• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG PERNAH BERPACARAN DAN BELUM MENIKAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG PERNAH BERPACARAN DAN BELUM MENIKAH"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG PERNAH

BERPACARAN DAN BELUM MENIKAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Zakarias Andrianto

NIM :049114081

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG PERNAH

BERPACARAN DAN BELUM MENIKAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Zakarias Andrianto

NIM :049114081

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN

PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG BELUM MENIKAH

Oleh:

Zakarias Andrianto

NIM : 049114081

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama

(4)

iii

(5)

iv

MOTTO

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian dari karya milik orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 Juli 2011

(8)

vii

HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG PERNAH BERPACARAN

DAN BELUM MENIKAH

Zakarias Andrianto

ABSTRAK

(9)

viii

CORRELATION BETWEEN PORNOGRAPHY EXPOSURE AND SEXUAL ACTIVITIES IN UNMARRIED COLLEGE STUDENTS THAT

EXPERIENCED A RELATIONSHIP Zakarias Andrianto

ABSTRACT

This research aimed to find out the correlation between Pornography Exposure and Sexual Activities in Unmarried College Student that already ha s inrelationship experience. Sexual Activities in Unmarried College Student that already has inrelationship experience functioned as the dependent variable and Pornography exposure functioned as the independent variable. The subjects included in this research were 92 college student of 3rd Campus of Sanata dharma University whose unmarried and already has in relationship experience, drawn by means of purposive sampling method. The data were collected by pornography exposure frequency scales, questionnaire of pornography exposure effect and sexual activity scales. The technique used to test the hypothesis in this research was the Product-Moment Correlation of Pearson. The results of data analysi s sho wed that there was a positive and significant correlation between Pornography Exposure and Sexual Activities in Unmarried College Student that already ha s inrelationship experience. This was indicated by the correlation coefficient of 0.574 with p value of 0.000 (p < 0.01).

(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Zakarias Andrianto Nomor Mahasiswa : 049114081

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan Antara Paparan Pornografi Dengan Perilaku Seksual Mahasiswa Yang Pernah Berpacaran Dan Belum Menikah

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam Bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti Kepada saya selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 27 September 2011

Yang menyatakan,

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih

sayang, penguatan, ketegaran, berkat dan hidayah sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak

lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ch. Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. V. Didik Suryo Hartoko S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima

kasih atas segala support, nasehat, masukan, dan semua yang telah

tercurah.

3. P. Henrietta PDADS., MA selaku dosen pembimbing akademik.

4. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

5. Segenap staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak

Nanik, Mas Muji dan Mas Doni, atas segala bantuan yang diberikan

untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.

6. Orang tuaku Y.B Budiarto dan V. Sri Ardiyati, kakakku Agustina

Fitrianti, Lucky Junior, Adiku Modestus Adityo, Serafica, keponakanku

NirmalaTrivena Putri dan Raymond Quinn Reinhart atas dukungan doa

(12)

xi

7. Keluarga besar wonosobo : Alm. Mbah H. Abdul Patah Cipto Suwiryo,

Alm Karto Pawiro, mbah bulik, mbah Sarno, mbak esti, om onon, tante

rina, om aziz, mbah pasro, pak kustanto, Pak Sugeng Hariyanto,

sepupuku : mega, anis, sesi, yudha, Guntur, goro, rainy, diaz, hazna, fajar,

vita, wiryo.

8. Keluarga Besar temanggung : Alm. mbah Man, pak nduk, pak min,pak

har, pak bud, pak lik (om mbojet), pak mamang,mbak ndug, pak cip,

keluarga besar ngimbrang,butuh dan sayangan.

9. Keluarga besar “TN” Antonius Wisnu Sanjaya, Frederik Herwindra,

Hastadi Kurniawan, Purwoko Wening Prasetyo, Dian Wibowo Utomo,

Felicita Rahayu, Yoga Kurniawan serta para sesama parasit : YLG Abu

Jatmiko, Fredericus Renda Tricahya, S. Guntur Yoga P, Felix Ariska

Kristianto, AgunfSudarmanto dan parasit lainnya, proud to be family.

10. Sahabat-sahabatku Ig. Danny Ardianto, Suryo Setyo B, Maria Sekararum

W, Wahyu Putri, D. Hery Handoko, Cinde Yudyasari, Agnes ndut,

Pasifikus Cristha Wijaya, Y. Doddy Nugroho, Martinus Sinulingga,

Bramanto Ranggamukti, Lisabetha Elok, Joseph Andanksaurus, Jimmy

Hanif L, Mahatmya Dwilaksmi.

11. Band yang selalu menemani : Skaphobia (doddy, panjul, gusbam, gatyo,

disti, yosua, pak de, timo, arya), KBT nextGen (martin, rosari, yutti,

ajeng, yosua, disti, laura), Red Pavlov (topig, cuki, kriwil, bagwan,

(13)

xii

12. Teman-teman sepeda tinggi : elay, iok, diane, koko, sickgoel, gopret, dan

yang lainnya.

13. Teman-teman Psikologi : anang(04), panji (04), wulan (04), nicko(04),

felix (04), lala (04), hannes, abhe, bambang, yutti, boloth, indro, ruthie,

didi, yasinta, erga, iwan, thita, brandan.

14. Semua yang telah membantu dan tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Yogyakarta, 20 September 2011

(14)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ...4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI... 6

A. Perilaku seksual ... 6

1. Definisi Perilaku Seksual... 6

(15)

xiv

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual ... 8

B. Paparan Pornografi ...10

1. Definisi Pornografi ...10

2. Paparan Pornografi ... 11

3. Efek Paparan Pornografi ... 11

4. Akses Mendapatkan Informasi Tentang Pornografi ... 12

C. Dewasa Awal ... 12

1. Definisi Dewasa Awal ... 13

2. Ciri- Ciri Dewasa Awal ... 14

3. Perilaku Seksual Pada Masa Dewasa Awal ... 15

D. Hubungan Antara Paparan Pornografi Dengan Perilaku Seksual Mahasiswa ... 16

E. Hipotesis ... 18

BAB III. METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis Penelitian ... 19

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 19

C. Definisi Operasional Variabel ... 19

1. Paparan Pornografi ... 19

2. Efek paparan Pornografi ... 20

3. Perilaku Seksual ... 20

(16)

xv

E. Teknik Pengumpulan Data ... 21

1. Data Demografi Subjek ... 21

2. Data Efek Paparan Pornografi ... 22

3. Data Paparan Pornografi ... 24

4. Data Perilaku Seksual... 26

F. Validitas dan Reliabilitas ... 28

1. Validitas . ... 28

2. Seleksi item ... 29

3. Reliabilitas ... 30

G. Teknik Pengumpulan Data ... 31

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 32

A. Pelaksanaan Penelitian ... 32

B. Deskripsi Subjek Penelitian... 32

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 35

D. Analisis Hasil Penelitian ... 39

1. Uji Asumsi Penelitian ... 39

2. Uji Hipotesis ... 41

E. Pembahasan ... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimp ulan ... 48

B . Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blueprint Efek Paparan Pornografi ... 22

Tabel 3.2 Blueprint Frekuensi Paparan Pornografi ... 26

Tabel 3.3 Blueprint Perilaku Seksual ... 27

Tabel 3.4 Reliabilitas skala frekuensi paparan pornografi ... 30

Tabel 3.5 Reliabilitas skala perilaku seksual ... 31

Tabel 4.1 Desripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Pengalaman Berganti Pasangan ...33

Tabel 4.2 Desripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ...34

Tabel 4.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tahapan Efek Paparan Pornografi ...35

Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Data Penelitian ...36

Tabel 4.5 Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik ...37

Tabel 4.6 Kategori frekuensi paparan pornografi ...38

Tabel 4.7 Kategori perilaku seksual ...38

Tabel 4.8 Kategori perilaku seksual...39

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas ...40

Tabel 4.10 Hasil Uji Linearitas ...41

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa dewasa awal adalah masa di mana seseorang menemukan identitas

diri, menjadi mandiri dari orang tua, mengembangkan sistem nilai, dan

membangun hubungan (Feldman, Papalia Olds, 2009). Seseorang yang

berada pada dewasa awal mulai membangun pribadi yang mandiri dan

menjadi terlibat secara sosial (Santrock, 2002)..

