berkaitan dengan
produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang
produk tersebut kurang memadai, ataukah berupa pengaduan atas
adanya kerugian yang telah dialami akibat penggunaan suatu produk,
atau yang berupa pernyataan atau pendapat tentang suatu kebijakan
pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.
e) Hak Untuk Memperoleh Kebutuhan Hidup
Hak ini merupakan hak yang sangat mendasar, karena menyangkut hak
untuk hidup. Dengan demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk
memperoleh terutama kebutuhan dasar (barang dan jasa) untuk
mempertahankan hidupnya (secara layak).
f) Hak Untuk Memperoleh Ganti Kerugian
Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan
yang telah menjadi rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan
barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hal ini
sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan
konsumen, baik yang berupa kerugian materi, maupun kerugian yang
menyangkut diri (sakit, cacat, bahkan kematian). Untuk merealisasikan
hak ini tentu saja harus melalui prosedur tertentu, baik diselesaikan
secara damai (diluar pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui
pengadilan.
g) Hak Untuk Memperoleh Pendidikan Konsumen
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen dimaksudkan agar
konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang
diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan
commit to user
menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang
dibutuhkan.
h) Hak Memperoleh Lingkungan yang Bersih dan Sehat
Hak atas lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi
setiap orang. Hak untuk memperoleh lingkungan bersih dan sehat serta
hak untuk memperoleh informasi tentang lingkungan ini diatur dalam
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang sekarang berlaku
adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
i) Hak untuk Mendapatkan Barang Sesuai dengan Nilai Tukar yang
Diberikannya
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat
permainan harga secara tidak wajar. Dalam keadaan tertentu konsumen
dapat saja membayar harga suatu barang yang jauh lebih tinggi
daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang
diperolehnya.
j) Hak untuk Mendapatkan Upaya Penyelesaian Hukum yang Patut
Hak ini tentu saja dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen
yang telah dirugikan akibat penggunaan produk dengan melalui jalur
hukum.
Sepuluh hak konsumen diatas yang merupakan himpunan dari
berbagai pendapat hampir semuanya sama dengan hak-hak konsumen
sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1) Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
commit to user
5) Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana semestinya; 9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Bagaimanapun rumusan hak-hak konsumen diatas baik dari
pendapat para ahli maupun yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka dapat disimpulkan
bahwa secara garis besar ada beberapa prinsip atau tujuan yang ingin
dicapai yaitu hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari
kerugian atau kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha, hak untuk
memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar dan hak untuk
memperoleh penyelesaian konsumen secara patut terhadap masalah yang
dihadapi oleh konsumen.
2) Kewajiban Konsumen
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa kewajiban konsumen antara
lain adalah :
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
c. Hak Konsumen Merupakan Hak Warga Negara
Dasar hukum dari perlindungan warga negara secara umum dan secara
khusus terhadap konsumen sebenarnya dapat dilihat pada Pembukaan UUD
commit to user
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa" adalah komitmen moral yang berdimensi kemanusiaan. Komitmen moral ini harus dijabarkan lebih luas oleh
pemerintah untuk memenuhi tuntutan perlindungan hak setiap warga negara
dalam berbagai aspek kehidupan. Sekali lagi, bukan hanya perlindungan dan
penegakan hak dalam lingkup hak-hak di bidang politik dan keamanan secara
sempit. Sebagaimana dinyatakan di atas salah satu aspek yang hingga kini
belum tersentuh secara memadai oleh perlindungan dan penegakan hak adalah
aspek pembangunan di bidang ekonomi, baik secara luas maupun secara
khusus di bidang konsumen.
Pembangunan ekonomi mencakup berbagai sektor pembangunan yang
saling terkait. Salah satu bentuk keterkaitan tersebut, pembangunan di bidang
ekonomi sangat berkaitan dengan persoalan hak. Bila kita mengkhususkan lagi,
maka dimensi ekonomi yang masih kurang tersentuh selama ini baik dalam
kajian teoritis apalagi dalam praktik adalah perlindungan konsumen dari
perspektif hak.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kegiatan ekonomi
merupakan kegiatan manusia yang bersifat asasi, yakni menyangkut
pemenuhan kebutuhan hidup yang sangat mendasar bagi manusia. Dalam
kaitan ini, konsumen adalah manusia yang mengonsumsi barang dan jasa.
