• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan - Upaya Hukum dalam Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

UPAYA PENCEGAHAN PERUSAKAN HUTAN

A. Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Mencegah Perusakan Hutan

Seperti yang telah kita lihat bahwa perusakan hutan di Indonesia sudah

kerap kali terjadi dan benar-benar membawa dampak buruk bagi masyarakat dan

negara, oleh karena itu maka perlu kita cegah untuk menghindari terjadinya

berbagai dampak buruk.Pencegahan berarti adalah proses, cara, tindakan

mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.15

Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk

menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan.16

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai hutan terluas di

dunia atau sering juga disebut sebagai paru-paru dunia, yang apabila kerusakan

hutan terjadi semakin banyak akan membawa dampak bukan hanya pada negara Memang kita sadari

bukan hal yang mudah untuk dapat mencegah terjadi perusakan hutan di

Indonesia, butuh perencanaan yang matang dan berkelanjutan tidak bisa di

kerjakan setengah-setengah. Dalam menangani pencegahan perusakan hutan

butuh kerja yang serius agar dapat membawa mendapat yang positif, banyak

oknum atau pejabat yang terlibat.Ini merupakan salah satu kendala yang memeang

harus di tindak langsung selain itu, sebagian masyarakat juga banyak terlibat

dalam hal ini, sehingga memang di perlukan penanganan yang serius.

15

Kamus Besar Bahasa Indonesia

16

(2)

ini saja namun negara luar juga akan terkena dampaknya. Indonesia mempunyai

kekayaan alam yang luas, yang sudah seharusnya kita memang harus tetap

menjaganya dan melastarikannya demi dan untuk kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat.

Persoalan kerusakan hutan dan lahan seperti yang banyak kita lihat di

pengaruhi oleh kegiatan pembakaran hutan dan lahan sebagai akibat pembukaan

lahan (land clearing) melalui pembakaran. Pembakaran hutan dan lahan ini telah

menimbulkan pencemaran asap, yang menyebabkan pemanasan bumi (global

warming) dan perubahan iklim (climate change), perubahan fungsi hutan yang

menyebabkan erosi dan dampak buruk lainnya, yang pada akhirnya memberikan

beban dan gangguan tersendiri bagi ekosistem hutan.

Penggunaan hutan dan lahan secara tidak berkelanjutan dan tidak

berwawasan ekologi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor

hukum, manusia, penegak hukum, dan sebagainya. Bagian ini dimaksudkan untuk

mengungkapkan faktor hukum dari faktor hukum dari pemanfaatan sumber daya

hutan dan lahan serta kegiatan manusia dalam bentuk lain yang ikut memberikan

kontribusi terhadap kerusakan hutan dan lahan.

Ancaman serius terhadap sumber daya hutan ditimbulkan oleh kegiatan

pembakaran hutan yang menimbulkan pencemaran asap lintas batas negara

(transboundary haze pollution). Pembakaran hutan yang secara besar-besaran

(3)

Penyebab kebakaran hutan adalah kegiatan manusia, seperti pembukaan lahan,

perladangan berpindah, praktik pertanian, tebang bakar, dan logging.17

Langkah ketiga adalah pencegahan dan peringanan. Pencegahan di sini

dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada masyarakat lokal akan

penting menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam menjaga

kelestarian hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh aparat penegak

hukum,Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang dibantu oleh Polisi Hutan

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu

kebijakan harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan hutan harus

untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah. Untuk melaksanakan

pemulihan terhadap kerusakan hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan

mengajak seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun

organisasi perlu secara serentak mengadakan reboisasi hutan dalam rangka

penghijauan hutan kembali sehingga pada 10 - 15 tahun ke depan kondisi hutan

Indonesia dapat kembali seperti sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut

harus lebih mengaktifkan masyarakat lokal (masyarakat yang berada di sekitar

hutan) untuk secara sadar dan spontan turut menjaga kelestarian hutan tersebut.

Langkah kedua, pemerintah harus menerapkan cara-cara baru dalam

penanganan kerusakan hutan. Pemerintah mengikutsertakan peran serta

masyarakat terutama peningkatan pelestarian dan pemanfaatan hutan alam berupa

upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan

serta rekayasa kehutanan.

17

(4)

(POLHUT) dalam melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum pemerintahan

daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk memperdagangkan

kayu pada hutan lindung serta menangkap dan melakukan penyidikan secara

tuntas terhadap para cukong - cukong kayu yang merugikan negara trilyunan

rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini adalah pemerintah

harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan tersebut di dalam

masyarakat. Bila ditemukan hal - hal yang tidak cocok bagi masyarakat sebaiknya

pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang tersebut sepanjang

tujuan awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar.

Langkah terkahir adalah adanya kesiapsiagaan yang berlangsung selama

24 jam terhadap penjagaan terhadap kelestarian hutan ini. Pemerintah harus

melaksanakan pengawasan dan pengendalian secara rutin dan situasional terhadap

segala hal yang berkaitan adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan

melalui media massa cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal

dari masyarakat sendiri. Pemerintah harus melakukannya secara kontineu dan

terus - menerus sehingga kalaupun ada kerusakan hutan yang dilakukan oleh

oknum tertentu dapat segera diambil langkah yang tepat serta dapat mengurangi

akibat bencana/ disaster yang akan ditimbulkan kemudian.18

Dalam beberapa kasus terakhir seperti yang kita lihat di televisi maupun

yang kita baca di Koran dan media sosial kerusakan hutan yang terjadi adalah

akibat ulah manusia itu sendiri, seperti penebangan liar dan kebakaran hutan,

sehingga perlu perhatian yang lebih untuk menangani masalah ini.

(5)

1. Pencegahan perusakan hutan yang dilakukan oleh korporasi

Korporasi adalah kumpulan orang dan\atau kekayaan yang terorganisasi,

baik yang berupa badan hukum maupun yang bukan badan hukum.19

Bagi korporasi yang melakukan pembakaran hutan harus benar-benar

memperhatikan hutan seperti apa yang akan dibakar, apakah merupakan hutan dalam

mencegahan kebakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi memang bukan hal

yang mudah untuk di hentikan, perlu penanganan yang serius karena kejahatan ini

adalah kejahatan yang tersetruktur, dalam mencegah pembakaran hutan ini perlu

suatu peraturan khusus, karena pembakaran hutan yang dilakukan oleh korporasi

bukanlah dalam bidang yang kecil namun sangat banyak merusak hutan, lahan

tersebut banyak digunakan untuk membangun pabrik atau pemanfaatan kayu

untuk bahan bangunan.