Berbagai penelitian menemukan bahwa banyak subjek penelitian telah

melakukan perilaku seksual. Penelitian Taufik dan Anganthi (2005),

subjek SMU kelas 3 di Surakarta ditemukan bahwa 13,12% telah

melakukan hubungan seksual, yang terdiri dari 11,2% laki-laki dan 2%

perempuan. Penelitian Nursal (2007) di SMU Negeri di Kota Padang

ditemukan 16,6% berperilaku seksual beresiko, diantaranya 4,3% telah

melakukan hubungan seksual. Pada Penelitian Hazah (2007) di MAN 1

Muntilan Magelang sebanyak 55,2% perilaku seksual pranikah subjek

berada pada kategori sedang. Penelitian Suryoputro dkk (2006) di

perkotaan Jawa Tengah (n=2000) menemukan 18% mahasiswa laki-laki

dan 19% buruh pabrik laki-laki mengaku pernah melakukan hubungan

seksual pranikah, sedangkan 5% mahasiswa perempuan dan 6% buruh

pabrik perempuan mengaku pernah melakukan hubungan seksual

(19)

Palembang melakukan onani, sedangkan 4,2% melakukan masturbasi.

Sebanyak 15,8% subjek mencium dan memeluk pacar, 10,5% subjek

melakukan necking dan 4,2% melakukan petting. Subjek yang melakukan

oral seks sebanyak 2,1%, sebanyak 1,1% subjek melakukan anal seks.

Subjek yang melakukan hubungan seks dengan pacar dan bukan pacar

sebanyak 2,1%.

Penelitian Novita dkk (2006) di SMA Negeri 11 Palembang

menyebutkan bahwa 66,3% subjek melihat materi pornografi melalui

majalah dan 53,7% melalui tabloid, sedangkan 81,1% subjek melihat

materi pornografi melalui televisi dan 49,5% melalui VCD. Responden

menyatakan bahwa tujuan melihat materi pornografi karena tidak sengaja

sebanyak 69,5%, ingin tahu 56,8%, meminjam dari teman 28,4%, diberi

teman 26,3%. Pada saat melihat materi pornografi sebanyak 57,9%

menyatakan terangsang dan 36,8% tidak terangsang. Penelitian ini

menunjukan banyaknya subjek yang mengakses materi pornografi melalui

berbagai media. Selain itu penelitian ini juga menunjukan bahwa subjek

terangsang secara seksual oleh materi pornografi yang diaksesnya.

Penelitian Supriati dan Fikawati (2008) di SMP Negeri Pontianak

menunjukkan bahwa 83,3% telah terpapar pornografi, 79,5% mengalami

efek paparan. Tahap dari efek paparan pornografi adalah adiksi

(kecanduan), eskalasi (peningkatan materi pornografi), desensitisasi

(menganggap pornografi itu biasa), dan act out (meniru adegan pornografi).

(20)

Responden yang mengalami adiksi, 69,2% berada pada tahap eskalasi .

Pada responden yang mengalami eskalasi, 61,1% berada pada tahap

desentisasi. Tahap act out dialami oleh 31,8% subjek yang berada pada

tahap desentisasi.

Penelitian Wirawan (2002) di Kotamadya Yogyakarta menunjukkan

43,8% subjek terpapar gambar-gambar porno dan 32,9% subjek terpapar

film/video porno. Tingginya tingkat akses terhadap materi pornografi dan

tingkat perilaku seksual pada subjek memunculkan kerpihatinan pada

peneliti dari berbagai daerah. Beberpa penelitian telah dilakukan untuk

meneliti adanya hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku

seksual. Nursal (2007) menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara

perilaku seksual dengan paparan media elektronik dan cetak yang

mengandung konten pornografi pada murid SMU NEGERI di Kota Padang.

Pada penelitian Novita dkk (2006) di SMA 11 Palembang ditemukan pula

hubungan yang positif dan signifikan antara paparan pornografi dan

komunikasi subjek-orangtua dengan perilaku seksual, dari kedua variabel

tersebut paparan pornografi yang paling dominan berhubungan dengan

perilaku seksual pada subjek. Pada penelitian Supriati dan Fikawati faktor

dominan yang mempengaruhi tingkat perilaku seksual sebagai acting out

pornografi adalah frekuensi paparan pornografi. Purwatiningsih (2004)

mengungkapkan tingginya perilaku seks pranikah di perkotaan disebabkan

oleh kemudahan mengakses media yang memungkinkan menimbulkan

(21)

dilakukan di Yogyakarta oleh Hanifah (2000) dengan melakukan

wawancara pada 30 subjek. Penelitian kualitatif ini menyatakan bahwa

hubungan seksual pranikah, salah satunya dipengaruhi oleh paparan media

massa.

Berdasarkan penjelasan tersebut dan penelitian Hanifah (2000) yang

mewawancarai 30 responden. Peneliti kemudian tertarik untuk menyelidiki

hubungan antara paparan pornografi dengan dengan perilaku seksual

pranikah pada mahasiswa yang pernah berpacaran, mengingat kurangnya

penelitian kuantitatif mengenai hubungan antara kedua variabel tersebut

pada masa dewasa awal dan tingginya tingkat paparan pornografi di

Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan pokok yang ingin diungkap

peneliti adalah “Apakah ada hubungan antara paparan pornografi dengan

perilaku seksual mahasiswa yang pernah berpacaran dan belum menikah?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

paparan pornografi dengan perilaku seksual mahasiswa yang pernah

berpacaran dan belum menikah.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau menjadi manfaat praktis dan

teoritis, antara lain :

(22)

 Penelitian ini berguna untuk menjadi referensi dalam

penelitian selanjutnya mengenai seksualitas.

 Dalam Psikologi Perkembangan penelitian ini memberikan

gambaran tentang hubungan paparan porgorafi dan perilaku

seksual pada tahap dewasa awal.

2. Manfaat praktis yaitu :

 Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan menjadi

gambaran paparan pornografi dan perilaku seksual disekitar

(23)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Seksual

1. Definisi Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah adalah segala tingkah laku seksual yang

didorong oleh hasrat seksual dengan pasangannya (Soetjiningsih, 2008).

Perilaku seksual menurut Feldman dan Papalia Olds (2009) adalah coitus

atau senggama dan noncoitus atau aktivitas seksual genital, seperti seks oral, anal dan masturbasi. Perilaku seksual dapat dilakukan sendiri,

misalnya masturbasi, maupun dengan pasangan, misalnya senggama.

Disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku

seksual yang didorong oleh hasrat seksual baik dilakukan sendiri atau

dengan pasangannya.

2. Jenis-jenis perilaku seksual

Perilaku seksual menururt Santrock (2004) ada 4 macam yaitu :

a. Berciuman

Berciuman adalah perilaku memberikan rangsangan berupa stimulus

menggunakan bibir dengan cara mencium pipi atau bibir pasangan.

b. Petting

Merangsang bagian erotis dari pasangan. Hal ini termasuk juga oral sex c. Necking

Memberikan stimulus berupa ciuman pada leher pasangan

(24)

Senggama adalah masuknya alat kelamin pria ke dalam alat kelamin

wanita.

Tahapan perilaku seksual menurut Soetjiningsih (2008) berupa :

a. Pegangan tangan

b. Memeluk/dipeluk dibahu

c. Memeluk/dipeluk dipinggang

d. Ciuman bibir

e. Ciuman bibir sambil pelukan

f. Meraba/diraba bagian erogen (payudara,alat kelamin) dalam keadaan

berpakaian

g. Mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan berpakaian

h. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian

i. Meraba/diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa pakaian

j. Mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian

k. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian

l. Hubungan seksual

Berdasarkan penjelasan tersebut disimpulkan bahwa tahapan

perilaku seksual adalah :

a. Berfantasi Seksual

Merupakan perilaku seksual yang menggunakan imajinasi sebagai

obyek pelepasan hasrat seksualnya.

b. Masturbasi atau onani

(25)

c. Seksual verbal

Membicarakan atau mengungkapkan tentang materi seksual secara

verbal.

d. Berpengangan tangan

e. Berpelukan

f. Berciuman

g. Petting

Memberikan rangsangan seksual kepada pasangan.

h. Hubungan seksual

Masuknya alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin wanita

i. Anal sex

Masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam dubur pasangan. Anal

seks masuk dalam kategori tertinggi karena merupakan bentuk

hubungan seksual beresiko tinggi, terutama terhadap penularan

penyakit. Perilaku ini juga merupakan aktivitas noncoitus yang

belum mendapatkan persetujuan dari masyarakat luas (Feldman,

Papalia Olds, 2009).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual

a. Hubungan orang tua-remaja dan dukungan sosial.