Dengan demikian bila soal pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang
manusia menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, maka tepatlah bila kita katakan bahwa perlindungan konsumen adalah
bagian dari hak asasi manusia. Pengabaian terhadap perlindungan konsumen
dengan sendirinya bermakna pelanggaran terhadap hak asasi manusia, baik
dalam tataran masyarakat secara keseluruhan maupun manusia secara individu.
(Ahkam Jayadi, 2008: http.//gerakankonsumen.blogspot.com)
Sinai Deuth (1994) menyatakan,
.
Artinya, Menurut beberapa pengujian substantif atas hak asasi manusia,
commit to user
Shaoping Gan (2008) Consumers are not God, but ordinary citizens who Artinya, Konsumen
bukan Tuhan, tetapi warga negara biasa yang memiliki hak asasi manusia dan
berhak oleh hukum untuk pilihan bebas.
Abdul Halim Barkatullah dalam jurnal hukum No. 2 Vol 14 April
-hak Konsumen dalam
Transaksi E- menyatakan bahwa, ak-hak konsumen dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan penjabaran dari
pasal-pasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan Pasal
33 Undang-U
Disamping Undang-Undang Perlindungan konsumen, berbagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat kaidah yang
menyangkut hubungan dan masalah konsumen sekalipun peraturan
perundang-undangan tersebut tidak khusus diterbitkan untuk konsumen, setidak-tidaknya
dapat diartikan dasar bagi perlindungan konsumen. Susanti Adi Nugroho (2011
: 69) menyatakan bahwa peraturan tersebut adalah :
1)
untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indone
2) Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa, -tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi
Celina Tri Siwi Kristiyanti (2008
hukum lainnya terdapat pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketentuan tersebut berbunyi :
Tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi Sesungguhnya apabila kehidupan seorang terganggu atau
diganggu oleh pihak lain, maka alat negara akan turun tangan, baik diminta
atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut.
Penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak dasar bagi warga
commit to user
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa meskipun secara
langsung didalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menyebut istilah
konsumen tetapi secara tidak langsung pelindungan konsumen didalam
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut telah diatur didalam pembukaan maupun
didalam pasal-pasalnya.
d. Pelanggaran Hak Konsumen
Pelanggaran hak-hak konsumen di Indonesia merupakan suatu hal
yang sering di jumpai sehari-hari. Beberapa sebab terjadinya pelanggaran hak
konsumen adalah kelemahan konsumen. Posisi konsumen sebagai pihak yang
lemah juga diakui secara internasional seperti yang dinyatakan oleh Susanti
Adi Nugroho (2011: 2) sebagaimana tercermin dalam Resolusi Majelis Umum
PBB, No. A/RES/39/258 tahun 1985 tentang Guidelines for Consumer Protection, yang menyatakan bahwa :
Taking into account the interets and needs of consumer in all countries, particulary those in developing countries, recognized that consumers often face imbalances in economics terms, educational levels, and barganing power, and bearing in mind that consumers should have the right of acces to non-bazard-ous products, as well as the right of access to promote just, equitable and sustinable economic and social development.
Artinya : Dengan mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan
konsumen di semua negara, khususnya di negara-negara berkembang, diakui
bahwa konsumen sering menghadapi ketidakseimbangan dalam hal ekonomi,
tingkat pendidikan, dan daya tawar, dan mengingat bahwa konsumen harus
memiliki hak akses ke produk yang tidak berbahaya, serta hak atas akses untuk
mempromosikan adil, pembangunan ekonomi dan sosial yang adil dan
berkelanjutan.
Sedangkan menurut Ahmadi Miru (2011: 2) menyatakan bahwa,
aktor yang mempengaruhi kelemahan konsumen sehingga banyak
menimbulkan pelanggaran terhadap konsumen adalah konsumen kurang
kritis Pelanggaran yang dilami konsumen selama ini banyak disebabkan
commit to user
sehingga kerugian yang dialami konsumen tidak hanya kerugian secara
finansial saja, akan tetapi juga dapat merugikan kesehatan atau keselamatan
hidup konsumen itu sendiri. Hal itu akan semakin diperparah dengan barang
atau jasa yang beredar dalam masyarakat tidak menggunakan merk secara
teratur, terutama jika terjadi pemalsuan-pemalsuan merk tertentu yang
memungkinkan suatu merk dipergunakan pada beberapa barang yang sejenis
tetapi dengan kualitas yang berbeda, sehingga diantara barang-barang tersebut
mungkin akan mengakibatkan kerugian pada konsumen yang kurang kritis.
