EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN HERNIA INGUINALIS
DI RS. Dr. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JUNI - OKTOBER
TAHUN 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Chrisye Dewi Puspita NIM : 058114072
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN HERNIA INGUINALIS
DI RS. Dr. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JUNI - OKTOBER
TAHUN 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Chrisye Dewi Puspita NIM : 058114072
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii SKRIPSI
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN HERNIA INGUINALIS
DI RS. Dr. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JUNI - OKTOBER
TAHUN 2008
Yang diajukan oleh :
Chrisye Dewi Puspita
NIM : 058114072
Telah disetujui oleh :
Pembimbing :
dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes
v
Betapa mulia dan sungguh ajaib perbuatan Tuhan
Ketik a debu dijadik an berharga dimat aNy a
Buk an k arena ak u k uat mak a ak u hebat
k arena Al lah y ang memilik ik u
JanjiNy a pasti
Jik a esok ak u tak bisa menjanjik an matahari ak an terbit
Tapi y ang k utahu hari ini dan selamany a,
Al lah mencintaik u
Kuper sembahkan kary a ini unt uk :
Al l a h Ba p a
I ni Tuhan janjiM u
Ay a h d a n Ib u k u
S etiap perjuangan yang mereka berikan untukku
I tulah kekuatanku
vi PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, karena dengan penyertaannya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Evaluasi
Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada Pasien Hernia Inguinalis Terhadap
Lama Perawatan Pasien di RS. Dr. Moewardi Surakarta Periode Juni –
Oktober Tahun 2008” ini dengan baik.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan
Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal
yang mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan ijin
bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah
berkenan memberikan ijin penelitian.
3. Dokter Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia memberikan bimbingan, saran dan dukungan dalam proses
vii
4. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. dan Yosef Wijoyo, M.Si., Apt selaku dosen
penguji yang telah bersedia memberikan waktu dan dukungan dalam ujian
skripsi.
5. Kepala Bagian Pendidikan dan Penelitian Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta atas bantuan selama proses pengambilan data.
6. Kepala dan Staf Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
yang telah memberikan pengarahan dan membantu proses pengambilan data
penelitian.
7. Kepala bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta yang
telah membantu dalam proses pengambilan data penelitian.
8. Bapak dam Ibu yang telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi
penulis, serta setiap perjuangan dan doa yang tulus sepanjang hidup penulis.
9. Andrean Wahyu Purnomo, SE dan dr. Dhedy Alther Wicaksono, kedua kakak
yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis.
10.Obet dan Ratih atas setiap kasih, doa dan dukungan pada penulis.
11.Yustinus Adi Nugraha, ST terima kasih untuk setiap waktu, dukungan,
perhatian, kasih sayang dan kesetiaan pada setiap kesempatan terutama
dalam menyusun skripsi ini.
12.Dewi, Sukma, Detta, Vika, Sita, Bambang, Vita, Ragil, Presti, dan teman –
teman yang belum kusebut namanya, yang selau mendukung dan memberikan
viii
13.Teman-teman kelas B angkatan 2005 dan teman-teman kelas FKK angkatan
2005, yang telah mendukung dan memberi semangat selama penelitian dan
penyusunan laporan skripsi ini.
14.Teman – teman kos Sariayu Maya, Mena, Aster, Pipit, Esti, dan Ika atas setiap
kebersamaan dan dukungan yang diberikan.
15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang baik secara
langsung maupun tidak langsung ikut membantu dalam penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini.
Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 19 Juli 2009
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Juli 2009
Penulis
x
INTISARI
Hernia inguinalis dapat terjadi pada semua umur, baik tua maupun muda. Pada orang dewasa, hernia terjadi karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena faktor usia. Pengobatan hernia inguinalis yang paling sering dilakukan adalah dengan melakukan operasi. Sebagai profilaksis, pasien akan diberi terapi antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika sebagai profilaksis pada operasi hernia pada pasien dirumah sakit Dr. Moewardi Surakarta sehingga diharapkan dapat mengetahui jenis antibiotika dan penggunaannya yang tepat agar proses pengobatan berjalan optimal.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan evaluatif yang bersifat retrospektif melalui rekam medik pasien post operasi hernia inguinalis yang ada di RS. Dr Moewardi Surakarta pada periode bulan Juni – Oktober 2008.
Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis adalah waktu pemberian antibiotika pre operasi yang tidak tepat. Terdapat 1 kasus dengan waktu yang tepat yaitu ½-1 jam sebelum operasi, delapan kasus dengan penggunaan antibiotika pada waktu yang tidak tepat dan sepuluh kasus yang tidak mendapatkan antibiotika pre operasi. Antibiotika yang dipakai antara lain ceftriakson, cefotaxim, ciprofloxacin dan metronidazol. Sebagai profilaksis pre operasi dipakai antibiotika cefotaxim dan ceftriakson.
xi ABSTRACT
Hernia occurs of all age, either old or young. For adult, hernia come because a high pressure on stomach cavity and weakness muscle wall of stomach because of age factor. One of treatment hernia that often to do is with surgical operation. As prevention, patient will be given antibiotic to prevent an infection. the purpose of this research is to evaluate about using antibiotic as prevention for hernia inguinal surgical process patients’ in RS. Dr. Moewardi Surakarta so it can directed the type of antibiotic and the right using, then the treatment can be optimal.
This research was non-experimental research with the retrospective – evaluative research draft using post surgical hernia inguinal patients’ medical record in RS. Dr. Moewardi Surakarta period June – October 2008.
The evaluation of using antibiotic prophylaxis was about time to use antibiotic pre operation uncorrectly. There is a case with correct time that is ½-1 hour before operation, eight cases with uncorrect time and 10 cases without antibiotic pre operation. The antibiotic which is used that if ceftriaxon, cefotaxim, ciprofloxacin and metronidazol. As prophylaxis pre operation is used cefotaxim and ceftriaxon.
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. iii
HALAMAN PENGESAHAN……….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……… v
PRAKATA……….... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. ix
INTISARI……….. x
ABSTRACT………. xi
DAFTAR ISI……….. xii
DAFTAR TABEL……….. xvi
DAFTAR GAMBAR ..……….. xx
DAFTAR LAMPIRAN ………. xxi
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang………....……….
1. Permasalahan………...……….
2. Manfaat penelitian………...……….
a. Manfaat teoritis………...……….
1
2
3
xiii
b. Manfaat praktis………...……….
3. Keaslian penelitian………...……….
B. Tujuan Penelitian………....……….
3
4
4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hernia Inguinalis……….……….
1. Definisi hernia………..……….
2. Macam – macam hernia………...……….
3. Hernia Inguinalis………...………
4. Etiologi ……..………...………
5. Manifestasi klinis……….……….
B. Antibiotika………..……….
1. Definisi antibiotika………..……….
2. Prinsip penggunaan antibiotika………...……….
C. Antibiotika Profilaksis………....……….
D. Keterangan Empiris……….………
5
5
5
7
9
9
11
11
11
11
12
12
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………..……….
B. Definisi Operasional………...……….
C. Subyek Penelitian...………. .……….
D. Bahan Penelitian……….……….
13
14
15
xiv
E. Tata Cara Penelitian………...……….
1. Persiapan ………..……….
2. Orientasi ………...……….
3. Tahap pengambilan data ……….……….
4. Tahap penyelesaian data ……….……….
F. Tata Cara Analisis Hasil……….……….
G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah……..……….
16
16
16
16
17
17
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Pasien………....……….