Faktor hubungan orangtua-remaja berpengaruh negatif terhadap

perilaku seksual pranikah remaja. Soetjiningsih (2008) menemukan

bahwa hubungan orang tua-remaja memiliki pengaruh yang besar

(26)

menemukan bahwa dukungan sosial merupakan faktor penting untuk

mengurangi angka hubungan seksual pranikah, meskipun tidak

memiliki pengaruh yang terlalu kuat.

b. Harga diri

Remaja yang memiliki harga diri rendah cenderung mudah

dipengaruhi tekanan negatif teman-teman sebayanya untuk melakukan

perilaku seksual pranikah (Soetjiningsih, 2008)

c. Relijiusitas

Relijiusitas ditemukan memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku

seksual pranikah (Soetjiningsih, 2008). Ketaatan seseorang terhadap

norma agama yang dianutnya melindungi dari perilaku seksual

pranikah.

d. Paparan pornografi

Nursal (2007) menemukan bahwa paparan pornografi memperkuat

peluang untuk melakukan perilaku seksual beresiko. Soetjiningsih

(2008) menemukan adanya hubungan positif antara paparan pornografi

dengan perilaku seksual pranikah.

e. Pengetahuan tentang kesehatan seksual

Remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan seksual yang rendah

memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan perilaku seksual

beresiko tinggi dibandingkan remaja yang memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi (Nursal, 2007).

(27)

Remaja laki-laki memiliki tingkat perilaku seksual pranikah yang

lebih tinggi daripada remaja perempuan. Penelitian yang mendukung

penelitian ini dilakukan oleh Soetjiningsih (2008) dan Nursal (2007)

g. Pengalaman berpacaran

Pengalaman berpacaran memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku

seksual (Taufik dkk, 2005; Nursal,2007). Sebagian besar hubungan

seksual dilakukan pada saat berkencan dengan pacar sebagai bukti rasa

cinta (Taufik dkk, 2005). Saat seseorang lama tidak bertemu dengan

pacar, maka besar kemungkinan muncul perilaku seksual, dan bila

sering bertemu dengan pacar, maka pasangan akan mencoba bentuk

perilaku seksual baru supaya situasi pacaran tidak membosankan

(Nursal, 2007)

B. Paparan pornografi

1. Definisi Pornografi

Menurut UU 44 tahun 2008, pornografi adalah gambar, sketsa,

ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,

percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai

bentuk media komunikasi atau pertunjukan di muka umum, yang memuat

kecabulan atau eksploitasi seksual.

Menurut UU 44 tahun 2008 pornografi secara eksplisit memuat:

a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang

b. kekerasan seksual

(28)

d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan

e. alat kelamin dan pornografi anak.

2. Paparan Pornografi

Cambride Dictionary Online (2011) menjelaskan paparan sebagai kondisi dimana seseorang mengalami atau dipengaruhi sesuatu saat

mereka berada dalam situasi atau tempat tertentu.

Olson dkk (2011) menyebutkan paparan pornografi sebuah kondisi

dimana seseorang berinteraksi dengan material yang secara eksplisit

memuat seksualitas dan ditujukan untuk kesenangan seksual semata.

Berdasarkan penjelasan tersebut disimpulkan paparan pornografi

sebagai pengalaman interaksi seseorang dengan material yang memuat

seksualitas yang dapat mempengaruhi mereka.

3. Efek paparan pornografi

Efek terpapar pornografi menurut Cline (2002) yaitu adiksi, eskalasi,

desensitisasi dan act out.

a. Adiksi adalah efek ketagihan. Seseorang yang menyukai materi

pornografi maka orang tersebut memiliki keinginan untuk melihat dan

mendapatkan kembali materi pornografi.

b. Eskalasi adalah terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap materi seks

yang lebih berat, lebih eksplisit, lebih sensasional dan lebih

menyimpang dari yang sebelumnya.

c. Desensitisasi adalah tahap ketika materi seks yang tadinya tabu, tidak

(29)

dianggap menjadi sesuatu yang biasa bahkan biasanya menjadi tidak

sensitif terhadap korban kekerasan seksual.

d. Act out adalah kecenderungan untuk mengaplikasikan apa yang dilihatnya dalam pornografi ke dalam kehidupan nyata. Proses ini

sejalan dengan teori belajar observasional yang dikemukakan oleh

Bandura (dalam Hergerhahn, 1997). Informasi yang dipelajari dari

observasi terhadap materi pornografi diproses secara kognitif dan

kemudian dipraktekan secara nyata.

4. Akses mendapatkan informasi tentang pornografi

Akses untuk mendapatkan materi pornografi dapat melalui jasa yang

disediakan oleh para penyedia. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan

pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi

melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio,

telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar,

majalah, dan barang cetakan lainnya (UU 44, 2008).

Dari jasa ini para pengguna bisa mendapatkan materi pornografi yang

di inginkan, dapat berupa gambar, cerita, suara yang mengandung

pornografi, film atau secara langsung (UU 44, 2008)

C. Dewasa awal

1. Definisi dewasa awal

Masa dewasa awal adalah masa di mana seseorang menemukan

identitas diri, menjadi mandiri dari orang tua, mengembangkan sistem nilai,

(30)

berada pada dewasa awal mulai membangun pribadi yang mandiri dan

menjadi terlibat secara sosial (Santrock, 2002).

Teori kognitif menjelaskan bahwa pada masa dewasa awal seseorang

memasuki tahap operasional formal. Mereka berpikir secara abstrak, membuat

hipotesis dan lebih sistematis dalam mendekati masalah (Feldman, Papalia

Olds, 2009). Pada masa dewasa awal seseorang mulai mengandalkan analisis

logis dalam memecahkan masalah. Mereka menggunakan komitmen,

spesialisasi serta penyaluran energi untuk memperoleh tempat dalam

masyarakat (Santrock, 2002).

Dalam masa dewasa awal seseorang mulai memasuki fase keenam dari

delapan tahap perkembangan psikososial Erikson, yaitu keintiman vs isolasi

(Santrock, 2002). Seseorang berusaha membuat komitmen dan membangun

interaksi yang intim dengan orang lain. Jika tidak berhasil, seseorang akan

mengalami isolasi dan kesepian (Feldman, Papalia Olds, 2009).

Menurut teori psikoanalitik, pada masa dewasa awal seseorang

mengalami fase genital. Impuls-impuls seksual yang ditekan pada masa laten,

akan muncul kembali di permukaan dan mengalir melalui saluran-saluran

yang disetujui secara sosial (Feldman, Papalia Olds, 2009). Pada masa dewasa

awal, perilaku seksual bertujuan memuaskan impuls seksual. Hal ini dapat

terwujud dalam berbagai bentuk perilaku sesuai kondisi sosialnya mulai dari

fantasi sampai aktivitas seksual berpasangan

Kedewasaan tidak di mulai dari kriteria eksternal tapi dari indicator

(31)

dewasa awal berada pada puncak kesehatan, kekuatan, energy, daya tahan dan

fungsi motorik. Masa dewasa awal adalah masa peralihan SMA menjadi

mahasiswa, bekerja (penuh atau paruh waktu), pindah dari rumah, menikah,

dan memiliki anak (Feldman, Papalia Olds, 2009).

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang menempuh pendidikan di

perguruan tinggi atau setingkat. Dalam masa transisi dari pelajar menuju

mahasiswa, seseorang dapat menemukan bahwa kehidupan mahasiswa lebih

menantang secara akademik, lebih mandiri dan lebih bebas dari pengawasan

orangtua, bebas memilih pelajaran, banyak memiliki kesempatan untuk

mengeksplorasi gaya hidup dan nilai-nilai serta menghabiskan waktu dengan

kelompok sebaya (Santrock, 2002). Seseorang yang menempuh pendidikan di

perguruan tinggi berusia antara 18 sampai 30 tahun.

