• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usaha meningkatkan spiritualitas kerasulan awam bagi prodiakon paroki di wilayah Santo Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta, melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Usaha meningkatkan spiritualitas kerasulan awam bagi prodiakon paroki di wilayah Santo Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta, melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

USAHA MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON PAROKI

DI WILAYAH SANTO YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA,

MELALUI KATEKESE MODELSHARED CHRISTIAN PRAXIS

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

oleh:

Fransiskus Xaverius Haryanto NIM: 051124044

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

USAHA MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON PAROKI

DI WILAYAH SANTO YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA,

MELALUI KATEKESE MODELSHARED CHRISTIAN PRAXIS

Oleh:

Fransiskus Xaverius Haryanto NIM: 051124044

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

(3)

iii

USAHA MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON PAROKI

DI WILAYAH SANTO YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA,

MELALUI KATEKESE MODELSHARED CHRISTIAN PRAXIS

Dipersiapkan dan ditulis oleh Fransiskus Xaverius Haryanto

NIM: 051124044

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 15 April 2011

dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda tangan

Ketua : Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J. ………

Sekretaris : F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. ……… Anggota : 1. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. ……… 2. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. ... 3. Y. Kristianto, SFK., M.Pd. ...

Yogyakarta, 15 April 2011 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Dekan,

(4)

iv

Skripsi ini kepersembahkan kepada

para Prodiakon Paroki di wilayah St.Yusup Sendangsari-Sendangrejo, almarmum Bpk. Heironimus Susanto Istitanoyo,

(5)

v

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapatkan ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 April 2011 Penulis,

(7)

vii

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama : Fransiskus Xaverius Haryanto NIM : 051124044

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul: USAHA

MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI

PRODIAKON DI WILAYAH SANTO YUSUP

SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA. MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, 15 April 2011

(8)

viii

Judul skripsi ini adalah USAHA MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON PAROKI DI WILAYAH SANTO YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA, MELALUI KATEKASE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS. Judul ini diangkat berdasarkan keprihatinan terhadap mutu pelayanan di Wilayah ini yang masih kurang. Kegiatan pelayanan tidak hanya menjadi tanggung jawab para imam dan para biarawan/biarawati saja, namun semua umat beriman termasuk para kaum awam. Melalui pembaptisan kaum awam ikut berpartisipasi dalam tugas pewartaan Yesus Kristus baik sebagai imam, nabi maupun raja (AA 2). Prodiakon Paroki merupakan kaum awam yang berada langsung di tengah-tengah umat, diangkat oleh uskup untuk membantu tugas pelayanan dan pewartaan ini.

Kaum awam sebagai Umat Allah ikut serta dalam tugas pewartaan Kerajaan Allah. Untuk itu spiritualitas kaum awam mendapatkan perhatian yang khusus dari Gereja, agar melalui para awam Gereja dapat terus berkembang. Untuk mengetahui spiritualitas dari kaum awam ini penulis mengadakan pengamatan dan wawancara langsung kepada Prodiakon di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo. Dari hasil pengamatan dan wawancara tersebut penulis memperoleh gambaran bahwa spiritualitas kerasulan awam belum dipahami secara matang sehingga pelayanan kepada umat belum dapat berjalan secara optimal. Untuk itu hasil wawancara kemudian dikonfrontasikan dengan studi pustaka.

Melalui studi pustaka yang menunjang dan relevan penulis memberikan gambaran tentang spiritualitas kerasulan awam serta ruang lingkup kegiatan untuk merasul. Bidang-bidang kerasulan bagi kaum awam tidak hanya untuk Gereja saja, namun juga untuk keluarga dan masyarakat secara luas. Kaum awam menjadi tulang punggung kehidupan Gereja dan masyarakat baik masa sekarang maupun masa yang akan datang. Bentuk pelayanan terhadap Gereja salah satunya adalah kesediaan para awam untuk menjadi Prodiakon Paroki.

(9)

ix

This thesis title is THE EFFORT TO INCREASE THE OF THE PARISH LAY DEACONS IN ST. YOSEPH OF REGION OF THE ST. PETER AND PAUL PARISH, KLEPU YOGYAKARTA THROUGH CATHESIS HARED CHRISTIAN PRAXIS. This title is taken based on the concerns about service quality in the district are still lacking. This service activity is not only the responsibilities of the religious leaders and nuns or monks but also the faithfull, including the laity. Through baptism, Christians participate in the task of preaching of Jesus as priest, prophet and the king (AA2). The parish Lay Deacons are the laities who are in the midst of the faithfull, directly appointed by the bishop to assist the task of ministry and preaching.

The laity as people of God participate in the task of preaching God’s kingdom. Therefore their spirituality gets special attention from the Church, through them the Churh continues growing. To find out the spirituality of the laity, the writer conducted observation and interviews with them in St. Joseph district. From my observation an interview, the writer found out that the spirituality of lay apostolate has not been thoroughly understood. The result coere, than confronted with data from library study.

Through the relevant library study, the writer gets an overview of spirituality lay apostolate and the scope of activities to proselytize. The places of apostolate for the laity are not only in the Church but the families and the society. The laity become the backbone of the life of the Church and society, book at present or in the future. The form of service to the Church is the willingness of lay men parish lay deacons.

(10)

x

Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul USAHA MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON DI WILAYAH SANTO YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA, MELALUI KATEKESE MODELSHARED CHRISTIAN PRAXIS.

Skripsi ini diilhami oleh keterlibatan penulis sendiri dalam karya pastoral di Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu terutama didalam kegiatan pendampingan iman. Meskipun kegiatan tersebut cukup banyak, tetapi yang menyangkut pengembangan iman khususnya melalui katekese kurang mendapat perhatian yang serius baik dari para katekis maupun dari umat sendiri. Oleh karena itu skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para prodiakon dalam memperkembangkan katekese dengan menggunakan model Shared Christian Praxis di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(11)

xi

yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. sebagai dosen wali yang terus menerus mendampingi penulis sampai selesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Y. Kristianto, SFK., M.Pd. Selaku dosen penguji yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap Staff Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

5. Segenap Staff Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Segenap Prodiakon Paroki di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dan dukungan kepada penulis dengan memberi masukan informasi untuk kelengkapan materi skripsi ini.

(12)

xii

Istitanoyo dan kakak-kakakku yang memberikan semangat dan dukungan moral, material dan spiritual selama penulis menempuh studi di IPPAK ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selama ini

dengan tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta,15 April 2011

Penulis

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 4

C. Tujuan Penulisan... 5

D. Manfaat Penulisan... 5

E. Metode Penulisan... 6

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II. GAMBARAN UMUM SITUASI SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM DARI PRODIAKON DI WILAYAH ST. YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO PAROKI ST. PETRUS DAN PAULUS KLEPU... 8

A. Situasi Umum Umat Wilayah St. Yusup Sendangrejo-Sendangsari Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu... 8

1. Letak Geografis ... 8

2. Situasi Umat ... 9

(14)

xiv

2. Program Kerja Prodiakon Paroki Wilayah St. Yusup ... 11

3. Macam-macam Pelayanan Prodiakon di Wilayah St. Yusup... 12

4. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para Prodiakon... 13

5. Hal-hal yang mendorong untuk menjadi Prodiakon Paroki ... 14

C. Situasi Spiritualitas Kerasulan Awam dari Prodiakon Parok di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo. Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu ... 14

1. Pemahaman Spiritualitas Kerasulan Awam bagi Prodiakon... 15

2. Kekhasan Spiritualitas Kerasulan Awam dari Prodiakon ... 16

BAB III. SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON... 17

A. Pengertian Spiritualitas ... 17

1. Pengertian Spiritualitas dalam Kitab Suci... 17

2. Pengertian Spiritualitas dalam Tradisi Gereja... 20

B. Pengertian Kerasulan Awam... 22

1. Arti Awam... 22

2. Arti Kerasulan ... 23

3. Makna Kerasulan Awam ... 24

C. Makna Kerasulan Awam... 25

1. Spiritualitas Kerasulan Awam... 25

2. Spiritualitas Kerasulan Awan dalamApostolicam Actuositatem.. 26

3. Bentuk-bentuk Kerasulan Awam ... 27

D. Kekhasan Spiritualitas Kerasulan Awam bagi Prodiakon ... 29

1. Pengertian Prodiakon Paroki... 30

2. Sejarah Prodiakon paroki ... 31

3. Bentuk-bentuk Pelayanan Prodiakon Paroki... 34

4. Spiritualitas Kerasulan Awam bagi Prodiakon ... 36

5. Syarat-syarat Prodiakon Paroki... 41 BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE UNTUK

(15)

xv

DAN PAULUS KLEPU ... 44

A. Gambaran Umum tentang Katekese ... 44

1. Pengertian Katekese ... 45

2. Tujuan Katekese... 46

3. Tugas Katekese ... 46

4. Kekhasan Katekese ... 49

5. Katekese Umat ... 50

B. Katekese ModelShared Christian Praxis... 52

1. Komponen Utama dalamShared Christian Praxis... 53

2. Langkah-langkah dalamShared Christian Praxis ... 55

C. Usulan Program Katekese Model SCP ... 60

1. Latar Belakang Pemilihan Program ... 60

2. Alasan Pemilihan Tema dan Tujuan ... 61

3. Penjabaran Program ... 63

4. Petunjuk pelaksanan Program ... 68

5. Contoh Persiapan Katekese bagi Prodiakon dengan Model SCP . 69 BAB V. PENUTUP... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

1. Bagi Prodiakon... 85

2. Bagi Romo Paroki ... 86

3. Bagi Dewan Paroki... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

LAMPIRAN... 89

Lampiran 1: Peta Paroki... (1)

Lampiran 2: Panduan Wawancara ... (3)

Lampiran 3: Rangkuman Wawancara dengan Ketua Wilayah ... (5)

Lampiran 4: Rangkuman Wawancara dengan Prodiakon... (6)

Lampiran 5: Daftar Nama Prodiakon... (14)

(16)

xvi A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja AA

CT

LG :

:

:

Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember 1965.

Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Paulus Yohanes II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.

C. Singkatan Lain

Art Bdk

: :

(17)

xvii

Pedoman Dasar Dewan Paroki

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Gereja kaum awam sebagai anggota Gereja dengan kerasulannya juga mempunyai peran yang penting dalam perkembangan Gereja. Gereja didirikan untuk memperluas Kerajaan Allah di seluruh dunia demi kemuliaan Allah Bapa, supaya semua orang menerima buah dari penebusan yang menyelamatkan dan supaya mereka benar-benar terarah kepada Kristus. Semua kegiatan Tubuh Mistik yang terarah pada tujuan yaitu kerasulan. Kerasulan dilaksanakan oleh Gereja melalui semua anggotanya dengan berbagai macam cara (AA 2). Yang dimaksud dengan anggota adalah seluruh umat Allah. Panggilan Gereja untuk memperluas Kerajaan Allah tidak hanya melalui para imam atau biarawan/biarawati saja, namun juga melalui seluruh umat.

(19)

Perutusan penyelamatan Gereja di dunia tidak hanya dilaksanakan oleh para pejabat berdasarkan sakramen tahbisan, melainkan juga semua orang awam (AA 2). Dengan demikian, perutusan tidak hanya dilaksanakan oleh kaum tertahbis saja, melainkan seluruh umat ikut serta dalam mengambil tugas perutusan YesusKristus.

Melalui pembaptisan, kaum awam dapat berpartisipasi di dalam tugas perutusan baik sebagai imam, nabi dan raja dalam peranannya di Gereja dan dunia (AA 2). Sebagai imam berarti kaum awam dapat menjalankan tugas dalam pengudusan atau perayaan. Sebagai nabi berarti kaum awam dapat memberikan pewartaan tentang Kerajaan Allah kepada semua umat beriman. Kaum awam dapat memberikan kesaksian iman mereka melalui penghayatan iman serta pengalaman yang mereka alami serta pewartaan lainnya termasuk kerasulan dalam lingkup gereja maupun masyarakat. Selain itu, sebagai raja berarti sebagai kaum awam harus memiliki semangat untuk memberikan pelayanan kepada semua umat beriman demi memperkembangkan iman mereka dan ikut serta terlibat dalam hidup menggereja. Dalam menjalankan tugas perutusan ini Yesus Kristus tidak hanya mengandalkan perkataan atau khotbah saja tetapi juga dengan tindakan sebagai wujud nyata dari tugas perutusan tersebut. Dengan tritugas ini, Gereja mencoba memberikan dirinya dalam tugas pelayanan ini.

(20)

dalam karya pelayanannya. Dengan koordinasi dari Pastor Paroki Prodiakon menjalankan tugas pelayanan dalam bidang liturgi dan peribadatan (PPPKY, 2006: 29-30).

Dari pengamatan penulis kaum awam di paroki St Petrus dan Paulus Klepu mempunyai semangat peribadatan yang baik. Namun para awam dalam peribadatan ini belum sepenuhnya datang dari kesadaran diri sendiri. Sebenarnya kegiatan-kegiatan pelayanan yang ada di paroki ini banyak, namun banyak kaum awam yang masih belum terlibat. Dalam tugas pelayanan juga demikian, banyak prodiakon yang kurang terlibat. Ada prodiakon yang melayani hanya karena memenuhi tugas saja. Kesadaran untuk melayani masih terbatas pada perayaan ekaristi saja. Orang yang sakit dan jompo kurang mendapatkan perhatian dan pelayanan dari para prodiakon yang ada di Lingkungan masing-masing. Ada keluhan dari orang tua (jompo) yang sudah 1 (satu) bulan tidak mendapatkan pelayanan sakramen Maha Kudus dari prodiakon setempat.

Peribadatan yang diadakan terkesan hanya monoton saja, jarang sekali mengajak umat untuk berdialog tentang pengalaman hidup rohaninya. Dalam memimpin peribadatan (pertemuan rutin) sebenarnya dapat bergantian dengan yang lain. Suatu pertemuan dapat dipimpin oleh siapa saja, tidak harus seorang prodiakon. Hal itu dimaksudkan agar orang lain juga belajar terutama dalam memimpin peribadatan.

(21)

atas hidup dan matinya Gereja. Setiap orang yang dipanggil untuk menjalankan perutusannya mau disadarkan bahwa semua diutus Tuhan sendiri untuk melayani. Pemahaman bahwa setiap orang dipanggil untuk melayani memberi dasar yang kuat bagi kaum awam sebagai motivasi dalam menjalankan karya kerasulannya. Dalam menjalankan kerasulannya kaum awam harus memiliki spiritualitas (semangat) sebagai pendorog dalam menjalankan tugasnya mewartakan Injil sebagai kabar suka cita dan keselamatan kepada semua orang.

Katekese digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan semangat pelayanan terutama bagi para prodiakon dalam karya kerasulannya. Katekese diusahakan agar dapat membantu umat beriman menjadi lebih dewasa, bebas dan bertanggung jawab menghayati iman kristiani yang diwujudkan dalam hidup saling melayani. Menanggapi hal tersebut, maka penulis memilih judul skripsi: USAHA MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM

BAGI PRODIAKON PAROKI DI WILAYAH SANTO YUSUP

SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS

KLEPU, YOGYAKARTA, MELALUI KATEKESE MODEL SHARED

CHRISTIAN PRAXIS.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

(22)

2. Seberapa besar peran spiritualitas kerasulan awam dalam tugas pelayanan prodiakon paroki di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo?

3. Bagaimana upaya Gereja meningkatkan semangat pelayanan bagi para Prodiakon di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui sejauh mana pelayanan prodiakon paroki di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo terhadap kebutuhan umat.

2. Membantu prodiakon paroki dalam memahami spiritualitas kerasulan awam dalam menjalankan tugas pelayanannya.

3. Membantu para prodiakon paroki untuk meningkatkan pelayanannya kepada umat.

4. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususn Pendidikan Agama Katolik.

D. Manfaat Penulisan

1. Memperoleh gambaran yang nyata tentang pelayanan yang telah dilakukan oleh para prodiakon paroki baik dalam Lingkungan maupun dalam lingkup Wilayah.

2. Memberikan sumbangan bagi prodiakon dalam memahami tentang arti spiritualitas kerasulan awam.

(23)

E. Metode Penulisan

Metode penulisan dengan menggunakan wawancara lisan dan studi pustaka yang memaparkan, menguraikan serta menganalisa keadaan Paroki St Petrus dan Paulus Klepu dalam kaitannya dengan spiritualitas kerasulan awam bagi para prodiakon di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini mengambil judul “UPAYA MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON DI WILAYAH ST. YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI ST. PETRUS DAN

PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA, MELALUI KATEKESE MODEL

SHARED CRISTIAN PRAXIS” yang dibagi menjadi lima bab:

Pada bab I penulis menguraikan latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Pada bab II penulis memaparkan tentang gambaran umum situasi Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu. Pada bagian ini menjelaskan gambaran umum situasi Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu baik letak geografis, keadaan alam maupun mata pencaharian, dan bagaimana keterlibatan kaum awam sebagai prodiakon dalam pelayanan di Wilayah St.Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki St. Petrus dan Paulus klepu.

(24)

diambil dari beberapa sumber sebagai referensi. Pada bagian pertama ini membahas mengenai pengertian spiritualitas, bagian kedua berisi tentang kerasulan awam dan yang terakhir mengenai kerasulan awam bagi prodiakon.

Pada bab IV penulis memaparkan upaya meningkatkan spiritualitas kerasulan awam bagi prodiakon di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta Melalui Katekese ModelShared Chistian Praxis. Pada bab ini dipaparkan tentang katekese, pengertian katekese dan tujuan katekese. Untuk itu disajikan suatu program pendampingan bagi prodiakon dan contoh SP pendampingan.