Untuk mencegah perusakan yang dilakukan oleh korporasi ini dapat

melalui penerapan peraturan yang tegas, sehingga apabila ada satu korporasi yang

melakukn kejahatan langsung di tindak secara adil agar dapat di jadikan contoh

untuk korporasi lain yang ingin mecoba-coba untuk melakukan kejahatan yang

sama, namun masalah yang sering kita lihat adalah banyaknya pelaku kejahatan

perusakan hutan yang masih saja dapat lari dari jeratan hukum.

Pembentukan Undang-Undang tentang kehutan dapat mencegah terjadinya

perusakan hutan, apabila telah ada peraturan yang tegas yang mengatur tentang

kehutan, semua masyarakat yang sering melakukan kejahatan kehutan akan

berpikir kembali dalam melakukan aksinya.

19

(6)

lindung atau tidak. Cara untuk mencegah perusakan hutan yang di lakukan oleh

korporasi bisa dilihat dari melakukan evalusi kepada semuan pihak yang

mempunyai izin, dari evalusi tersebut dapat di simpulkan mana yang telah

menyalahi aturan, dan tidak sesuai dengan izin yang diberikan sehingga

pemerintah dapat mencabut izin meraka.

Selain itu dalam rangka pencegahan perusakan hutan, pemerintah

membuat kebijakan berupa :

a. Koordinasi dalam lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan

perusakan hutan;

b. Pemenuhan kebutuhan sumber daya aparatur pengamanan hutan

c. Insentif bagi para pihak yang berjasa dalam menjaga kelestarian hutan

d. Peta penunjukan kawasan hutan dan\atau koodinat geografis sebagai

dasar yuridis batas kawasan hutan; dan

e. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pencegahan dan

pemberantasan perusakan hutan.20

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, yang memperkenalkan tanggung

jawab pidana korporasi (corporate criminal liability), merupakan senjata ampuh

untuk memerangi kebakaran hutan yang sebagian besar disebkan oleh kegiatan

perkebunan. Berdasarkan Undang-undang ini, korporasi dapat dijatuhi hukuman

pidana apabila dalam melakukan kegiatannnya korporasi melanggar ketentuan

substantif.

20

(7)

Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan pada korporasi yang melakukan

perusakan dan pencemaran lingkungan berdasarkan Undang-undang No. 23

Tahun 1997 adalah sanksi denda, yaitu sepertiga lebih berat dari pelaku

individual. Disamping pidana denda, korporasi juga dapat di kenakan tindakan

tata tertib berupa :

1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana ; dan/atau

2. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan /atau

3. perbaikan akibat tindak pidana; dan/atau

4. mewajibkan mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak; dan/atau

5. meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak;/atau

6. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama tiga tahun.

Sanksi pidana juga dapat dijatuhkan kepada mereka yang memimpin

korporasi (factual leader) dan yang memberi perintah (instruction giver) untuk

melakukan tindakan pidana lingkungan atau kedua-duanya secara berbarengan .

sanksi yang dijatuhkan kepada mereka bukan karena perbuatan fisik/nyata, tetapi

berdasarkan fungsi yang diembannya di perusahaan atau korporasi. Atas dasar

prtimbangan itu, factual leader dan instruction giver diistilahkan sebagai

functional perpetrator yang dianggab sebagai physical perpetrator yang dikenakan

pada subjaak hukum natural person (badan hukum). Factual perpetrator ini juga

bukan merupakan penyertaan (participant) dalam tindak pidana sebagaimana

diatur dalam pasal 55 KUHP yang memberikan ancaman hukuman pada orang

yang melakukan (pleger), yang menyeruh melakukan (done plager), yang turut

(8)

pasal 55 KUHP ini merupakan pelaku yang digolongkan sebagai physical

perpetrator.

Untuk menentukan pertanggung jawaban pidana (criminal liability) dari

factual leader, maka penentuanya dapat digunakan teori berdasarkan kreteria

Slavenbrug sebagai berikut :

1. Pemimpin organisasi/korporasi merupakan fungsionaris yang dapat

menghentikan atau mencegah perilaku pidana (kedudukannya cukup kuat, baik

secara de jure maupun de facto).

2. Pemimpin tersebut memahami bahwa terdapat kemungkinan yang cukup bahwa

pelanggaran sangat mungkin terjadi.21

21

Sukanda Husni, S.H. LL.M. op.cit. Halaman. 87

Pertanggung jawaban korporasi ini, salah satu persoalan yang kompleks

adalah menyangkut pembuktian kesalahan, baik sengaja maupun kelapaan, sebab

pembuktian bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan korporasi di

bidang ekonomi sangat sulit dan kompleks, oleh karena itu, mengingat fungsi

hukum pidana sebagai social defence yang pada hakekatnya merupakan bagian

integral dalam pencapian tujuan kesejahteraan masyarakat, maka dalam rangka

pembuktian tindak pidana korporasi, maka konsep strict liability dan vicarious

liability harus dipertimbangkan untuk diadopsi dalam KUHPidana Indonesia yang

akan datang disamping asas mens rea atau suatu pengecualian asas kulpabilitas,

khususnya dalam mempertanggung jawabkan korporasi sebagai pembuat tindak

(9)

Penempatan korporasi sebagai subjek hukum pidana di dukung oleh

beberapa pakar, diantaranya Andi Zainal Abidin, yang mengemukakan bahwa

pembuat delik yang merupakan korporasi itu, oleh rolling dimasukkan sebagai

functioneel dedarschaap. Oleh karena korporasi dalam dunia modern mempunyai

peranan penting dalam kehidupan ekonomi yang mempunyai banyak fungsi

seperti, pemberi kerja, produsen, penentu harga, pemakai devisa, dan

lain-lain.pelaku fungsional disini yang dimaksud adalah pelaku yang tidak melakukan

tindak pidana secara fisik, misalnya tindakan korporasi yang dilakukan oleh

pegawainya menjadikan korporasi bertanggung jawabatas tindakan tersebut.

Mardjono Reksodiputro menyebutkan ada tiga sistem pertanggung

jawaban pidana korporasi sebagai subjek tindak pidana, yakni sebagai berikut :

1. Pengurus korporasi sebagai pembuat, maka penguruslah yang bertanggung

jawab.

