HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG PERNAH
BERPACARAN DAN BELUM MENIKAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Zakarias Andrianto
NIM :049114081
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG PERNAH
BERPACARAN DAN BELUM MENIKAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Zakarias Andrianto
NIM :049114081
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN
PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG BELUM MENIKAH
Oleh:
Zakarias Andrianto
NIM : 049114081
Telah disetujui oleh :
Pembimbing Utama
iii
iv
MOTTO
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian dari karya milik orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Juli 2011
vii
HUBUNGAN ANTARA PAPARAN PORNOGRAFI DENGAN PERILAKU SEKSUAL MAHASISWA YANG PERNAH BERPACARAN
DAN BELUM MENIKAH
Zakarias Andrianto
ABSTRAK
viii
CORRELATION BETWEEN PORNOGRAPHY EXPOSURE AND SEXUAL ACTIVITIES IN UNMARRIED COLLEGE STUDENTS THAT
EXPERIENCED A RELATIONSHIP Zakarias Andrianto
ABSTRACT
This research aimed to find out the correlation between Pornography Exposure and Sexual Activities in Unmarried College Student that already ha s inrelationship experience. Sexual Activities in Unmarried College Student that already has inrelationship experience functioned as the dependent variable and Pornography exposure functioned as the independent variable. The subjects included in this research were 92 college student of 3rd Campus of Sanata dharma University whose unmarried and already has in relationship experience, drawn by means of purposive sampling method. The data were collected by pornography exposure frequency scales, questionnaire of pornography exposure effect and sexual activity scales. The technique used to test the hypothesis in this research was the Product-Moment Correlation of Pearson. The results of data analysi s sho wed that there was a positive and significant correlation between Pornography Exposure and Sexual Activities in Unmarried College Student that already ha s inrelationship experience. This was indicated by the correlation coefficient of 0.574 with p value of 0.000 (p < 0.01).
ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Zakarias Andrianto Nomor Mahasiswa : 049114081
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan Antara Paparan Pornografi Dengan Perilaku Seksual Mahasiswa Yang Pernah Berpacaran Dan Belum Menikah
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam Bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti Kepada saya selama tetap mencamtumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 27 September 2011
Yang menyatakan,
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih
sayang, penguatan, ketegaran, berkat dan hidayah sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ch. Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. V. Didik Suryo Hartoko S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih atas segala support, nasehat, masukan, dan semua yang telah
tercurah.
3. P. Henrietta PDADS., MA selaku dosen pembimbing akademik.
4. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan
pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
5. Segenap staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak
Nanik, Mas Muji dan Mas Doni, atas segala bantuan yang diberikan
untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.
6. Orang tuaku Y.B Budiarto dan V. Sri Ardiyati, kakakku Agustina
Fitrianti, Lucky Junior, Adiku Modestus Adityo, Serafica, keponakanku
NirmalaTrivena Putri dan Raymond Quinn Reinhart atas dukungan doa
xi
7. Keluarga besar wonosobo : Alm. Mbah H. Abdul Patah Cipto Suwiryo,
Alm Karto Pawiro, mbah bulik, mbah Sarno, mbak esti, om onon, tante
rina, om aziz, mbah pasro, pak kustanto, Pak Sugeng Hariyanto,
sepupuku : mega, anis, sesi, yudha, Guntur, goro, rainy, diaz, hazna, fajar,
vita, wiryo.
8. Keluarga Besar temanggung : Alm. mbah Man, pak nduk, pak min,pak
har, pak bud, pak lik (om mbojet), pak mamang,mbak ndug, pak cip,
keluarga besar ngimbrang,butuh dan sayangan.
9. Keluarga besar “TN” Antonius Wisnu Sanjaya, Frederik Herwindra,
Hastadi Kurniawan, Purwoko Wening Prasetyo, Dian Wibowo Utomo,
Felicita Rahayu, Yoga Kurniawan serta para sesama parasit : YLG Abu
Jatmiko, Fredericus Renda Tricahya, S. Guntur Yoga P, Felix Ariska
Kristianto, AgunfSudarmanto dan parasit lainnya, proud to be family.