(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM SITUASI SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM DARI WILAYAH ST. YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO,

PAROKI ST. PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA

Keikutsertaan kaum awam dalam pelayanan Gereja sangat diharapkan. Tanpa adanya kesadaran untuk melayani, Gereja tidak akan dapat berkembang dengan baik. Sebagai kaum awam, prodiakon diharapkan dapat membantu berkembangnya Gereja di tengah masyarakat.

A. Situasi Umum Umat Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu

Berdasarkan pengamatan, wawancara lisan, serta data yang diperoleh dari sekretariat paroki, maka penulis dapat menjabarkan mengenai letak geografis, situasi umat dan situasi Prodiakon di Wilayah St.Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta.

1. Letak Geografis

(26)

Pada bagian Utara berbatasan dengan Paroki Medari sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Godean [Lampiran 1: (1)].

2. Situasi umat

Berdasarkan hasi wawancara dengan Ketua Wilayah, Wilayah St. Yusup memiliki umat kurang lebih 1.030 orang yang tersebar di 13 Lingkungan [Lampiran 3: (5)]. Wilayah ini terletak di daerah pedesaan, semangat kekeluargaan dan gotong royang masih sangat kuat. Hal itu terbukti dalan setiap menjelang perayaan Paskah dan Natal. Umat dengan suka rela berkerja membuat “tratag” untuk perayaan ekaristi. Selain itu ada beberapa umat yang terlibat dalam kepengurusan masyarakat, seperti menjadi ketua RT, ketua RW dan yang lainnya. Dengan demikian dapat dilihat bahwa diantara umat yang beragama katolik dan non katolik tidak ada masalah, sehingga mereka dapat hidup tentram dan penuh dengan rasa persaudaraan.

Umat Wilayah St. Yusup paroki Klepu ini sebagian besar merupakan petani dan buruh tani. Kehidupan umat di Wilayah ini boleh dikatakan sangat sederhana. Namun untuk kehidupan rohani umat di Wilayah ini cukup terlayani. Untuk para orang tua yang sudah lanjut usia namun masih kuat untuk berjalan disediakan tempat ibadat yang tidak begitu jauh.

(27)

diadakan perayaan ekaristi 3 (tiga) kali yaitu pada hari Minggu I, Minggu III dan Minggu V pada bulan-bulan tertentu. Pada Minggu I dan Minggu V Imam yang bertugas adalah dari paroki. Sedangkan pada Minggu III merupakan inisiatif dari Wilayah sendiri dengan mencari sendiri Imam dari luar paroki atau Imam dari komunitas karya.

Untuk Minggu II dan IV di kapel tetap dipergunakan yaitu untuk ibadat sabda dengan menerimakan sakramem Maha Kudus yang dipimpin oleh prodiakon setempat. Disamping itu idadat sabda dengan menerimakan sakramen Maha Kudus juga diadakan di tempat lain yaitu di SDK Jetisdepok dan kapel St. Elisabeth di Lingkugan St.Yakubus Pranan.

B. Situasi Prodiakon Paroki di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki St. Pertus dan Paulus Klepu

(28)

sikap kerendahan hati dan suka rela untuk melaksanakan tugas perutusan ini. Untuk menjalankan tugas, seorang prodiakon perlu memenuhi syarat-syarat dan memiliki program kerja agar dapat terencana dengan baik untuk mendukung pelayanannya.

1. Syarat-syarat Prodiakon Paroki memurut Responden

Untuk menjadi seorang prodiakon, seorang awam perlu memiliki syarat-ayarat yang memenuhi antara lain kemauan dan kesedian untuk melayani, kemampuan yang memadai (secara fisik dan pskologis) antara lain tidak cacat fisik yang dapat mengganggu tugas, berani berbicara di depan umun, tidak grogi, usia yang masih pantas pandangan dari umat yang dirasa pantas untuk menjabat sebagai prodiakon. Berasal dari keluarga katolik, kesediaan dari pribadi tidak ada paksaan, umat memenghendaki [Lampiran 4: (7)].

2. Program Kerja Prodiakon Paroki Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta

Dalam menjalankan tugasnya prodiakon di Wilayan St. Yusup ini tidak memiliki program kerja, namun memiliki kegiatan pertemuan rutin bagi prodiakon Wilayah St. Yusup.

(29)

mendekati masa Adven dan Prapaskah pertemuan diintensifkan untuk membahas dan sosialisasi panduan adven maupun prapaskah. Hal tersebut dilakukan untuk menunjang pemahaman bagi para prodiakon dalam memberikan pendampingan kepada umat di Lingkungan-lingkungan [Lampiran 3: (7-8)].

3. Macam-macam Pelayanan Prodiakon Paroki di Wilayah St. Yusup Paroki St Petrus dan Paulus Klepu

Sebagai prodiakon tentunya siap untuk melayani kebutuhan umat. Seorang prodiakon adalah orang yang selalu dimintai bantuan terutana dalam hal-hal yang berhubungan dengan doa atau liturgi. Hal tersebut merupakan suatu bentuk pelayanan prodiakon kepada umat. Pelayanan tersebut antara lain memimpin ibadat, memimpin upacara pemakaman, dan memimpin ibadat sakramentali [Lampiran 3: (8)].

a. Kegiatan ibadat sabda

(30)

b. Memimpin upacara pemakaman

Tugas seorang prodiakon adalah memberikan pelayanan kepada umat. Jika ada umat yang meninggal prodiakon yang berperan aktif dalam upacara ini. Baik memimpin doa arwah sewaktu masih di rumah maupun sampai ke pemakaman, bersama keluarga dan umat yang lain [Lampiran 3: (8)].

Banyak kendala yang dihadapi oleh para prodiakon antara lain menjadi grogi karena berhadapan dengan orang banyak. Selain itu penguasaan buku panduan karena jarang sekali digunakan. Namun begitu para prodiakon tetap berusaha menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin [Lampiran 3: (8)].

c. Memimpin ibadat sakramentali

Selain membantu menerimakan komuni Prodiakon juga memimpin doa-doa syukur dari umat setempat, seperti acara sunatan, pemberkatan rumah dan doa-doa syukur lainnya. Untuk itu tuan rumah menyerahkan semua acara tersebut kepada prodiakon setempat. Sebagai orang yang sudah ditunjuk dan dipercaya oleh umat, prodiakon harus melaksanakan permintaan umat tersebut. Dengan bekal dan persiapan seadanya prodiakon memimpin jalannya upacara peribadatan.

4. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para Prodiakon Paroki

(31)

penguasaan lagu, liturgi, dan penyesuai bacaan juga merupakan hambatan yang dialami oleh prodiakon [Lampiran 4: (8)].

5. Hal-hal yang Mendorong untuk Menjadi Prodiakon Paroki

Prodiakon paroki di Wilayah St. Yusup ini ada yang sudah menjabat sebagai Prodiakon lebih dari 1 (satu) periode, bahkan ada yang sudah 3 (tiga) periode. Prodiakon paroki dapat dipilih dua periode secara berturut-turut, selang 1 (satu) periode bila umat menghendaki dan calon prodiakon bersedia untuk menjabat kembali sebagai prodiakon dapat dipilih kembali [Lampiran 4: (6)].

Alasan umat untuk bersedia menjadi prodiakon antara lain: prodiakon merupakan kebutuhan umat, sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada yang kuasa, kepercayaan dan pilihan umat setempat, kesanggupan untuk membantu dan melayani umat [Lampiran 4: (6)]. Kesediaan untuk menjadi Prodiakon juga didorong oleh semangat ingin belajar, membuat sesuatu menjadi lebih seimbang yaitu antara yang ilahi dan duniawi, membantu melayani Gereja (Imam), dan sebagai sarana untuk semakin dekat dengan Allah melalui doa-doa dan Kitab Suci [Lampiran 4: (6-7)].

C. Pemahaman Spiritualitas Kerasulan Awam dari Prodiakon Paroki di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo, Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu

(32)

Banyak kendala yang ditemukan dalam melakukan penelitian ini, waktu untuk bertemu kebanyakan pada malam hari antara jam 18.00-21.00. Hal itu karena pada siang masih bekerja, ada juga yang bekerja di sawah sampai sore hari. Selain itu ada juga yang memang sulit untuk ditemui karena memang sangat sibuk. Penulis memberikan gambaran tentang spiritualitas yang disketahui oleh para prodiakon di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo.

1. Pemahaman prodiakon tentang spiritualitas kerasulan awam

Banyak pemahaman tentang spiritualitas yang diungkapkan oleh kaum awam, diantaranya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan, cara orang memaknai rahamat dari Tuhan dan mewujudkannya dalam dalam tindakan, pandangan hidup dari umat dimana Allah menjadi sumber utama. Spititualitas merupakan pemahaman kerohanian dan agama, spiritualitas merupakan suasana hidup rohani yang tercermin dalam tindakan [Lampiran 4: (7)].

(33)

adalah bagaimana kita memaknai spiritualitas dan menghayatinya serta dapat merenungkan dalam hidup dan tindakan sehari-hari [Lampiran 3: (7)].