2. Korporasi sebagai pembuat, maka pengurus yang bertanggung jawab

3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab.22

Sebelum tahun 1985, yaitu ketika kehutanan diatur dengan

Undang-undang No. 5 Tahun 1967, tidak ada kententuan yang melarang pembakaran Dengan ini sudah cukup jelas bagi meraka baik perorangan atau korporasi

yang melakuakan tindak pidana. Sehingga meraka tidak punya alasan lagi, dengan

penjelan ini akan membuat meraka untuk berpikir kembali dalam menjalankan

kegiatan yang melanggar peraturan atau tindak pidana.

2. Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

22

(10)

hutan, oleh karena itu, pelaku kebakaran hutan hampir tidak dapat digiring ke

pengadilan karena polisi dan jaksa menganggab bahwa meraka tidak punya

ketentuan yang sahih untuk menuntut pelaku. Pikiran ini sejalan dengan asas

nullum delictum, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 1 KUHP. Pada tahun 1985,

pemerintah mengelurkan peraturan pemerintah No. 28 Tahun 1985, yang secara

tegas melarang aktivitas yang menyebabkan kebakaran hutan.23

Untuk mengatasi hambatan diatas, pemerintah indonesai mengeluarkan

peraturan pemerintah No. 4 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kerusakan Hutan

dan/ atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan

dan lahan.

peraturan

pemerintah ini ditindak lanjuti dengan keputusan Direktur Jendral Perkebunan No.

38/KB-110/SK/DJ.BUN.05.95, yang mengharuskan pembukaan lahan tanpa bakar

(zero burning). Namun sayangnya, disektor kehutanan sendiri, namun pemerintah

ini tidak dilaksanakan secara konsisten.

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, perbuatan

membakar di kawasan hutan menjadi perbuatan terlarang. Aka tetapi,

Undang-undang ini masih mempunyai hambatan dalam pelaksanaannya karena kejadia

kebakaran hutan tidak melulu disebabkan oleh kegiatan di dalam kawasan hutan,

tetapi juga oleh kegiatan perkebunan yang berada di luar kawasan sebagaimana

dimaksud oleh Undang-undang ini.

24

23

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 Tentang Pelindungan Hutan, Pasal 10 (1) dan (2)

24

Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 2001 tentang Pengadilan kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

(11)

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 dengan memasukkan kebakaran lahan, yang diatur

dalam Undang-undang ini.

Berdasarkan peraturan pemerintah No. Tahun 2001, pemilik kegiatan tidak

saja diwajibkan mencegah kebakaran hutan dan lahan, tetapi juga dianggab

bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah

kerjanya. Ketentuan ini sangat berguana untuk mengantisipasin argumentasi

pemilik usaha perkebunan yang selalu mengatakan bahwa kebakaran hutan yang

terjadi akibat oleh petani. Argumentasi ini sering digunakan di pengadilan untuk

membela diri. Apabila argumentasi ini di sampaikan di siding pengadilan , hakim

tentu meminta jaksa untuk membuktikan pelaku fiksi, yang tentunya

mengharuskan bukti tradisional seperti korek api, atau bahan bakar atau jerry can

yang digunakan untuk membakar hutan dan lahan, yang tentunya tidak mungkin

di tampilkan di pengadilan.25

1. Jeda Penebangan Hutan (Moratorium Logging)

pemerintahdapat mengeluarkan peraturan sesuai dengan kebutuhan dan

demi kelestariah hutan, pemerintah dapat menerapkan berbagai sistem seperti :

Jeda penebangan hutan adalah metode pembekuan atau pengehentian

sementara seluruh aktivitas penebangan kayu skala besar untuk sementara

waktu tertentu sampai suatu kondisi yang dinginkan tercapai. Lama waktunya

biasanya di tentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapi

waktu yang di butuhkan tersebut.

Beberapa langkah penerapannya adalah :

25

(12)

a. Penghentian pengeluaran izin baru

Sebagai kebijakan awal yang pertama dapat dilakukan ialah penghentian

pengeluaran izin-izin HPH (Hak Pengusahaan Hutan) hal ini diharapkan

dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi kerusakan hutan, dengan

menutup pengeluaran izin-izin baru dapat mengurangi resiko bertambahnya

areal hutan yang akan rusak, selain itu dapat dijadikan evaluasi bagi atau

terhadap HPH yang ada sebelumya dalam mengelola kawasan hutan.

b. Penyelesaian sengketa\konflik sosial dalam pengelolaan hutan

Disini pemerintah, swasta dan masyarakat bersama membicarakan solusi

yang baik dalam pengelolaan hutan berikutnya

c. Melibatkan masyarakat dalam proses evaluasi

Masyarakat merupakan sosok yang berada dalam siklus hutan dan sudah

selayaknya pemerintah memberikan ruang yang banyak dalam mendengarkan

aspirasi masyarakat. Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu

meyediakan bahan-bahan kebutuhan masyarakat, sebaliknya masyarakat

dapat menjamin kesinambungan pemanfaatannya oleh sebab itu masyarakat

diharapkan dapat memelihara dan bekerja sama dengan pemerintah dalam

menjaga hutan agar tetap lestari.

Pemerintah daerah juga dapat membuat kebijakan sendiri melihat kondisi

hutan sekitarnya dan bekerja sama dengan pemerintah pusat, dan sebagai sumber

(13)

3. Penegakan Peraturan dan Penegakan sanksi administratif yang tegas Dengan menerapkan peraturan yang tegas dan jelas adalah salah satu cara

yang cukup ampuh dalam mencegah semakin meningkatnya kejahatan perusakan

hutan. Seperti yang tertulis di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan perusakan hutan dalam ketentuan umum

yaitu :

a. Pasal 1Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :

Hutan adalah suatu sesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam kumunitas alam

lingkungannya yang tidak dpat dipisahkan antara yang satu dengan yang

lainnya.

b. Pasal 2 Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk

di pertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap

c. Pasal 3 Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :

Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui

kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau

penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin

di dalam kawasan hutanyang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun

yang sedang diproses penetapannya oleh pemerintah.

d. Pasal 4 Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :

Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara

(14)

e. Pasal 5Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :

penggunaan kawasan hutan secara tidak sah adalah kegiatan terorganisasi yang

dilakukan di dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan atau pertambangan

tanpa izin menteri.

f. Pasal 6 Undang-undang No.18 Tahun 2013 tentang P3H :

Terorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompak yang

terstruktur, yang terdiri atas dua (2) atau lebih, dan yang bertindak secara

bersama-sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan,

tidak termasuk kelompok masyarakat yang tinggal di dalam atau dikawasan

sekitar hutan yang melakukan perladangan tradisional dan\atau melakukan

penebangan kayu untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.26

Ada pula pendapat yang keliru seolah-oleh penegakan hukum adalah

tanggung jawab aparat penegak hukum. Penegakan hokum adalah kewajiban dari Dengan penerapan pasal-pasal ini akan membuat masyarakat mengerti,

akan aturan dalam mengelola hutan dan agar tidak sembarangan dalam melakukan

pemanfaatan hasil hutan, dan tidak ada alasan bagi mereka untuk mengelak dari

perbuatan yang sudah bertentangan. Pembuatan peraturan ini di sampaikan kepada

seluruh masyarakat agar semaunya tau tentang peraturan kehutanan.