2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal

Ciri-ciri Feldman dan Papalia Olds (2009) adalah :

a. Usia Reproduktif

Pada masa dewasa awal reproduksi memiliki fungsi

kesenangan dan menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari

peran sebagai orang tua.

b. Permasalahan Fisik

Pada masa dewasa awal seseorang mengalami puncak dari

kondisi fisik dan mulai mengalami penurunan kemampuan fisik

(32)

c. Ketegangan Emosional

Pada masa dewasa awal, ketegangan emosional

diakibatkan oleh tekanan pekerjaan, kehidupan perkawinan

dan peran sebagai orangtua.

d. Komitmen

Pada masa dewasa awal, seseorang sudah menjadi mandiri

dan lepas dari orang tua. Masa ini seseorang menentukan pola

hidup, tanggung jawab dan komitmen baru.

Menurut Santrock (2002), pada masa dewasa awal seseorang dapat

ditunjukan dengan kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat

keputusan.

3. Perilaku seksual pada masa dewasa awal

(33)

D. Hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku seksual

mahasiswa.

Mahasiswa berada dalam masa dewasa awal di mana seseorang

menemukan identitas diri, menjadi mandiri dari orang tua, mengembangkan

sistem nilai, membangun hubungan yang lebih intim dan berkomitmen

misalnya berpacaran dan menikah.

Mahasiswa dalam menjawab tantangan akademik dihadapkan pada

tuntutan untuk mendapatkan informasi yang semakin luas. Kondisi ini

memungkinkan mahasiswa untuk mengakses media-media informasi lewat

internet, telepon seluler, televisi, koran, majalah, buku dan berbagai media

informasi lainnya.

Seiring perkembangan jaman, proses industri dan modernisasi memacu

tumbuhnya media informasi yang semakin canggih, interaktif dan tanpa batas.

Mahasiswa dalam proses mencari informasi dituntut untuk mengikuti

perkembangan jaman dan menggunakan media informasi yang semakin

canggih, misalnya internet dan telepon seluler.

Kondisi mahasiswa memungkinkan mengakses informasi yang sangat

luas, mulai dari informasi pendidikan sampai pornografi. Seiring munculnya

internet, seseorang menjadi mudah untuk mengakses materi pornografi yang

seringkali muncul tanpa ada kontrol yang jelas.

Mahasiswa yang mengalami paparan pornografi, beresiko mengalami

(34)

Efek paparan pornografi pada mahasiswa dimulai dari adiksi terhadap

materi pornografi yang ditemui. Mahasiswa mulai berusaha untuk mengakses

kembali materi pornografi yang dipaparkan oleh media informasi yang

menyajikan

Seiring waktu berjalan mahasiswa yang teradiksi paparan

membutuhkan materi pornografi yang tereskalasi, semakin kasar dan

menyimpang dari norma masyarakat. Materi pornografi seringkali berisi

perilaku seksual yang menyimpang dari norma masyarakat pada umumnya,

misalnya hubungan seksual tanpa pernikahan, pencabulan pada anak-anak,

perselingkuhan yang diikuti hubungan seksual, anal seks, dan sebagainya,

Tingkat keseringan seseorang mengakses materi pornografi yang

semakin tinggi menyebabkan mereka melihat pornografi sebagai sesuatu yang

dapat diterima dan umum meskipun bertemakan anti sosial atau

penyimpangan. Sensitisifitas seseorang terhadap materi pornografi yang

sesungguhnya merupakan materi illegal, mengejutkan, tidak bermoral semakin

berkurang.

Pada akhirnya seseorang menemukan diri mereka terperangkap dalam

sebuah perilaku seksual yang mereka pelajari dari observasi terhadap perilaku

yang diperlihatkan dalam pornografi. Mereka cenderung mengaplikasikan

perilaku yang telah mereka pelajari melalui pornografi saat menjalin hubungan

(35)

Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan bahwa paparan pornografi

berhubungan positif dengan perilaku seksual pada mahasiswa yang pernah

berpacaran.

E. Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah ada hubungan

positif antara paparan pornografi dengan perilaku seksual mahasiswa yang

pernah berpacaran. Semakin tinggi paparan pornografi maka semakin tinggi

perilaku seksualnya. Sedangkan semakin rendah paparan pornografi yang

(36)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

apakah ada hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku seksual

pada mahasiswa yang pernah berpacaran. Pada penggunaan penelitian

korelasional, kita dapat menyelidiki apakah variasi pada satu variabel

berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan

koefisien varibel korelasi (Azwar, 1999)

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel x

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paparan pornografi.

2. Variabel y

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku seksual

mahasiswa

C. Definisi Operasional

1. Paparan pornografi

Paparan pornografi adalah frekuensi interaksi mahasiswa dengan

gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,

(37)

melalui media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang

memuat kecabulan atau eksploitasi seksual. Data paparan pornografi

didapatkan menggunakan skala frekuensi paparan pornografi.

2. Efek paparan pornografi

Efek paparan pornografi adalah hasil yang ditimbulkan ketika

mahasiswa berinteraksi dengan paparan pornografi berdasarkan

tahapan efek paparan pornografi, dimulai dari adiksi, eskalasi,

desensitisasi, dan act out. Data efek paparan pornografi didapatkan

menggunakan skala tingkat efek paparan pornografi.

3. Perilaku seksual

Perilaku seksual adalah tingkatan perilaku yang dilakukan

seseorang berdasarkan tahapan perilaku seksual, dimulai dari

berfantasi seksual, masturbasi, seksual verbal, berpegangan tangan

berpelukan, berciuman, petting, hubungan seksual, sampai anal seks.

data perilaku seksual didapatkan menggunakan skala tingkat perilaku

seksual.

D. Sampling

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang dilakukan terhadap kelompok yang telah ditentukan dengan memperhatikan ciri-ciri

atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat

dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya.

(38)

1. Subyek adalah mahasiswa yang menempuh pendidikan di

perguruan tinggi.

2. Subyek berumur 18 tahun sampai 30 tahun.

3. Subyek belum pernah menikah.

4. Subyek sudah pernah berpacaran.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengambilan data dalam penelitian menggunakan skala

frekuensi dan skala tingkat perilaku dengan menggunakan skala Likert.

Data yang dikumpulkan melalui skala adalah data frekuensi paparan

pornografi dan tingkat perilakuseksual. Skala digunakan untuk

mengungkap secara tidak langsung, kesesuaian atau ketidak sesuaian

subjek terhadap objek penelitian. Penelitian ini hanya menggunakan item

favorable karena jawaban yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Pernyataan

favorabel adalah pernyataan yang mendukung secara teknis obyek yang

akan diukur.

1. Data demografi subjek

Data subjek mengenai usia, jenis kelamin, status pernikahan,

pengalaman berpacaran dan pengalaman berganti pasangan diambil

menggunakan pertanyaan mengenai usia, jenis kelamin, status

pernikahan, status berganti pasangan dan pengalaman berganti

(39)

2. Data efek paparan pornografi

Data efek paparan pornografi digunakan sebagai data deskriptif

untuk melengkapi penelitian. Data efek paparan pornografi

menggunakan kuisioner efek paparan pornografi. Subjek diminta

untuk menanggapi item dengan menentukan satu pilihan jawaban dari

4 pilihan jawaban yang ada, yaitu sangat sering, sering, tidak sering

dan sangat tidak sering, sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Tabel 1

Blueprint Efek Paparan Pornografi

No. Aspek No. item

1 Pra-adiksi 2

2 Adiksi 13

3 Eskalasi 9

4 Desensitisasi 18

5 act out 5

Kuisioner ini terdiri dari 5 item yang berisi 5 tahapan efek paparan

pornografi. Item pertama mengenai pra-adiksi, item kedua mengenai

adiksi, item ketiga mengenai eskalasi, item ketiga mengenai eskalasi,

item keempat mengenai desensitisasi, item kelima mengenai act out.

Jawaban sangat sering mendapatkan nilai 4, sering mendapatkan nilai

(40)

nilai 1. Tiap item dievaluasi terpisah untuk menentukan efek paparan

pornografi yang dialami oleh subjek.

Pada item 1, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan

subjek tersebut mengalami tahap pra-adiksi, bila skor dibawah 2,5

disimpulkan subjek tidak berada dalam tahap pra-adiksi.

Pada item 2, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan

subjek tersebut mengalami tahap adiksi, bila skor dibawah 2,5

disimpulkan subjek tidak berada dalam tahap adiksi.

Pada item 3, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan

subjek tersebut mengalami tahap eskalasi, bila skor dibawah 2,5

disimpulkan subjek tidak berada dalam tahap eskalasi.

Pada item 4, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan

subjek tersebut mengalami tahap desensitisasi, bila skor dibawah 2,5

disimpulkan subjek tidak berada dalam tahap desensitisasi.