2. Kekhasan spiritualitas kerasulan awam dari Prodiakon

Banyak pemahaman tentang spiritualitas, mamun semua itu mengarah ke yang satu yaitu Allah sendiri. Kekhasan spiritualitas dari prodiakon dapat kita lihat dari pelayanannya, yaitu berkarya bagi sesama kaum awam untuk membantu kaum awam memahami Injil dan mewartakan Kabar Gembira kepada semua orang. Tanpa bantuan kaum awam terutama prodiakon, pelayanan Gereja kepada orang kecil akan sulit terjangkau. Dengan kelincahan dan ketrampilan yang dimilikinya, prodiakon berusaha menjadi pelayan bagi sesamanya walaupun berada di tempat yang terpencil yang tidak mungkin dijangkau oleh Romo yang mempunyai tugas sangat banyak.

(34)

BAB III

SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON PAROKI

Spiritualitas merupakan sesuatu hal yang tidak mudah untuk dipahami, untuk itu penulis memberikan gambaran tentang spiritualitas. Spiritualitas dapat dilihat di dalam Kitab Suci, baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama. Melalui kerasulan awam umat terlibat di dalam Gereja. Gereja tidak akan dapat berjalan tanpa kehadiran kaum awam. Ada banyak wadah bagi kaum awam untuk menyalurkan aspirasinya untuk Gereja. Keterlibatan kaum awam dalam hidup menggereja salah satunya adalah sebagai prodiakon paroki.

A. Pengertian Spiritualitas

Ada beberapa pandangan tentang spiritualitas. Pandangan tersebut dapat dilihat antara lain dalam Kitab Suci dan dalam tradisi Gereja. Untuk memahami tentang arti spiritualitas sebaiknya kita memahami dahulu tentang makna ‘roh’.

1. Pengertian Spiritualitas dalam Kitab Suci

(35)

Spiritualitas yang dimaksud adalah hidup memurut roh dan dibimbing oleh roh. Yang dimaksud “roh” adalah Roh Ilahi. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru kata “roh” dapat dikenakan pada Tuhan dan pada manusia.

a. Kitab Suci Perjanjian Lama

Kata “ruah” mempunyai banyak arti, antara lain “angin” atau “embusan”. Istilah “ruah” ditekankan pada pusat hidup manusia, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan. Dalam Perjanjian Lama “ruah” yang dikenakan pada manusia tidak boleh ditafsirkan sebagai “bagian”, melainkan dipahami secara utuh dalam hubungannya dengan Tuhan. Untuk spiritualitas, ‘roh’ menyebut pada Roh Ilahi. Roh merupakan ungkapan dinamika daya ilahi yang mempengaruhi ciptaan, ”ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Manusia dapat hidup berkat hembusan nafas yang ditiupkan(Go, 1990: 17).

Roh mengungkapkan kekuatan ilahi dan kehadiran Allah yang penuh daya di tengah umatNya dalam sejarah keselamatan seperti yang diungkapkan dalam Yeh 36:25-27.

(36)

menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturanKu dan melakukannya.Allah akan menjiwai hati manusia dengan roh Allah, sehingga umat akan memiliki kekuatan untuk hidup sesuai dengan sejarah dan ketetapan Allah dan Allah akan menanam hati dan semangat yang baru kedalam umatNya.

Roh ilahi menjadi pembaharuan yang menjadikan orang mampu melaksanakan hukum Allah dengan seksama (Go, 1990: 17). Kehidupan rohani setiap manusia perlu disegarkan. Melalui pembaptisan manusia disucikan untuk hidup seturut dengan roh Allah. Roh Ilahi akan bersemayan di dalam hati manusia, sehingga manusia dapat hidup seturut dengan kehendak Allah.

b. Kitab Suci Berjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru “roh” juga tidak boleh ditafsirkan secara terpisah melainkan sebagai ungkapan untuk hidup manusia baru dalam dan menurut Roh ilahi. Untuk pengertian spiritualitas “roh” dikenakan pada Roh ilahi.

Roh pembaharu yang dijanjikan dan dinantikan itu datang dalam diri Yesus Kristus pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atasNya (Mrk 1:10). Melalui pembaptisan berarti menerima Roh. Dengan pembaptisan menjadi satu tubuh dalam roh.

(37)

2. Pengertian Spiritualitas dalam Tradisi Gereja

Kehidupan orang-orang kristiani mempunyai iman yang bersifat “umum”. Mereka mewujudkannya dalam sikap hidup tertentu menurut inspirasi dari tokoh kesucian Gereja yang mereka imani dan menjadi teladan dalam hidupnya. Dalam mengikuti tokoh tersebut, maka mereka juga memberikan bentuk yang khusus kepada iman kristiani. Namun dalam sikap hidup tersebut sering kali hanya mengambil alih suatu peraturan hidup yang sudah ada dalam Gereja tanpa ada hubungan yang nyata dengan orang yang menciptakan peraturan tersebut (Jacobs, 1979: 200).

Dalam kekhususan bentuk hidup tersebut maka timbul apa yang disebut dengan “spiritualitas”. Praktek kehidupan tertentu berdasarkan pandangan tertentu, namun pandangan teologis yang melatarbelakangi praktek hidup tersebut tidak selalu jelas dan disadari secara eksplisit. Praktek kehidupan tersebut dapat menggerakkan dan mempersatukan suatu kelompok, yang pada akhirnya menjadi sumber inspirasi. Keseluruhan hidup tersebut sulit untuk dirumuskan dan dipahami, namun akan lebih baik jika disebut sebagai “spiritualitas”. Dengan kata tersebut menunjuk pada semangat (“spirit”). Dengan semangat tersebut tidak hanya menunjuk pada sikap batin, tetapi keseluruhan praktek hidup yang merupakan ungkapan dari semangat tersebut (Jacobs, 1979: 201).

(38)

pelaksanaan yang individual. Dalam menghayati dan melaksanakan iman kristiani, orang memanfaatkan pengalaman orang lain khususnya yang dikenal sebagai tokoh iman kristiani. Kehidupan orang tersebut dimanfaatkan sebagai pedoman dalam melaksanakan imannya (Jacobs, 1979: 202).

Dalam Ensiklopedi Gereja Katolik III, Heuken (1991: 106) mengatakan bahwa spiritualitas dapat dirumuskan sebagai hidup berdasarkan Roh Kudus yang mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih sebagai usaha untuk mengintegrasikan segala segi kehidupan ke dalam cara hidup yang bertumpu pada iman akan Yesus Kristus. Hal itu sebagai pengalaman iman Kristiani dalam situasi konkret masing-masing. Roh Kudus berperan penting dalam mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih kepada setiap manusia. Hal tersebut selalu bertumpu pada iman akan Yesus Kristus melalui perbuatan dan pengalaman iman dalam kehidupan sehari-hari.

DalamAwam dan Tata Dunia Medan Bakti Khas Awam,Riberu (1986: 5), mengatakan bahwa Spiritualitas yang dimaksud adalah keterarahan batin. Yang artinya terarah pada batin, dimana spiritualitas tersebut hidup dan bekerja dalam rohani kita. Dalam kasadaran ini ada sebuah panggilan bagi umat beriman. Kesadaran akan tugas panggilan masing-masing untuk menghayati iman dengan menjalankan panggilan kita masing-masing sebagai umat yang beriman.

(39)

konkret seseorang yang berusaha memperkembangkan hidupnya secara terus menerus dalam membangun relasi dengan Tuhan dan sesama.

Spiritualitas juga berkaitan erat dengan seseorang adalah hal bersikap, bertindak, cara memecahkan permasalahan hidup, mempertimbangkan dan mengambil keputusan dalam kehidupan. Dari ungkapan tersebut terlihat bahwa kehidupan seseorang dikuasai oleh suatu daya penggerak yang berasal dari Roh Allah, maka segala yang dilakukannya akan bermuara pada cinta Ilahi dan persatuan yang erat denganNya.

B. Pengertian Kerasulan Awam

Kehidupan kaum awan memiliki ciri tersendiri, yaitu semangat kerasulan awam. Kerasulan awam sangat erat dengan kehidupan kaum awam yang hidup di tengah Gereja dan masyarakat.

1. Arti Awam

(40)

Sebagian anggota Gereja berdasarkan jabatannya (imamat jabatan) termasuk klerus, sedangkan mereka yang mempunyai imamat umum kaum beriman termasuk awam. Pembatasan antara kaum awam dan klerus lebih bersifat fungsional. Tugas klerus diperuntukkan bagi pelayan suci bukan untuk urusan keduniawian. Menurut klasifikasi semua anggota Gereja tidak termasuk kalangan tahbisan awam, termasuk para biarawan-biarawati (LG 43).

Dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya sesuai dengan kehendak Allah. Kaum awam hidup ditengah dunia, yaitu dalam semua dan tiap jabatan serta kegiatan dunia serta dalam situasi kekuarga dan masyarakat. Mereka dipanggil Allah agar dalam menjalankan tugas khasnya dibimbing oleh semangat Injil, mereka ikut menyumbang pengudusan dunia laksana ragi. Dengan kesaksian hidup dan mencahayakan iman, harapan dan cinta kasih mereka memperlihatkan Kristus kepada orang lain. Tugas awam secara khusus adalah menerangi dan menata dunia dan semua yang berhubungan dengan mereka, sehingga selalu terjadi dan berkembang sesuai Kristus dan merupakan pujian bagi Pencipta dan Penyelamat (LG 24).

2. Arti Kerasulan

(41)

Kerasulan dijalankan dalam iman, harapan dan cinta kasih yang dicurahkan oleh Roh Kudus dalam hati semua anggota Gereja. Kerasulan meliputi kegiatan semua warga baik dalam Gereja maupun masyarakat sejauh terarah pada tujuan Gereja berupa evangelisasi dan pembangunan dunia. Bisa dikaitkan bahwa kegiatan Gereja merupakan kerasulan dan Gerejapun mempunyai segi kerasulan (kerasulan/kesaksian).

3. Makna Kerasulan awam

Kerasulan awam merupakan kerasulan seluruh Gereja. Kerasulan awam berarti penghayatan dan pengalaman (kesaksian) iman dalam fungsi dan situasi awam, khususnya dalam konteks tata dunia (KWI, 1995: 3). Kerasulan awam merupakan pengalaman hidup baik dalam lingkup Gereja maupun masyarakat luas.

Kerasulan merupakan peran serta dalam penyelamatan Gereja. Melalui permandian dan penguatan semua orang ditugaskan untuk menjalankan kerasulan. Akan tetapi khusus bagi awam dipanggil untuk menghadirkan dan mengaktifkan Gereja di tempat-tempat dan dalam keadaan dimana Gereja tidak dapat menjadi garam dunia terkecuali dengan perantaraan mereka (LG 33).

(42)

Kerasulan merupakan suatu usaha dimana Gereja sebagai “communio” orang beriman. Secara nyata mereka melaksanakan diri dalam masyarakat. Gereja tidak membedakan diri dalam dunia, melainkan melaksanakan diri dalam satu kesatuan yang erat dengan manusia yang lainnya (Jacobs, 1979: 221).

C. Pengertian Spiritualitas Kerasulan awam

Bagian ini membahas tentang pengertian kerasulan awam dalam dekrit Apostolicam Actuositatemserta bentuk bentuk kerasulan awam baik dalam Gereja maupun dalam masyarakat.

1. Spiritualitas Kerasulan Awam

Spiritualitas ada hubungannya dengan “Spiritus” yaitu Roh. Spiritualitas awam mengandaikan bahwa kaum awam menghayati dirinya sebagai wadah Roh Kudus. Setiap orang yang sudah dibaptis menjadi bait Roh Allah. Spiritualitas awam diperlukan agar kehadiran dan peran Roh Allah dalam diri kita sadari kembali. Kita dapat menghadirkan Kerajaan Allah dalam dunia jika Allah berkarya dalam diri kita melalui pelayaan.

(43)

Kerasulan awam hanya dapat terwujud apabila dilakukan dalam semangat Kristus yaitu dengan semangat cintakasih dan keadilan kristiani, yang berarti penuh tanggung jawab dan dapat dipercayai. Sikap kita hanya mencerminkan sikap Kristus, apabila kita secara nyata menunjukkan cinta dan kepribadian Yesus Kristus terutama kepada orang-orang miskin dan kecil, yang menderita, yang sakit, yang ditinggalkan dan dilupakan, serta mereka yang ditindas dan menderita ketidakadilan.

2. Spiritualitas Kerasulan Awam dalamApostolicam Actuositatem

(44)

3. Bentuk-bentuk Kerasulan Awam

Kaum awam menunaikan kerasulannya yang bermacam-macam dalam merasul. Kerasulan dapat dilaksanakan dalam lingkup Gereja maupun masyarakat. Kerasulan tersebut antara lain kerasulan jemaat-jemaat Gerejawi, kerasulan keluarga, kerasulan kaum muda, dan kerasulan lingkungan sosial.

a. Kerasulan jemaat-jemaat gerejawi

Kaum awam berperan dalam tugas Kristus, yaitu sebagai Imam, Nabi dan Raja, maka dari itu kaum awam aktif dalam kehidupan dan kegiatan Gereja. Kegiatan kaum awam sangat perlu karena tanpa peranan kaum awam, kerasulan para gembala tidak membuahkan hasil yang sepenuhnya. Para awam yang berjiwa kerasulan sejati berusaha menyegarkan semangat para gembala maupun umat beriman lainnya (AA 10, bdk. Konsili Vatikan II, 1991: 17).

Paroki memberikan teladan yang jelas kepada jemaat yaitu dengan menghimpun semua anggotanya menjadi satu ke dalam Gereja semesta. Para awam diharapkan membiasakan diri untuk bersatu dan bekerja sama dengan para imam di paroki (AA 10).

b. Kerasulan keluarga

(45)

Para suami-istri menjadi saksi iman bagi yang lain, bagi anak-anak dan kaum kerabat yang lain. Bagi anak-anak mereka menjadi pewarta iman dan pendidik yang pertama. Dengan teladan suami-istri membina anak-anak untuk pendidikan secara kristiani menjadi tanggung jawab orang tua dan pendidk.

Keluarga menerima perutusan dari Allah untuk menjadi bagian yang terkecil dalam masyarakat. Keluarga sebagai bagian dalam hidup masyarakat diharapkan juga mempunyai karya kerasulan untuk masyarakat. Kerasulan tersebut antara lain memungut anak-anak telantar, menerima para pendatang dengan murah hati, ikut mendampingi kaum muda terutama dalam persiapan perkawinan dan ikut berkatekese.

Di daerah-daerah yang baru menerima taburan Injil yang pertama, atau dalam tahap-tahap awal, keluarga kristiani yang hidupnya selaras dengan Injil dapat memberilkan kesaksian tentang kristus yang sangat berharga bagi masyarakat (AA 11, bdk. Konsili Vatikan II, 1991: 18).

c. Kerasulan kaum muda

(46)

Kehidupan kaum muda tidak dapat lepas dari orang dewasa. Hendaknya orang dewasa memberikan teladan serta nasihat yang bijaksana mendorong kaum muda untuk merasul. Di lain pihak kaum muda juga harus memupuk sikap hormat kepada orang dewasa. Mereka akan menjadi rasul yang pertama dan langsung bagi kaum muda (AA 12, bdk. Konsili Vatikan II, 1991: 20).

d. Kerasulan lingkungan sosial

Kerasulan di lingkungan merupakan usaha menjiwai mentalitas dan adat kebiasaan, hukum-hukum, serta tata susunan masyarakat dengan semangat kristiani. Di dalam lingkungan ini kaum awam memiliki peran yang sangat penting terutama dalam membantu sasama saudara di dalam pekerjaan, studi, perumahan, atau dalam paguyuban setempat. Dengan kasih persaudaraan kaum awam ikut menanggung kondisi-kondisi kehidupan, jerih payah, duka derita, dan aspirasi-aspirasi sesama saudara. Dengan demikian lambat laun menyiapkan hati semua orang bagi karya rahmat yang menyelamatkan.

Kerasulan harus ditunjukkan kepada semua orang yang berada dalam lingkungan tersebut. Kaum awam juga bermaksud ikut mewartakan Kristus secara lisan kepada sesama. Banyak orang yang hanya dapat mendengarkan Injil tentang Kristus melalui para awam tetangga mereka (AA 13, bdk. Konsili Vatikan II, 1991: 21-22).

D. Kekhasan Spiritualitas Kerasulan Awam bagi Prodiakon

(47)

perorangan. Ada banyak bentuk kerasulan yang dapat dijalankan oleh kaum awam, salah satunya adalah sebagai prodiakon paroki. Istilah prodiakon biasa digunakan di beberapa keuskupan, seperti Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bandung, Keuskupan Purwokerto dan keuskupan lain di Indonesia. Namun ada beberapa Keuskupan lain yang menggunakan istilah lain, seperti Asisten Imam atau Asisten Pastoral (Martasudjita, 2010: 10)

1. Pengertian Prodiakon Paroki

Prodiakon adalah orang-orang awam yang ditugaskan oleh uskup untuk membantu menerimakan Tubuh Tuhan (komuni) dalam rangka perayaan Ekaristi, liturgi sabda, dan kepada orang sakit serta memimpin ibadat non-sakramental dan tanpa (memberikan) berkat (Martasudjita, 1997: 12).

(48)

2. Sejarah Prodiakon Paroki

(49)

yang ditunjuk atau terpilih diberi namadiakon awam.Tugas pokok diakon awam adalah membantu imam untuk membagikan Komuni. Jangka waktu yang diberikan kepada diakon awam adalah satu tahun, sebagaimana ditentukan Vatikan (Prasetya, 2007: 32, bdk. Siswata, 1991: 11).

