• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAMAKAN KULIT IKAN NILA (Oerochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT KAYU TINGI (Ceriops tagal) SEBAGAI BAHAN PENYAMAK ULANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENYAMAKAN KULIT IKAN NILA (Oerochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT KAYU TINGI (Ceriops tagal) SEBAGAI BAHAN PENYAMAK ULANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAMAKAN KULIT IKAN NILA (Oerochromis niloticus) MENGGUNAKAN EKSTRAK

KULIT KAYU TINGI (Ceriops tagal) SEBAGAI BAHAN PENYAMAK ULANG

Rihastiwi Setiya Murti* dan Emiliana Kasmudjiastuti*

Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik E-mail: rihastiwi@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi tingi sebagai bahan penyamak ulang terhadap derajat penyamakan dan morfologi kulit. Proses penyamakan dilakukan dengan menggunakan glutaraldehida. Variasi penyamakan ulang adalah variasi kadar tingi 3, 6, 9, 12, dan 15%. Mimosa 9% digunakan sebagai pembanding dalam proses penyamakan ulang. Uji kimia yang dilakukan adalah kadar abu, kadar minyak, kadar tanin terikat, dan derajat penyamakan. Uji morfologi kulit nila tersamak dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Penyamakan ulang kulit ikan nila menggunakan tingi optimum pada konsentrasi tingi 15%. Hasil uji kimia menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar tingi, maka kadar tanin terikat dan derajat penyamakan semakin tinggi. Morfologi kulit menunjukkan serat-serat kulit semakin kompak dengan meningkatnya kadar tingi.

(2)

THE TANNING OF TILAPIA (Oerochromis niloticus) SKIN USING TINGI (Ceriops tagal)

BARK EXTRACT AS A RETANNING AGENT

Rihastiwi Setiya Murti* dan Emiliana Kasmudjiastuti*

Center for Leather, Rubber and Plastic Telp (0274) 512929, 563939 Fax. (0274) 563655

E-mail: rihastiwi@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of concentration Tingi (ceriops tagal) bark extract as a retanning agent to the degree of tanning and skin morphology. The process were done by using glutaraldehyde as a tanning agent. The variation of Tingi bark powder concentration were 3, 6, 9, 12, and 15%. Mimosa 9% was used as a control in the tanning process. The Chemical test performed were the ash content, oil content, levels of tannins bound, and the degree of tanning. Thet morphology of Tilapia tanned skin were done by using a Scanning Electron Microscope (SEM). Retanning of tilapia skin using of Tingi bark

powder was optimum at 15% of Tingi bark extract. The chemical test results showed that the higher level of Tingi bark powder cause the levels of tannins bound and degree of tanning were higher. The skin morphology showed that the fibers of the skin more compact with increasing the levels of Tingi bark powder.

(3)

PENDAHULUAN

Penyamakan ulang adalah proses yang digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat kulit seperti roundness, grain firmness, softness dan filling. Bahan yang digunakan dapat berupa bahan penyamak mineral (krom, aluminium, zirconium dan bahan organic seperti syntan, aldehid dan tanin nabati. Bahan penyamak nabati banyak digunakan sebagai bahan penyamak ulang terutama untuk pembuatan kulit sepatu bagian atas (Musa & Gasmeseed, (2014)) untuk memberikan sifat pengisian (filling). Menurut Rusila et al. (2012), kulit kayu tingi (Ceriops tagal) merupakan sumber tanin yang berpotensi sebagai bahan penyamak nabati yang diklasifikasikan sebagai tanin kondensasi (Zhang et al., 2012). Tanin dari kulit kayu tingi dapat digunakan sebagai alternatif bahan penyamak nabati karena data spektrum FTIR tanin tingi serupa dengan FTIR mimosa (Kasmudjiastuti, 2014). Lebih lanjut Kasmudjiastuti et al. (2015 menyatakan bahwa tanin dari ekstrak kulit kayu tingi dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyamak nabati. Kulit kayu Tingi yang berbentuk puder mengandung kadar tanin 42,21% ; kadar non tanin 54,44%, kadar total larut, 96,65% dan kadar air 3,35% (Widowati et al., 2015). Jumlah ini serupa dengan kandungan tanin dari produk komersial Tara (Caesalpinia spinosa) puder yaitu 45 % dan cukup sebagai bahan penyamak nabati (Castel et al., 2011). Kasmudjiastuti et al. (2014) menyatakan bahwa tingi puder dapat digunakan sebagai bahan penyamak nabati yang diaplikasikan pada kulit ikan kakap putih (Lates calcarifer).

