• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pembahasan. Beberapa di antaranya sebagaimana diuraikan di bawah ini.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pembahasan. Beberapa di antaranya sebagaimana diuraikan di bawah ini."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan judul penelitian ini dikutip hasilnya sebagai bahan perbandingan dengan hasil penelitian ini pada bab pembahasan. Beberapa di antaranya sebagaimana diuraikan di bawah ini.

Penelitian Simba pada tahun 2008 tentang Sistem rujukan pasien di Rumah Sakit Nasional: Tantangan di Negara-negara Berpenghasilan Rendah, dengan hasil menunjukkan bahwa dari 11.412 pasien, 75% melakukan rujuan sendiri. Lebih dari 70% pasien memiliki surat rujukan, namun tidak perlu dirujuk hingga ke fasilitas kesehatan tingkat tiga. Hanya 0,8% pasien yang berasal dari luar daerah Dar er Salaam. Pasien yang diberi pelayanan operasi 66,8% yang diterima, dengan kondisi yang paling menonjol adalah kasus obstetric (24,6% dari seluruh pasien). Bagi pasien yang resmi dirujuk dari pelayanan kesehatan lainnya, kurangnya keahlian dan peralatan umum yang dimiliki adalah alasan dilakukannya rujukan (96,3%).

Penelitian Noparatayaporn pada tahun 2014 tentang rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke tingkat ketiga di Rumah Sakit Umum. Dengan hasil menunjukkan bahwa sepuluh penyakit yang menjadi penyebab pentingnya dilakukan rujukan pasien dari fasilitas kesehatan primer ke ke fasilitas kesehatan sekunder dan lanjut ke fasilitas kesehatan tersier adalah katarak, diabetes, hipertensi, kanker, abnormal sendi, osteoarthritis, infeksi, alergi rhinitis, depresi, dan komplikasi luka.

(2)

Ketersediaan obat penting yang tidak memadai, beban kerja yang tidak mendukung, kurangnya peralatan dan kurangnya dokter spesialis di fasilitas kesehatan primer cenderung mengakibatkan dilakukannya rujukan pasien kronis atau pasien dengan komplikasi ke fasilitas kesehatan tersier.

2.2Teori Manajemen

Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 2013). Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Stoner dalam Wijayanti, 2008).

Manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Ada 4 fungsi utama dalam manajemen menurut Terry (2005) yaitu:

1. Fungsi Perencanaan (Planning)

Proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang

(3)

tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi. Kegiatan dalam fungsi perencanaan :

a. Menetapkan tujuan dan target bisnis.

b. Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan dan target bisnis tersebut. c. Menentukan sumber-sumber daya yang diperlukan.

d. Menetapkan standar/indikator keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis.

2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi. Kegiatan dalam fungsi pengorganisasian :

a. Mengalokasikan sumber daya, merumuskan dan menetapkan tugas, dan menetapkan prosedur yang diperlukan.

b. Menetapkan struktur organisasi yang menunjukkan adanya garis kewenangan dan tanggungjawab.

c. Kegiatan perekrutan, penyeleksian, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia/tenaga kerja.

d. Kegiatan penempatan sumber daya manusia pada posisi yang paling tepat. 3. Fungsi Pengarahan dan Implementasi (Actuating/Directing)

Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan

(4)

tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi. Kegiatan dalam fungsi pengarahan dan implementasi :

a. Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan.

b. Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan. c. Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.

4. Fungsi Pengawasan (Controlling)

Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi. Kegiatan dalam fungsi pengawasan dan pengendalian :

a. Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.

b. Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan.

c. Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target bisnis.