Kehadiran diakon awam ini dirasa sangat membantu kehidupan umat beriman Katolik, terutama dalam kegiatan liturgi dan peribadatan. Namun demikian, ada masalah yang muncul berkaitan kehadiran dan keberadaan diakon awam. Yang pertama umat beriman Katolik merasa tidak puas kalau memerima komuni dari tangan diakon awam, atau merasa tidak puas kalau ibadat hanya dipimpin oleh seorang diakon awam. Yang kedua sebutan diakon awam ini rancu dengan status diakon tertahbis, yang masuk dalam kalangan Hirarki ”Istilah diakon awan merupakan sebutan istimewa yang bisa dikategorikan masuk dalam contradicito in terminis, karena istilah diakon dalam kamus Gereja hanya digunakan bagi orang yang ditahbiskan bagi jabatan diakonat sehingga orang tersebut dimasukkan ke dalam kelompok klerus dan Hirarki dan tidak lagi seorang awam. Bagaimana mungkin ada seorang awam yang diakon dan diakon yang awam? (Prasetya, 2007: 33-34).

(50)

atau kekal dan universal. Sedangkan diakon paroki adalah seorang awam serta melakukan tugasnya hanya sementara, selama tiga tahun dan untuk tempat atau paroki tertentu (Prasetya, 2007:34, bdk. Siswata, 1991: 12).

Istilah diakon paroki sebenarnya mau menegaskan bahwa awam yang ditugaskan ini diambil dari paroki dan dibaktikan bagi pelayanan paroki tertentu. Istilah diakon paroki ini masih menimbulkan masalah, yaitu bukan karena sikap umat beriman katolik yang menolak keberadaannya, tetapi lebih berkaitan dengan status Diakon tertahbis. Tugas pokok diakon paroki kurang lebih sama dengan diakon awam, yaitu membantu Imam dalam membagikan Komuni. Selain tugas pokok tersebut, masih ada tugas-tugas lain yang diberikan Pastor Paroki, misalnya memimpin ibadat sabda, memimpin upacara perkawinan, memberkati pertunangan dan memberkati rumah (Prasetya, 2007: 35).

(51)

tugas pelayanan dalam Gereja sebagai ganti diakon. Namun tidak berarti prodiakon sama dengan diakon. Seorang prodiakon bagaimanapun juga bukan seorang diakon tertahbis. Keberadaan dan jati diri prodiakon paroki bersifat sementara, yaitu selama tiga tahun, dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai dengan kondisi diri sendiri atau kebijakan prodiakon. Prodiakon paroki diharapkan tetap berdomisili di paroki ia bertugas (Prasetya, 2007: 35, bdk. Siswata, 1991: 11).

Selama ini ada kecenderungan, babwa yang boleh menjadi prodiakon paroki hanyalah bapak-bapak dan mereka yang sudah berkeluarga. Perlu disadari dan diketahui bersama bahwa keterlibatan kaum awam menjadi prodiakon paroki dapat dilakukan oleh siapa saja asalkan memenuhi kriteria atau syarat-syarat yang ditentukan, baik bapak-bapak, ibu-ibu, maupun mereka yang belum menikah atau masih berstatus lajang (Prasetya, 2007: 36).

3. Bentuk-bentuk Pelayanan Prodiakon Paroki

Dalam rangka mengembangkan Gereja sebagai Umat Allah yang kehidupan dan perkembangannya ditentukan oleh seluruh umat beriman Katolik, Gereja perlu mengikutsertakan, mengembangkan dan memberdayakan kaum awam. Kaum awam diberi tempat dan kesempatan yang berguna bagi Gereja, khususnya mengembangkan iman antar umat beriman katolik itu sendiri (Prasetya, 2007: 38).

(52)

sebagai wakil Uskup. Pelaksanaan tugas pelayanan prodiakon paroki ada dalam kesatuan reksa pastoral paroki dibawah koordinasi Pastor paroki. Hal ini berarti bahwa prodiakon paroki tidak boleh mengambil keputusan dan bertindak sendiri, tetapi diharapkan memperhatikan juga kebijakan pastoral paroki dan diharapkan berkoordinasi dengan Pastor paroki. Tugas prodikon tersebut antara lain membantu iman dalam perayaan Ekaristi, memimpin liturgi sabda pada hari Minggu, dan memimpin ibadah sabda.

a. Membantu Imam dalam perayaan Ekaristi

Salah satu tugas pokok prodiakon adalah membantu imam dalam membagikan Tubuh Kristus dalam perayaan Ekaristi. Prodiakon paroki hanya diperbolehkan membagikan Komuni dimana prodiakon paroki terserbut diangkat/dilantik. Selain dalam perayaan Ekaristi, prodiakon juga mengirim komuni kepada umat beriman Katolik yang berusia lanjut atau sakit, namun hal itu perlu memberitahukan kepada Pastor paroki bahwa orang tersebut memang pantas untuk dikirim Komuni (Prasetya, 2007: 38-39).

b. Memimpin Liturgi Sabda pada hari Minggu

Ada banyak stasi atau wilayah di paroki yang pada hari Minggu tidak dapat mengadakan perayaan Ekaristi. Situasi wilayah seperti itu biasanya karena jaraknya jauh dari pusat paroki, atau kurangnya tenaga Imam. Ada juga wilayah yang hanya dapat mengadakan Ekaristi dua minggu atau satu bulan sekali.

(53)

kesempatan itu biasanya para prodiakon juga memberikan homili. Hal itu dilakukan untuk memberikan semangat, penghiburan dan juga peneguhan bagi umat wilayah tersebut (Prasetya, 2007: 41)

c. Memimpin Ibadat Sabda

Di paroki-paroki banyak kegiatan peribadatan yang dipimpin oleh prodiakon paroki, misalnya: pertunangan, pemberkatan rumah, pemakaman, peringatan orang yang sudah meninggal dsb, hal itu menunjukkan bahwa kehadiran prodiakon memang sangat dibutuhkan. Dalam acara doa, baik pribadi (keluarga) maupun bersama (wilayah), prodiakon yang banyak berperan.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan juga bagi kaum awam yang lain diperbolehkan memimpin ibadat. Kehadiran prodiakon dimaksudkan untuk membantu umat dan tidak dimaksudkan untuk menyingkirkan keterlibatan umat beriman yang lain dalam suatu peribadatan (Prasetya, 2007: 41).

4. Spiritualitas Kerasulan Awam bagi Prodiakon

Dalam usaha menyadari dan menghayati keberadaan dan jati dirinya, para prodiakon paroki perlu meneladan dan menumbuhkan keutamaan-keutamaan yang dalam hidup sehari-hari yang menjadi spiritualitas dalam menjalankan tugas perutusan sebagai prodiakon paroki.

(54)

dan semakin berkembang dalam iman, harapan dan kasih. Spiritualitas tersebut antara lain tugas prodiakon merupakan panggilan hidup, prodiakon paroki meneladan semangat diakon tertahbis, prodiakon paroki sebagai orang beriman, prodiakon paroki sebagai anggota sebuah keluarga, prodiakon paroki sebagai anggota dan pelayan umat, prodiakon paroki adalah pelayan Yesus Kristus.

a. Tugas prodiakon merupakan panggilan hidup

Menjadi seorang prodiakon merupakan sebuah panggilan hidup yang suci, karena Allah sendiri yang memanggil untuk melayani Allah melalui tugas pelayanan yang dipercayakan oleh Uskup atas nama Gereja. Didalam lingkup Gereja kita mengenal pelayan tertahbis yaitu imam dan tak tertahbis yaitu kaum awam. Kesemuanya ikut ambil bagian dalam imamat Yesus Kristus dengan cara dan bentuk yang berbeda. Bukan hanya para imam yang menjadi pelayan liturgi namun kaum awam juga menjadi pelayan liturgi. Didalam liturgi kaum awam berperan sebagai prodiakon, putera altar, lektor, paduan suara atau koor, dsb. Mereka sungguh-sungguh menjadi pelayan liturgi sehingga perayaan menjadi lebih hidup (Martasudjita, 2010: 28).

(55)

b. Prodiakon paroki meneladan semangat diakon tertahbis

Prodiakon paroki dipilih untuk untuk melaksanakan sebagian tugas dari Diakon tahbisan. Dengan demikian prodiakon paroki juga diharapkan memiliki semangat para Diakon. Diakon ditahbiskan untuk jabatan pelayanan, baik pelayanan liturgi maupun pelayanan sabda yang juga dilaksanakan bersama Uskup dan para Imam (Siswata, 1991: 16).

Seorang Diakon mendapatkan kelimpahan Roh Kudus. Ia membantu tugas Uskup dan para Imam sebagai pewarta sabda. Diakon merupakan abdi bagi sesamanya. Selain itu Diakon juga sebagai pelayan altar serta mewartakan Injil. Ia juga bertugas memimpin ibadat, memimpin liturgi pembaptisan, perkawinan serta mengirim komuni kepada orang sakit dan jompo. Diakon merupakan pelayan Yesus Kristus dan sesamanya ia harus hidup selaras dengan kehendak Allah, melayani Allah dan sesamanya dengan penuh kasih dan kegembiraan. Seorang Diakon melaksanakan tugas sebagai murid Kristus, yang datang untuk melayani bukan untuk dilayani (Siswata, 1991: 17).