1. Persentase kasus hernia inguinalis berdasarkan kelompok
umur……….………..…………
2. Penyakit penyerta ……….……….
B. Gambaran Penggunaan Obat ……..………....……….
1. Obat antibiotika ………..……….
2. Obat saluran cerna ………..……….
3. Obat hemostatik dan fibrinolitik ………....……….
4. Obat analgesik ………....……….
C. Gambaran Pemberian Antibiotika Profilaksis Pre Operasi …….….…...
D. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis ……….………
E. Rangkuman Pembahasan………....……….
20
20
21
22
22
24
24
25
25
27
xv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ………...……….……….
B. Saran ………..……….
48
49
DAFTAR PUSTAKA ……….. 50
LAMPIRAN ………. 52
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I Penyakit penyerta pada pasien hernia inguinalis di RS
Dr. Moewardi bulan Juni – Oktober 2008 ……….. 21
Tabel II Golongan dan jenis antibiotika yang digunakan pasien hernia inguinalis di RS Dr. Moewardi bulan Juni –
Oktober 2008 ………... 22
Tabel III Golongan dan jenis obat Saluran Cerna yang digunakan pasien hernia inguinalis di RS Dr. Moewardi bulan Juni
– Oktober 2008 ……….... 24
Tabel IV Jenis obat hemostatik dan antifibrinolitik pada pasien hernia inguinalis di RS Dr. Moewardi bulan Juni –
Oktober 2008 ………...…….... 25
Tabel V Jenis obat Analgesik pada pasien hernia inguinalis di RS
Dr. Moewardi bulan Juni – Oktober 2008 ……...…….... 25
Tabel VI Danya keterangan waktu pemerian antibiotic profilaksis sebelum operasi pada pasien hernia inguinalis di RS Dr.
Moewardi bulan Juni – Oktober 2008 ……...………... 26
Tabel VII Waktu pemberian antibiotic profilaksis pre operasi hernia inguinalis di RS Dr. Moewardi bulan Juni –
Oktober 2008 ……...……... 26
xvii
Hernia inguinalis pada kasus 1 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 27
Tabel IX Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 2 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 28
Tabel X Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 3 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 29
Tabel XI Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 4 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 30
Tabel XII Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 5 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 31
Tabel XIII Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 6 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 32
Tabel XIV Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 7 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 33
Tabel XV Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 8 di RS Dr. Moewardi
xviii
Tabel XVI Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 9 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 35
Tabel XVII Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 10 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 36
Tabel XVIII Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 11 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 37
Tabel XIX Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 12 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 37
Tabel XX Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 13 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 38
Tabel XXI Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 14 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 39
Tabel XXII Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 15 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 40
xix
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 41
Tabel XXIV Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 17 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 42
Tabel XXV Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 18 di RS Dr. Moewardi
bulan Juni – Oktober 2008 ………...…….... 43
Tabel XXVI Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis post operasi Hernia inguinalis pada kasus 19 di RS Dr. Moewardi
xx
DAFTAR GAMBAR Gambar 1
Gambar 2
Posisi hernia inguinalis ………...……...
Persentase pasien hernia inguinalis yang dirawat di
RS Dr. Moewardi bulan Juni – Oktober tahun 2008
berdasarkan kelompok umur ………...
9
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar pemakaian antibiotika ………. 52
Lampiran 2 Rata – rata lama perawatan pada pemberian antibiotika ... 53
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding
rongga dimana organ secara normal seharusnya berada dalam keadaan tertutup.
Hernia biasa terjadi akibat adanya lubang pada selubung otot rongga perut,
sehingga bagian lunak yang ada di dalamnya akan keluar membentuk suatu
benjolan. Hal itu tidak perlu dikhawatirkan karena hernia dapat segera diatasi
melalui jalur operasi yang semakin canggih (Triaswhoro, 2005).
Hernia terjadi sekitar 1,5 persen populasi umum di Amerika Serikat dan
537.000 hernia dapat diatasi dengan pembedahan. Sebagian besar hernia adalah
hernia inguinalis, 50 persen merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persennya
hernia inguinalis direk. Pada tahun 1889, Bassini pertama melaporkan hasil yang
terus-menerus berhasil dengan perbaikan bedah pada hernia inguinalis. Angka
kekambuhan dari 251 pasien pertama hanya 3 persen (Adrian, 2007).
Selama ini, penanganan hernia dilakukan dengan tindakan operasi.
Operasi dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan posisi bagian yang telah
keluar dari dinding rongga untuk masuk kembali dan mencegah keluar kembali.
Dengan adanya tindakan operasi tersebut maka terdapat bekas luka akibat operasi
yang kemungkinan dapat menimbulkan infeksi jika tidak ditangani dengan benar.
Infeksi yang ditimbulkan bisa menyebabkan pasien merasa nyeri yang hebat dan
2
untuk mengatasi hal tersebut pasien perlu diberikan antibiotik sebagai pengobatan
dan pencegahan infeksi.
Biasanya antibiotika didefinisikan sebagai zat-zat kimia yang dihasilkan
oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat
pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Akan
tetapi dengan perkembangan jaman, antibiotika tidak saja dihasilkan oleh fungi
dan bakteri melainkan juga hasil sintesis manusia dengan manfaat yang sama
sebagai anti infeksi. Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi
akibat kuman atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya profilaksis pada
pembedahan untuk pasien hernia inguinalis.
Mengingat pentingnya penggunaan antibiotik untuk profilaksis dan
penanganan infeksi, maka dilakukan penelitian untuk mengevaluasi penggunaan
antibiotik pada pasien pasca operasi hernia di RS. Dr. Moewardi Surakarta
periode Juni – Oktober 2008. Dipilih rumah sakit tersebut karena merupakan
rumah sakit rujukan di daerah Surakarta dan sekitarnya sehingga lebih mudah
ditemukan kasus hernia inguinalis di rumah sakit tersebut.
1. Permasalahan
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “bagaimana gambaran
pemilihan dan penggunaan antibiotik pada pasien operasi hernia inguinalis di
Rumah Sakit Dr. Moewardi periode Juni – Oktober 2008?”.
3
a. seperti apakah profil pasien hernia inguinalis yang dirawat di Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta periode Juni – Oktober 2008?.
b. bagaimana gambaran penggunaan obat pada pasien pasca operasi hernia
inguinalis khususnya golongan dan jenis antibiotik yang dipakai?.
c. seperti apakah gambaran pemberian antibiotik profilaksis pada operasi hernia
inguinalis dan jenis antibiotik apa sajakah yang sering dipakai pada pasien
yang dirawat di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta periode Juni – Oktober
2008?.
d. evaluasi apakah penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien hernia
inguinalis yang dirawat di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta periode Juni
– Oktober 2008 sudah tepat ditinjau dari waktu pemberian antibiotik?.
2. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi pengetahuan
tenaga kesehatan mengenai gambaran penggunaan antibiotika pada pasien operasi
hernia inguinalis.
b.Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pemberian
antibiotik sebagai profilaksis dan pengobatan infeksi pada operasi hernia
inguinalis di Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta serta memberikan informasi
sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah
4 3. Keaslian penelitian
Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis pada
pasien hernia inguinalis di Rumah Sakit Dr. Moewardi Jebres Surakarta belum
pernah dilakukan. Akan tetapi sejauh penelusuran pustaka dan jurnal yang
dilakukan oleh penulis, telah banyak dilakukan penelitian tentang pemakaian
antibiotik di rumah sakit antara lain :
a. evaluasi Drug Therapy Problems Penggunaan Antibiotika Selama Rawat Inap
di RSUP Dr. SARDJITO Yogyakarta Kajian Terhadap Kasus Operasi Hernia
Inguinal Pada Pasien Geriatri Periode Februari 2006- Oktober 2008 oleh
Yosephin (2009).
b. evaluasi Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika pada Pasien Kanker Payudara
Pasca Kemoterapi di RSUP Dr. SARDJITO Yogyakarta Tahun 2005 oleh
Irene (2007).
B. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
pemilihan dan penggunaan antibiotik pada pasien operasi hernia inguinalis di
Rumah Sakit Dr. Moewardi periode Juni – Oktober 2008. Adapun tujuan
khususnya meliputi :
1. mengetahui profil pasien hernia inguinalis yang dirawat di Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta periode Juni – Oktober 2008.
2. mengetahui gambaran penggunaan obat pada pasien pasca operasi hernia
5
3. mengetahui gambaran pemberian antibiotik profilaksis dan jenis antibiotik
yang sering dipakai pada operasi hernia inguinalis pada pasien yang dirawat di
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta periode Juni – Oktober 2008.
4. mengetahui evaluasi penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien hernia
inguinalis yang dirawat di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta periode Juni
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hernia Inguinalis
1. Definisi Hernia
Hernia didefinisikan sebagai tonjolan keluarnya organ atau jaringan
melalui dinding rongga dimana organ secara normal seharusnya berada dalam
keadaan tertutup. Hernia terjadi akibat adanya lubang pada otot rongga perut,
sehingga bagian lunak yang ada di dalamnya akan keluar membentuk suatu
benjolan (Triaswhoro, 2005).
Hernia dikenal sebagai turun berok atau burut atau kondor. Gangguan ini
sering terjadi di daerah perut, jadi hernia adalah penonjolan isi rongga perut
melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding perut. Dinding yang
lemah tersebut membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Penonjolan
ini sering terlihat sebagai suatu benjolan. Benjolan tersering terjadi di lipatan paha
bahkan bisa turun sampai skrotum (kantung kemaluan). Benjolan keluar kalau
berdiri, dan menghilang jika berbaring/tidur. Kondisi menjadi lebih parah bila ada
dorongan akibat peningkatan tekanan di dalam rongga perut. Misalnya, akibat
mengejan ketika buang air besar (pada penderita ambein/wasir), mengejan ketika
buang air kecil, dll (Hasuki, 2006).
2. Macam-macam Hernia
a. Menurut lokalisasi / topogafinya : hernia inguinalis, hernia umbilikalis,
hernia femoralis.
b. Menurut isinya : hernia usus halus, hernia omentum.
c. Menurut terlihat atau tidaknya, bila terlihat disebut hernia externs, mis :
hernia inguinalis, hernia skrotalis dan sebagainya, sedangkan bila tidak terlihat
dari luar disebut hernia interns, contohnya hernia diafragmatik.
d. Menurut kausanya : hernia kongenital, hernia traumatica, hernia insisional.
e. Menurut keadaan :
1. hernia reponibilis, bila isi hernia dapat dimasukkan kembali.
2. hernia ireponibilis, bila tidak dapat dimasukkan kembali.
3. hernia inkarserata, bila tidak dapat dimasukkan kembali dan ada gangguan
jalannya isi usus.
4. hernia strangulata, bila ada gangguan sirkulasi darah.
f. Menurut penemunya :
1. hernia petit, yaitu hernia di daerah lumbo sacral.
2. hernia spigelli, yaitu hernia yang terjadi pada linen semi sirkularis diatas
penyilangan vasa epigastrika inferior pads muskulus rektus abdominatis
bagian lateral.
3. hernia richter, yaitu hernia dimana hanya sebagian dinding usus yang
terjepit.
g. Beberapa hernia lainnya :
1. hernia pantolan adalah hernia inguinalis & hernia femoralis yang terjadi
2. hernia skrotalis adalah hernia inguinalis yang isinya masuk ke skrotum
secara lengkap.
3. hernia littre adalah hernia yang isinya adalah divertikulum meckeli
(Triaswhoro, 2005).
3. Hernia inguinalis
Hernia inguinalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk
melalui sebuah lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis
inguinalis adalah saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat
turunnya testis (buah zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar) sesaat
sebelum bayi dilahirkan. Biasanya hernia inguinalis menyebabkan terbentuknya
benjolan di selangkangan dan skrotum, tanpa rasa nyeri. Jika penderita berdiri
benjolan bisa membesar dan jika penderita berbaring benjolan akan mengecil,
karena isinya keluar dan masuk di bawah pengaruh gaya tarik bumi. Hernia
inguinalis bisa berupa hernia inguinalis medialis maupun hernia inguinalis
lateralis. Hernia inguinalis yang mencapai skrotum disebut hernia skrotalis.
Keluhan dan tanda klinik yang timbul bergantung pada keadaan isi hernia, ada
tidaknya perlekatan, maupun komplikasi yang telah terjadi (Andika,2008).
Beberapa macam hernia inguinalis seperti disebutkan dibawah ini.
a. Hernia inguinalis direk : tidak dikontrol oleh tekanan pada cincin internal,
secara khas menyebabkan benjolan ke depan pada lipatan paha, tidak turun ke
dalam skrotum.
b. Hernia inguinalis indirek : dikontrol oleh tekanan yang melewati cincin
c. Testis tidak turun (undescended testis) : seringkali berupa massa pada cincin
eksternal atau kanal inguinalis, berhubungan dengan hipoplasia hemi skrotum,
sering berhubungan dengan hernia inguinalis indirek.
d. Korda spermatika : hidrokel korda tidak diperberat oleh batuk, batas atas
mungkin dapat ditentukan, berfluktuasi, dan bertransiluminasi.
e. lipoma : lunak, seperti daging, tidak bertransiluminasi atau berfluktuasi
(Gace, 2007).
4. Etiologi
Awal terjadinya hernia biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti,
meskipun kadang dihubungkan dengan angkat berat. Hernia terjadi jika bagian
dari organ perut (biasanya usus) menonjol melalui suatu titik yang lemah atau
robekan pada dinding otot yang tipis, yang menahan organ perut pada tempatnya.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia, lebih banyak pada pria dibanding
pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong
dan isi hernia. Di samping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi
hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut (Jennifer, 2007).
Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur, hal ini mungkin
karena meningkatnya resiko terjadinya penyakit yang meninggikan tekanan intra
abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya (Jennifer, 2007).
5. Manifestasi klinis
Hernia inguinalis sering terlihat sebagai tonjolan intermitten yang secara
berangsur - angsur meningkat dalam ukuran dan menjadi ketidaknyamanan yang
progesif dan persisten yang progesif. Kadang hanya sedikit nyeri, sakit atau rasa
terbakar di daerah lipatan paha yang mungkin didapatkan sebelum perkembangan
dari penonjolan yang nyata. Ketidaknyamanan ini memperjelas onset dari gejala
hernia yang sering dideskripsikan sebagai rasa sakit dan sensasi terbakar. Gejala
itu mungkin tidak hanya didapatkan di daerah inguinal tapi juga menyebar ke
ini dapat mempercepat keadaan yang berat dan menyusahkan. Gejala
ketidaknyamanan pada hernia biasanya meningkat dengan durasi atau intensitas
dari kerja, tapi kemudian dapat mereda atau menghilang dengan istirahat,
meskipun tidak selalu. Rasa tidak enak yang ditimbulkan oleh hernia selalu
memburuk disenja hari dan membaik pada malam hari saat pasien berbaring atau
bersandar. Kebanyakan hernia berkembang secara diam-diam, tetapi beberapa
yang lain ditandai oleh peristiwa muscular tunggal yang sepenuh tenaga. Secara
khas, kantong hernia dan isinya membesar dan mengirimkan impuls yang dapat
teraba jika pasien mengejan atau batuk. Biasanya pasien harus berdiri saat
pemeriksaan, kerena tidak mungkin meraba suatu hernia lipatan paha yang
bereduksi pada saat pasien berbaring (Jennifer, 2007).
