• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan pelaku usaha atau perseorangan untuk menggerakan perekonomiannya, seringkali mengalami masalah pada terbatasnya dana yang dimiliki. Untuk mengatasai masalah tersebut pelaku usaha maupun perseorangan memilih untuk memperoleh kredit dari lembaga perkreditan, lembaga perkreditan tersebut dapat berupa bank, koperasi ataupun PT. Pegadaian.

Salah satu lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman pada masyarakat ialah PT. Pegadaian, apabila masyarakat ingin mendapatkan pinjaman maka masyarakat harus memberikan jaminan barang kepada PT. Pegadaian. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.1 Di samping itu, jaminan juga dapat diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.

Hak Jaminan secara umum di bedakan menjadi dua yaitu:

a. Jaminan Perorangan adalah hak jaminan yang bersifat perorangan (persoonlijke zekerheid), yaitu adanya seseorang tertentu atau badan hukum yang bersedia menjamin pelunasan utang tertentu bila debitur wanprestasi.

1 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, h. 50.

(2)

b. Jaminan Kebendaan adalah adanya suatu kebendaan tertentu yang dibebani dengan utang2

Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan kebendaan bergerak dan jamina kebendaan tak bergerak. Untuk jaminan kebendaan bergerak, dapat di bebankan dengan lembaga hak jaminan gadai dan fidusia sebagai jaminan utang, sementara untuk kebendaan tidak bergerak, dapat di bebankan dengan hipotek, hak tanggungan dan fidusia sebagai jaminan utang.3

Pengertian gadai di jelaskan dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.4

Berdasarkan pada ketentuan pasal ini, dapat diuraikan unsur-unsur dalam gadai sebagai berikut:

a. Hak yang diperoleh kreditor atas benda bergerak.

b. Benda bergerak itu diserahkan oleh debitor kepada kreditor. c. Penyerahan benda tersebut untuk jaminan utang.

d. Hak kreditor itu adalah pelunasan piutangnya dengan kekuasaan melelang benda jaminan apabila debitor wanprestasi.

e. Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditor-kreditor lain.

2Rachmad Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Rachmad

Usman I), hlm. 76.

3 Ibid, hlm. 77.

(3)

f. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.5

Istilah gadai merupakan terjemahan kata pand atau vuistapand (bahasa Belanda), pledge atau pawn (bahasa Inggris), pfand atau faustpfand (bahasa Jerman). Dalam hukum adat istilah gadai ini disebut dengan cekelan.6 Dalam perjanjian gadai terdapat dua pihak yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandneer). Padgever yaiu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga dan penerima gadai (pandemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikan kepada pemberi gadai (pandgever).7

Untuk terjadinya hak gadai harus memenuhi dua usnsur yaitu harus ada perjanjian pemberian gadai (perjanjian gadai) antara pemberi gadai (debitur sendiri atau pihak ketiga) dan pemegang gadai (kreditor). Syarat kedua yaitu adanya penyerahan kebendaan yang di gadaikan tersebut dari debitur pemberi gadai kepada kreditor pemegang gadai.

Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian pemberian keredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan dan akta otentik, didalam praktiknya, perjanjian gadai ini dilakukan dalam bentuk akta dibawahtangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai. Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh PT. Pegadaian secara sepihak.

5 Ibid, hlm. 172.

6 Rachmadi Usman, 2013, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Rachmad Usman

II), hlm. 263.