Prodiakon paroki diharapkan hidup selaras dengan kehendak Allah, melayani Allah dan sesama dengan penuh kasih dan sukacita. Prodiakon paroki juga diharapkan menghindari hal-hal yang menyebabkan sandungan kesucian sebagai umat katolik (Prasetya, 2007: 54).

c. Prodiakon paroki sebagai orang beriman

(56)

untuk dirinya sendiri. Semangat pembaptisan merupakan dasar dalam kehidupan, yang berati dalam kehidupannya meninggalkan dosa dan hidup seturut dengan kehendak Allah (Rm 6: 1-14). Kiranya ini merupakan salah satu perwujudan dari orang yang sungguh-sungguh beriman (Siswata, 1991: 18).

Prodiakon paroki diharapkan terbuka terhadap kehadiran dan sapaan dari Allah serta menanggapi tawaran tersebut baik bagi dirinya sendiri maupun bagi umat yang lainnya.

d. Prodiakon paroki sebagai anggota sebuah keluarga

Prodiakon Paroki pada umumnya merupakan seorang anggota keluarga, baik itu seorang Bapak atau Ibu atau seorang bujang dalam sebuah keluarga. Pemilihan dan pengangkatan prodiakon paroki juga menyangkut seluruh anggota keluarga. Yang mempunyai nama baik diharapkan semua anggota keluarga, bukan hanya pribadi prodiakon itu sendiri. Seluruh anggota keluarga diharapkan menjadi keluarga yang beriman (Siswata, 1991: 18).

e. Prodiakon paroki sebagai anggota dan pelayan umat

(57)

utama dari prodiakon paroki adalah sebagai pelayan Komuni. Sebagai pelayan Komuni, seorang prodiakon pertama-tama harus menjadi pelayan persekutuan Umat beriman. Prodiakon terpilih untuk ikut serta membangun dan memperkokoh persekutuan (Komunio). Jadi yang dimaksud komuni disini bukan semata-mata roti dan anggur yang telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam/karena Doa Syukur Agung, tetepi lebih kepada Persekutuan Umat beriman. Komuni, arti aslinya adalah persekutuan umat beriman (Siswata, 1991: 19).

f. Prodiakon paroki adalah pelayan Yesus Kristus

Tugas prodiakon paroki pertama-tama adalah membantu membagikan Komuni (Tubuh Kristus) pada waktu perayaan Ekaristi maupun di luar perayaan Ekaristi ini berarti prodiakon menjadi pelayan Yesus Kristus. Untuk itu diharapkan prodiakon paroki mempunyai semangat hidup seperti Yesus Kristus sendiri, maka prodiakon perlu sekali mengenal Yesus Kristus.

(58)

g. Prodiakon paroki tetap bersemangat awam

Prodiakon paroki adalah seorang awam dan bukan anggota hirarki, walaupun dia seorang pembantu Uskup dan Pastor Paroki. Dalam Gereja istilah “awam” dikenakan bagi semua orang yang sudah dibaptis yang tidak ditahbiskan. Setiap orang beriman mempunyai caranya sendiri untuk ambil bagian dalam tritugas pokok Yesus yaitu sebagai Imam, Nabi, dan Raja. Kekhasan para awam terletak pada sifat keduniaannya. Para awam diharapkan mencari kerajaan Allah dengan mengurus hal-hal duniawi dan mengurusnya sesuai dengan kehendak Allah. Para awam diharapkan juga ikut terlibat dalam tugas-tugas hirarki. Sebab Gereja tidak akan dapat berjalan tanpa kehadiran para awam di ladang Tuhan (Siswata, 1991:21-22).

5. Syarat-syarat Prodiakon Paroki

Keberadaan prodiakon paroki sangat strategis di kalangan umat beriman katolik dan tugas Gereja. Untuk menjaga kualitas hidup dan tugas perutusannya diperlukan suatu syarat untuk mendukung tugas tersebut. Syarat-ayarat tersebut antara lain memiliki nama baik, diterima umat setempat dan memiliki penampilan yang layak.

a. Memiliki nama baik

(59)

Nama baik bukan hanya mencakup kepribadian dan tingkah laku yang baik, namun juga hidup iman kepercayaan serta pandangan dan ajaran iman yang sehat dan utuh. Jika seorang calon prodiakon merasa masih dangkal dalam hal pengetahuan dan iman tidaklah menjadi masalah karena hal tersebut dapat dipelajari sambil menjalankan tugasnya (Martasudjita, 2010: 19).

b. Diterima oleh umat setempat

Seorang prodiakon hendaknya merupakan pribadi yang diterima oleh umat beriman katolik setempat atau Lingkungan tempat ia tinggal dan hidup bersama dengan umat. Ia diterima karena perilakunya yang baik serta kepribadian yang baik pula. Prodiakon paroki harus dapat memberikan teladan kepada umat setempat (Prasetya, 2007: 46).

Selain itu ia juga diterima umat karena watak dan karakternya yang seimbang dan mampu menjadi penengah bagi saudara-saudarnya dalam suatu perbedaan. Umat menerimanya karena kemampuannya yang memadai, komitmen yang tinggi dan memiliki keutamaan-keutamaan sebagai tokoh umat (Martasudjita, 2010: 20). Seorang prodiakon dipandang mampu oleh umat setempat untuk dapat melaksanakan tugas petutusan ini.

c. Mempunyai penampilan layak

(60)

memberikan nilai yang lebih, terutama di hadapan umat. Selain itu umat akan semakin yakin dengan prodiakon sebagai pemimpin umat.

(61)

BAB IV

USULAN PROGRAM KATEKESE MODEL SCP

UNTUK MENINGKATKAN SPIRITUALITAS KERASULAN AWAM BAGI PRODIAKON PAROKI

DI WILAYAH ST. YUSUP SENDANGSARI-SENDANGREJO, PAROKI ST. PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA

Untuk meningkatkan semangat pelayanan para prodiakon paroki khususnya di Wilayah St. Yusup Sendangsari-Sendangrejo, perlu direncanakan suatu program kerja secara matang. Dengan adanya program yang sistematis maka tujuan akan dapat tercapai dengan lebih baik pula. Program disini diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai suatu tujuan, demi pelayanan prodiakon agar menjadi lebih baik. Dalam program ini akan diuraikan tentang gambaran umum mengenai katekese. Adapun katekese yang digunakan dalam program pendampingan ini adalah katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

A. Gambaran Umum tentang Katekese

(62)

1. Pengertian Katekese

Katekese sebagai salah satu bentuk kegiatan yang melayani sabda Allah Dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes Paulus II menjelaskan katekese sebagai pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud mengantar para pendengar pada kepenuhan hidup Kristen (CT 18).

Katekese merupakan usaha-usaha dari pihak Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam katekese ini terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan dan pendewasaan iman. para anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, khususnya mencakup penyampaian ajaran iman Kristiani yang disampaikan secara terorganisasi dan sistematis sehingga dapat memasuki kepenuhan hidup Kristiani (Telaumbanua, 1999: 4-5).

(63)

2. Tujuan Katekese

Dari hasil Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan Se-Indonesia II (PKKI II) yang dilaksanakan di Sindanglaya menghasilkan gagasan tentang Katekese Umat yang menjadi dasar dari Arah Katekese di Indonesia.

Katekese diartikan sebagai komunikasi iman (penghayatan iman) anytar anggota jemaat yang saling membantu sehingga iamn masing-masing semakin diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Dalam katekese ini yang ditekankan adalah penghayatan iman, walaupun pengetahuan tidak dapat dilupakan dan dalam katekese ini diperlukan suatu perencanaan yang matang (Huber, 1981: 10). Dari hasil pertemuan tersebut ada lima (5) tujuan katekese yang dapat dirumuskan, sbb (Huber, 1981: 11):

- Supaya dalam terang Injil kita semakin menyelami arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari

- Kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin mmenyadari kehadiranNya dalam kenyataan hidup sehari-hari

- Dengan pertobatan kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan semakin dikukuhkan dalam hidup kristiani

- Dengan pertobatan kita semakin bersatu dengan Kristus, semakin menjemaat, semakin tegas mewujudkantugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta

- Sangggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam kehidupan ditengah masyarakat.

3. Tugas Katekese

(64)

a. Katekese memberitakan Sabda Allah

Katekese menghadirkan sabda Allah agar manusia bertemu secara pribadi dengan Kristus. Yesus Kristus. Katekese bersifat Kristosenteis, yaitu Yesus Kristus dalam kepenuhan pribadiNya adalah pusat dari katekese. Seorang pewarta/tenaga pastoral perlu menyadari secara sungguh-sungguh bahwa ia mewartakan Kristus. Pewarta/tenaga pastoral adalah alat dari Kristus sendiri agar tercipta pertemuan secara pribadi antar manusia dengan Allah sendiri (Telaumbanua, 1999: 9).