Sedangkan menurut Abdul Halim Barkatullah (2009: 19) menyatakan
bahwa secara umum posisi konsumen berada didalam posisi tawar yang lemah,
yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah sebagai berikut :
1) Dalam masyarakat modern, pelaku usaha menawarkan berbagai jenis produk baru hasil kemajuan teknologi dan manajemen.
2) Terdapat perubahan-perubahan mendasar dalam pasar konsumen, dimana konsumen sering tidak memiliki posisi tawar untuk melakukan evaluasi yang memadai terhadap produk barang dan jasa yang diterimanya. Konsumen hampir-hampir tidak dapat memahami sepenuhnya penggunaan produk-produk canggih.
3) Metode periklanan modern melakukan disinformasi kepada konsumen daripada memberikan informasi secara obyektif.
4) Pada dasarnya kedudukan konsumen ada didalam posisi yang lemah, karena kesulitan dalam memperoleh informasi yang memadai.
e. Teori Sistem Hukum Lawrence Meir Friedman
Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya Penegakan
Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum
dan Budaya Hukum . (Ashibly, 2001:http://ashibly.blogspot.com)
Dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Substansi Hukum
Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem
Substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.
Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam
sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan
baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup
commit to user
books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Cicil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan
juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan yang tertulis sedangkan
peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini
mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu pengaruhnya adalah
adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan
tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya
dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan
pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.
2) Struktur Hukum atau Pranata Hukum
Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem
Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan
dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi;
mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana
(Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh
undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.
Terdapat adagium yang menyatakan
(meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum tidak dapat
berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas,
kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan
perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik
maka keadilan hanya angan-angan.
Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan
hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang
mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya
lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak
transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor
commit to user
Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka
akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan
kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih
terbuka.
3) Budaya Hukum
Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia
terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta
harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum
masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan
tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat
mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan
masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya
hukum.
Baik substansi hukum, struktur hukum maupun budaya hukum saling
keterkaitan antara satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Dalam
pelaksanaannya diantara ketiganya harus tercipta hubungan yang saling
mendukung agar tercipta pola hidup aman, tertib, tentram dan damai.
3. Tinjauan Umum Pelaku Usaha a. Pengertian Pelaku Usaha
Dalam menjalankan kegiatan ekonomi atau kegiatan perdagangan,
konsumen tidak dapat dipisahkan dengan pelaku usaha. Menurut Pasal 1 angka
3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menyatakan bahwa :
commit to user
Istilah pelaku usaha yang dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 3 diatas
meliputi berbagai bentuk atau jenis usaha, maka sebaiknya ditentukan
urutan-urutan yang seharusnya digugat oleh konsumen manakala dirugikan oleh
pelaku usaha. Menurut Ahmadi Miru (2011: 23), urutan tersebut adalah sebagai
berikut :
1) yang pertama digugat adalah pelaku usaha yang membuat produk tersebut jika berdomisili didalam negeri dan berdomisilinya diketahui oleh konsumen yang dirugikan;
2) apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi diluar negeri, maka yang digugat adalah impotirnya, karena UUPK tidak mencakup pelaku usaha diluar negeri; dan
3) apabila produsen maupun importir dari suatu produk tidak diketahui, maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut.
Urutan-urutan diatas tentu saja hanya diberlakukan jika suatu produk
mengalami cacat pada saat diproduksi, karena kemungkinan barang mengalami
kecacatan pada saat sudah berada diluar kontrol atau diluar kesalahan produsen
yang membuat barang tersebut.
b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha 1) Hak Pelaku Usaha
Pelaku usaha juga mempunyai hak-hak yang harus dilindungi
seperti halnya konsumen. Hak-hak pelaku usaha menurut Pasal 6
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 adalah :
a) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d) hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
commit to user
2) Kewajiban Pelaku UsahaSelain hak-hak diatas pelaku usaha juga mempunyai kewajiban
yang harus dipenuhi kepada konsumen. Kewajiban pelaku usaha yang
termuat dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 adalah :
a) beritikad baik dalam melakukan usahanya;
b) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
c) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur dan tidak diskriminatif;
d) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
tertentu yang dikonsumsi konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan
sengketa berkenaan dengan
pelanggaran hak-hak konsumen, yang ruang lingkupnya mencakup semua
Peraturan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Surakarta
commit to user
Konsumen Pasal I yang dimaksud dengan Sengketa Konsumen yaitu,
kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat
mengko
Jadi sengketa konsumen adalah sengketa yang terjadi antara
konsumen dan pelaku usaha yang berkenaan dengan pelanggaran hak-hak
konsumen yang berkaitan dengan produk barang tertentu yang dikonsumsi
konsumen, dan atau jasa yang ditawarkan produsen/pelaku usaha yang ruang
lingkupnya mencakup semua hukum, baik keperdataan, pidana, maupun dalam
lingkup administrasi negara.
b. Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa :
1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.