Hernia inguinalis dimulai pada bagian atas dan medial terhadap
tuberkulum pubikum namun dapat turun lebih luas jika membesar, biasanya
mempertegas garis-garis lipatanan paha. Sebagian besar hernia biasanya ringan
dan jarang mengalami komplikasi. Hernia inguinalis indirek dapat dimasukkan
dengan tekanan oleh jari-jari disekitar cincin inguinalis interna, mungkin seperti
leher yang sempit dan banyak terjadi pada pria usia muda (3% pertahun terjadi
dengan komplikasi). Hernia inguinalis direk biasanya memiliki leher yang lebar,
sulit dimasukkan dengan penekanan jari-jari tangan dan lebih sering pada pria usia
tua (0,3% kasus pertahun mengalami strangulasi) (Gace, 2007).
Operasi hernia inguinalis termasuk dalam kategori operasi bersih, sehingga
tidak memerlukan antibiotik profilaksis sebelum dilakukan operasi kecuali pada
bagaimanapun pada operasi bersih tentu melibatkan masuknya benda asing
(seperti alat operasi, virus, bakteri) sehingga masih direkomendasikan antibiotik
profilaksis pre operasi (Anonim, 2007). Pada RS Dr. Moewardi juga menerapkan
pemberian antibiotik profilaksis sebelum dilakukan operasi hernia inguinalis
sebagai protap pelaksanaan operasi.
B. Antibiotika
1. Definisi
Antibiotika ialah zat atau senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme
yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Selain dari
makhluk hidup, antibiotika dapat dibuat secara sintesis (Anonim, 2000).
2. Prinsip penggunaan antibiotika
Prinsip penggunaan antibiotika didasarkan pada 2 pertimbangan, yaitu:
a. penyebab infeksi
Penggunaan antibiotika diharapkan sesuai dengan hasil pemeriksaan
mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Akan tetapi dalam penerapannya sulit
untuk diwujudkan karena harganya yang relatif mahal dan dugaan pada penyakit
infeksi berat perlu segera dilakukan penanganan (Anonim, 2000).
b. faktor pasien
Faktor yang perlu dipertimbangkan pada pemilihan antibiotika yaitu usia,
wanita hamil atau menyusui, alergi, fungsi ginjal, fungsi hati. Hal ini berpengaruh
C. Antibiotika Profilaksis
Antibiotika profilaksis yaitu antibiotika yang digunakan untuk mencegah
terjadinya infeksi baik sebelum maupun sesaat setelah terpapar mikroorganisme
patogen tetapi belum menunjukan manifestasi infeksi (Anonim, 2000).
Waktu pemberian antibiotika profilaksis merupakan hal yang paling
penting. Antibiotik harus diberikan ½-1 jam sebelum operasi untuk memastikan
kadar obat yang cukup pada waktu operasi (Dipiro, 2005).
Sebelum dilakukan operasi, pasien terlebih dahulu diberikan antibiotik
untuk mencegah terjadinya infeksi ketika dilakukan operasi. Hernia inguinalis
merupakan jenis operasi bersih. Antibiotik golongan sefalosporin (cefotaxim,
ceftriakson) merupakan obat yang sering dipakai sebagai profilaksis pada operasi
bersih karena spektrumnya luas, profil farmakokinetiknya yang baik, angka
kejadian efek samping yang rendah dan harga yang murah (Dipiro, 2005).
D. Keterangan Empiris
Penggunaan antibiotika profilaksis pada prosedur sebelum dan sesudah
operasi hernia inguinalis penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Penelitian ini
diharapkan dapat mengevaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien
yang menjalani operasi hernia inguinalis pada bulan Juni – Oktober 2008 di RS
14 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat non eksperimental
dengan rancangan penelitian yang bersifat retrospektif. Penelitian ini terbatas pada
usaha untuk mengetahui jenis antibiotik yang dipakai sebagai profilaksis dan
penggunaannya pada pasien pasca operasi hernia inguinalis di RS Dr. Moewardi
Surakarta. Non eksperimental karena tidak ada perlakuan terhadap subyek uji.
Rancangan deskriptif karena disajikan dari data yang sudah ada. Bersifat
retrospektif karena bahan yang digunakan adalah data rekam medik yang lampau
pasien pasca operasi hernia inguinalis di RS Dr. Moewardi Surakarta pada periode
bulan Juni - Oktober tahun 2008.
B. Definisi Operasional
1. Pasien hernia inguinalis adalah seorang dewasa yang mengalami operasi
penyakit hernia inguinalis pada bulan Juni - Oktober 2008, menggunakan
antibiotik profilaksis, dirawat inap, terdapat data antibiotik yang dipakai dan
lama perawatan pasien di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta berdasarkan
rekam medik yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut.
2. Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang digunakan sebelum operasi
3. Lama perawatan pasien di rumah sakit adalah lama pasien dirawat di Rumah
Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
4. Lama pemakaian adalah lama antibiotik yang diberikan pada pasien pasca
operasi hernia inguinalis hingga pemakaian antibiotik tersebut dihentikan.
5. Evaluasi pada penelitian ini adalah evaluasi terhadap ketepatan waktu
penggunaan antibiotik sebelum operasi berdasarkan waktu obat mencapai
kadar puncak di serum dan penggunaan antibiotik sesudah operasi pada pasien
hernia inguinalis di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
C. Subyek Penelitian
Pengambilan subyek uji didasarkan pada kriteria inklusi yaitu pasien yang
menjalani operasi hernia inguinalis pada bulan Juni – Oktober 2008,
menggunakan antibiotika profilaksis, di RS Dr. Moewardi Surakarta.
D. Bahan Penelitian
Bahan dari penelitian ini adalah data yang terdapat dalam kartu rekam
medik pasien yang berisi nomor rekam medik, nama pasien, jenis kelamin, umur,
tanggal operasi, jam operasi, indikasi operasi, jenis tindakan operasi, data
laboratorium sebelum dan sesudah operasi, riwayat pengobatan yang diterima,
pemeriksaan fisik pasien seperti tekanan darah, nadi, suhu badan dan lama
E. Tata Cara Penelitian
1. Persiapan
Hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan proposal dan surat ijin
untuk dapat melakukan penelitian di RS Dr. Moewardi Surakarta.
2. Orientasi
Setelah surat ijin diterima dan disetujui oleh pihak rumah sakit, maka
selanjutnya dilakukan perkenalan terhadap staff rumah sakit bagian rekam medik
dan instalasi farmasi. Pada kesempatan ini dilakukan pengarahan oleh kepala
bagian rekam medik tentang tata cara dan tata busana mengambil data rekam
medik di RS Dr. Moewardi Surakarta. Lalu didapatkan data jumlah operasi Hernia
inguinalis yang terjadi pada di RS Dr. Moewardi Surakarta pada periode yang
telah ditetapkan.
3. Tahap pengambilan data
Pada tahap pengambilan data dilakukan pencatatan ulang semua kartu
rekam medik yang menjadi subyek uji penelitian. Penulisan ulang ini
dimaksudkan untuk memudahkan pengelolaan data sehingga tidak perlu lagi
mencari kartu rekam medik di rumah sakit, yang dapat mengganggu kegiatan di
rumah sakit. Data yang dikumpulkan meliputi identitas, lama tinggal di rumah
sakit, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, data medis berupa diagnosis dan
terapi, dan data laboratorium sederhana (Rovers dkk, 2003., Tietze, 2004). Dari
mengalami operasi hernia inguinalis pada bulan Juni-Oktober 2008 yang
kemudian dievaluasi pemakaian antibiotiknya.