Penelitian terkait penyamakan kulit ikan nila telah banyak dilakukan diantaranya terkait sifat ketahanan luntur warna dan morfologi kulit ikan nila (Kasmudjiastuti, 2011); konsentrasi zat warna reaktif terhadap sifat fisis kulit ikan nila (Prayitno dkk., 2012); jumlah minyak dan sifat fisis(Pahlawan & Kasmudjiastuti, 2012); proses finishing terhadap sifat fisis kulit ikan nila (Kasmudjiastuti, 2014).

Penelitian ini akan difokuskan penggunaan tingi puder sebagai bahan penyamakan ulang pada penyamakan kulit ikan nila yang dikaitkan dengan uji kimia terutama derajat penyamakan terkait dengan kadar tanin terikat, kadar zat kulit mentah dan serta uji Scanning electron microscope (SEM). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi tingi sebagai bahan penyamak ulang terhadap sifat – sifat kimia derajat penyamakan dan morfologi kulit.

Derajat penyamakan adalah tingkat kemasakan kulit tersamak, dihitung berdasarkan kadar zat penyamak (tanin) terikat dibagi kadar zat kulit mentah dikalikan seratus (SNI 06 – 0994-1989).

MATERI DAN METODE

Bahan penelitian

Bahan baku untuk penelitian berupa kulit ikan nila segar/awet kering dari industrifillet ikan Semarang (PT Aqua Farm Nusantara), bahan kimia untuk proses penyamakan seperti : bahan pembasah, Ca(OH)2, natrium

sulfida, degreasing agent, bating agent, asam formiat, asam sulfat, natrium klorida, soda kue, tingi (puder), mimosa (puder), phenolic syntan, glutaraldehyde, white syntan, minyak sulfonasi dan anti jamur.

Alat penelitian

Alat penelitian berupa drum penyamakan merk Otto Specht No. Seri 80304, papan pentangan, alat peregang manual, alat uji kuat tarik merk Zwick Roell ZO20 tipe KAP- TC serial 07 4170 buatan Jerman,

(4)

Metode penelitian

Proses penyamakan

Proses penyamakan kulit ikan nila disajikan pada Tabel 1. Formula proses penyamakan kulit ikan nila.

Proses penyamakan ulang

Proses penyamakan ulang menggunakan tingi (puder) dengan variasi 3, 6, 9, 12 dan 15%, sebagai kontrol digunakan mimosa 9%.

Tabel 1. Formula proses penyamakan kulit ikan nila

PROSES BAHAN KIMIA % WAKTU (menit) KETERANGAN

(5)

Pengujian kimia

Pengujian yang dilakukan meliputi uji kadar air, kadar lemak, kadar zat larut dalam air, kadar abu tak larut dan kadar nitrogen

Pengamatan struktur kulit dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan perbesaran 500 X

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat kimia

Hasil uji sifat-sifat kimia seperti kadar air, kadar lemak/minyak, kadar zat larut dalam air, kadar abu tidak larut disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji kadar air, kadar lemak/minyak, kadar zat larut dalam air, kadar abu tidak larut

NO PARAMETER UJI Tingi

Hasil uji kadar air, kadar lemak/minyak, kadar zat larut dalam air, dan kadar abu tidak larut yang terdapat dalam Tabel 2, digunakan sebagai dasar perhitungan kadar tanin yang terikat dan derajat penyamakan.

Kadar Lemak/minyak

Hasil uji kadar lemak menunjukkan konsentrasi lemak yang terdapat di dalam kulit tersamak. Lemak yang terukur merupakan lemak yang berasal dari kandungan kulit mentah dan lemak/minyak yang ditambahkan pada proses pelemasan. Kadar minyak dalam kulit tersamak adalah kadar zat yang larut dalam karbon tetra klorida dihitung berdasarkan berat cuplikan. (SNI 06-0564-1989). Kulit samak yang tidak diberi minyak akan menjadi keras dan kaku setelah dikeringkan. Penambahan lemak atau minyak dimaksudkan untuk membuat kulit lebih lemas dan tahan air. Bila serat yang telah tersamak dilumasi oleh minyak atau lemak, maka serat-serat akan mudah bergeseran dan kulit menjadi lebih lemas (Mann, 1980).