Ada suatu pendapat yang keliru, yang cukup meluas di berbagai kalangan,

yaitu penegakan hukum hanya melalui proses di pengadilan. Perlu di perhatikan

bahwa penegakan hukum di laksanakan melalui berbagai jalur dengan berbagai

sanksinya, seperti sanksi administrative, sanksi perdata dan sanksi pidana.

26

(15)

seluruh masyarakat dan untuk ini pemahaman untuk hak dan kewajiban menjadi

syarat mutlak. Masyarakat bukan penonton bagaimana hukum di tegakkan, akan

tetapi masyarakat aktif berperan dalam penegakan hokum, masyarakat yang tidak

membuang sampah ke sungai ikut menegakkan hukum, karena membuang

sampah di sungai adalah pelanggaran.

Keith Hawkins mengemukakan bahwa penegakan hukum dapat dilihat dari

dua system atau strategi, yang di sebut compliance dengan conciliatory style

sebagai karakteristiknyadan sanctioning dengan penal style sebagai

karakteristiknya. Block, sebagaimana di kutip oleh Hawkins, menyatakan, bahwa

conciliatory style itu remedial, suatu metode sosial repair and maintenance,

assitence of people in trouble, berkaitan dengan what is necessary to ameliorate a

bad situation. Sedangkan penal control prohibits with punishment, sifatnya adalah

accusatory, hasilnya binary, yaitu : all or nothing, punishment or nothing

(Hawkins, 1984 : 3-4).

Di dalam Notitie handhaving milieurecht 1981 di negeri belanda,

penegakan hukum di artikan sebagai het door controle en het toepassen (of

dreigen daarme) van administratiefrechtelijke, strafrechtelijke of

privaatrechtelijke middelin bereiken dat de algemeen en individueel geldende

rechtsregels en voorschriften worden nageleefd. Dalam hubungan controle ini

termasuk pengawasan pemerintah atas peraturan, maupun penyidikan dari

tindakan yang melanggar hukum.

Penyidikan serta pelaksanaan sanksi administrative atau sanksi pidana

(16)

dahulu adalah penegakan preventif, yaitu pengawasan atas pelaksanaan praturan.

Pengawasan preventif ini ditujukan kepada pemberian penerangan dan saran serta

upaya meyakinkan seseorang dengan bijaksana agar beralih dari suasana

pelanggaran ke tahap pemenuhan ketentuan peraturan (Milieurecht, 1990:

389-399).

Dari uraian tersebut diatas dapat di ambil kesimpulan , bahwa upaya yang

lebih dulu di lakukan adalah yang bersifat compliance, yaitu pemenuhan

peraturan, atau penegakan preventif dengan pengawasan preventifnya,27

Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH)

memungkinkan Gubernur atau bupati dan/atau walikota melakukan paksaan

pemerintah untuk mengawasi dan memaksakan penataan oleh pemilik kegiatan

dan/atau usaha atas persyaratan lingkungan, baik yang ditetapkan dengan

peraturan perundang-undangan maupun yang ditetapkan oleh izin. Paksaan

pemerintah yang dimaksud dapat berupa kepada pemilik kegiatan dan/atau usaha

untuk mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran. Disamping paksaan Salah satu instrument atur dan awas yang sangat penting adalah

penjatuhan sanksi administrasi. Sanksi administrasi di sini harus dibedakan

dengan putusan pengadilan tata usaha negara. Sanksi administrative didefinisakan

sebagai suatu tindakan hukum (legal action) yang diambil pejabat tata usaha

negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan hidup atas

pelanggaran persyaratan lingkungan.

27

(17)

pemerintah, sanksi adminitratif bisa juga pencabuta izin khususnya pelanggaran

tertentu.

Seperti diketahui bahwa penggunaan hukum adminitratif dalam penegakan

hukum lingkungan mempunyai dua fungsi, yaitu preventif dan represif. Misalnya,

Pasal 25 UU No. 23 Tahun 1997 memungkinkan gubernur untuk mengeluarkan

paksaan pemerintah untuk mencegah dan mengakhiri pelanggaran, untuk

menaggulangi akibat dan untuk melakukan tindakan penyelamatan,

penanggulangan dan pemulihan.

Dalam rangka merangsang peran serta masyarakat (public participation).

UUPLH memungkinkan pihak ketiga yang berkepentingan mengajukan

permohonan kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan peksaan

pemerintah. Provisi pasal 25 ayat (3) UUPLH ini merupakan ketentuan yang

mengakomodir control sisosal, oleh kerana itu , pejabat yang berwenang harus

secara serius melaksanakan permohonan pihak kedua ini untuk menciptakan iklim

penegakan hukum yang efektif.

Di samping paksaan pemerintah, upaya prevnetif lain yang dapat

dilakukan Pemerintah terhdapa kegiatan yang mempunyai potensi untuk merusak

dan mencemarkan lingkungan adalah melalui audit lingkungan. MenurutPasal 28,

UUPLH pemerintah harus mendorong penanggung jawab usaha untuk melakukan

audit lingkungan, atau dikenal juga sebagai volunteer environmental audit. Dalam

konteks ini, pemilik kegiatan melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang

ada. Seandainya, pemilik kegiatan telah melanggar peraturan atau telah

(18)

maka pemerintah dapat mewajibkan pemilik kegiatan untuk melakukan audit

lingkungan, yang sering di sebut dengan compulsory environmental audit (Pasal

29 ayat (3) UUPLH).