4. Tahap penyelesaian data
Data yang diperoleh kemudian dievaluasi dengan menggunakan
referensi Drug Information Handbook (Lacy dkk, 2006), Informatorium Obat
Nasional Indonesia (Anonim, 2000). Data yang diperoleh dan telah dievaluasi,
digunakan untuk identifikasi penggunaan antibiotik. Pada tahap ini dilakukan
pengelompokan data menurut kriteria - kriteria sehingga data dapat disajikan
sesuai harapan yaitu mudah dibaca dan mempresentasikan hal yang sebenarnya.
Pada tahap pembuatan laporan, penyusunan laporan didasarkan pada data yang
telah diolah sehingga dapat dibuat suatu karya ilmiah yang memberikan manfaat.
F. Tata Cara Analisis Hasil Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel :
1. persentase umur kasus dikelompokkan menjadi lima kelompok umur yaitu
kelompok ≥ 39 tahun, ≥ 40 - ≤49 tahun, ≥ 50 - ≤ 59 tahun, ≥ 60 - ≤ 69 tahun,
dan ≥ 70 tahun, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien pada tiap
kelompok umur dibagi jumlah pasien yang dirawat kemudian dikalikan 100%.
2. penyakit penyerta dihitung berdasarkan jumlah penyakit penyerta yang
muncul dari tiap kasus, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien yang
3. persentase pola penggunaan obat berdasarkan kelas terapi dihitung dengan
menghitung jumlah kasus yang memakai jenis obat tertentu kemudian dibagi
dengan jumlah semua kasus dan dikalikan 100%.
4. persentase jumlah kasus yang memiliki keterangan waktu pemberian
antibiotika sebelum operasi hernia inguinalis dibagi dengan jumlah semua
kasus kemudian dikalikan 100%.
5. persentase jumlah kasus yang dikelompokkan berdasarkan keterangan waktu
pemberian antibiotik sebelum operasi yaitu 15 menit, 50 menit, 2 jam dan 5
jam sebelum operasi, dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien pada
tiap kelompok dibagi jumlah pasien kemudian dikalikan 100%.
6. evaluasi pemilihan dan penggunaan antibiotika pada pasien hernia inguinalis
pasca operasi dilakukan dengan mengidentifikasi pemakaian antibiotika,
seperti perlu mendapatkan antibiotika, dosis antibiotika yang diberikan kurang
atau berlebih.
G. Kesulitan yang Dialami dan Pemecahan Masalah
Dalam pengambilan data di rumah sakit, kesulitan disebabkan kurangnya
pengalaman peneliti dalam membaca tulisan pada lembar catatan medik, peneliti
kurang mengetahui beberapa istilah atau terminologi medis lokal yang digunakan
di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta yang ditulis pada lembar catatan medik.
Kesulitan dapat diatasi dengan bertanya pada dokter atau perawat yang bekerja
Dalam proses analisis data, kesulitan yang dialami yaitu adanya data yang
tidak lengkap pada lembar catatan medik misalnya dosis obat yang diberikan.
Kesulitan mengenai dosis obat dapat diatasi dengan mencari informasi pada buku
Formularium Obat yang digunakan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun
20 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Pasien
Gambaran umum hasil penelitian disajikan dalam 2 bagian. Bagian
pertama berisi prosentase kasus hernia inguinalis berdasarkan kelompok umur,
kedua berisi penyakit penyerta. Pasien hernia inguinalis yang dirawat dan
menjalani operasi di RS. Dr. Moewardi pada periode Juni – Oktober tahun 2008
ada 19 orang dan semuanya laki-laki.
3. Persentase kasus hernia inguinalis berdasarkan kelompok umur
Gambaran kasus pasien hernia inguinalis yang dirawat di RS Dr.
Moewardi Surakarta bulan Juni - Oktober tahun 2008 dapat dilihat berdasarkan
kelompok umur yang disajikan pada gambar 2.
Gambar 2.
Gambaran kelompok pasien hernia inguinalis yang dirawat di RS Dr.
Moewardi bulan Juni – Oktober tahun 2008 berdasarkan kelompok umur
menunjukkan bahwa pasien dengan kelompok umur ≤39 tahun sebesar 20%,
kelompok umur ≥ 40 - ≤49 tahun dengan persentase sebesar 10%, kelompok umur
≥ 50 - ≤ 59 tahun dengan persentase sebesar 30%, kelompok umur ≥ 60 - ≤ 69
tahun dengan persentase sebesar 15%, dan kelompok umur ≥ 70 tahun dengan
persentase sebesar 25%.
Pasien hernia inguinalis terbanyak pada kelompok usia antara 50 - 59
tahun. Pada umur tersebut diperkirakan seorang laki–laki yang masih aktif bekerja
sehingga memiliki tingkat aktifitas yang tinggi. Seperti diketahui hernia inguinalis
lebih banyak diderita pada pasien dengan tingkat aktifitas yang tinggi dan bekerja
berat.
4. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang diderita pasien hernia inguinalis pre operasi yaitu
benign prostat hipertropi dan hipertensi. Tabel I menyajikan jumlah penyakit
penyerta pada pasien hernia inguinalis di RS Dr. Moewardi Surakarta pada bulan
Juni- Oktober 2008.
Tabel I. Penyakit penyerta pada pasien hernia inguinalis di RS Dr Moewardi bulan Juni – Oktober 2008.
No Penyakit penyerta Jumlah kasus Persentase (%)
1 BPH(Benign Prosta Hipertrofi) 1 5 %
2 Hipertensi 1 5 %
B. Gambaran Penggunaan Obat
Obat yang digunakan pada penanganan hernia inguinalis ada empat (4)
golongan berdasarkan kelas terapinya meliputi obat antibiotika, obat saluran
cerna, obat hemostatik dan antifibrinolitik, serta obat analgesik.
1. Obat antibiotika
Kondisi yang umumnya memperlama perawatan pasien di rumah sakit
adalah infeksi yang terjadi pada luka operasi. Hal ini bisa ditunjukkan dengan data
laboratorium, yaitu jumlah leukosit pasien yang meningkat. Infeksi bisa dicegah
dengan pemberian antibiotik profilaksis bagi pasien yang memiliki potensial
terinfeksi.
Ada tiga (3) golongan antibiotika yang dipakai sebagai profilaksis pada
pasien hernia inguinalis yaitu : β- laktam (sefalosporin generasi ke-3), quinolon,
dan antiprotozoa. Ada empat (4) jenis antibiotik dari ketiga golongan tersebut
yaitu seftriakson, siprofloksasin, sefotaksim, dan metronidazol.
Tabel II. Golongan dan jenis antibiotik yang digunakan pasien hernia inguinalis di RS. Dr. Moewardi Surakarta bulan Juni – Oktober 2008.
No Golongan Antibiotik Jenis antibiotik Jumlah Persentase (%)
ceftriakson 6 17,1 %
1. Sefalosporin
cefotaxim 10 28,6 %
2. Quinolon ciprofloksasin 11 31,4 %
3. Antibiotika anaerob metronidazol 8 22,9 %
Penentuan status infeksi dilihat dari pemeriksaan data laboratorium yakni
pada data hematologi serta tanda klinis yang dimiliki pasien yang ditandai dengan
peningkatan jumlah leukosit (> 11.000 sel/ml). Pengobatan kondisi yang
contohnya golongan sefalosporin dan quinolon. Untuk kasus infeksi dapat
diberikan antibiotika kuratif contohnya sefalosporin generasi ketiga dan
metronidazol.