Pada item 5, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan

subjek tersebut mengalami tahap act out, bila skor dibawah 2,5 disimpulkan subjek tidak berada dalam tahapact out

Hasil kuisioner terdiri dari sembilan deskripsi mengenai jumlah

total subjek yang mengalami tahap pra-adiksi, jumlah total subjek

yang mengalami tahap subjek adiksi, jumlah total subjek yang

mengalami tahap eskalasi, jumlah total subjek yang mengalami tahap

(41)

tahap adiksi, jumlah subyek yang mengalami tahap adiksi dan telah

memasuki tahap eskalasi, jumlah subyek yang mengalami tahap

eskalasi dan telah memasuki tahap desensitisasi, jumlah subyek yang

mengalami tahap desensitisasi dan telah memasuki tahapact out. Data efek paparan pornografi digunakan sebagai deskriptif untuk

melengkapi penelitian yang dilakukan.

3. Data paparan pornografi

Data paparan pornografi menggunakan skala frekuensi paparan

pornografi. skala ini bertujuan untuk mengukur seberapa sering

mahasiswa berinteraksi dengan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,

suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak

tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui media komunikasi dan/atau

pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi

seksual.

Metode yang digunakan dalam menyusun skala pada penelitian ini

adalah metode rating yang dijumlahkan (summated rating method) dengan empat kategori jawaban. Subyek diminta untuk menentukan

satu pilihan dari 4 pilihan jawaban mulai dari "Sangat Sering" (SS),

"Sering" (S), "Tidak Sering" (TS) dan "Sangat Tidak Sering" (STS),

sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Penyusunan skala ini didasarkan padaUU 44 tahun 2008 mengenai

pornografi dan materi pornografi. Skala ini berisi 3 aspek yang

(42)

1. Aspek interaksi secara langsung dengan materi pornografi, terdiri

dari 2 item

2. Aspek interaksi dengan materi pornografi melalui media

elektronik berupa televisi, video, games, radio, telepon dan

internet yang terdiri dari 6 item.

3. Aspek interaksi dengan materi pornografi melalui media

elektronik berupa majalah, tabloid, koran, novel/buku, komik yang

terdiri dari 7 item.

Tabel mengenai skala frekuensi paparan pornografi dapat dilihat

sebagai berikut.

Tabel 2

Blueprint Frekuensi Paparan Pornografi

No Aspek No. item

1 Secara langsung 1,6

2 Media elektronik : televisi 10 3 Media elektronik : video,

VCD,DVD, Video games

11,17

4 Media elektronik : radio 16

5 Media elektronik : telepon 4 6 Media elektronik : internet 7

7 Media cetak: Majalah 8,14

8 Media cetak : tabloid 19,20

9 Media cetak : koran 12

10 Media cetak : novel/ buku 3

(43)

Jawaban sangat sering mendapatkan skor 4, sering mendapatkan

skor 3 tidak sering mendapatkan skor 2 dan sangat sering

mendapatkan nilai 1.

Skor terendah yang didapatkan subjek adalah 15 dan skor tertinggi

adalah 60. Semakin tinggi skor yang didapatkan maka semakin tinggi

pula frekuensi mahasiswa terseut berinteraksi dengan media yang

berisi pornografi.

4. Data perilaku seksual

Data perilaku seksual diambil menggunakan skala perilaku seksual.

skala ini bertujuan untuk mengukur seberapa tingkatan perilaku yang

dilakukan seseorang berdasarkan tahapan perilaku seksual, dimulai

dari berfantasi seksual, masturbasi, seksual verbal, berpegangan

tangan berpelukan, berciuman, petting, hubungan seksual, sampai anal

seks.

Metode yang digunakan dalam menyusun skala pada penelitian ini

adalah metode rating yang dijumlahkan (summated rating method) dengan empat kategori jawaban. Subyek diminta untuk menentukan

satu pilihan dari 4 pilihan jawaban sesuai dengan keadaan sebenarnya

mulai dari "Sangat Sesuai" (SS), "Sesuai" (S), "Tidak Sesuai" (TS)

dan "Sangat Tidak Sesuai" STS.

Jawaban sangat sesuai mendapatkan skor 4, sesuai mendapatkan

skor 3 tidak sesuai mendapatkan skor 2 dan sangat sesuai

(44)

tabel 3

Blueprint Perilaku Seksual

Skala ini tersusun dari 9 aspek perilaku seksual yaitu Aspek fantasi

seksual (2 item), aspek masturbasi (2 item), aspek verbal (4 item),

aspek berpegangan tangan (1 item), aspek berpelukan (2 item), aspek

berciuman (5 item), aspek petting (6 item), aspek hubungan seksual

(1item) aspek anal seks (1 item). total item dalam skala ini adalah 25.

Skor minimal yang didapatkan adalah 25 dan skor maksimal

adalah 100. semakin skor yang didapatkan maka semakin tinggi

No Aspek No item

1 Fantasi 5,17

2 Masturbasi 20

3 Verbal 1,4,8,14

4 Berpegangan tangan

2

5 Berpelukan 12,18,25

6 Berciuman 3,7,10,16,20

7 Petting 4,9,11,14,19,23,24

8 Hubungan

seksual

13

(45)

tingkatan perilaku yang dilakukan seseorang berdasarkan tahapan

perilaku seksual.

Menurut Azwar (1999) skala-skala dalam penelitian ini tidak

menyediakan alternatif jawaban tengah atau netral dengan tujuan

yaitu:

a. Menghindari responden yang ragu-ragu dalam menjawab,

sebab ada kemungkinan terjadi bahwa responden belum

dapat memutuskan jawaban, sehingga untuk mendapatkan

posisi yang aman kemudian memilih jawaban tengah atau

netral.

b. Supaya responden lebih tegas dalam memilih dan

menentukan jawaban. Hal ini dimaksudkan karena

tersedianya alternatif jawaban tengah dapat menggiring

kebebasan subyek dalam menjawab kecenderungan ke arah

jawaban tengah (central tendency effect), terutama bagi subyek yang ragu-ragu untuk menentukan arah

kecenderungan jawabannya.

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

1. Validitas

Validitas mengambarkan kesesuaian alat ukur yang akan dipakai.

Menurut Azwar (1997 dalam Statistic untuk Psikologi 2010) validitas

(46)

a. Validitas Tampang

Validitas tampang adalah validitas yang dilakukan dengan

memberi penilaian terhadap format penampilan dari skala yang

dibuat oleh peneliti. Penilaian dilakukan oleh mahasiswa atau

dosen pembimbing sebagai professional judgment.

b. Validitas isi

Validitas isi adalah pengujian validitas yang dilakukan oleh

professional judgement yaitu dosen pembimbing atau dosen mata

kuliah seminar yang bertujuan mencocokkan antara definisi

rasional dengan indikator-indikator dengan item-item yang dibuat

menjadi skala.

2. Seleksi item

Untuk menyeleksi item tes dilakukan ujicoba alat ukur

menggunakan ujicoba terpakai dengan jumlah item pada skala ini 40

item. Skala yang digunakan adalah frekuensi paparan pornografi dan

skala perilaku seksual. Pada skala efek paparan hanya digunakan

sebagai skala deskriptif saja.

BerdasarkanCorrected Item-Total Correction ≥0,3 yang dianggap baik disimpulkan bahwa tidak ada item skala frekuensi paparan

pornografi yang gugur, korelasi item terendah tercatat 0,351 dan

(47)

BerdasarkanCorrected Item-Total Correction ≥0,3 yang dianggap baik disimpulkan bahwa tidak ada item skala perilaku seksual yang

gugur, korelasi item terendah tercatat 0,398 dan tertinggi 0,827

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah seberapa besar kita bisa mempercayai hasil

tes yang kita dapatkan, atau juga seberapa besar tingkat kesalahan

yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu tes. Semakin besar

tingkat kesalahan yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu

tes, hasil yang diperoleh dari tes tersebut makin tidak dapat dipercaya,

makin tidak reliabel (Santoso, 2010).

Reliabilitas dalam pengukuran ini dapat dilihat dalam tabel berikut

Tabel 4

reliabilitas skala frekuensi

paparan pornografi

Cronbach's

Alpha N of Items

.899 15

Berdasarkan tabel didapatkan nilai reliabilitas alat ukur

frekuensi paparan pornografi sebesar 0,899. Hal ini berarti 89,9%

variasi skor yang didapatkan menggambarkan variasi sebenarnya,

(48)

Tabel 5

reliabilitas skala perilaku

seksual

Cronbach's

Alpha N of Items

.957 25

Berdasarkan tabel didapatkan nilai reliabilitas alat ukur

perilaku seksual 0,957. Hal ini berarti 95,7% variasi skor yang

didapatkan menggambarkan variasi sebenarnya, sehingga disimpulkan

alat ukur ini cukup reliabel.