Tindakan represif yang dapat dilakukan pemerintah dalam rangka

penegakan hukum lingkungan di temukan dalam Pasal 25 ayat (5) UUPLH dan

Pasal 27 ayat (2) UUPLH. Pemerintah dapat menetapkan uang paksa kepada

pencemar dan perusak lingkungan untuk kelalainnya melakukan tindakan

penyelamatan, penaggulangan dan/atau pemulihan lingkungan. Pasal 27 ayat (1)

UUPLH memberikan mandate kepada pemeritah untuk mencabut izin usaha

dan/atau kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

Untuk itu gubernur dapat mengajukan usul pencabutan izin usaha dan/atau

kegiatan tersebut kepada pejabat yang berwenang.28

Perizinan juga merupakan instrumen penting dan mempunyai fungsi

prevnetif, yaitu untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan (hutan) dan

juga pencemaran lingkungan. Melalui izin, pemerintah dapat menetapkan

syarat-syarat lingkungan tertentun yang harus di penuhi oleh pemilik kegiatan. Ada

beberapa izin yang relavan untuk menceha terjadinya pencemaran dan perusakan

hutan.29

(1). Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan

penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai Pasal 18 UUPLH menyatakan :

28

Sukanda Husni. S.H. LL.M. loc. cit Halaman. 101-102

29

(19)

dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha

dan/atau kegiatan.

(2). Izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan

pertaran perundang-undangan yang berlaku.

(3). Dalam izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dicamtumkan

persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya usaha

pengendalian dampak lingkungan.

Sehingga dengan adanaya izin ini dapat mengurangi terjdinya perusakan

hutan. karena bagi meraka yang tidak mempunyai izin yang resmi dari pejabat

yang berwenang akan langsung ditindak tegas, dan tidak dapat sewenag-wenang.

pejabat berwenang juga harus lebih hati-hati dalam mengeluarkan izin,

pemerintah harus tau betul kemana tujuan permintaan izin tersebut, tidak hanya

asal mengelurkan izin saja dan di tuntut harus tegas, dan mempunyai kesadaran

akan kepentingan Negara ini, jangan hanya memikirkan kepentingan individu

saja. Meliahat banyak pejabat menyelahgunakan wewenangnya.30

30

Koesnadi Hardjosoemantri.op.cit. Halaman. 329

Selain itu pemerintah juga harus menyatakan Dalam izin tersbut seperti yang

tercamtum dalam, Pertauran Pemerintah No. 13 Tahun 1987 Pasal 14 yaitu

perusahaan wajib :

1. Melaksanakan upaya keseimbangan, dan kelestarian sumber daya alam serta

pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup

(20)

2. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses

serta hasil produksinya termasuk pengangkatannya, dan keselamatan kerja;

3. Melaksanakan upaya hubungan dan kerjasama antara pengusahan nasional

untuk mewudkan keterkaitan yang saling menguntungkan.31

Dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1987 yang berbunyi :

izin pemanfaatan hasil kayu usaha yang diberikan oleh menteri untuk

memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan

pemanenan atau penebangan, pengayangan, pemeliharaan, dan pemasaran.32

Sistem peringatan dini sangat di perlukan baik unutk kegiatan pencegahan

mauapun pemadam kebakaran hutan. System peringatan dini dikembangkan

antara lain melalui penilaian bahaya kebakaran (fire danger rating system).

Penilaian bahaya kebakaran hutan dapat dilakuakn dengan cara sederhana dan

dengan cara yang lebih canggih.

Membatasi pengeluaran izin HPH bagi para peminta izin baik yang

bersifat perorangan maupun kelompok, dengan mempertimbngkan pengeluaran

izin ini juga dapat bermanfaat, bagi mereka yang meminta izin HPH harus

mempunyai tujuan yang jelas, dan pejabat yang berwenang juga harus bijaksana

dalam memberikan izin.bila yang diberi izin belum mengetahui apa saja

syarat-syarat dalam memegang izin tersebut pejabat yang berwenang harus dapat

menejelasakannya, dan hutan yang seperti yang dapat minfaatkan dan juga mana

yang tidak boleh untuk ganggu apalagi melakukan pembalakan.

4. Sistem Peringatan Dini

31

Lihat ,Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1987, Pasal, 14

32

(21)

Di Indonesia belum ada system penilaian bahaya kebakaran hutan yang

berlaku secara nasional. Berbagai negara maju juga menggunakan system

penilaian bahaya kebakaran hutan yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi

hutan, kondisi iklim/meteorology dan sumber penyebab kebakarannya. Di

Kanada, misalnya, digunkan system peringatan nilai kebakaran (SPBK) atau

forest fire danger rating system (FDRS) yang membagi kelas bahaya kebakaran

manjadi empat yaitu : aman (biru), sedang (hijau), berat (kuning), sanagat berat

(merah)

Di Amerika Serikat digunakan pendekatan dengan menggunakan indeks

kekeringan (drought index) dari ketch-byrem (KBDI) dan membagi kebakaran

menjadi 3 kelas yaitu, rendah, sedang dan tinggi. Setiap kelas bahaya kebakaran

hutan tersebut memberi informasi tentang kemungkinan terjadinya kebakaran,

besarnya kebakaran dan kesulitan yang akan dihadapi dalam operasi

pemadamannya. Dari operasi tadi dapat di persiapkan upaya pencegahannya dan

sarana dan prasarana untuk melakukan pemadamannya.33

33

Supryanto, Lailan Syaufuna. 2010.Pengendalian Kebakaran Hutan.Bogor :Pusdiklat Kehutanan-Departemen Kehutanan R.I. Secam-Korea Internasional Cooperation Agency. Halaman. 65

1. Tingkat Pusat

a. Mengumpulkan informasi tentang perkiraan awal dan lamanya musim

kemarau di seluruh indonesia dari badan meteorology dan geofisika

(BMG), pusat dan menyebarluaskan informasi sehingga setiap unit

(22)

b. Melakukan penilaian bahaya kebakaran secara nassional denan sistem

peringatan bahaya kebakaran(SPBK/FDRS), sehingga setiap hari dapat di

ketahui daerah yang rawan kebakaran.

2. Tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota

a. Mengumpulkan informasi tentang perkiraan awal dan lamanya musim

kemarau dari kantor BMG dan menyebarluaskan informasi tersebut ke

seluruh unit pengelolaan hutan yang ada di wilayahnya dan seluruh

masyarakat.

b. Melakukan penilaian bahaya kebakaran di tingkat propinsi dan atau

kabupaten/kota dengan menggunakan SPBK dan menyampaikannya secara

harian ke setiap unit pengelolaan hutan.

c. Jangka penjang mengembangkan sistem peringatan dini melalui

pengembangan sistem-sistem penilaian bahaya kebakaran laian, selain

dengan SPBK.