Dipilih antibiotik golongan sefalosporin karena antibiotik tersebut
memiliki spektrum aktifitas yang luas dan efektif untuk abses jaringan lunak. Pada
pasien hernia inguinalis, terdapat perlukaan pada daerah operasi sehingga rentan
terhadap infeksi stafilokokkus atau streptokokkus, oleh karena itu antibiotik
sefalosporin merupakan pilihan obat yang tepat untuk kasus potensial infeksi.
Kuinolon merupakan antibiotik yang sangat peka terhadap bakteri gam positif
maupun negatif. Selain itu penggunaan antibiotik kuinolon misalnya
siprofloksasin memang ditujukan untuk infeksi pada kulit dan jaringan lunak. Di
samping itu kedua golongan obat tersebut dikombinasikan dengan golongan
antibiotik anaerob dengan tujuan untuk meningkatkan efek sinergis dalam
membunuh agen penginfeksi.
Dari tabel II dapat diketahui bahwa golongan dan jenis antibiotik yang
sering digunakan adalah ciprofloksasin (quinolon) dan cefotaxim (sefalosporin
generasi ketiga). Penggunaan antibiotik tersebut ada yang tunggal dan kombinasi.
Kombinasi antibiotik yang deiberikan pada kasus ini yaitu golongan sefalosporin
dengan metronidazol dan golongan kuinolon dengan metronidazol.
Pemilihan antibiotik pada kasus ini sudah tepat atau sesuai dengan teori
karena umumnya bakteri yang menginfeksi pasien dengan hernia inguinalis ialah
aeruginosa). Bakteri-bakteri tersebut akan masuk melalui jaringan yang luka dan
menginfeksi mulai dari jaringan subkutan sampai ke sistemik.
2. Obat saluran cerna
Pemberian obat saluran cerna biasanya diberikan pada pasien pasca
operasi hernia inguinalis dengan tujuan untuk menanggulangi kemungkinan
gangguan saluran pencernaan yang terjadi. Tabel III berikut ini adalah data
kelompok terapi obat saluran cerna yang digunakan pada pasien hernia inguinalis
di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Tabel III. Golongan dan jenis obat saluran cerna pada pasien hernia inguinalis di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah kasus Prosentase (%)
1. Antitukak Ranitidin 13 62%
Cimetidin 4 19%
2. Pencahar Dulkolax 4 19%
Sebelum dilakukan operasi,biasanya pasien diberikan terapi pencahar agar
feses dapat dikeluarkan sehingga tidak mengganggu jalannya operasi. Karena
pasien setelah operasi tidak diijinkan mengkonsumsi makanan terlebih dahulu
sedangkan saluran pencernaan terus bekerja, maka untuk mencegah terjadinya
kemungkinan gangguan pencernaan pasien diberikan terapi antitukak.
3. Obat hemostatik dan antifibrinolitik
Fibrinolisis dapat meningkat pada keadaan patologik tertentu, misalnya
setelah pembedahan, sehingga perlu diberikan antifibrinolitik untuk membantu
proses pembekuan darah. Tabel IV berikut ini menyajikan data kelompok terapi
obat hemostatik dan antifibrinolitik yang digunakan pada pasien hernia inguinalis
Tabel IV. Jenis obat hemostatik dan antifibrinolitik pada pasien hernia inguinalis di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah kasus Prosentase (%)
1. Hemostatik dan
antifibrinolitik
asam traneksamat 4 21%
4. Obat Analgesik
Obat analgesik yang digunakan pada kasus ini adalah golongan analgesik
non-opioid. Obat analgesik diberikan dengan tujuan untuk mengurangi rasa nyeri
yang terjadi pada bekas luka operasi.
Tabel V. Jenis obat Analgesik pada pasien hernia inguinalis di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah kasus Prosentase (%)
1. Analgesik nonopioid asam mefenamat 12 39%
Ketorolak 6 19%
Antalgin 13 62%
C. Gambaran Pemberian Antibiotik Profilaksis Pre Operasi Dalam bidang bedah, pemberian antibiotika profilaksis (didefinisikan
sebagai pemberian antibiotik, atau lebih luasnya antimikroba, sesaat sebelum
dilakukannya tindakan operasi) merupakan rekomendasi umum. Untuk
mengoptimalkan efek pencegahan yang efektif, maka antibiotik yang digunakan
haruslah yang efektif, aman, dengan harga terjangkau dan bersifat bakterisidal
yang secara in vitro terbukti berpotensi mengatasi bakteri–bakteri kontaminan
selama berlangsungnya operasi. Antibiotika profilaksis umumnya diberikan secara
intravena ½ hingga 1 jam sebelum insisi dilakukan untuk menjamin kadar yang
optimal dalam serum dan jaringan pada saat insisi dilakukan.
Dari sembilan belas pasien yang ada, terdapat 9 pasien yang terdapat
keterangan waktu pemberian antibiotik profilaksis dan 10 pasien tidak disertai
Tabel VI. Adanya keterangan waktu pemberian antibiotik profilaksis sebelum operasi pada pasien hernia inguinalis di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
No. Pemberian Antibiotik Profilaksis Jumlah pasien Prosentase
1. Dengan keterangan waktu 9 47%
2. Tanpa keterangan waktu 10 53%
Dari sembilan kasus yang didapati keterangan waktu pemberian antibiotik
pre operasi, enam kasus menyebutkan pemberian antibiotik dilakukan ≥ 2 jam
sebelum operasi,dua kasus menyebutkan pemberian antibiotik diberikan 15 menit
sebelum operasi, satu kasus menyebutkan pemberian antibiotik diberikan 50 menit
sebelum operasi. Sedangkan sepuluh kasus yang lain tidak disertai keterangan
kapan antibiotik diberikan dan lima diantaranya tidak mendapatkan terapi
antibiotik pre operasi. Pada tabel digambarkan data waktu pemberian antibiotik
profilaksis pre operasi hernia inguinalis.
Tabel VII. Waktu pemberian antibiotik profilaksis pre operasi hernia inguinalis di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
No. Waktu pemberian Jumlah kasus Prosentase (%)
1. 15 menit sebelum operasi 2 10%
2. 50 menit sebelum operasi 1 5%
3. 2 jam sebelum operasi 5 26%
4. 5 jam sebelum operasi 1 5%
Dari keterangan tersebut hanya satu kasus dengan pemberian antibiotik
profilaksis yang sesuai dengan ketentuan pemberian antibiotik profilaksis pre
operasi yaitu ½ - 1 jam pre operasi. Pemberian antibiotik pre operasi dengan
ketentuan pemberian ½ - 1 jam pre operasi bertujuan untuk menjamin kadar yang
optimal dalam serum dan jaringan pada saat insisi dilakukan. Jika pemberian
kemungkinan bisa terjadi kadar antibiotik di dalam tubuh tidak sesuai dengan
kadar yang diharapkan sehingga bisa meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
D. Evaluasi Waktu Penggunaan Antibiotik Profilaksis
Dalam penelitian ini terdapat 19 kasus operasi hernia inguinalis yang
diteliti yang mendapatkan terapi antibiotika.
Tabel VIII. Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 1 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. S, nomor RM 914834, usia 68 tahun, dirawat di RS selama 10 hari karena keluhan benjolan pada lipatan paha.