Dalam katekese kita tidak dapat terlepas dari Kitab Suci. Kitab Suci memuat berita tentang penyelamatan umat manusia dari Allah yang berpuncak kepada Yesus kristus sendiri. Dalam diri Yesus Kristus puncak segala wahyu terpenuhi dan disitulah arti hidup setiap manusia dapat dilihat. Sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus merupakan peristiwa penyelamatan manusia menuju pertemuan pribadi dengan Allah Tritungga (Telaumbanua, 1999: 9).

b. Katekese mendidik umat beriman

(65)

tertentu menjadi manusia rohani yang hidup lebih berkenan di hadapaan Allah. Dalam perkembangan imn ini membutuhkan suatu proses pendewasaan. Ada tiga hal yang berperan dalam proses pendewasaan iman yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif, dan dimensi operatif (Telaumbanua, 1999: 11).

1) Dimensi kognitif

Melalui pendalaman pengetahuan dan keyakinan iman yang memungkinkan orang beriman untuk mengevaluasi atas keputusan imannya utuk mencapai kedewasaan, kematangan, dan kebijaksanaan sikap serta pengetahuan dalam mempertanggungjawabkan imannya (eling lan waspada) (Sumarno Ds, 2007: 2). Dalam berkatekese disajikan pemahaman agar orang semakin yakin dan bertanggung jawab atas imannya.

2) Dimensi afektif

(66)

3) Dimensi operatif

Melalui bentuk tingkah laku dan tindakan yang khas untuk memperjuangkan imannya dan memberikan kesaksian sebagai orang kristiani yang dewasa (hangrungkebi) (Sumarno Ds, 2007: 2) . Dalam katekese perlu diberikan contoh-contoh yang nyata sehingga umat memungkinkan untuk mewujudnyatakan imannya dalan kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kehidupan Gereja maupun bermasyarakat (Telaumbanua, 1999: 10). Tindakan dan perbuatan seorang dalam kehidupan merupakan wujud nyata dari penghayatan iman.

c. Katekese Mengembangkan Gereja

Katekese merupakan salah satu usah untuk mengukuhkan persaudaraan gerejawi. Perkembangan Gereja sangat tergantung pada usaha-usaha katekese dalam menyebarkan karya penyelamatan Allah kepada manusia. Melalui katekese Gereja semakin diperbaharui melalui pembangunan jemaat di tengah zaman yang terus berubah. Adapun katekese yang sering digunakan adalah katekese umat (Telaumbanua, 1999: 10).

4. Kekhasan Katekese

(67)

pengertian yang lebih mendalam dan lebih sistematis tentang pribadi maupun amanat Tuhan kita Yesus Kristus (CT 19). Maka katekese menghantar umat pada penghayatan iman berdasarkan kenyataan-kenyataan hidup nyata. Katekese juga membimbing dan membina umat beriman agar semakin mendalam dan mantap mengikuti Yesus Kristus.

Selain itu, katekese yang dikenal dengan katekese umat yang menjadi kekhasan adalah pembinaan iman (pendalaman iman). Katekese umat sering disebut katekese dari umat, oleh umat dan untuk umat (Huber, 1981: 15). Dalam katekese umat semua peserta aktif berfikir, aktif berbicara, dan aktif mengambil keputusan. Umat menjadi subjek dalam katekese. Umat sungguh menjadi partisipan dalam katekese umat. Katekese umat membutuhkan rasa percaya diri, kepribadian, dan marabat seseorang.

5. Katekese Umat

(68)

Yang berkatekese adalah umat sendiri, pembina/pendamping berfungsi untuk memperlancar dan mengarahkan (Telaumbanua, 1999: 11; bdk. Huber, 1981: 15)

Dalam katekese umat, kita bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersbda kepada kita dan pengantara kita dalam menanggapi sabda Alllah. Yesus Kristus berperan sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang tradisinya (Telaumbanua, 1999: 87; bdk. Huber, 1981: 15).

Dalam katekese umat ini yang berkatekese adalah umat sendiri, yaitu semua orang beriman yang secara pribadi memilih Kristus. Kristus menjadi pola hidup pribadi maupun pola hidup kelompok. Yang berkatekese adalah seluruh umat yang berkumpul dalam kelompok-kelompok basis maupun sekolah atau perguruan tinggi. Penekanan pada seluruh umat ini merupakan salah satu unsur yang memberi arah katekese sampai pada saat ini. Penekanan peran umat pada katekese sesuai dengan peranan umat pada pengertian Gereja yang universal (Telaumbanua, 1999: 87)

Dalam katekese yang mengumat ini, pemimpin/pendamping bertindak sebagai fasilitator, yaitu mengarahkan dan memperlancar jalannya pertemuan. Ia berperan sebagai pelayan yang menciptakan suasana komunikatif antar peserta. Ia membangkitkan gairah supaya para peserta dapat berbicara secara terbuka. Katekese umat menerima banyak jalur dalam katekese (Telaumbanua, 1999: 87).

(69)

menghargai dan mendengarkan pengalaman iman dari peserta lain. Proses katekese ini sebaiknya dilaksanakan terencana dan berkesinambungan (Telaumbanua, 1999: 88).

Katekese merupkan komunikasi iman yang bertujuan supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman kita dalam hidup sehari-hari sehingga kita bertobat kepada Allah dan semakin menyadari kehadiranNya dalam kenyataan hidup Kristiani kita. Dengan demikian kita semakin sempurna dalam iman, harapan dan dapat mengamalkan cinta kasih sehingga kita sanggup memberikan kesaksian iman tentang Kristus dalam hidup kita sehari-hari (Telaumbanua, 1999: 88).

Dengan demikian tujuan katekese selain bersifat personal dalam arti mengembangkan iman secara pribadi, tetapi juga secara menyeluruh yakni bagi kepentingan Gereja dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu katekese umat menjadi sarana yang menumbuhkan iman umat, sebab beriman tidak lain menerima Allah dalam hidup nyata (Komkat KWI, 2002: 12).

B. KatekeseModel Shared Christian Praxis

(70)

dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan baru (Sumarno Ds, 2007: 15)

1. Komponen utama dalamShared Christian Praxis

Katekese model SCP ini memiliki tiga komponen pokok yaitu Shared, Christian dan Praxis. Selain itu SCP juga memiliki lima langkah yang saling berkaitan satu sama lain.

a. Shared

Istilah shared diartikan sebagai komunikasi dua arah, sikap partisipatif, kritis dan terbuka bagi semua peserta. Dalam sharing ini para peserta diharapkan dapat berkomunikasi dengan hati (Groome, 1997: 4).

(71)

Agar sharing dapat berjalan dengan baik perlu adanya sikap cinta akan dunia dan manusia yang menjadi dasar berkomunikasi, sikap kerendahan hati mau menerima dan memberi pengalaman pribadi, pengalaman iman yang mendalam yang melibatkan kepercayaan pada orang lain dengan jujur dan terbuka.

b. Christian

Katekese model SCP ini mengusahakan agar kekayaan iman kristiani menjadi relevan sepanjang sejarah dan Visinya untuk peserta zaman sekarang. Kekayaan iman yang ditekankan dalam model SCP ini ada dua hal yaitu pengalaman hidup iman kristiani sepanjang sejarah (Tradisi) dan Visinya. Tradisi meliputi seluruh corak kehidupan kristiani, Kitab Suci, ajaran Gereja resmi, tafsir, ibadat, sakramen, simbol, ritus dan sebaginya yang menjadi ekspresi iman umat akan pengalaman hidupnya berhadapan dengan Allah (Sumarno Ds, 2007: 17).

Visi dalam Gereja tidak dapat terlepas dari tradisi, karena Visi bukan sekedar suatu pengetahuan saja, tetapi suatu kenyataan hadirnya isi dari suatu Tradisi. Visi merupakan hadirnya kenyataan jawaban manusia akan janji Allah yang terwujud dalam sejarah atau Tradisi (Sumarno Ds, 2007: 17).

c. Praxis

(72)

tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk merubah hidup yang meliputi satu kesatuan antara praktek dan teori yang menghasilkan kreativitas, antara kesadaran historis dan refleksi kritis yaitu keterlibatan baru (Sumarno Ds, 2007: 15; bdk. Groome, 1997: 2).

Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan satu sama lain. Ketiga unsur tersebut adalah aktivitas, refleksi, dan kreativitas. Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya merupakan medan masa kini untuk perwujudan diri manusia. Karena bersifat historis, aktivitas hidup manusia perlu ditempatkan dalam konteks waktu dan tempat tertentu. Refleksi, unsur ini menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial dalam masa lampau, terhadap praxis pribadi dan kehidupan bersama masyarakat terhadap Tradisi dan Visi iman kristiani sepanjang sejarah. Kreativitas, merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan dengan praxis baru (Sumarno Ds, 2007: 15, bdk. Groome, 1997: 2).

2. Langkah-langkah dalamShared Christian Praxis

Referensi

Dokumen terkait