G. Teknik Analisis Data

Analisi data untuk hipotesis penelitian ini yang berbunyi ada

hubungan positif antara paparan pornografi dengan perilaku seksual

(49)

32 BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Data penelitian diambil dengan membagikan Skala Paparan Pornografi

dan Skala Perilaku Seksual kepada subyek penelitian. Kedua skala tersebut

disajikan bersama dan dikemas dalam satu bendel dan nantinya diisi oleh

subjek penelitian. Skala tersebut dibagikan kepada 100 mahasiswa yang terdiri

dari 50 mahasiswa laki-laki dan 50 mahasiswa perempuan.

Penelitian dilakukan di Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta pada tanggal 25 Juli 2011. Subyek penelitian diminta mengisi

skala tersebut sesuai intruksi yang tercantum dalam skala yang dibagikan.

Peneliti membagikan skala yang telah dibendel secara accidental sampling. Peneliti memberikan waktu untuk mengisi skala yang diberikan,

sehingga peneliti menunggu hasil dari angket yang diberikan. Subjek

penelitian mengisi skala penelitian antara 3 sampai 5 menit. Awalnya

peneliti memberikan inform concern kepada subyek penelitian tentang

pengisian skala. Setelah memberikan inform concern, peneliti menayakan

kesediaan subjek penelitian untuk mengisi skala. Peneliti memberikan

intruksi pengisian skala kepada subjek dan meminta mereka untuk

mengisinya setelah memberikan inform concern. B. Deskripsi Subjek Penelitian

(50)

terdiri dari 50 mahasiswa laki-laki dan 50 mahasiswa perempuan. Dari 100

subjek tersebut hanya 92 subyek yang memenuhi kriteria yaitu sudah pernah

berpacaran dan belum menikah. Subyek sebanyak 47 orang laki-laki dan 45

perempuan. Penelitian ini selanjutnya menggunakan data dari 92 subjek

tersebut untuk dianalisis sebagai data penelitian.

Tabel 1

Desripsi Subjek Penelitian Berdasarkan

Pengalaman Berganti Pasangan

Pengalaman berganti pasangan

Pernah Belum pernah

Laki-laki 44 3

Perempuan 38 7

Total 82 10

Tabel menunjukkan terdapat 44 subjek laki-laki pernah berganti

pasangan dan 38 subjek perempuan sudah pernah berganti pasangan,

dengan total subjek yang berganti pasangan 82 orang. Sebanyak 10

subjek penelitian belum pernah berganti pasangan yang terdiri dari 3

laki-laki dan 7 perempuan.

Data mengenai subjek penelitian berdasarkan usia dijelaskan

(51)

Tabel 2

Desripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia (tahun) laki-laki perempuan Jumlah Persentase

18 4 9 13 14,13%

19 5 2 7 7,61%

20 8 5 13 14,13%

21 7 10 17 18,48%

22 5 4 9 9,78%

23 7 4 11 11,96%

24 2 5 7 7,61%

25 5 6 11 11,96%

26 2 2 2,17%

27 2 2 2,17%

Total 47 45 92 100%

Tabel menunjukkan deskripsi subjek penelitian berdasarkan

kategori usia yang berjumlah 92 orang yang terdiri dari 13 orang 9

perempuan dan 4 laki-laki, usia 19 tahun terdiri dari 2 perempuan dan 5

orang laki-laki, usia 20 tahun terdiri dari 8 laki-laki dan 5 perempuan,

usia 21 tahun terdiri dari 7 laki-laki dan 10 perempuan, usia 22 tahun

teerdiri dari 5 laki-laki dan 4 perempuan, usia 23 tahun terdiri dari 7

(52)

perempuan, usia 25 terdiri dari 5 laki-laki dan 6 perempuan, usia 26

terdiri dari 2 laki-laki, dan usia 27 terdiri dari 2 laki-laki.

C. Deskripsi Hasil Penelitian

Berdasarkan data penelitian yang didapatkan, ditemukan bahwa subyek

telah memasuki beberapa tahap efek paparan pornografi. Distribusi subjek

penelitian berdasarkan tahapan efek paparan pornografi dijelaskan sebagai

berikut :

Tabel 3

Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tahapan Efek Paparan Pornografi

Tahapan Jumlah

subjek Prosentase

Tidak terpapar 28 28

92 𝑥𝑥 100% = 30,44%

Pra-adiksi 31 31

92 𝑥𝑥 100% = 33,7%

Adiksi 3 3

92 𝑥𝑥 100% = 3,26%

Eskalasi 9 9

92 𝑥𝑥 100% = 9,78%

Desensitisasi 6 6

92 𝑥𝑥 100% = 6,52%

Act out 15 15

92 𝑥𝑥 100% = 16,30%

(53)

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 92 subjek penelitian,

terdapat 28 subjek (30,44%) yang tidak mengalami efek paparan. Sejumlah

31 subjek (33,7%) mengalami tahap pra-adiksi, 3 subjek (3,26%)

mengalami tahap adiksi, 9 subjek (9,78%) berada pada tahap eskalasi. Pada

tahap desensitisasi terdapat 6 subjek (6,52%) dan 15 subjek (16,30%)

mengalami act out.

Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil penelitian data empiris yang

akan dibandingkan dengan data teoritis. Pengolahan data empiris dan data

teoritis menggunakan SPSS for Windows versi 17.0. Perbandingan digunakan untuk mengetahui kecenderungan frekuensi paparan pornografi

dan kecenderungan perilaku seksual pada mahasiswa.

Tabel 4

Deskripsi Statistik Data Penelitian

Deskripsi Data Frekuensi Paparan Pornografi Perilaku Seksual

Mean 40,00 66,74

SD 8,346 16,34

X max 57 99

X min 19 28

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa mean dari frekuensi

paparan pornografi sebesar 40,00 dan mean dari perilaku seksual sebesar

66,74. Standar deviasi frekuensi paparan pornografi adalah 8,346 dan

standar deviasi perilaku seksual adalah 16,34. Nilai tertinggi yang didapat

dari frekuensi paparan pornografi sebesar 57 dan nilai tertinggi dari

perilaku seksual sebesar 99. Nilai minimal yang diperoleh dari frekuensi

(54)

seksual adalah 28.

Tabel 6

Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik Variabel Data Teoritik Data Empirik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD Frekuensi

Paparan

15 60 37,5 10 19 57 40 8,346

Perilaku Seksual

25 100 62,5 12,5 28 99 66,74 16,34

Skala frekuensi paparan pornografi memiliki 15 item dengan rentang

skor 1 sampai dengan 4. Skor terkecil yang dapat diperoleh dari skala ini

adalah 15 dan skor terbesar yang dapat diperoleh adalah 60. Rentang skor

frekuensi paparan pornografi adalah 15 sampai 60 dan jaraknya adalah 45.

Standar deviasi yang diperoleh adalah 45 : 6 = 7,5 dan dengan mean teoritis

2,5 x 15 = 37,5.

Skala perilaku seksual memiliki 25 item dengan rentang skor 1 sampai

4. Skor terkecil yang diperoleh dari skala ini adalah 25 dan skor terbesar

yang diperoleh adalah 100. Rentang skor perilaku seksual adalah 25 sampai

100 dan jaraknya adalah 75. Standar deviasi yang diperoleh adalah 75 : 6 =

12,5 dan mean teoritis 2,5 x 25 = 62,5.

(55)

Mean teoritik Skala Perilaku Seksual diperoleh sebesar 75 sedangkan mean empirik sebesar 66,74 (mean empirik > mean teoritik). Berdasar data di atas maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki perilaku seksual dengan kecenderungan yang tinggi.