Diagnosa utama : HIL (D) Reponibilis Lain : BPH gade II
Obyektif
Data laboratorium awal masuk RS yang terkait :
- Hemoglobin (Hgb) : 15, 7 g/dl (normal = 13,5 g/dl -18,0 g/dl)
- Leukosit : 4,3 x 103 uL (normal = 4,5 x 103 uL – 11,0 x 103 uL)
Data laboratorium ketika pasien akan dioperasi (18 september 2008):
- Hemoglobin (Hgb) : 14,3 g/dl (normal = 13,5 g/dl -18,0 g/dl)
- Leukosit : 9,1 x 103 uL (normal = 4,5 x 103 uL – 11,0 x 103 uL)
19 september 2008 :
- Hemoglobin (Hgb) : 13,2 g/dl (normal = 13,5 g/dl -18,0 g/dl)
- Leukosit : 12,3 x 103 uL (normal = 4,5 x 103 uL- 11,0 x 103 uL)
22 september 2008
- Leukosit = 6,2 x 103 uL (normal = 4,5 x 103 uL – 11,0 x 103 uL)
- Hemoglobin = 10,7 g/dl (normal = 13,5 g/dl -18,0 g/dl)
Penatalaksanaan
Pre operasi : pasien diberikan injeksi ceftriakson 2 g.
Pasca operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik injeksi ceftriakson 1 g/12 jam selama 3 hari (19/09-21/09) lalu dilanjutkan pemberian ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 3 hari (22/09-25/09).
Penilaian
Pemberian antibiotik pre operasi kurang dilengkapi dengan waktu pemberian antibiotik. Waktu untuk ceftriakson mencapai kadar puncak dalam serum antara 1-2 jam. Dari kadar leukosit sebelum operasi menunjukkan kadar leukosit pasien berada pada range normal.
Kadar leukosit mengalami peningkatan diatas range normal setelah dilakukan operasi (19/ 09) sehingga menandakan adanya infeksi. Pemberian antibiotik pasca operasi sudah dalam dosis dan waktu pemberian yang tepat. Antibiotik diberikan selama 3 hari yaitu batas minimal pemberian antibiotik, kemudian jumlah leukosit pasien pada tanggal 22/ 09 sudah normal, sehingga tidak lagi memerlukan antibiotik.
Rekomendasi
Tabel IX. Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 2 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. H, nomor RM 632156, usia 25 tahun, dirawat di RS selama 10 hari karena keluhan benjolan pada lipatan paha yang terasa nyeri dan tidak bisa masuk kembali sejak 3 hari yang lalu, badan lemas,mual, muntah
Diagnosa utama : HIL (D) Incarserata, HIL (S) Strangulata
Obyektif
Pasca operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik kombinasi inj.cefotaxim 1 g/12 jam dan inj.metronidazol 500 mg/8 jam selama 8 hari (14/07-21/07) lalu dilanjutkan pemberian oral kombinasi metrionidazol 3x500 mg dan ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 2 hari (22/07-23/07).
Penilaian
Kadar leukosit pre operasi diatas normal, tetapi tidak terdapat keterangan pemberian antibiotik sebelum dilakukan operasi. Antibiotik sangat penting sebagai profilaksis pre operasi untuk mencegah terjadinya infeksi. Pasca operasi kadar leukosit pasien diatas normal sehingga pemberian antibiotik pasca operasi sudah dalam dosis dan waktu pemberian yang tepat. Kemudian, jumlah leukosit pasien pada tanggal 16/ 07 sudah normal, diikuti pemeriksaan pada tanggal 20/ 07 dan 23/ 07juga sudah menunjukkan kadar leukosit dalam range normal sehingga pada hari keempat pemberian antibiotik dapat dihentikan.
Rekomendasi
negatif lebih kuat dan lebih luas dibanding antibiotik yang lain. Cefotaxim diberikan ½ jam sebelum operasi karena waktu untuk cefotaxim mencapai kadar puncak dalam serum setelah 30 menit, sehingga diharapkan ketika dilakukan operasi, kadar antibiotik sudah mencapai kadar efek minimum. Sebaiknya pemberian antibiotik pasca operasi dihentikan pada hari ke 4 setelah pemberian pertama karena melihat kadar leukosit pasien setelah hari ketiga dalam range normal. Tujuan pemberian antibiotik kombinasi lebih kepada pencegahan terhadap berbagai mikroba yang berpotensi menyebabkan infeksi, golongan quinolon memiliki aktifitas kuat terhadap kumangram negatif, sedangkan metronidazol memiliki aktifitas terhadap bakteri anaerob.
Tabel X. Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 3 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. W, nomor RM 901490, usia 51 tahun, dirawat di RS selama 3 hari karena keluhan benjolan pada lipatan paha sebelah kiri yang tidak dapat masuk kembali disertai mual dan muntah. Diagnosa utama : HIL (S) Incarserata
Obyektif
- 10 juni 2008 - Hgb : 14,2 g/dl - WBC : 6,9 x 103 uL - Hct : 48 % - Eri : 5,36 x 103 uL
Penatalaksanaan
Pre operasi : pasien mendapatkan terapi cefotaxim 2g 15 menit sebelum dilakukan operasi. Pasca operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik kombinasi inj.cefotaxim 1 g/12 jam dan inj.metronidazol 500 mg/8 jam selama 3 hari (08/06-10/06) lalu dilanjutkan pemberian oral metrionidazol 3x500 mg selama 1 hari (11/06).
Penilaian
Pemberian antibiotik pre operasi kurang tepat karena diberikan tidak sesuai ketentuan yang ada (1/2 – 1 jam sebelum operasi) sehingga ketika dilakukan operasi, kadar antibiotik belum mencapai kadar efek minimum., karena cefotaxim mencapai serum setelah 30 menit.
Pemberian antibiotik pasca operasi sudah tepat,sesuai dengan dosis, penggunaan dan pemilihan obat kombinasi sehingga mempercepat kesembuhan pasien karena cefotaxim memiliki aktifitas kuat dan luas terhadap mikroba, sedangkan metronidazol memiliki aktifitas terhadap bakteri anaerob. Hal ini ditandai dengan kadar leukosit dalam range normal pada hari ketiga setelah pemberian antibiotik.
Rekomendasi
Tabel XI. Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 4 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. Y, nomor RM 907985, usia 72 tahun, dirawat di RS selama 10 hari karena keluhan benjolan diatas lipatan paha kanan dan kiri
Diagnosa utama : HIL (D) Reponibilis
Obyektif
- 19 Agustus 2008
Pre operasi :
- Hgb : 14,4 g/dl - WBC : 6,7 x 103 uL - Hct : 42,8 % - Eri : 4,93 x 103 uL
Penatalaksanaan
Pre operasi : pasien mendapatkan terapi cefotaxim 2g.
Pasca operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik inj. cefotaxim 1 g/12 jam selama 4 hari (20/08-23/08) lalu dilanjutkan pemberian oral ciprofloxacin 2x500 mg selama 2 hari (24/08-25/08).
Penilaian
Pemberian antibiotik pre operasi sudah tepat, akan tetapi tidak disertai keterangan waktu pemberian sehingga data kurang lengkap. Cefotaxim mencapai kadar puncak di serum setelah 30 menit.
Pemberian antibiotik pasca operasi sudah tepat,sesuai dengan dosis, penggunaan dan pemilihan obat kombinasi sehingga mempercepat kesembuhan pasien karena cefotaxim memiliki aktifitas kuat dan luas terhadap mikroba terlebih pada gram negatif dan pseudomonas, sedangkan metronidazol memiliki aktifitas terhadap bakteri anaerob. Keterangan data laboratorium yang diberikan kurang lengkap karena setelah dilakukan operasi tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium maupun tanda vital sehingga tidak diketahui adanya infeksi.