(4)

Sejak terjadinya perjanjian gadai antara PT. Pegadaian dengan nasabah, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak, didalam Pasal 1155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah diatur tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Debitur mempunyai kewajiban membayar biaya dan membayar pokok hutang serta menyerahkan untuk sementara barang jaminan sampai batas jatuh tempo, apabila telah terlaksanakan semua kewajiban yang telah ditetapkan sesuai dengan perjanjian maka, nasabah berhak meminta barang jaminannya itu, sedangkan untuk PT. Pegadaian mempunyai kewajiban memberi uang pinjaman sesuai dengan taksiran harga barang jaminan, yang diserahkan nasabah dan selanjutnya memelihara serta menyimpannya agar tidak rusak atau hilang.8

PT. Pegadaian mempunyai hak untuk mengambil dan tidak mengembalikan barang jaminan debitur apabila nasabah tidak dapat menebus atau membayar uang pinjaman beserta pokoknya sampai hari jatuh tempo berakhir. Apabila barang jaminan nasabah hilang sedangkan barang jaminan tersebut masih dalam status perjanjian, maka dalam hal ini pihak PT. Pegadaian mempunyai tanggung jawab terhadap barang jaminan yang hilang tersebut dan saat itu debitur juga berhak untuk melakukan penuntutan kembali barang jaminan tersebut. Sehingga dalam hal ini pihak penerima gadai atau pihak PT. Pegadaian mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap kemungkinan hilangnya barang jaminan gadai yang berada dibawah kekuasaan pihak PT. Pegadaian.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang pasti dari PT. Pegadaian terhadap hilangnya jaminan gadai akibat kelalaian atau kesalahan dari PT. Pegadaian. Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis merasa

(5)

tertarik untuk menulis skripsi tentang tanggung jawab PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai.

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian?

b. Apakah faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Pembahasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian dan faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang meliputi pengertian tanggung jawab pengertian hukum jaminan, pengaturan hukum jaminan, pengertian jaminan, klasifikasi lembaga jaminan, pengertian gadai, sifat-sifat gadai, pihak-pihak dalam gadai, objek hukum dalam gadai, hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian gadai, pengertian PT. Pegadaian, sejarah PT. Pegadaian, tugas dan wewenang PT. Pegadaian, terjadinya hak gadai pada PT. Pegadaian, pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaia, prosedur pemberian pinjaman gadai oleh PT. Pegadaian serta faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai.

(6)

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang saya lakukan menunjukkan bahwa penelitian Tanggungjawab PT. Pegadaian Terhadap Hilangnya Objek Jaminan Gadai yang Disebabkan Oleh Kelalaian PT. Pegadaian belum ada yang membahasnya, sehingga penelitian ini dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah dan keasliannya.

Namun ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan jaminan gadai yang pernah dilakukan oleh mahasiswa yaitu:

No. Nama. Judul Penelitian Rumusan Masalah

1. Nazriah ( Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, 2008 )

Penyalahgunaan Hak Atas Benda Jaminan yang Dikaitkan dengan Gadai

1. Bagaimanakah pengaturan

tentang hak atas benda jaminan di Indonesia? 2. Bagaimanakah

penyalahgunaan hak atas benda jaminan yang dikaitkan dengan gadai?

(7)

2. Maria Agustina Istika Mariana ( Universitas Diponegoro Semarang, 2004) Perlindungan Hukum Bagi Debitur Dalam Perjanjian Gadai Di Perum Pegadaian Kota Semarang 1. Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap debitur dalam hal terjadi

wanprestasi yang dilakukan pihak Perum Pegadaian terhadap benda jainan gadai milik debitur?

Penelitian ini apabila dipertentangkan dengan penelitan yang terdahulu, maka baik, judul dan permasalahan maupun substansi pembahasannya sangat berbeda. Pada penelitian ini melakukan pembahasan mengenai perlindungan hukum terhadap debitur apabila objek jaminan gadai hilang dan pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian yang meliputi pengertian hukum jaminan, pengaturan hukum jaminan, pengertian jaminan, klasifikasi lembaga jaminan, pengertian gadai, sifat-sifat gadai, pihak-pihak dalam gadai, objek hukum dalam gadai, hak dan kewajiban para pihak dalam pemberian gadai, pengertian PT. Pegadaian, sejarah PT. Pegadaian, terjadinya hak gadai, perlindungan hukum terhadap debitur apabila objek jaminan gadai hilang, prosedur pemberian pinjaman gadai serta pertangungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai

(8)

yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki pembahasan yang asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis.