Unsur-unsur manajemen terdiri dari: man, money, method, machines, material, dan markets (Hasibuan, 2013):

(5)

1. Man : Sumber daya manusia;

2. Money : Uang yang diperlukan untuk mencapai tujuan; 3. Method : Cara atau sistem untuk mencapai tujuan; 4. Machine : Mesin atau alat untuk berproduksi;

5. Material : Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan;

6. Market : Pasaran atau tempat untuk melemparkan hasil produksi.

Dasar-dasar manajemen menurut Hasibuan (2013) adalah sebagai berikut: 1. Adanya kerja sama diantara sekelompok orang dalam ikatan yang formal. 2. Adanya tujuan bersama serta kepentingan yang sama yang akan dicapai. 3. Adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab yang teratur 4. Adanya hubungan formal dan ikatan tata tertib yang baik.

5. Adanya sekelompok orang dan pekerjaan yang akan dikerjakan. 6. Adanya human organization.

Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan (Hasibuan, 2013).

2.3Manajemen Rujukan

Mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata pelayanan dengan strata pelayanan kesehatan lain banyak macamnya. Salah satu di antaranya dikenal dengan nama sistem rujukan (referal system). Indonesia juga menganut sistem

(6)

rujukan ini, seperti yang dapat dilihat dalam Sistem Kesehatan Nasional. Inilah sebabnya pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, dibedakan atas beberapa strata seperti misalnya rumah sakit yang dibedakan atas beberapa kelas, mulai dari kelas D pada tingkat yang paling bawah sampai ke kelas A pada tingkat yang paling atas (Azwar, 1996).

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/Sk/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama.

Secara ringkas, sistem rujukan memberikan kontribusi pada standar pelayanan medis yang tinggi, dengan membatasi upaya medis yang berlebihan dan adanya pembagian tugas yang efisien antara dokter umum dan dokter spesialis (Rochjati, 2004).

Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara

(7)

horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.

2.3.1 Macam-macam Rujukan

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari (Trihono, 2005):

a. Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.

b. Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :

a. Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.

b. Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas.

(8)

Rujukan secara konseptual terdiri atas:

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya menyangkut masalah medik perorangan yang antara lain meliputi:

1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operasional dan lain-lain.

2) Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium klinik yang lebih lengkap.

3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:

1) Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan.

2) Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.

c. Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan massal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

(9)

d. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral maupun lintas sektoral.

e. Bila rujukan di tingkat kabupaten atau kota masih belum mampu menanggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

Sedangkan jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni: 1. Rujukan upaya kesehatan perorangan

a. Antara masyarakat dengan puskesmas

b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap

d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan lainnya.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota.

Demikian juga Sistem Kesehatan Nasional membedakan rujukan atas dua macam yakni rujukan kesehatan dan rujukan medik:

a. Rujukan kesehatan dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan kesehatan dibedakan atas rujukan teknologi, sarana dan operasional.

b. Rujukan medik dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya untuk pelayanan kedokteran (medical services). Rujukan medik dibedakan atas rujukan penderita,

(10)

pengetahuan dan bahan pemeriksaan. Secara sederhana, kedua macam rujukan ini dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.

Gambar 2.1 Macam-macam Rujukan Pelayanan Kesehatan 2.3.2 Faktor-faktor Penentu Penyusunan Sistem Rujukan

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan suatu sistem rujukan yang baik, yaitu: 1) pelayanan tingkat pertama harus dilengkapi peralatan yang mempermudah penanganan, mempersiapkan dan mengirimkan penderita ke tempat tujuan; 2) melibatkan pembiayaan diri asuransi kesehatan dalam pembiayaan rujukan; 3) semua tenaga kesehatan harus bekerja sesuai dengan kemampuan yang ada berdasarkan peraturan dan etika profesi; 4) adanya hubungan fungsional antar setiap unit pelayanan; 5) perlu disusun standar pelayanan medis dan peralatan; dan 6)penanganan penderita selalu diutamakan (Sutarjo, 2004).

Masalah Kesehatan

Masalah Kesehatan Masyarakat

Masalah Kedokteran

Rujukan Kesehatan Rujukan Medik

Teknologi Sarana Operasi-onal

Penderita Pengeta-huan

Bahan Lab.