(6)

1985). Tingkat kualitas fisik kulit salah satunya dipengaruhi oleh faktor pemberian minyak dalam proses akhir penyamakan. Mengingat terdapatnya kandungan lemak netral yaitu trigliserida dalam minyak yang diberikan akan berpengaruh terhadap kekuatan tarik dan kemuluran kulit. Jumlah minyak yang tepat serta emulgator yang benar menentukan kualitas fat liquoring (Mann, 1980). Konsentrasi yang kurang tepat akan menyebabkan kekuatan fisik kulit menurun (O’Flaherty, dkk., 1978). Hasil uji kadar lemak/minyak disajikan pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kadar minyak relatif sama antar perlakuan, hal ini karena memang minyak yang ditambahkan jumlahnya sama. Emulsi minyak mempunyai struktur yang mengandung dua bagian yang jelas, yaitu satu bagian bersifat polar (hidrofilik) dan bagian yang lain yang bersifat nonpolar (hidrofobik). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses peminyakan adalah temperatur dan pH. Purnomo (1985) mengemukakan bahwa temperatur yang tinggi membantu minyak untuk terdispersi lebih baik, sehingga minyak dapat tersebar lebih merata dan mempunyai penetrasi yang baik tetapi temperatur yang tinggi akan menyebabkan pecahnya emulsi minyak, sehingga minyak tidak mampu masuk ke dalam kulit dan suhu air yang ideal pada proses peminyakan adalah 50-60ºC. Sedangkan untuk pH dikemukakan pula bahwa setiap minyak memiliki sifat sendiri terhadap asam maupun basa. Apabila pH minyak rendah maka emulsi minyak cendrung pecah sebelum masuk ke dalam kulit

Selama proses peminyakan, molekul minyak dan jaringan kulit akan mengikat secara fisis yang lebih kuat dari ikatan antara minyak dan emulsifier, sehingga akan membuat sulitnya minyak migrasi dari kulit. Minyak yang digunakan pada proses peminyakan kulit umumnya menggunakan minyak yang sudah sulfitasi/disulfonasi, yang berasal dari minyak ikan, hewan, nabati. Minyak sulfitasi banyak digunakan karena dapat memberikan disperse minyak yang baik dan tidak sensitif terhadap asam. Temperatur yang digunakan pada prosespeminyakan sekitar 45°C untuk penyamakan nabati, dan untuk penyamakan full chrome sekitar 60-65°C, diputar selama 30-40 menit (Etherington dan Roberts, 2011).

Derajat penyamakan

Derajat penyamakan adalah tingkat kemasakan kulit tersamak, dihitung berdasarkan ratio antara tanin yang terikat dan kadar zat kulit mentah dikalikan 100 (SNI 06 – 0994-1989).Banyaknya tanin yang terikat oleh kolagen kulit akan mempengaruhi nilai derajat penyamakan (Kasmudjiastuti dkk., 2015). Hasil uji derajat penyamakan disajikan pada Gambar 1.

(7)

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa derajat penyamakan untuk kulit perlakuan dan kontrol nilainya diatas 40% dan memenuhi persyaratan untuk penyamakan kombinasi minimum 40% (Ethiopian Standard ES 1185:2005). Nilai derajat penyamakan kulit ikan nila berkisar 46,29 – 62,45%. Nilai derajat penyamakan tertinggi dicapai oleh perlakuan penyamakan ulang dengan tingi 15% yaitu 62,45%. Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa semakin tinggi kadar tingi yang digunakan untuk penyamakan ulang, maka ada kecenderungan nilai derajat penyamakan semakin tinggi. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kadar tingi yang ditambahkan maka penyerapan tanin dari tingi oleh kulit juga meningkat sehingga akan menaikkan derajat penyamakan.

Kadar tanin terikat

Hasil uji kadar tanin terikat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil uji kadar tanin terikat

Kadar tanin terikat hasil penelitian berkisar 21,93 – 27,68%. Kadar tanin terikat tertinggi dicapai oleh perlakuan penyamakan ulang menggunakan tingi 15% yaitu 27,68%. Dari Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan penyamak ulang nabati yang digunakan,, maka tanin yang dapat masuk ke dalam jaringan kulit jumlahnya semakin banyak, sehingga jumlah tanin yang terikat oleh kolagen kulit semakin meningkat.Tingi dan mimosa merupakan kelompok tanin kondensasi.Tanin kelompok kondensasi lebih disukai untuk proses penyamakan dibandingkan dengan tanin terhidrolisis karena mereka memiliki afinitas yang lebih tinggi ke jaringan kolagen karena berat molekul yang tinggi dan jumlah gugus fenolik memberikan banyak poin pada ikatan yang terjadi dengan gugus karbonil dari peptide (Sexena et al., 2013). Jumlah tanin yang terikat pada kulit dipengaruhi oleh banyaknya tanin yang dapat terdifusi ke dalam jaringan kulit.