10. Sahabat-sahabatku Ig. Danny Ardianto, Suryo Setyo B, Maria Sekararum
W, Wahyu Putri, D. Hery Handoko, Cinde Yudyasari, Agnes ndut,
Pasifikus Cristha Wijaya, Y. Doddy Nugroho, Martinus Sinulingga,
Bramanto Ranggamukti, Lisabetha Elok, Joseph Andanksaurus, Jimmy
Hanif L, Mahatmya Dwilaksmi.
11. Band yang selalu menemani : Skaphobia (doddy, panjul, gusbam, gatyo,
disti, yosua, pak de, timo, arya), KBT nextGen (martin, rosari, yutti,
ajeng, yosua, disti, laura), Red Pavlov (topig, cuki, kriwil, bagwan,
xii
12. Teman-teman sepeda tinggi : elay, iok, diane, koko, sickgoel, gopret, dan
yang lainnya.
13. Teman-teman Psikologi : anang(04), panji (04), wulan (04), nicko(04),
felix (04), lala (04), hannes, abhe, bambang, yutti, boloth, indro, ruthie,
didi, yasinta, erga, iwan, thita, brandan.
14. Semua yang telah membantu dan tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Yogyakarta, 20 September 2011
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ...4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. LANDASAN TEORI... 6
A. Perilaku seksual ... 6
1. Definisi Perilaku Seksual... 6
xiv
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual ... 8
B. Paparan Pornografi ...10
1. Definisi Pornografi ...10
2. Paparan Pornografi ... 11
3. Efek Paparan Pornografi ... 11
4. Akses Mendapatkan Informasi Tentang Pornografi ... 12
C. Dewasa Awal ... 12
1. Definisi Dewasa Awal ... 13
2. Ciri- Ciri Dewasa Awal ... 14
3. Perilaku Seksual Pada Masa Dewasa Awal ... 15
D. Hubungan Antara Paparan Pornografi Dengan Perilaku Seksual Mahasiswa ... 16
E. Hipotesis ... 18
BAB III. METODE PENELITIAN ... 19
A. Jenis Penelitian ... 19
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 19
C. Definisi Operasional Variabel ... 19
1. Paparan Pornografi ... 19
2. Efek paparan Pornografi ... 20
3. Perilaku Seksual ... 20
xv
E. Teknik Pengumpulan Data ... 21
1. Data Demografi Subjek ... 21
2. Data Efek Paparan Pornografi ... 22
3. Data Paparan Pornografi ... 24
4. Data Perilaku Seksual... 26
F. Validitas dan Reliabilitas ... 28
1. Validitas . ... 28
2. Seleksi item ... 29
3. Reliabilitas ... 30
G. Teknik Pengumpulan Data ... 31
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 32
A. Pelaksanaan Penelitian ... 32
B. Deskripsi Subjek Penelitian... 32
C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 35
D. Analisis Hasil Penelitian ... 39
1. Uji Asumsi Penelitian ... 39
2. Uji Hipotesis ... 41
E. Pembahasan ... 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimp ulan ... 48
B . Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 52
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blueprint Efek Paparan Pornografi ... 22
Tabel 3.2 Blueprint Frekuensi Paparan Pornografi ... 26
Tabel 3.3 Blueprint Perilaku Seksual ... 27
Tabel 3.4 Reliabilitas skala frekuensi paparan pornografi ... 30
Tabel 3.5 Reliabilitas skala perilaku seksual ... 31
Tabel 4.1 Desripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Pengalaman Berganti Pasangan ...33
Tabel 4.2 Desripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ...34
Tabel 4.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tahapan Efek Paparan Pornografi ...35
Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Data Penelitian ...36
Tabel 4.5 Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik ...37
Tabel 4.6 Kategori frekuensi paparan pornografi ...38
Tabel 4.7 Kategori perilaku seksual ...38
Tabel 4.8 Kategori perilaku seksual...39
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas ...40
Tabel 4.10 Hasil Uji Linearitas ...41
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa dewasa awal adalah masa di mana seseorang menemukan identitas
diri, menjadi mandiri dari orang tua, mengembangkan sistem nilai, dan
membangun hubungan (Feldman, Papalia Olds, 2009). Seseorang yang
berada pada dewasa awal mulai membangun pribadi yang mandiri dan
menjadi terlibat secara sosial (Santrock, 2002)..