(11)

Menurut Rochjati (2004), rujukan akan berjalan sempurna bila pelayanan kesehatan yang paripurna dapat dilakukan, yaitu melalui langkah-langkah: 1)pembinaan (promotif); 2)pencegahan (preventif); 3) deteksi dini dan tindakan segera; 4) pencegahan lebih lanjut; dan 5)pemulihan dan konsultasi secara rujukan. Selanjutnya penatalaksanaan ini sebesar-besarnya adalah untuk mencapai peningkatan hubungan antara dokter dan pasien.

2.4Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.4.1 Pengertian JKN

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya telah dibayar oleh pemerintah.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

(12)

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes RI, 2013)

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JKN adalah suatu program Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera.

2.4.2 Manfaat JKN

Manfaat JKN adalah manfaat dasar atau standar yang bertujuan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan setiap penduduk. Manfaat tambahan (top up/suplemen) memenuhi demand (permintaan atau selera) penduduk. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan minimum seseorang untuk bisa berfungsi secara fungsional normal (Thabrany, 2014).

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:

(13)

a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai penge lolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hi dup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPT HB), Polio, dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin antara lain:

a. Tidak sesuai prosedur

b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS c. Pelayanan bertujuan kosmetik

d. General check up, pengobatan alternatif

e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana

g. Pasien Bunuh Diri/Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/Narkoba.

(14)

2.4.3 Prinsip JKN

Menurut Thabrany (2014) dalam menyelenggarakan JKN berdasarkan prinsip-prinsip, yaitu sebagai berikut:

a. Prinsip kegotongroyongan

Prinsip ini harus terjadi antara peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu, yang berisiko rendah membantu yang beresiko tinggi, dan yang sehat membantu yang sakit secara nasional.

b. Prinsip nirlaba

Prinsip ini bukan untuk memberi keuntungan kepada sebagian orang-orang atau badan hukum yang biasa disebut pemegang saham. Dalam UU SJSN, dana yang terkumpul dari transaksi wajib disebut dana amanat yang akan digunakan untuk membayar biaya berobat peserta yang sakit. Indikator kinerja BPJS harus diukur dengan seberapa baik peserta mendapat perlindungan.

c. Prinsip tata kelola yang baik (good governance); keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.

Prinsip tata kelola yang baik juga berlaku atas dana amanat. Prinsip tata kelola yang baik merupakan konsekuensi dari transaksi wajib kepada pemegang amanat (Direksi), Dewan Pengawas, dan seluruh pegawai BPJS.

d. Prinsip portabilitas

Prinsip ini berlaku bagi jaminan, manfaat (benefit) baik berupa uang atau layanan yang menjadi hak peserta. Portabel artinya selalu dibawa, selalu berlaku di tanah

(15)

air, selalu mengikuti kebutuhan peserta dari lahir sampai mati. Karena prinsipnya peserta harus selalu terjamin atau terlindungi kapan dan di manapun dia berada di dalam yurisdiksi Indonesia.

2.4.4 Pelayanan JKN

Jenis pelayanan JKN ada 2 (dua) yang akan diberikan kepada peserta JKN, yaitu pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis).

a. Prosedur pelayanan

Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

b. Kompensasi pelayanan

Bila di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.

(16)

c. Penyelenggara pelayanan kesehatan

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.

2.4.5 Kepesertaan

Prinsip kepesertaan JKN bersifat wajib, agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindung (UU No. 40 pasal 4).

a. UU No. 40 Tahun 2004 huruf g menentukan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan prinsip wajib.

b. Penjelasan pasal 4 mengatur bahwa prinsip wajib adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap.

Kepesertaan dan iuran antara lain diatur sebagai berikut:

a. Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS), sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

b. Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada BPJS.

c. BPJS wajib memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan anggota keluarganya wajib memberikan informasi tentang hak dan kewajiban

(17)

d. Setiap peserta berhak memperoleh manfaat dan informasi tentang pelaksanaan program jaminan sosial yang diikuti.

e. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu.

f. Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala. Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah. Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh pemerintah untuk program jaminan kesehatan (Kemenkes RI, 2012).