1.5. Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum

 Untuk mengetahui bentuk pertangungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian menurut ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata.

 Untuk mengetahui faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai dalam perjanjian gadai yang di atur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Perdata

b. Tujuan khusus.

 Untuk memahami pertangungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian

 Untuk memahami faktor-faktor yang membebaskan PT. Pegadaian dari tanggung jawab terhadap hilangnya objek jaminan gadai

1.6. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

(9)

 Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum baik berupa konsep, asas - asas dan prinsip - prinsip, khususnya bidang hukum jaminan gadai dalam penyaluran kredit.

 Menemukan adanya kepastian hukum berkaitan dengan pertanggungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian.

b. Manfaat praktis

 Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa masukan baik bagi PT. Pegadaian dan masyarakat selaku debitur, dalam rangka melaksanakan ketentuan Kitab Undang - Undang Hukum Perdata.

 Memberikan kepastian atas pertanggungjawaban dari PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian.

1.7. Landasan Teoritis

Gadai merupakan jaminan terhadap benda-benda bergerak dengan menguasai bendanya oleh kreditur pemegang gadai. Mengenai ketentuan tentang gadai ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II Bab XX Pasal 1150 sampai Pasal 1160. Sedangkan pengertian gadai itu sendiri diatur dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi sebagai berikut:

Suatu hak yang diperolah seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya kecuali biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan

(10)

Dari pengertian tersebut di atas maka unsur-unsur atau elemen pokok gadai yaitu: 1. Gadai adalah jaminan untuk pelunasan utang.

2. Gadai memberikan hak didahulukan atau hak preferent pelunasan hutang kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.

3. Obyek gadai adalah barang bergerak.

4. Barang bergerak yang menjadi obyek gadai tersebut diserahkan kepada kreditur (dalam kekuasaan kreditur).9

Di Indonesia, badan hukum yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah PT.Pegadaian. PT. Pegadaian merupakan lembaga keuangan bukan bank yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai. Sebelum berubah menjadi Persero, PT. Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus sebagai Perusahaan Umum, dimana mengenai BUMN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan kemudian berubah menjadi Persero yang pengaturannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, merumuskan:

”Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

(11)

PT. Pegadaian menjalankan tugasnya sesuai dengan perintah jabatannya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 yaitu PT. Pegadaian ikut membina perekonomian pada masyarakat dengan memberikan pinjaman uang dengan sistem gadai.

PT. Pegadaian tidak mempermasalahkan asal dari barang jaminan yang diberikan oleh nasabah karena dalam Pasal 1977 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa “Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya.”

Pemberian pinjman gadai dilakukan secara tertulis dalam bentuk akta tanah dibawah tangan, yang dinamaan dengan Surat Bukti Kredit (SBK). Bentuk, isi dan syarat-syarat pemberia pinjaman gadai sudah dibakuan lebih dahulu oleh pihak Pegadaian dalam Surat Bukti Kredit tersebut. Apabila Surat Bukti Kredit disetujui oleh nasabah maka perjanjian gadai tersebut telah sah berlaku dan kedua belah pihak harus menjalankan isi dari perjanjian tersebut. Sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Beribicara menyangkut perlindungan hukum bagi debitur dalam perjanjian gadai, maka perlindungan hukum dalam perjanjian gadai dapat dilihat pada perjanjian gadai yang ada. Perjanjian gadai secara keseluruhan dicantumkan dalam Surat Bukti Kredit. Apabila Surat Bukti Kredit disetujui oleh nasabah maka perjanjian gadai tersebut telah sah berlaku dan keduabelah pihak harus menjalankan isi dari perjanjian tersebut. Sesuai dengan Pasal 1338 KUH Perdata bahwa: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

(12)

Perlindungan hukum terhadap debitur dalam perjanjian gadai ini dapat dilihat pada angka 4 dalam perjanjian gadai yang menyatakan Barang jaminan sebagaimana diuraikan di halaman depan, bila dikemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125% dari nlai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Pegadaian tidak bertanggung jawab kerugian apabila terjadi force majeure, antara lain bencana alam, huru-hara dan perang.