Berbagai penelitian menemukan bahwa banyak subjek penelitian telah
melakukan perilaku seksual. Penelitian Taufik dan Anganthi (2005),
subjek SMU kelas 3 di Surakarta ditemukan bahwa 13,12% telah
melakukan hubungan seksual, yang terdiri dari 11,2% laki-laki dan 2%
perempuan. Penelitian Nursal (2007) di SMU Negeri di Kota Padang
ditemukan 16,6% berperilaku seksual beresiko, diantaranya 4,3% telah
melakukan hubungan seksual. Pada Penelitian Hazah (2007) di MAN 1
Muntilan Magelang sebanyak 55,2% perilaku seksual pranikah subjek
berada pada kategori sedang. Penelitian Suryoputro dkk (2006) di
perkotaan Jawa Tengah (n=2000) menemukan 18% mahasiswa laki-laki
dan 19% buruh pabrik laki-laki mengaku pernah melakukan hubungan
seksual pranikah, sedangkan 5% mahasiswa perempuan dan 6% buruh
pabrik perempuan mengaku pernah melakukan hubungan seksual
Palembang melakukan onani, sedangkan 4,2% melakukan masturbasi.
Sebanyak 15,8% subjek mencium dan memeluk pacar, 10,5% subjek
melakukan necking dan 4,2% melakukan petting. Subjek yang melakukan
oral seks sebanyak 2,1%, sebanyak 1,1% subjek melakukan anal seks.
Subjek yang melakukan hubungan seks dengan pacar dan bukan pacar
sebanyak 2,1%.
Penelitian Novita dkk (2006) di SMA Negeri 11 Palembang
menyebutkan bahwa 66,3% subjek melihat materi pornografi melalui
majalah dan 53,7% melalui tabloid, sedangkan 81,1% subjek melihat
materi pornografi melalui televisi dan 49,5% melalui VCD. Responden
menyatakan bahwa tujuan melihat materi pornografi karena tidak sengaja
sebanyak 69,5%, ingin tahu 56,8%, meminjam dari teman 28,4%, diberi
teman 26,3%. Pada saat melihat materi pornografi sebanyak 57,9%
menyatakan terangsang dan 36,8% tidak terangsang. Penelitian ini
menunjukan banyaknya subjek yang mengakses materi pornografi melalui
berbagai media. Selain itu penelitian ini juga menunjukan bahwa subjek
terangsang secara seksual oleh materi pornografi yang diaksesnya.
Penelitian Supriati dan Fikawati (2008) di SMP Negeri Pontianak
menunjukkan bahwa 83,3% telah terpapar pornografi, 79,5% mengalami
efek paparan. Tahap dari efek paparan pornografi adalah adiksi
(kecanduan), eskalasi (peningkatan materi pornografi), desensitisasi
(menganggap pornografi itu biasa), dan act out (meniru adegan pornografi).
Responden yang mengalami adiksi, 69,2% berada pada tahap eskalasi .
Pada responden yang mengalami eskalasi, 61,1% berada pada tahap
desentisasi. Tahap act out dialami oleh 31,8% subjek yang berada pada
tahap desentisasi.
Penelitian Wirawan (2002) di Kotamadya Yogyakarta menunjukkan
43,8% subjek terpapar gambar-gambar porno dan 32,9% subjek terpapar
film/video porno. Tingginya tingkat akses terhadap materi pornografi dan
tingkat perilaku seksual pada subjek memunculkan kerpihatinan pada
peneliti dari berbagai daerah. Beberpa penelitian telah dilakukan untuk
meneliti adanya hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku
seksual. Nursal (2007) menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara
perilaku seksual dengan paparan media elektronik dan cetak yang
mengandung konten pornografi pada murid SMU NEGERI di Kota Padang.