Tanin dapat berdifusi ke dalam jaringan kulit atau ke rantai polipeptida kulit dikarenakan di dalam tanin mengandung gugus polifenol (-OH) yang reaktif .Gugus fenol ini akan berikatan dengan gugus amino (-NH2)

(8)

Gambar 3. Model interaksi antara polifenol dalam tanin dengan rantai polipeptida dalam kulit (Covington, 2009)

Kadar zat kulit mentah

Hasil uji kadar zat kulit mentah disajikan pada Gambar 5. Zat kulit mentah adalah protein yang terdapat dalam kulit tersamak (SNI 06 – 0994-1989) dan belum berikatan dengan zat penyamak /tanin (Kasmudjiastuti dkk., 2015).

Gambar 4. Hasil uji kadar zat kulit mentah

Dari Gambar 4 nampak bahwa kadar zat kulit mentah hasil penelitian berkisar 43,64 – 48,24%. Banyaknya zat kulit mentah akan mempengaruhi nilai derajat penyamakan seperti halnya banyaknya kadar tanin yang terikat, karena derajat penyamakan adalah ratio antara tanin yang terikat dan kadar zat kulit mentah dikalikan 100 (SNI 06 – 0994-1989).

Pengamatan struktur kulit

Pengamatan struktur kulit ikan nila dengan penyamakan ulang menggunakan tingi 3, 6 9, 12 dan 15% dan kontrol (mimosa 9%), disajikan pada Gambar 5. Hasil pengamatan SEM menggunakan Tingi3%, 6%, 9%. 12% dan 15% sebagai bahan penyamakan ulang terlihat bahwa hasil SEM Tingi 15% (Gambar 1e), struktur jaringan lebih kompak dibandingkan hasil SEM Tingi 3%, 6%, 9%. 12%. Hal ini didukung dari data hasil uji kadar tanin terikat yang tertinggi pada formulasi tingi 15%. Hasil SEM Tingi 15% (Gambar 5e) terlihat lebih kompak dibandingkan dengan hasil SEM kontrol (Gambar 5f), terlihat bahwa struktur jaringan kulit ikan nila kontrol lebih kompak dibanding SEM Tingi 15% (Gambar 5e).

Polifenol dalam tanin

(9)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 5. Scanning electron microscope (SEM) (a) Tingi 3%; (b) Tingi 6%; (c) Tingi 9%; (d)Tingi 12%; (e) Tingi 15% dan (f) kontrol (Mimosa 9%) dengan perbesaran 500 X

KESIMPULAN

Dalam proses penyamakkan ulang, kadar tingi mempengaruhi derajat penyamakkan dan morfologi kulit. Semakin tinggi kadar tingi, derajat penyamakkan meningkat dan serat-serat kulit semakin kompak. Formulasi optimum didapat pada kadar tingi 15% untuk proses retaning kulit ikan nila.

DAFTAR PUSTAKA

BSN (Badan Standardisasi Nasional). (1989). SNI 06 – 0994-1989 Cara Uji derajat penyamakan, Jakarta, Indonesia: BSN BSN (Badan Standardisasi Nasional). (1989). SNI 06-0564-1989 Cara uji kadar minyak atau lemak dalam kulit tersamak,

Jakarta, Indonesia: BSN

Castell, J.C., Fabregat, C., Sorolla, S., Solano, D., Olle, L.L., and Bacardit, A., (2011). Optimizing a Sustainable and Innovative Wet White Process with Tara Tanins, JALCA, 106: 278-286.

Covington, A. D. (2009). Tanning Chemistry : The Science of Leather. Cambridge, UK: The Royal Society of Chemistry. Etherington dan Roberts., 2011. A Dictionary of Descriptive Terminology :Fatliquoring. http://cool.conservationus.

org/don/dt/dt1274.html.