2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
3) Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.
4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanyaa dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengketa.
Secara umum penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh
melalui 2 cara, yaitu melalui proses litigasi maupun dengan proses non litigasi
dapat dijelaskan sebagai berikut :
commit to user
Dalam penyelesaian kasus perdata di Pengadilan Negeri, pihak konsumen
yang diberikan hak mengajukan gugatan menurut Pasal 46 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 adalah :
a) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;
b) Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi itu adalah untuk
kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan
kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
d) Pemerintah dan/atau instansi terkait jika barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan keruian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
Pada umunya proses penyelesaian sengketa melalui litigasi kurang disukai
oleh konsumen, Susanti Adi Nugroho (2011: 127) menyebutkan beberapa
alasan, antara lain adalah :
a) Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umunya lambat. Proses
pemeriksaan bersifat sangat formal dan teknis. Sifat formal dan teknis
pada lembaga peradilan sering mengakibatkan penyelesaian sengketa
yang berlarut-larut, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Apalagi
dalam sengketa bisnis, dituntut suatu penyelesaian sengketa yang cepat
dan biaya yang murah.
b) Para pihak menganggap bahwa biaya perkara sangat mahal, apalagi
dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa. Semakin lama
penyelesaian suatu perkara akan semakin besar biaya yang
dikeluarkan. Orang yang berperkara dipengadilan harus mengerahkan
segala sumber daya, waktu dan pikiran.
c) Pengadilan sering dianggap kurang tanggap dan kurang responsif
dalam menyelesaikan perkara. Hal itu disebabkan karena pengadilan
dianggap kurang tanggap membela dan melindungi kepentingan serta
kebutuhan para pihak yang berperkara dan masyarakat menganggap
commit to user
d) Sering putusan pengadilan tidak dapat menyelesaikan masalah dan
memuaskan para pihak. Hal itu disebabkan karena dalam suatu putusan
ada pihak yang merasa menang dan kalah tersebut tidak akan
memberikan kedamaian pada salah satu pihak, melainkan akan
menumbuhan bibit dendam, permusuhan dan kebencian.
e) Kemampuan hakim yang bersikap generalis, para hakim dianggap
hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas, hanya pengetahuan
dibidang hukum saja, sehingga akan sulit menyelesaikan sengketa atau
perkara yang mengandung kompleksitas diberbagai bidang.
2) Penyelesaian sengketa konsumen melalui proses non litigasi
Dengan maraknya kegiatan bisnis tidak mungkin dihindari terjadinya
sengketa antara para pihak yang terlbat, dimana penyelesaiannya dilakukan
melalui proses peradilan (litigasi). Proses ini membutuhkan waktu yang
lama, namun alasan yang sering mengemuka dipilihnya penyelesaian
alternatif karena ingin memangkas birokrasi perkara, biaya, dan waktu
sehingga relatif lebih cepat dengan biaya yang relatif lebih murah, lebih
dapat menjaga harmoni sosial dengan mengembangkan budaya
musyawarah. Melalui proses non litigasi diharapkan tidak terjadi prinsip
lose-win tetapi win-win. Faktor penting yang berkaitan dengan pelaksanaan sengketa diluar pengadilan juga mempunyai kadar yang berbeda-beda.
Menurut Susanti Adi Nugroho (2011: 100) kadar tersebut adalah :
a) Apakah partisipasi dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan wajib dilakukan oleh para pihak atau yang bersifat sukarela;
b) Apakah putusan ddibuat para pihak sendiri atau pihak ketiga; c) Apakah prosedur yang digunakan bersifat formal atau tidak
formal;
d) Apakah para pihak dapat diwakili oleh pengacaranya atau para pihak sendiri yang tampil;
e) Apakah dasar untuk menjatuhkan putusan adalah aturan hukum atau ada kriteria lain;
f) Apakah putusan dapat dieksekusi secara hukum atau tidak.
Selanjutnya Susanti Adi Nugroho (2011: 101) juga menyatakan bahwa