Pada penelitian Novita dkk (2006) di SMA 11 Palembang ditemukan pula
hubungan yang positif dan signifikan antara paparan pornografi dan
komunikasi subjek-orangtua dengan perilaku seksual, dari kedua variabel
tersebut paparan pornografi yang paling dominan berhubungan dengan
perilaku seksual pada subjek. Pada penelitian Supriati dan Fikawati faktor
dominan yang mempengaruhi tingkat perilaku seksual sebagai acting out
pornografi adalah frekuensi paparan pornografi. Purwatiningsih (2004)
mengungkapkan tingginya perilaku seks pranikah di perkotaan disebabkan
oleh kemudahan mengakses media yang memungkinkan menimbulkan
dilakukan di Yogyakarta oleh Hanifah (2000) dengan melakukan
wawancara pada 30 subjek. Penelitian kualitatif ini menyatakan bahwa
hubungan seksual pranikah, salah satunya dipengaruhi oleh paparan media
massa.
Berdasarkan penjelasan tersebut dan penelitian Hanifah (2000) yang
mewawancarai 30 responden. Peneliti kemudian tertarik untuk menyelidiki
hubungan antara paparan pornografi dengan dengan perilaku seksual
pranikah pada mahasiswa yang pernah berpacaran, mengingat kurangnya
penelitian kuantitatif mengenai hubungan antara kedua variabel tersebut
pada masa dewasa awal dan tingginya tingkat paparan pornografi di
Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, permasalahan pokok yang ingin diungkap
peneliti adalah “Apakah ada hubungan antara paparan pornografi dengan
perilaku seksual mahasiswa yang pernah berpacaran dan belum menikah?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
paparan pornografi dengan perilaku seksual mahasiswa yang pernah
berpacaran dan belum menikah.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau menjadi manfaat praktis dan
teoritis, antara lain :
Penelitian ini berguna untuk menjadi referensi dalam
penelitian selanjutnya mengenai seksualitas.
Dalam Psikologi Perkembangan penelitian ini memberikan
gambaran tentang hubungan paparan porgorafi dan perilaku
seksual pada tahap dewasa awal.
2. Manfaat praktis yaitu :
Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan menjadi
gambaran paparan pornografi dan perilaku seksual disekitar
6 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perilaku Seksual
1. Definisi Perilaku Seksual
Perilaku seksual adalah adalah segala tingkah laku seksual yang
didorong oleh hasrat seksual dengan pasangannya (Soetjiningsih, 2008).
Perilaku seksual menurut Feldman dan Papalia Olds (2009) adalah coitus
atau senggama dan noncoitus atau aktivitas seksual genital, seperti seks oral, anal dan masturbasi. Perilaku seksual dapat dilakukan sendiri,
misalnya masturbasi, maupun dengan pasangan, misalnya senggama.
Disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah segala tingkah laku
seksual yang didorong oleh hasrat seksual baik dilakukan sendiri atau
dengan pasangannya.
2. Jenis-jenis perilaku seksual
Perilaku seksual menururt Santrock (2004) ada 4 macam yaitu :
a. Berciuman
Berciuman adalah perilaku memberikan rangsangan berupa stimulus
menggunakan bibir dengan cara mencium pipi atau bibir pasangan.
b. Petting
Merangsang bagian erotis dari pasangan. Hal ini termasuk juga oral sex c. Necking
Memberikan stimulus berupa ciuman pada leher pasangan
Senggama adalah masuknya alat kelamin pria ke dalam alat kelamin
wanita.
Tahapan perilaku seksual menurut Soetjiningsih (2008) berupa :
a. Pegangan tangan
b. Memeluk/dipeluk dibahu
c. Memeluk/dipeluk dipinggang
d. Ciuman bibir
e. Ciuman bibir sambil pelukan
f. Meraba/diraba bagian erogen (payudara,alat kelamin) dalam keadaan
berpakaian
g. Mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan berpakaian
h. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian
i. Meraba/diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa pakaian
j. Mencium/dicium daerah erogen dalam keadaan tanpa berpakaian
k. Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian
l. Hubungan seksual
Berdasarkan penjelasan tersebut disimpulkan bahwa tahapan
perilaku seksual adalah :
a. Berfantasi Seksual
Merupakan perilaku seksual yang menggunakan imajinasi sebagai
obyek pelepasan hasrat seksualnya.
b. Masturbasi atau onani
c. Seksual verbal
Membicarakan atau mengungkapkan tentang materi seksual secara
verbal.