3. Tingkat lapangan (unit pengelolaan hutan, daerah operasi dsb).

a. Memanfaatkan informasi prakiraan awal dan lamanya musim kemarau untuk

upaya-upaya pencegahan dan Persiapan pemadama kebakaran hutan.

b. Membuat tanda-tanda atau rambu-rambu atau papan peringatan bahaya

kebakaran hutan sesuai dengan peringkat bahayanya sehingga dapat

diketahui oleh seluruh pegawai, petugas pemadam kebakaran dan seluruh

masyarakat.

c. Melakuakn segala macam aktivitas pencegahan dan persiapan sesuai dengan

(23)

Pencegahan kebakaran hutan merupakan kunci pokok untuk mengatasi

masalah kebakaran hutan. Oleh karena itu kebakaran hutan di Indonesia pada

umumnya ditimbulkan oleh ulah manusia atau perbuatan manusia, maka upaya

pencegahan dititik beratkan pada peningkatan kesadaran manusia terhadap

ancaman kebakaran, tanpa mengabaiakan upaya-upaya laim yang bersifat teknis

dan yuridis. Pencegahan kebakaran hutan dilaksanakan berdasarkan suatu rencana

pencegahan yang menyeluruh dan seksama.

Rencana pencegahan kebakaran hutan perlu disusun setiap tahunnya

yang secara umum berisi hal-hal sebagai berikut.

1. Data Dasar Perencanaan

a. Luas hutan yang dilindungi dari kebakaran, dirinci menurut tipe hutan (hutan

daratan, hutan gambut dan hutan tanaman), dan keadaan penutupan hutannya,

(hutan primer, hutan skunder, semak belukar dan sebagainya). Untuk areal

HPH dilengkapi dengan umur tegakan sejak tebang pilih (Logged Oover

Area/LOA) dan untuk hutan tanaman disertai dengan umur tegakan.

b. Peta kejadian kebakaran, yang menunjukkan jumlah kejadian kebakaran dimasa

lampau dan lokasinya.

c. Statistik kebakaran hutan yang menguraikan bulan-bulan kejadian kebakaran,

tipe hutan yang terbakar, penyebab kebakaran, luas areal yang terbakar dan lain

lain.

d. Peta resiko kebakaran (fire risk map) yang menunjukkan lokasi-lokasi mana

(24)

e. Peta bahaya bahan bakar (fire hazard map) yang menunjukkan tipe bahan bakar

dan daya nyalanya (flammability).

f. Kondisi social ekonomi dan bahaya masyarakat di sekitar hutan (jumlah

penduduk, pendidikan, agama, mata pencaharian, adat istiadat dan sebagainya)

g. Peta-peta tematik lain (peta topografi, peta hidrologi, jaringan jalan, peta lokasi

menara pengeawas kebakaran).

2. Menetapkan Tujuan Pencegahan Kebakaran Hutan.

3.Menyusun Rencana Kegiatan Pencegahan Kebakaran Hutan yang di

laksanakanmelaui jalur

a. Edukatif (Pendidikan)

- Pembinaan pegawai atau sumber daya manusia kehutanan

- Kampanye pencegahan kebakaran hutan

- Penyuluhan

- Pendidikan dan pelatihan

- Penggalangan peran serta masyarakat

b.Yustisi/penegakan Hukum, melalui penyelidikan dan penyedikan kejadian

kebakaran hutan dana penerapan peraturan/ketentuan setempat.

c. Keteknikan hutan yang mencakup :

- Pengelolaan bahan bakar hutan melalui pengurangan bahan bakar

(misalnya pembuatan kompos dan briket arang), isolasi bahan bakar

melalui pembuatan jalur isolasi (sekat bakar, jalur hijau) dan modefikasi

(25)

- Tindakan silvikultur di areal hutan produksi alam dan hutan produksi

tanaman.

- Penerapan pemanenan berdampak rendah (reduced impact logging) di

areal hutan produksi alam untuk mengurangi limbah pembalakan, yang

merupaka bahan bakar potensial bagi kebakaran hutan.

d. Menyusun sarana prasarana dan pembiayaan (dana) untuk keperluan

pencegahan, beserta penjadwalannya.

e. Menyusun rencana pemantauan (monitoring) dan evaluasi kegiatan

pencegahan kebakaran hutan.

Pencegahan kebakaran hutan seringkali dapat berhasil dengan

memuasakan apabila dilaksanakan dengan menggunakan kombinasi dengan

metode edukatif, keteknikan dan penegakan hukum. Keberhasilan pencegahan

kebakaran ditentukan oleh :

1. Ketetapan pemilihan program kegiatan yang sesuai dengan sasarannya

2. Ketetapan pemilihan model pendekatan/metoda dan penjadwalannya

3. Sarana, prasarana dan dana yang memadai

4. Jumlah dan sumber daya manusia sebagai pelaksananya34

1. Menyusun petunjuk operasional kegiatan pencegahan kebakaran hutan yang

memperhatikan 5 W dan1 H (apa, dimana, kapan, mengapa, siapa dan

bagiamana)

Kegiatan pencegahan kebakaran hutan dilakukan dengan kombinasi yang

sesuai/kompatibel :

34

(26)

2. Melakukan kampanye pencegahan kebakaran hutan secara nasional (program ‘

si pongi’)

3. Melakukan penyuluhan pencegahan kebakaran melalui metoda antara lain :

a. Kontak perorangan

b. Metoda kelompok melalui temu wicara dengan sarana, pramuka, kelompok

tani, organisasi wanita, kader konservasi, kelompok pengajian, kelompok

gereja, dan kelompok keagamaan lainnya, pencinta alam, LSM, organisasi

kepemudaan, olah raga dan lain-lain.

c. Melaui media cetak dan elektronik (penyeluhan massal)

d. Pameran, festival, parade dan sejenisnya

e. Apel siaga, peringatan hari lingkungan hidup, hari bumi dan hari besar

lainnya

4. Melakukan pendidikan pengendalian kebakaran hutan bekerjasama dengan

dinas pendidikan nasioanl dan dinas pendidikan daerah setempat.

5. Pemasangan rambu-rambu perigatan, himbauan dan laranagan dan

pengumuman di tempat sterategis terutama pada saat tingkat bahaya kebakaran

tinggi (siaga 1)

6. Melakukan pencegahan melalui tindakan teknis :

a. Perlakuan terhadap bahan bakar (limbah kayu dan bahan organic lainnya)

melalui pengurangan bahan bakar termasuk pembakaran terkendali

(controlled burning) dan modifikasi bahan bakar.

b. Pembangunan dan pemeliharaan sekat bakar, sekat bahan bakar, atau jalur

(27)

c. Tindakan silvikultur di areal hutan produksi alam dan hutan produksi

tanaman

d. Penerapan pemanenan berdampak rendah (reduced impact logging) di areal

hutan produksi alam untuk mengurangi limbah pembalakan, yang

merupakan bahan bakar potensial bagi kebakaran hutan.