Kategori frekuensi paparan pornografi dan kategori frekuensi perilaku seksual dapat dilihat dari table berikut :

Tabel 6

Kategori frekuensi paparan pornografi

Kategori Rentang Jumlah Subyek Presentase Rendah 15 ≤x≤27,5 5 5,43%

Sedang 27,5 ≤x≤47,5 71 77,17% Tinggi 47,5 ≤x≤60 16 17,39%

Total 92 100%

Berdasarkan pengolahan data penelitian, diperoleh sebagian besar frekuensi paparan pornografi berada pada tingkat sedang sebesar 77,17 %. Sedangkan kategori frekuensi perilaku seksual dapt dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7

Kategori perilaku seksual

Kategori Rentang Jumlah Subyek Presentase Rendah 25 ≤x≤40 4 4,35% Sedang 40 ≤x≤75 61 66,3% Tinggi 75 ≤x≤100 27 29,35%

Total 92 100%

(56)

Hasil pengolahan data penelitian, diperoleh sebagian besar frekuensi perilaku seksual berada pada tingkat sedang, sebesar 66,3%.

Berdasarkan hasil penelitian, perilaku seksual yang sering dilakukan mahasiswa adalah berpegangan tangan sedangkan yang jarang dilakukan adalah anal sex. Kategori perilaku yang dilakukan dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 8

Kategori perilaku seksual

D. Analisis Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi Penelitian

Sebelum melakukan analisis data untuk menguji hipotesis, peneliti

melakukan uji normalitas dan linearitas terlebih dahulu.

a. Uji Normalitas

Peneliti melakukan uji normalitas untuk mengetahui distribusi

(57)

frekuensi dari gejala yang diteliti tidak menyimpang secara signifikan

dari frekuensi harapan distribusi normal teoritiknya. Uji normalitas

dilakukan menggunakan rumus one sample test of kolmogorov-smirnov Test, bantuan SPSS for Windows versi 17.0

Tabel 9

Hasil Uji Normalitas

Paparan Pornografi Perilaku Seksual

Kolmogorov-Smirnov Z 0,666 0,574

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,767 0,897

Asumsi uji normalitas adalah jika nilai p > 0,05. Sebaran skor

yang diperoleh adalah normal. Hasil uji normalitas menunjukkan

bahwa nilai K-SZ untuk variabel paparan pornografi sebesar 0,666

dengan probabilitas 0,767 (p > 0,05), sedangkan nilai K-SZ variabel

perilaku seksual sebesar 0,574 dengan probabilitas 0,897 (p>0,05).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data subjek memiliki

sebaran yang normal

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah hubungan

antara skor variabel paparan pornografi dan variabel perilaku seksual

merupakan garis lurus (linear) atau tidak. Pengujian linearitas

(58)

Tabel 10

Hasil Uji Linearitas

Skor Paparan Pornografi * Perilaku Seksual F Sig.

Between Groups (Combined) 2,014 0,000 Linearity 41,014 0,000 Deviation from Linearity 0,796 0,755

Hasil perhitungan uji linearitas dua variabel penelitian

menunjukkan bahwa nilai F sebesar 41,014 dengan probabilitas 0,000

(p < 0,05), artinya garis linear dapat memberikan penjelasan yang

baik mengenai hubungan antara kedua variabel. Berdasarkan

pengujian tersebut diketahui bahwa hubungan antara skor frekuensi

paparan pornografi (variabel bebas) dengan skor perilaku seksual

(variabel tergantung) dapat dijelaskan menggunakan garis linier.

2. Uji Hipotesis

Setelah diketahui data penelitian didistribusikan normal dan

berkorelasi linear, maka dilakukan uji koefisien korelasi Product Moment. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara frekuensi paparan pornografi dengan

perilaku seksual pada mahasiswa. Teknik uji hipotesis ini dilakukan

(59)

Tabel 11

Hasil Uji Hipotesis

Variabel N r r2 p

X : Frekuensi Paparan Pornografi 92

0,574 0,329 0,00

Y : Perilaku Seksual 92

Tabe l u ji hipotesis d i a tas d apa t m emp er li hat ka n ba hw a

kor e las i (r) sebes ar 0,574 ( p=0,00 ), dengan nilai r2=0,329 dan nilai

p<0.01 sehingga harga korelasi dinyatakan sangat signifikan. Disimpulkan

terdapat hubungan positif yang linier antara frekuensi paparan pornografi

dengan perilaku seksual. Pemilihan test of significance one-tailed atau uji

karena arah hubungan antara variabel X dan variabel Y sudah ditentukan,

yaitu hubungan positif antara variabel X dan variabel Y. Nilai r2=0,329

menunjukkan bahwa sumbangan efektif variabel X terhadap variabel Y

sebesar 32,9%.

E. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukan sebagian besar mahasiswa cenderung

memiliki frekuensi paparan pornografi yang tinggi. Mereka memiliki

kecenderungan untuk mengakses materi pornografi untuk kesenangan

semata melalui media komunikasi dan pertunjukan langsung. Hal ini

diperkuat oleh temuan bahwa sebagian besar mahasiswa berada pada

paparan sedang 77,17% dan tinggi 17,29 %, sedangkan yang memiliki

tingkat frekuensi rendah hanya 5,43%. Tingginya frekuensi paparan

(60)

seksual beresiko (Nursal, 2007).

Penelitian menunjukan sebagian besar mahasiswa memiliki

kecenderungan perilaku seksual yang tinggi. 66,3% subjek penelitian

memiliki tingkatan sedang dalam perilaku yang dilakukan seseorang

berdasarkan tahapan perilaku seksual. Berdasarkan data tersebut

disimpulkan bahwa subjek memiliki kecenderungan yang cukup tinggi

untuk melakukan perilaku seksual baik sendiri maupun dengan

pasangannya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek telah

melakukan perilaku seksual mulai dari berfantasi sampai anal seks.

Temuan ini cukup memprihatinkan karena norma masyarakat

mengharapkan seseorang yang belum menikah memiliki tingkat perilaku

seksual yang cenderung rendah. Temuan ini juga menunjukan bahwa

mahasiswa dapat mengalami kerentanan terhadap permasalahan yang

muncul karena perilaku seks yang kurang terkontrol, misalnya kehamilan

yang belum diharapkan dan penularan penyakit seksual.

Data penelitian menunjukan bahwa 30,44% mahasiswa tidak

mengalami paparan pornografi. Sedangkan 69,56% mahasiswa telah

mengalami efek paparan pornografi sampai tahap act out. Sebanyak 33,7% dari keseluruhan jumlah subjek, ditemukan telah mengalami

paparan dan memasuki tahap pra-adiksi. Hal ini berarti sebagian subjek

telah mengalami interaksi dengan materi pornografi. Hal ini sesuai dengan

temuan dari Wirawan dkk (2002) yang meneliti di Yogyakarta, bahwa

(61)

menerima paparan meningkatkan kemungkinan subjek yang dapat

memasuki fase selanjutnya yaitu fase adiksi.

Sebanyak 3,26% dari total keseluruhan subjek telah memasuki

tahap adiksi. Subjek yang termasuk dalam tahap ini cenderung selalu ingin

melihat atau berinteraksi dengan materi pornografi. Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian Supriati (2009) di Pontianak yang hasilnya juga

menunjukkan bahwa ada 19,8% subjek yang mengalami pra-adiksi telah

memasuki tahap adiksi. Subjek yang berinteraksi dengan materi pornografi

selalu ingin kembali berinteraksi dan sulit untuk melepaskan diri dari

ketergantungan terhadap materi pornografi. Materi pornografi telah

memberikan efek kesenangan yang menjadi penguat seseorang untuk

kembali berinteraksi dengan materi pornografi yang sejenis.

Pada tahap eskalasi sebanyak 9,78% dari keseluruhan subjek telah

memasuki tahap ini. Sebagian subjek yang telah teradiksi oleh materi

pornografi selalu ingin mendapatkan materi yang lebih berat, meskipun

bertentangan dengan nomra masyarakat. Temuan ini sesuai dengan temuan

Supriati (2009) di Pontianak, bahwa saat seorang teradiksi maka

kemungkinan besar akan mengalami eskalasi dimana 69,2% subjek

teradiksi dalam penelitian Supriati memasuki tahap eskalasi. hal ini sesuai

dengan teori Cline (2002) mengenai efek pornografi, dimana peningkatan

kualitas pemenuhan kebutuhan selalu akan terjadi untuk mendapatkan efek

kesenangan yang sama dalam konteks pornografi. Perilaku ini dilakukan

(62)

semakin sulit untuk dipuaskan, sehingga dibutuhkan materi pornografi

yang semakin bervariasi baik jumlah maupun isi materi pornografi.