d. Berpengangan tangan
e. Berpelukan
f. Berciuman
g. Petting
Memberikan rangsangan seksual kepada pasangan.
h. Hubungan seksual
Masuknya alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin wanita
i. Anal sex
Masuknya alat kelamin laki-laki ke dalam dubur pasangan. Anal
seks masuk dalam kategori tertinggi karena merupakan bentuk
hubungan seksual beresiko tinggi, terutama terhadap penularan
penyakit. Perilaku ini juga merupakan aktivitas noncoitus yang
belum mendapatkan persetujuan dari masyarakat luas (Feldman,
Papalia Olds, 2009).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
a. Hubungan orang tua-remaja dan dukungan sosial.
Faktor hubungan orangtua-remaja berpengaruh negatif terhadap
perilaku seksual pranikah remaja. Soetjiningsih (2008) menemukan
bahwa hubungan orang tua-remaja memiliki pengaruh yang besar
menemukan bahwa dukungan sosial merupakan faktor penting untuk
mengurangi angka hubungan seksual pranikah, meskipun tidak
memiliki pengaruh yang terlalu kuat.
b. Harga diri
Remaja yang memiliki harga diri rendah cenderung mudah
dipengaruhi tekanan negatif teman-teman sebayanya untuk melakukan
perilaku seksual pranikah (Soetjiningsih, 2008)
c. Relijiusitas
Relijiusitas ditemukan memiliki pengaruh negatif terhadap perilaku
seksual pranikah (Soetjiningsih, 2008). Ketaatan seseorang terhadap
norma agama yang dianutnya melindungi dari perilaku seksual
pranikah.
d. Paparan pornografi
Nursal (2007) menemukan bahwa paparan pornografi memperkuat
peluang untuk melakukan perilaku seksual beresiko. Soetjiningsih
(2008) menemukan adanya hubungan positif antara paparan pornografi
dengan perilaku seksual pranikah.
e. Pengetahuan tentang kesehatan seksual
Remaja dengan tingkat pengetahuan kesehatan seksual yang rendah
memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan perilaku seksual
beresiko tinggi dibandingkan remaja yang memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi (Nursal, 2007).
Remaja laki-laki memiliki tingkat perilaku seksual pranikah yang
lebih tinggi daripada remaja perempuan. Penelitian yang mendukung
penelitian ini dilakukan oleh Soetjiningsih (2008) dan Nursal (2007)
g. Pengalaman berpacaran
Pengalaman berpacaran memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku
seksual (Taufik dkk, 2005; Nursal,2007). Sebagian besar hubungan
seksual dilakukan pada saat berkencan dengan pacar sebagai bukti rasa
cinta (Taufik dkk, 2005). Saat seseorang lama tidak bertemu dengan
pacar, maka besar kemungkinan muncul perilaku seksual, dan bila
sering bertemu dengan pacar, maka pasangan akan mencoba bentuk
perilaku seksual baru supaya situasi pacaran tidak membosankan
(Nursal, 2007)
B. Paparan pornografi
1. Definisi Pornografi
Menurut UU 44 tahun 2008, pornografi adalah gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
kecabulan atau eksploitasi seksual.
Menurut UU 44 tahun 2008 pornografi secara eksplisit memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang
b. kekerasan seksual
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
e. alat kelamin dan pornografi anak.
2. Paparan Pornografi
Cambride Dictionary Online (2011) menjelaskan paparan sebagai kondisi dimana seseorang mengalami atau dipengaruhi sesuatu saat
mereka berada dalam situasi atau tempat tertentu.
Olson dkk (2011) menyebutkan paparan pornografi sebuah kondisi
dimana seseorang berinteraksi dengan material yang secara eksplisit
memuat seksualitas dan ditujukan untuk kesenangan seksual semata.
Berdasarkan penjelasan tersebut disimpulkan paparan pornografi
sebagai pengalaman interaksi seseorang dengan material yang memuat
seksualitas yang dapat mempengaruhi mereka.