7. Melaksanakan pencegahan kebakaran hutan melalui tindakan hukum.

a. Patroli dan penjagaan daerah rawan kebakaran pada saat tingkat bahaya

kebakaran tinggi.

b. Melakukan penyelidikan dan penyidiakan tentang penyebab terjadinya

kebakaran dan memperosesnya secara hukum bila diketahui bahwa

kebakaran itu dilakukan oleh perbuatan manusia

c. Penutupan hutan konservasi dari kunjungan wisata dana aktivitas lain oleh

masyarakat umum pada saat tingkat bahaya kebakaran tinggi disertai sangsi

bagi yang melanggarnya.

8. Melibatkan masyarakat dalam setiap pelaksanaan pencegahan kebakaran hutan,

misalnya pembuatan sekat bakar, sekatbahan bakar dan jalur hijau,

pengurangan bahan bakar melalui pembuatan kompos atau briket arang,

tehnik-tehnik pembakaran terkendali baik yang dilaksanakan oleh masyarakat

maupun pengelola hutan.

Untuk mencapai pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif dan

efesien, departemen kehutanan telah menyusun prosedur tetap pengendalian

kebakaran hutan dan lahan bidang pencegahan yang meliputi (deroktorat

(28)

1. Format blanko diseminasi SPBK kepada instansi terkait

2. Format laporan groundchek hotspot di lapangan

3. Format blanko diseminasi SPBK kepada masyarakat

4. Penghitungan sistem peringkat bahaya kebakaran hutan

5. Apel siaga

6. Rapat kordinasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan

7. Kampanye pencegahan kebakaran hutan dan lahan

8. Pembentukan dan pengembangan masyarakat peduli api

9. Patroli pencegahan (darat, air, udara)35

35

Ibid, Halaman. 109

5. Dengan Cara Inventarisasi dan Pengawasan

Inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) terdiri dari

:

1. Inventarisasi hutan tingkat Nasional.

2. Inventarisasi tingkat Wilayah.

3. Inventarisasi hutan tingkat Daerah Aliran Sungai.

4. Inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan.

Inventarisasi Hutan adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data

dan fakta mengenai sumber daya hutan untuk perencenaan pengelolaan sumber

daya tersebut.ruang lingkup inventarisasi hutan meliputi :

1. Survei mengenai status dan keadaan fisik hutan,

2. Flora dan fauna,

(29)

4. Kondisi sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.

Inventarisasi hutan wajib dilaksanakan karena hasilnya digunakan sebagai

bahan perencanaan pengelolaan hutan agar diperoleh kelestarian hasil. Tujuannya

adalah untuk mendapatkan data yang dapat diolah menjadi informasi sebagai

bahan perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategis jangka panjang, jangka

menengah dan operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman

inventarisasi yang dilaksanakan. Dengan data-data ini yang selalu kita

informasikan maka akan dapat mengurangi niat para perusak hutan, karena dapat

lebih mudah mendeteksi apabila terjadi kejahatan tersebut, sehingga mereka pun

takut karena pemerintah mempunyai data yang lengkap.36

Penjelasan Pasal 59 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 menyatakan,

yang dimaksud dengan pengawasan kehutanan adalah pengawasan ketaatan aparat

penyelenggara dan pelaksana terhadap semua ketentuan peraturan

perundang-undangan dibidang kehutanan.37

Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan

kehutanan, masyarakat dan atau perorangan berperan serta dalam pengawasan

kehutanan. Pemerintah wajib memberikan pengawasan terhadap pengurusan hutan

yang diselenggarakan pemerintah daerah, pemerintah daerah dan masyarakat

melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang

36

Abdul Muis Yusuf, S.Sos., M.H, Prof. Muhammad Taufik Makarao, S.H., M.H, Hukum Kehutanan di Indonesia,. Jakarta : Rineka Cipta, 2011

37

(30)

dilakukan oleh pihak ketiga, melakukan pementauan, meminta keterangan, dan

melakukan pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan hutan.38

4. Unsur Lian yang terkait.

Dalam Undang-Undang R.I.Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Pasal 54 disebutkan ayat (1) dalam rangka

pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan perusakn hutan, Presiden membentuk

lembaga yang menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, ayat

(2) Lembaga sebagaimana di maksud dalam ayat (1) berkedudukan dibawah dan

bertanggung jawab kepada Presiden., ayat (3) Lembaga sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) terdiri atas :

1. Unsur Kementerian Kehutanan

2. Unsur Kepeolisian Republik Indonesia

3. Unsur Kejaksaan Republik Indonesia

39

Patroli darat merupakan kegitan yang sederhana, tapi kalau dilaksanakan

dengan benar-benar akan menjadi cara yang sangat baik. Patroli yang dilakukan

secara rutin pada kawasan-kawasan hutan yang sangat bernilai tinggi dan

memiliki tingakat bahaya dalam kebakaran hutan ataupun kerusakannya cukup Pengawasan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

1. Darat

38

Abdul Muis Yusuf, op.cit.Halaman 123

39

(31)

bermanfaat. Patrol dapat dilakukan dengan berjaga-jaga berkeliling dengan

kenderaan, seperti sepeda motor dan kenderaan lainnya maupun berjalan kaki.

Mereka harus sudah mengenal kawasan yang menjadi tanggung jawabnya, yang

meliputi pengenalan topografi dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat.

2.Air (Sungai/Laut )

Patroli air (sungai/laut) hampir sama dengan patroli darat yang berkeliling

di sekitar kawasan hutan dengan menggunakan kenderaan air, dengan patroli air

ini kemungkina terjadinya dapat membawa informasi yang lebih cepat apabila

terjadi sesuatu yang merusak hutan seperti misalnya kebakaran hutan maupun

perbuatan illegal loging.

Kelemahan cara patroli darat dan air ini adalah terbatasnya kawasan yang

terawasi teru-menerus sehingga tidak semua kawasan hutan dapat kita telusuri

karena keadaan medan dan waktu tempuh yang cukup lama.

3.Udara

Patroli udara merupakan patrol yang terapkan untuk kawasan hutan yang

luas dan berpenduduk jarang, atau daerah yang sulit diawasi dari darat dan air.

Keuntungan patroli udara ini adalah dapat mempermudah dan mempercepat

melakukan pengawasan, baik dari segi informasi dan juga waktu.