Pada saat Surat Bukti Kredit (SBK) ditandatanganni dan barang jamian diserahkan kepada Pegadaian, maka barang jaminan itu menjadi tanggung jawab Pegadaian sampai dengan barang jaminan itu ditebus oleh nasabah. Tanggung jawab diartikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal tersebut) bertanggungjawab atau sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan.10 Dalam hal ini PT. Pegadaian memiliki kewajiban-kewajiban terhadap barang gadai yaitu antara lain:

a. Pemegang gadai bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemunduran harga barang gadai jika itu terjadi akibat kesalahan atau kelalaian kreditur (Pasal 1157 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

b. Kewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai dijual. Kewajiban memberitahukan ini selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Apabila ada suatu perhubungan pos harian ataupun suatu perhubungan telegraf, atau jika demikian halnya pos yang berangkat pertama (Pasal 1156 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Pemberitahuan kepada pemberi gadai serta perhitungan tentang pendapatan dari penjualan benda gadai adalah perwujudan dari asas itikad baik, yaitu untuk mencegah pemegang gadai menjual benda gadai secara diam-diam.

(13)

c. Pemegang gadai harus memberikan perhitungan tentang pendapatan dari penjualan barang gadai dan setelahnya mengambil pelunasan utangnya, harus menyerahkan kelebihannya kepada debitur.

d. PT. Pegadaian harus mengembalikan barang gadai, apabila utang pokok, bunga, dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai telah dibayar lunas.11

Selain terdapat dalam Pasal 1157 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat juga pada angka (4) isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang telah dibakukan PT. Pegadaian, menyatakan, barang jaminan sebagaimana diuraikan di halaman depan, bila di kemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti sebesar 125% dari nilai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal.

Lain halnya apabila kreditor dapat membuktikan bahwa benda gadai tersebut hilang atau dicuri bukan karena kelalaiannya atau disebabkan karena terjadi force majeure. Fource majeure ini terdapat dalam Pasal 1244 Kitab Undang Hukum Perdata dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1244 Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan:

Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.

Selanjutnya Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan: “Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.”

11 Oey Hoey Tiong, 1985, Fidusia sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 18.

(14)

Jadi bila dilihat dari Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya mengatur apabila debitor yang mengalami force mejeure. Maka perjanjian kredit yang telah dibakukan tersebut sudah mengatur bahwa kreditor tidak bertanggungjawab dalam kerugian yang disebabkan karena force majeure.

1.8. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, serta dilakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.12

a. Jenis penelitian

Penelitian Tanggungjawab PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai ini merupakan penelitian hukum empiris, karena yang diteliti adalah permasalahan mengenai hal-hal yang bersifat yuridis dan kenyataan yang ada mengenai pertangungjawaban PT. Pegadaian terhadap hilangnya objek jaminan gadai yang disebabkan oleh kelalaian PT. Pegadaian. Penelitian hukum empiris atau penelitian sosiologis, yaitu penelitian hukum yang menggunakan data primer.13

12 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 43.

13 Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 10.

(15)

Menurut pendekatan empiris pengetahuan didasarkan atas fakta-fakta yang diperolehnya dari hasil penelitian dan observasi.14 Penelitian-penelitian yang dilakukan didasarkan pada metode ilmiah, yang merupakan bagian dari pendekatan empiris.