3. Efek paparan pornografi
Efek terpapar pornografi menurut Cline (2002) yaitu adiksi, eskalasi,
desensitisasi dan act out.
a. Adiksi adalah efek ketagihan. Seseorang yang menyukai materi
pornografi maka orang tersebut memiliki keinginan untuk melihat dan
mendapatkan kembali materi pornografi.
b. Eskalasi adalah terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap materi seks
yang lebih berat, lebih eksplisit, lebih sensasional dan lebih
menyimpang dari yang sebelumnya.
c. Desensitisasi adalah tahap ketika materi seks yang tadinya tabu, tidak
dianggap menjadi sesuatu yang biasa bahkan biasanya menjadi tidak
sensitif terhadap korban kekerasan seksual.
d. Act out adalah kecenderungan untuk mengaplikasikan apa yang dilihatnya dalam pornografi ke dalam kehidupan nyata. Proses ini
sejalan dengan teori belajar observasional yang dikemukakan oleh
Bandura (dalam Hergerhahn, 1997). Informasi yang dipelajari dari
observasi terhadap materi pornografi diproses secara kognitif dan
kemudian dipraktekan secara nyata.
4. Akses mendapatkan informasi tentang pornografi
Akses untuk mendapatkan materi pornografi dapat melalui jasa yang
disediakan oleh para penyedia. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan
pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi
melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio,
telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar,
majalah, dan barang cetakan lainnya (UU 44, 2008).
Dari jasa ini para pengguna bisa mendapatkan materi pornografi yang
di inginkan, dapat berupa gambar, cerita, suara yang mengandung
pornografi, film atau secara langsung (UU 44, 2008)
C. Dewasa awal
1. Definisi dewasa awal
Masa dewasa awal adalah masa di mana seseorang menemukan
identitas diri, menjadi mandiri dari orang tua, mengembangkan sistem nilai,
berada pada dewasa awal mulai membangun pribadi yang mandiri dan
menjadi terlibat secara sosial (Santrock, 2002).
Teori kognitif menjelaskan bahwa pada masa dewasa awal seseorang
memasuki tahap operasional formal. Mereka berpikir secara abstrak, membuat
hipotesis dan lebih sistematis dalam mendekati masalah (Feldman, Papalia
Olds, 2009). Pada masa dewasa awal seseorang mulai mengandalkan analisis
logis dalam memecahkan masalah. Mereka menggunakan komitmen,
spesialisasi serta penyaluran energi untuk memperoleh tempat dalam
masyarakat (Santrock, 2002).
Dalam masa dewasa awal seseorang mulai memasuki fase keenam dari
delapan tahap perkembangan psikososial Erikson, yaitu keintiman vs isolasi
(Santrock, 2002). Seseorang berusaha membuat komitmen dan membangun
interaksi yang intim dengan orang lain. Jika tidak berhasil, seseorang akan
mengalami isolasi dan kesepian (Feldman, Papalia Olds, 2009).
Menurut teori psikoanalitik, pada masa dewasa awal seseorang
mengalami fase genital. Impuls-impuls seksual yang ditekan pada masa laten,
akan muncul kembali di permukaan dan mengalir melalui saluran-saluran
yang disetujui secara sosial (Feldman, Papalia Olds, 2009). Pada masa dewasa
awal, perilaku seksual bertujuan memuaskan impuls seksual. Hal ini dapat
terwujud dalam berbagai bentuk perilaku sesuai kondisi sosialnya mulai dari
fantasi sampai aktivitas seksual berpasangan
Kedewasaan tidak di mulai dari kriteria eksternal tapi dari indicator
dewasa awal berada pada puncak kesehatan, kekuatan, energy, daya tahan dan
fungsi motorik. Masa dewasa awal adalah masa peralihan SMA menjadi
mahasiswa, bekerja (penuh atau paruh waktu), pindah dari rumah, menikah,
dan memiliki anak (Feldman, Papalia Olds, 2009).
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang menempuh pendidikan di
perguruan tinggi atau setingkat. Dalam masa transisi dari pelajar menuju
mahasiswa, seseorang dapat menemukan bahwa kehidupan mahasiswa lebih
menantang secara akademik, lebih mandiri dan lebih bebas dari pengawasan
orangtua, bebas memilih pelajaran, banyak memiliki kesempatan untuk
mengeksplorasi gaya hidup dan nilai-nilai serta menghabiskan waktu dengan
kelompok sebaya (Santrock, 2002). Seseorang yang menempuh pendidikan di
perguruan tinggi berusia antara 18 sampai 30 tahun.