Pada era berlakunya JKN, BPJS telah mengeluarkan pula buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. Pola rujukan yang diatur sebagaimana gambar berikut:

(18)

Gambar 2.2 Alur Rujukan Pelayanan Kesehatan

(Sumber: BPJS, 2014)

Menurut alur di atas, jika bukan kasus emergency, maka pasien yang merupakan peserta BPJS harus mengunjungi fasilitas kesehatan primer terlebih dahulu. Jika fasilitas kesehatan primer (Puskesmas, RS Kelas D) tidak mampu menangani, maka pasien dapat dirujuk ke RS yang lebih tinggi kelasnya. Dengan demikian, implementasi JKN mengatur bahwa rujukan berjenjang adalah hal mutlak yang harus dilaksanakan dan dipatuhi. Jika dilaksanakan dengan benar, maka ini akan membuat jumlah pasien di RS rujukan tertinggi menajdi berkurang secara kuantitas, namun tingkat kesulitannya meningkat.

(19)

2.5Puskesmas

2.5.1 Persyaratan Puskesmas

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat bahwa Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Kepmenkes Nomor 75 tahun 2014 Pasal 3 ini dinyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi: a) paradigma sehat; b) pertanggungjawaban wilayah; c) kemandirian masyarakat; d) pemerataan; e) teknologi tepat guna; dan f)keterpaduan dan kesinambungan. Pada pasal 4 bahwa Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

Pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.

1. Lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan (Pasal 10): geografis, aksesibilitas untuk jalur transportasi, kontur tanah, fasilitas parkir, fasilitas

(20)

keamanan, ketersediaan utilitas publik, pengelolaan kesehatan lingkungan, dan kondisi lainnya.

2. Bangunan Puskesmas harus memenuhi persyaratan (Pasal 11) yang meliputi: a)persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja, serta persyaratan teknis bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b)bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain; dan c)menyediakan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan keselamatan dan kesehatan serta kemudahan dalam memberi pelayanan bagi semua orang termasuk yang berkebutuhan khusus, anak-anak dan lanjut usia.

3. Prasarana harus memiliki Puskesmas (Pasal 13) berfungsi paling sedikit terdiri atas: sistem penghawaan (ventilasi); sistem pencahayaan; sistem sanitasi; sistem kelistrikan; sistem komunikasi; sistem gas medik; sistem proteksi petir; sistem proteksi kebakaran; sistem pengendalian kebisingan; sistem transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 (satu) lantai; kendaraan Puskesmas keliling; dan kendaraan ambulans.

4. Peralatan Kesehatan (Pasal 15) di Puskesmas harus memenuhi persyaratan: a)standar mutu, keamanan, keselamatan; b) memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; dan c) diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi yang berwenang.

5. Ketenagaan atau sumber daya manusia di Puskesmas (Pasal 16) terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlahnya paling sedikit

(21)

kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.

Kepmenkes Nomor 75 tahun 2014 Pasal 33 dinyatakan bahwa Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas. Kepala Puskesmas merupakan seorang tenaga kesehatan dengan kriteria: tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat; masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas. Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas.

Kepala Puskesmas adalah penanggungjawab pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggungjawab tersebut dan besarnya peran Kepala Puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan maka jabatan Kepala Puskesmas setingkat dengan eselon III-B. Dalam keadaan tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk menjabat jabatan eselon III-B, ditunjuk pejabat semantara yang sesuai dengan kriteria Kepala Puskesmas yakni seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup bidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap.

(22)

Kepmenkes Nomor 75 tahun 2014 Pasal 41 dinyatakan bahwa Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya kesehatan dapat melaksanakan rujukan dan dilaksanakan sesuai sistem rujukan. Ketentuan mengenai sistem rujukan sebagaimana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada era berlakunya JKN, BPJS telah mengeluarkan pula buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang.

Azas rujukan adalah azas penyelenggaraan puskesmas yang keempat. Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.

Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni:

1. Rujukan upaya kesehatan perorangan

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap

(23)

yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

a. Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (biasanya operasi) dan lain-lain.

b. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di puskesmas.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan bencana Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(24)

2.6Rumah Sakit

2.6.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital yang berasal dari bahasa Latin hospitalis yang berarti tamu. Secara lebih luas bermakna menjamu tamu. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159/Menkes/Per/II/1988 mencantumkan pengertian rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata, dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian (Hartono, 2010).

Rumah sakit adalah suatu tempat yang teroganisasi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, baik yang bersifat dasar, spesialistik, maupun subspesialistik. Selain itu, rumah sakit juga dapat digunakan sebagai lembaga pendidikan bagi tenaga profesi kesehatan. World Health Organization (WHO) memberikan pengertian mengenai rumah sakit dan peranannya: “The hospital is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for population complete health care both curatie and preventive, and whose out patient services reach out to the family and its home environment; the training of health workers and for bio-social research” (Adisasmito, 2009).

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi

(25)

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang baik (UU-RI Nomor 44 Tahun 2009).

2.6.2 Klasifikasi Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi :

1. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik sub spesialis.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar.

(26)

3. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik. Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik spesialis gigi mulut, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar.

2.7Kerangka Berpikir

Terry (2005) memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Sedangkan fungsi manajemen terdiri dari fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Manajemen

(27)

merupakan sebuah kegiatan; pelaksanaannya disebut manajing dan orang yang melakukannya disebut manajer.

Manajemen sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan yang melaksanakan pelimpahan wewenang atau tanggung jawab timbal balik, terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan, secara vertikal dalam arti dari unit yang terkecil atau berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.

Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas (Trihono, 2005).

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JKN adalah suatu program Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera

Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka berpikir dalam penelitian sebagai berikut:

(28)

Input Proses Output

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir

Analisis Manajemen Rujukan Pelayanan Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah Sakit Umum Daerah Tgk Abdullah Syafii

Kabupaten Pidie Aceh

Pelayanan Kesehatan di 3 Puskesmas: 1. Ketersediaan tenaga kesehatan 2. Ketersediaan obat-obatan 3. Kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan Manajemen Rujukan Pelayanan Kesehatan di RSUD Tgk Abdullah Syafii Kabupaten Pidie: 1. Proses Pendataan 2. Proses Pencatatan 3. Proses Pemeriksaan 4. Hasil Proses Pelayanan Kesehatan Lanjutan Rujukan ke Faskes Tersier (Kelas B, A) Rujukan Balik ke Faskes Tingkat I Rujukan pelayanan kesehatan

Gambar

Gambar 2.1 Macam-macam Rujukan Pelayanan Kesehatan  2.3.2   Faktor-faktor Penentu Penyusunan Sistem Rujukan
Gambar 2.2 Alur Rujukan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Tidak hanya penggunaan teknologi canggih namun pemberdayaan budaya dalam bentuk lainnya pun mampu menjadi media pembelajaran seperti media wayang yang penekanannya

Rumah sakit islam siti khadijah merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelaya- nan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

“kamu harus yakin bahwa kamu bisa berubah dan teruslah berusaha dalam menghadapi permalahan yang ada pada diri kamu dan juga ingatlah pesan dari aku (konselor),

44 Tahun 2009 tentang rumah sakit yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

penyimpanan secara sentralisasi yaitu sistem penyimpanan dengan cara menyimpan dokumen rekam medis rawat jalan, rawat inap maupun gawat darurat dalam satu map, dengan menggunakan

#adi pada TK sebanyak  "emberikan tambahan output. #adi pada TK sebanyak  ! itulah produksi paling maksimum, karena bila di. ! itulah produksi paling maksimum, karena bila

BNI Giro iB Hasanah adalah simpanan transaksional dalam mata uang IDR dan USD yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dengan pilihan akad Mudharabah Mutlaqah atau Wadiah