Rekomendasi
Tabel XII. Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 5 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. J, nomor RM 910279, usia 82 tahun, dirawat di RS selama 5 hari karena keluhan benjolan pada kedua lipatan paha yang tidak dapat masuk kembali.
Diagnosa utama : HIL (D) Irreponibilis + HIL (S) Reponibilis
Obyektif
- 12 Agustus 2008 - Hgb : 11,8 g/dl - WBC : 11,1 x 103 uL - Hct : 34,8 % - Tromb : 179 x 103uL - 15 Agustus 2008
- Hgb : 14,1 g/dl - WBC : 4,4 x 103 uL - Hct : 45,6 % - Tromb : 226 x103uL
Penatalaksanaan
Pre operasi : pasien mendapatkan terapi cefotaxim 2g.
Pasca operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik kombinasi inj. metronidazol 500 mg/8 jam dan inj.cefotaxim 1 g/12 jam selama 5 hari (10/08-14/08) lalu dilanjutkan pemberian oral ciprofloxacin 2x500 mg selama 1 hari (15/08).
Penilaian
Pemberian antibiotik pre operasi sudah tepat, akan tetapi tidak disertai keterangan waktu pemberian sehingga data kurang lengkap sedangkan cefotaxim mencapai kadar puncak di serum setelah 30 menit.
Data pada tanggal 12/ 08 menunjukkan kadar leukosit diatas normal sehingga menandakan adanya infeksi. Pemberian antibiotik pasca operasi tepat dosis dan waktu pemberian, hal ini ditunjukkan dengan penurunan kadar leukosit pasien pada tanggal 15/ 08 yang menunjukkan infeksi sudah teratasi. Pemberian antibiotik seharusnya tidak perlu dilanjutkan pada hari ke enam setelah operasi karena dapat dilihat kadar leukosit yang sudah turun.
Rekomendasi
Tabel XIII. Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 6 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. S, nomor RM 908516, usia 67 tahun, dirawat di RS selama 8 hari karena keluhan benjolan pada paha yang dapat keluar masuk.
Diagnosa utama : HIL (D) Irreponibilis
Obyektif
Pre operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik cefotaxim 1 g 2 jam sebelum dilakukan operasi. Pasca operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik kombinasi inj. Metronidazol 500 mg/8 jam dan inj.Cefotaxim 1 g/12 jam selama 5 hari (10/08-14/08) lalu dilanjutkan pemberian oral Ciprofloxacin 2x500 mg selama 1 hari (15/08).
Penilaian
Pemberian antibiotik pre operasi dilakukan lebih awal dari ketentuan yang ada, karena cefotaxim mencapai kadar puncak di serum setelah 30 menit, hal ini menyebabkan kadar cefotaxim pada tubuh sudah menurun ketika dilakukan operasi jika antibiotik diberikan 2 jam sebelum operasi. Data pasien kurang lengkap karena tidak menyertakan kadar leukosit pasien pasca operasi sehingga tidak bisa diketahui adanya infeksi. Dilihat dari suhu, suhu pasien berada pada keadaan normal sehingga tidak menandakan terjadinya infeksi. Akan tetapi antibiotik tetap perlu diberikan sebagai profilaksis pasca operasi karena data pasien kurang lengkap sehingga tidak diketahui secara pasti terjadinya infeksi. Pemberian antibiotik pasca operasi sudah tepat,sesuai dengan dosis, penggunaan dan pemilihan obat kombinasi sehingga mempercepat kesembuhan pasien karena cefotaxim memiliki aktifitas kuat dan luas terhadap mikroba terlebih pada gram negatif dan pseudomonas, sedangkan metronidazol memiliki aktifitas terhadap bakteri anaerob.
Rekomendasi
Tabel XIV. Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 7 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. J, nomor RM 870558, usia 66 tahun, dirawat di RS selama 3 hari karena keluhan benjolan pada lipatan paha .
Diagnosa utama : HIL (S) Reponibilis
Obyektif Kultur : tidak ada infeksi nosokomial.
Pasca operasi : TD : 180/100
Pre operasi : pasien mendapatkan antibiotik cefotaxim yang diberikan 2 jam sebelum operasi. Pasca operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik inj.ceftriakson 1 g/12 jam selama 4 hari (23/09-26/09)
Penilaian
Pemberian antibiotik pre operasi kurang tepat karena antibiotik diberikan terlalu awal, sebab cefotaxim mencapai kadar puncak di serum setelah 30 menit, sehingga ketika dilakukan operasi kadar obat di dalam tubuh sudah turun dan efek yang diberikan kurang maksimal, karena waktu cefotaxim mencapai serum adalah 30 menit, sehingga jika obat diberikan 2 jam sebelum operasi, kemungkinan kadar obat sudah menurun.
Pemberian antibiotik pasca operasi sudah tepat dosis dan waktu pemberian. Kadar leukosit 3 hari setelah operasi normal.
Rekomendasi
Tabel XV. Evaluasi Penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 8 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. P, nomor RM 917056, usia 70 tahun, dirawat di RS selama 3 hari karena keluhan benjolan pada daerah sekitar lipatan paha .
Diagnosa utama : HIL (D) Reponibilis
Obyektif
- 22 sept 2008
Pre operasi :
- Hgb : 11,4 g/dl
- WBC : 4,1 x103 uL
- Hct : 35,8 %
- Tromb : 212 x 103 uL - Glu. swktu: 97 mg/dL
- Ureum : 17 mg/dL
- Prot. Tot : 7,3 g/dL - Albumin : 4,1 g/dL
- SGOT : 20 u/L
- SGPT : 25 u/L
- 25 sept 2008
- Hgb : 15,1 g/dl
- WBC : 4,3 x103 uL
- TD = 110/80
Penatalaksanaan
Pre operasi : -
Pasca operasi : pasien mendapatkan terapi antibiotik inj.ceftriakson 1 g/hari selama 4 hari (22/09-25/09)
Penilaian
Tidak terdapat keterangan pemberian antibiotik pre operasi sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi dalam pemberian antibiotik pre operasi. Pemberian antibiotik pasca operasi sudah tepat dosis dan waktu pemberian. Kadar leukosit pasca operasi (25 / 09) menunjukkan angka dalam range normal.
Rekomendasi
Tabel XVI. Evaluasi penggunaan antibiotika profilaksis pasca operasi hernia inguinalis pada kasus 9 di RS. Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni – Oktober 2008.
Subyektif
Bp. P, nomor RM 917056, usia 70 tahun, dirawat di RS selama 3 hari karena keluhan benjolan pada daerah sekitar lipatan paha .
Diagnosa utama : HIL (D) Reponibilis
Obyektif kombinasi ciprofloxacin 2x500 mg dan metronidazol 3x500 mg selama 1 hari (18/07).
Penilaian
Tidak terdapat keterangan pemberian antibiotik pre operasi. Setelah operasi,diketahui kadar leukosit pasien meningkat, menandakan adanya infeksi, sehingga memerlukan terapi antibiotik. Pemberian antibiotik pasca operasi sudah tepat,sesuai dengan dosis, penggunaan dan pemilihan obat kombinasi sehingga mempercepat kesembuhan pasien karena cefotaxim memiliki aktifitas kuat dan luas terhadap mikroba terlebih pada gram negatif dan pseudomonas, sedangkan metronidazol memiliki aktifitas terhadap bakteri anaerob. Kemudian pada tanggal 14/07 diketahui kadar leukosit pasien normal, sehingga sebenarnya pemakaian antibiotik bisa dihentikan setelah hari kelima pemberian antibiotik (16/ 07).
Rekomendasi