Ethiopian Standard Agency. (2005). Ethiopian Standard ES 1185:2005 Leather- Lining leather Specification. Addis Ababa, Etiopia: Ethiopian Standard Agency.

Kasmudjiastuti, E. (2011). Pengaruh zat warna reaktif terhadap sifat ketahanan luntur warna dan morfologi kulit ikan nila. Majalah Kulit, Karet dan Plastik 27(1), 15-22

Kasmudjiastuti, E. (2014). Optimasi proses finishing kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) untuk bagian atas sepatu. Majalah Kulit, Karet dan Plastik 30(2), 107-113.

(10)

Kasmudjiastuti, E., Murti, R.S., Susanto, H.S. (2014). New Application of Tingi (Ceriops tagal) Bark Powder to an Barramundi (Lates calcarifer) fish skin an alternative vegetable taning materialProceeding 10th Asian

International Conference on Leather Science and Technology. November 23-26, 2014 Okayama Convention Center Okayama Japan.

Kasmudjiastuti, E., Sutyasmi, S., Widowati, T.P. (2015). Pemanfaatan tanin dari kulit kayu tingi (Ceriops tagal) sebagai bahan penyamak nabati : Pengaruh penambahan alum dan mimosa. Majalah Kulit, Karet dan Plastik, 31 (1), 45-54).

Mann,I,. 1980. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. (terjemahan). Angkasa, Bandung

Musa, A.E., and Gasmeseed, G.A (2014). Application of Acacia nilotica Pods (Garad) Powder as alternative vegetable retaning material, Journal of Forest Products & Industries 3 (2) 2014, 112-117).

O’Flaherty, F., W.T. Roddy, and R.M. Lollar. 1978. The Chemistry and Technology of Leather. Vol. I. Reinhold Publishing Co., New York

Pahlawan,I., & Kasmudjiastuti, E. (2012). Pengaruh jumlah minyak terhadap sifat fisis kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) untuk bagian atas sepatu. Majalah Kulit, Karet dan Plastik 28(2), 105-111

Prayitno, Kasmudjiastuti, E., Nurwachid. (2012). Pemanfaatan limbah kulit ikan nila dari industry fillet ikan untuk jaket. Majalah Kulit, Karet dan Plastik 28 (1)

Purnomo, E. Dan Wazah, 1985. Teknologi Penyamakan Kulit 2. Akademi Teknologi Kulit, Yogyakarta.

Rusila, N.Y., Khazali, M., & Suryadipura, I. (2012). Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor. Indonesia : Ditjen PHKA dan Wetlands International Indonesia Programme.

Widowati, T.P., Kasmudjiastuti, E., Sutyasmi, S. (2015). Combination of Tingi (Ceriops tagal) tanin and Alum as Taning agent for lining leather. Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-4 Yogyakarta, 28 Oktober 2015. Zhang, L., Wang, Y., Wu, D., Xu, M., Chen, J. (2012). Studi on the Structure of Mangrove Polyflavonoid Tanins with

Gambar

Tabel 1. Formula proses penyamakan kulit ikan nila
Tabel 2. Hasil uji kadar air, kadar lemak/minyak, kadar zat larut dalam air, kadar abu tidak larut
Gambar 1. Hasil uji derajat penyamakan kulit perlakuan dan control
Gambar 2. Hasil uji kadar tanin terikat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Juga akan diuraikan penerapan KHI dalam putusan- putusan badan Peradilan Agama dan Mahkamah Agung, kedudukan KHI dalam sistem hukum nasional dan sekilas tentang Counter

Pada masa Orde Baru kekuasaan dari lembaga peradilan (yudikatif) mengalami perkembangan yang signifikan yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun

Sebelum campuran bahan dasar tersebut difortifikasi dengan mineral besi dan seng (empat kombinasi mineral seperti terlihat pada Tabel 1), maka dilakukan uji

Pasal 25 ayat 2 — Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 2 terbukti

Pada yogurt probiotik dengan penambahan tepung kedelai dijumpai bakteri asam laktat dalam jumlah paling besar sehingga asam laktat yang dihasilkan juga semakin banyak..

Dari ketenagaan: Meningkatkan kapasitas dosen PTAI dalam bidang leadership management dan academic research dengan cara memberikan kesempatan kepada dosen dan

Objective Structured Clinical Examination memang menimbulkan kecemasan lebih tinggi pada mahasiswa kedokteran dibandingkan ujian lain, namun kecemasan saat OSCE akan berkurang