Penelitian ini juga berdasarkan teori-teori hukum yang ada, dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.15 b. Jenis pendekatan

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan perundang-undangan (sttaute approach), pendekatan fakta (the fact approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Mengenai pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji dan menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai lembaga pegadaian yang di atur dalam Pasal 1150 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian, khususnya mengenai tanggung jawab lembaga pegadaian. Pendekatan Fakta digunakan untuk menganalisa secara langsung gejala hukum dalam praktik kehidupan nyata mengenai konsep daripada gadai.

Pendekatan konseptual (conseptual approach) dilakukan untuk menelusuri pengertian hukum jaminan khususnya jaminan gadai menurut Undang-Undang ataupun menurut ahli, yang dimungkinkan adanya perkembangan mengenai konsep jaminan gadai dan tanggung jawab pegadaian.

c. Bahan hukum

14 Ronny Kountur, 2004, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skipsi dan Tesis, PPM, Jakarta, hlm.6.

(16)

Sumber bahan hukum dalam penelitian ini berasal dari narasumber melalui komunikasi secara langsung atau wawancara atau interview dan penelitian kepustakan (library research). Penelitian kepustakaan adalah menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah, contohnya: berbagai peraturan perundang-undangan; putusan pengadilan; traktat. Sumber bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang isinya membahas bahan-bahan hukum primer, contohnya: buku-buku dan artikel-artikel. Bahan hukum tertier adalah bahan-bahan hukum yang bersifat menunjang bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder, contohnya kamus, buku pegangan.16

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer17 yang meliputi antara lain: buku-buku (literature), artikel, makalah, thesis, skripsi dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

d. Teknik pengumpulan bahan hukum

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari narasumber melalui komunikasi secara langsung atau wawancara atau interview dan dengan studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen, yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan content analysis18. Dalam penelitian ini, melakukan studi dokumen atau bahan pustaka dengancara mengunjungi perpustakaan, membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku,

16 Ashofa Burhan, 1996, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 103.

17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 13.

(17)

literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, jurnal penelitian, makalah, internet, dan sebagainya guna mengumpulkan dan menunjang penelitian.

e. Teknik pengolahan dan analisis bahan hukum

Analisis bahan-bahan hukum dalam penelitian ini akan dilakukan secara analisis kualitatif dan komprehensif. Analisis kualitatif artinya, menguraikan bahan-bahan hukum secara bermutu dengan bentuk kalimat yang teratur, runtut, logis dan tidak tumpang tindih serta efektif, sehingga memudahkan interpretasi bahan-bahan hukum dan pemahaman hasil analisa. Komprehensif artinya, analisa dilakukan secara mendalam dan dari berbagai aspek sesuai dengan lingkup penelitian.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa WAJIB membuat proposal di bawah bimbingan Dosen Pembimbing dengan ketentuan sebagaimana pada Buku Pedoman Magang yang disesuaikan berdasarkan program dan skema magang

Bahwa Kepemimpinan Paternalistik berupa menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak atau belum dewasa atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, bersikap terlalu melindungi

Efektivitas hipnoterapi juga didukung oleh hasil penelitan dalam jurnal yang menyatakan bahwa teknik hipnoterapi merupakan salah satu terapi yang dapat membawa klien

Penelitian tentang dukungan keluarga yang dilakukan oleh F irdausi, S riyono, dan A smoro (2014) menunjukkan bahwa 32,8% penyandang D M mendapat dukungan keluarga yang

Beberapa pengunjung berkomentar sama bahwa desain dan arsitektur Masjid Islamic Center Dato Tiro ini telah banyak mengundang daya tarik bagi masyarakat lokal

Sistem pranata mangsa ini merupakan hasil pengamatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, sehingga pada jaman dulu sangat sesuai dengan perubahan musim di tanah Jawa dan

Note that the dynamic programming approach (in problems with total expected losses) makes it pos- sible to build all optimal deterministic programmed strategies for the auxiliary

Kekasaran permukaan dari material polimer dan komposit bisa diuji dengan berbagai cara, mulai dari Tactile method (Profile measurement), Focus variation (Areal