(32)

a. Memiliki kemampuan untuk melakukan pengawasan sautu daerah yang rawan

terjadi kebakaran atau kejahatan illegal loging dan berpenduduk yang jarang

serta yang sulit di jangkau melalui patroli darat dan air.

b. Sekali saja pengamatan melalui udara sudah dapat mancakup seluruh wilayah

yang rawan terjadi kebakaran atau kejahatan illegal loging, sehingga tidak

perlu dilakukan berulang-ulang. Hal ini dapat menghemat biaya operasional

patroli.40

Informasi yang diberikan /disampaikan kepada pemerintah agar

pemerintah dapat membuat perencanaan untuk menangani masalah ini dan dapat

bertindak cepat. kewajiban peran serta masyarat di atur juga dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 Pasal 15 ayat (3) yang berbunyi : untuk menjamin

terlaksananya perlindungan hutan ini dengan sebaik-baiknya maka rakyat

diikutsertakan. Selanjutnya di jelaskan bahwa kewajiban melindungi hutan bukan B. Peran Serta Masyarakat

Pencegahan kerusakan hutan, peran serta masyarakat juga sangat

dibutuhkan, tidak bisa hanya di tentukan oleh aparatur yang cakap dan terampil,

maka pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat, terutama masyarakat

yang tinggal dalam hutan atau daerah pinggiran hutan.

perlunya peran serta masyarakat dalam pencegahan ini adalah didasari

pemikiran bahwa dengan adanya peran serta masyarakat tersebut dapat

memberikan informasi kepada pemerintah.

40

Supryanto, Lailan syaufuna. Loc.cit Halaman 82

(33)

hanya kewajiban pemerintah semata-mata akan tetapi kewajiban dari seluruh

rakyat, kerana fungsi hutan itu menguasai hajat hidup orang banyak.

Peran serta masyarakat ini dapat berfungsi maksimal bila dikerjakan dan

diawasi dengan baik, laporan atau informasi yang di berikan oleh masyarakat

sangat membantu pemerintah atau aparat penegak hukum dalam mencegah

perusakan hutan.

C. Peringatan dan Penyuluhan

Kegiatan dalam rangka pencegahan, peringatan, dan penyuluhan juga

dapat berperan, seperti peringatan dapat dilakukan dengan menggunakan media

masa atau dengan membuat papan peringatan dan tanda peringatan pada

tempat-tempat tertentu yang berisi tentang larangan sanksi dan lain sebagainya. Selain itu

juga dengan membuat aksi tentang pentingnya hutan misalnya seperti

memperingati hari bumi, hari lingkungan hidup dan lain-lain, kampenye tentang

lingkungan dan dampak dari rusaknya lingkungan atau hutan bagi masyarakat,

apabila hutan terus dihabisi sehingga kita harus sama-sama dalam

melestarikannya dan menjegahnya dari kerusakan.

Selain itu pemerintah juga dapat menyusun rencana dan bersama-sama

dengan lapaisan-lapaisanya untuk turun kemasyarakat dan daerah-daerah di

kawasan hutan, memberitahukan bahaya dan dampak dari rusaknya hutan dan

juga menyadarkan mereka manfaat yang dapat kita dapat dari hutan yang lestari.

Memotivasi masyarakat agar bertanggung jawab terhadap lingkungan, agar

meraka tidak sembarangan dan tidak semena-mena terhadap lingkungan, dengan

(34)

agar hutan tetap lestari dan apabila menebang pohon dapat memperhatikan pohon

mana yang dapat ditebang tanpa merusak fungsi hutan.41

D. Kerja Sama Internasional

Dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Kerusakan Hutan disebutakan dalam rangka melakukan

pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan dapat melalui Kerja Sama

Internasional, yang tercamtum dalam BAB VII Pasal 64 ayat (1) yang berbunyi :

pemerintah dapat melakukan kerja sama internasional dengan negara lain alam

rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dengan

mempertimbangkan dan menjaga kepentingan nasional.42

Dalam tindak pidana kejahatan kehutanan ini, tidak sedikit perusahaan

atau korporasi yang melakukan impor ke luar negeri karena banyaknya

permintaan, sehingga memang perlu di lakukan kerja sama internasional dalam

mencegah terjadinya kejahatan ini.kerja sama yang dapat dilakukan misalnya

seperti, disetiap tempat di mungkinkannya terjadinya pengiriman barang, seperi

pelabuhan, pejabat yang berwenang disana harus tegas dengan memeriksa izin

meraka yang melakukan pengiriman barang, apabila mereka tidak mempunyai Upaya yang dapat dilkukan dalam hal kerja sama antar negara ini adalah,

para pejabat yang berwenang perlu melakuka pertemuan dan diskusi yang

membahas bagaimana usaha untuk mencegah terjadi kerusakan hutan, kerja

tersebut dapat di mulai dengan perjanjian dan jalannya komunikasi yang baik

dengan Negara-negara tertentu.

41

Salim, HS.,S.H.,M.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan,Jakarta, Sinar Grafika, 1997

42

(35)

izin dan keterangan yang jelas, atau mencurigakan, petugas tersebut dapat

langsung menagkap meraka, dan menyelidikinya lebih khusus. dengan adanya

kerja sama ini di harapkan juga dapat menakan meraka pelaku kejahatan sehingga

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang berjudul “Tinjauan Kepatuhan Dokter Dalam Pengisian Dokumen Rekam Medis Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja

Konversi pakan merupakan angka yang mencerminkan sejumlah pakan yang dikonsumsi ternak yang dapat dikonversikan menjadi tampilan produksi ternak, misalnya bobot

Pada pembahasan tentang pengaruh konstruksi berita media online Xinhua terhadap konflik Laut Cina Selatan, penulis menggunakan teori propaganda politik oleh

hubungan yang signifikan antara masa kerja pekerja yang melakukan pekerjaan panas dengan implementasi hot work permit system pada Departemen Mechanichal White

Kompetensi andragogik yang dinilai responden adalah kemampaun PPL mengidentifikasi kebutuhan petani, menjelaskan pengetahuan dan informasi baru usahatani dengan tidak

Pertama Peran humas DPRD Kabupaten Nganjuk yakni penasehat ahli Humas sebagai penasehat ahli yaitu berperan untuk menampung ide-ide atau aspirasi yang ditemukan

Dengan mengacu pada pendapat-pendapat diatas maka pemecahan masalah merupakan suatu subyek (materi yang harus dipelajari), strategi pemebelajaran dan

Salah satu kebenaran lain yang terungkap dalam Al Qur’an adalah pengembangan jagat raya yang ditemukan pada akhir tahun 1920-an. Penemuan Hubble tentang pergeseran merah