Pada tahap desensitisasi sebanyak 6,52% dari keseluruhan subjek

memasuki tahap ini. Sebagian subjek yang telah mengalami eskalasi

terhadap materi pornografi menganggap isi dari materi pornografi

merupakan hal yang biasa, meskipun tidak diterima norma masyarakat.

Sebagian mahasiswa yang menganggap bahwa materi oornografi itu wajar,

meskipun mereka tidak berusaha untuk mencari materi pornografi yang

berat dan kurang sesuai dengan norma. Temuan ini berbeda dengan

temuan Supriati (2009) di Pontianak, bahwa saat seorang tereskalasi

kemungkinan besar akan mengalami desentisisasi dimana 61,1% subjek

tereskalasi dalam penelitian Supriati memasuki tahap desensitisasi.

Berdasarkan penjelasan Cline (2002) mengenai desensitisasi, tingginya

angka desensitisasi terjadi akibat adanya anggapan mahasiswa bahwa

semua orang atau sebaya mereka juga memiliki anggapan yang sama

terhadap materi pornografi sehingga materi tersebut dianggap wajar.

Perilaku ini kurang tepat karena materi pornografi justru berdampak buruk

pada kualitas hubungan bila diterapkan pada interaksi intim, karena materi

pornografi mengajarkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan dan

tidak berlandaskan cinta.

Pada tahap act out sebanyak 16,30% dari keseluruhan subjek telah memasuki tahap ini. Sebagian subjek yang telah mencapai efek act out

(63)

berpasangan materi pornografi yang di dapat. Temuan ini jauh lebih

rendah daripada temuan Supriati (2009) di Pontianak, dimana hanya

31,8% subjek terdesensitisasi dalam penelitian Supriati memasuki act out.

Menurut Cline (2002) perilaku menirukan materi pornogrfi dalam

kehidupan nyata dapat membahayakan kehidupan dan perkembangan

seseorang, misalnya keretakan hubungan dengan pasangan, kekerasan

seksual dan perilaku incest.

Berdasarkan uji korelasi produk momen Pearson, hipotesis

penelitian yang berbunyi ada hubungan positif antara paparan pornografi

dengan perilaku seksual mahasiswa yang pernah berpacaran diterima.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin tinggi frekuensi seseorang

berinteraksi dengna materi pornografi yang terpapar langsung maupun

melalui media maka semakin tinggi pula tingkat perilaku seksual

seseorang. Penelitian ini menghasilkan temuan yang sama dengan

penelitian Hazah (2007) , Nursal (2007) dan Novita dkk (2006). Paparan

pornografi telah berulang kali dibuktikan berhubungan erat dengan tingkat

perilaku seksual. Hubungan yang ditemukan dalam berbagai penelitian

tersebut selalu berarah positif.

Materi pornografi terbukti berhubungan erat dengan perilaku

seksual sesuai dengan uji hipotesis dalam penelitian ini. Semakin frekuensi

paparan pornografi yang dialami mahasiswa maka semakin tinggi pula

perilaku yang dilakukan. Materi pornografi terbukti telah dipelajari dan

(64)

memperburuk kualitas hubungan intim yang seharusnya didasarkan oleh

cinta. Cinta dalam masa dewasa awal merupakan bagian penting yang

menjadi kunci keberhasilan dalam masa perkembangan dewasa awal

(Feldman, Papalia, Olds, 2009). Kualitas hubungan intim yang kurang

baik pada mahasiswa yang menjadi subjek penelittian ini ditunjukan oleh

angka tingginya angka pergantian pasangan yang mereka lakukan hal ini

menunjukan rendahnya komitmen sebagai aspek penting dalam masa

dewasa awal.

Penelitian ini menunjukan bahwa paparan pornografi memberikan

dampak buruk terhadap proses perkembangan pada masa dewasa awal,

ditunjukan oleh hubungan positif dan signifikan (p=0,000; r=0,574) antara

frekuensi paparan pornografi dan perilaku seksual. Bukti lain yang

memperkuat kesimpulan diatas adalah tingginya angka pergantian

pasangan pada mahasiswa (82 mahasiswa) dan banyaknya mahasiswa

(65)

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap mahasiswa, kampus III Universitas

Sanata Dharma paingan dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Ada hubungan positif yang signifikan antara frekuensi paparan

pornografi dan perilaku seksual pada mahasiswa yang pernah

berpacaran, dengan koefisien korelasi sebesar 0,574 dan probabilitas

sebesar 0,000 (p<0,01).

2. Hasil koefisien korelasi determinan (r2) sebesar 0,329. Hal ini

menunjukkan bahwa frekuensi paparan pornografi memberi

sumbangan efektif terhadap perilaku seksual sebesar 32,9%%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diungkapkan di atas, maka

terdapat beberapa saran yang dapat diberikan :

1. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan menjadi gambaran paparan

pornografi dan perilaku seksual disekitar mereka. Penelitian ini

menemukan bahwa frekuensi paparan pornografi pada mahasiswa

cenderung tinggi dan terdapat 33,7% mahasiswa telah terpapar materi

pornografi dalam kehidupanya. Mahasiswa diharapkan meningkatkan

(66)

memiliki item lebih banyak sehingga dapat memberikan gambaran yang

lebih baik mengenai efek paparan pornografi. Selain itu penelitian

selanjutnya diharapkan mengendalikan faktor-faktor lain yang

mempengaruhi perilaku seksual yaitu dukungan sosial, hubungan

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Belajar Offset.

Cline, Victor B (2002). Pornography’s Effect on Adult and Children. Diunduh dari http://stop.org.za/victor%20Cline%27s%20Study.pdf

Feldman, Papalia Olds. (2009). Human Development. New York : McGraw-Hill. Fikawati, Sandra dan Supriati, Euis (2009). Efek Paparan Pornografi Pada

Remaja SMP Negeri Kota Pontianak Tahun 2008. Jakarta : Makara, Sosial Humaniora, Vol.13 Tahun 2009

Hanifah, Laily(2000). Faktor yang Mendasari Hubungan Seks Pra Nikah Remaja : Studi Kualitatif Di PKBI Yogyakarta 2000. Diunduh 22 Juli 2011 dari http://eprints.lib.ui.id/6395/

Hazah, Kunik Ani (2007). Skripsi : Hubungan Antara Frekuensi Memperoleh Informasi Pornografi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di SMAN 1 Muntilan Kabupaten Magelang. Undergraduate Thesis, Diponegoro University.

Hergenhahn, B.R. and Olson, M.H. (1997). An Introducing To Theories Of Learning. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Nursal, Dien G.A (2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Murid SMU Negeri di Kota Padang tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat tahun 2008

Olson, Todd (2011). The Guardians of Innocence : A Parent’s Guide to Protecting Children From Pornography, Springfield : Horizon Book. Purwatiningsih, Sri (2004). Perilaku Seks Beresiko Tinggi : Intensitas dan Insiden

PMS dan HIV/AIDS. Populasi Vol 15, No 2 tahun 2002

Santoso, Agung (2010). Statistik untuk Psikologi : Dari Bulog menjadi Buku. Yogyakarta : Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Santrock, John W (2002). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid II. Jakarta : Penerbit Erlangga

Gambar

Tabel 1Blueprint Efek Paparan Pornografi
Tabel mengenai skala frekuensi paparan pornografi dapat dilihat
tabel 3
Tabel 4reliabilitas skala frekuensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Student Teams Achievement Division (STAD) pada mata pelajaran Akuntansi khususnya materi mengelola kartu persediaan

(SERATUS EMPAT PULUH LIMA MILIAR SEMBILAN RATUS TUJUH PULUH TUJUH JUTA ENAM RATUS DELAPAN PULUH ENAM RIBU RUPIAH)5. (dalam

Inflasi Nusa Tenggara Barat bulan Januari 2017 sebesar 1,49 persen terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan dengan kenaikan indeks pada Kelompok

Semua peubah pada penelitian ini yaitu bobot badan, panjang shank, panjang tibia, panjang femur, panjang punggung, panjang dada, lingkar dada dan rentang sayap ayam

5 Ada pengaruh pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar aspek psikomotor siswa, disebabkan karena siswa mengalami sendiri secara langsung

PD disebut stabil bila respon waktunya tetap terbatas untuk forcing function yang terbatas r harus negatif, agar nilai e rt mengecil/terbatasi.. Jadi agar stabil, maka

Dengan demikian, efektivitas kegiatan ta’aruf di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon terhadap prestasi belajar mahasiswa smester II Jurusan

[r]