2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal
Ciri-ciri Feldman dan Papalia Olds (2009) adalah :
a. Usia Reproduktif
Pada masa dewasa awal reproduksi memiliki fungsi
kesenangan dan menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari
peran sebagai orang tua.
b. Permasalahan Fisik
Pada masa dewasa awal seseorang mengalami puncak dari
kondisi fisik dan mulai mengalami penurunan kemampuan fisik
c. Ketegangan Emosional
Pada masa dewasa awal, ketegangan emosional
diakibatkan oleh tekanan pekerjaan, kehidupan perkawinan
dan peran sebagai orangtua.
d. Komitmen
Pada masa dewasa awal, seseorang sudah menjadi mandiri
dan lepas dari orang tua. Masa ini seseorang menentukan pola
hidup, tanggung jawab dan komitmen baru.
Menurut Santrock (2002), pada masa dewasa awal seseorang dapat
ditunjukan dengan kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat
keputusan.
3. Perilaku seksual pada masa dewasa awal
D. Hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku seksual
mahasiswa.
Mahasiswa berada dalam masa dewasa awal di mana seseorang
menemukan identitas diri, menjadi mandiri dari orang tua, mengembangkan
sistem nilai, membangun hubungan yang lebih intim dan berkomitmen
misalnya berpacaran dan menikah.
Mahasiswa dalam menjawab tantangan akademik dihadapkan pada
tuntutan untuk mendapatkan informasi yang semakin luas. Kondisi ini
memungkinkan mahasiswa untuk mengakses media-media informasi lewat
internet, telepon seluler, televisi, koran, majalah, buku dan berbagai media
informasi lainnya.
Seiring perkembangan jaman, proses industri dan modernisasi memacu
tumbuhnya media informasi yang semakin canggih, interaktif dan tanpa batas.
Mahasiswa dalam proses mencari informasi dituntut untuk mengikuti
perkembangan jaman dan menggunakan media informasi yang semakin
canggih, misalnya internet dan telepon seluler.
Kondisi mahasiswa memungkinkan mengakses informasi yang sangat
luas, mulai dari informasi pendidikan sampai pornografi. Seiring munculnya
internet, seseorang menjadi mudah untuk mengakses materi pornografi yang
seringkali muncul tanpa ada kontrol yang jelas.
Mahasiswa yang mengalami paparan pornografi, beresiko mengalami
Efek paparan pornografi pada mahasiswa dimulai dari adiksi terhadap
materi pornografi yang ditemui. Mahasiswa mulai berusaha untuk mengakses
kembali materi pornografi yang dipaparkan oleh media informasi yang
menyajikan
Seiring waktu berjalan mahasiswa yang teradiksi paparan
membutuhkan materi pornografi yang tereskalasi, semakin kasar dan
menyimpang dari norma masyarakat. Materi pornografi seringkali berisi
perilaku seksual yang menyimpang dari norma masyarakat pada umumnya,
misalnya hubungan seksual tanpa pernikahan, pencabulan pada anak-anak,
perselingkuhan yang diikuti hubungan seksual, anal seks, dan sebagainya,
Tingkat keseringan seseorang mengakses materi pornografi yang
semakin tinggi menyebabkan mereka melihat pornografi sebagai sesuatu yang
dapat diterima dan umum meskipun bertemakan anti sosial atau
penyimpangan. Sensitisifitas seseorang terhadap materi pornografi yang
sesungguhnya merupakan materi illegal, mengejutkan, tidak bermoral semakin
berkurang.
Pada akhirnya seseorang menemukan diri mereka terperangkap dalam
sebuah perilaku seksual yang mereka pelajari dari observasi terhadap perilaku
yang diperlihatkan dalam pornografi. Mereka cenderung mengaplikasikan
perilaku yang telah mereka pelajari melalui pornografi saat menjalin hubungan
Berdasarkan penjelasan di atas disimpulkan bahwa paparan pornografi
berhubungan positif dengan perilaku seksual pada mahasiswa yang pernah
berpacaran.
E. Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah ada hubungan
positif antara paparan pornografi dengan perilaku seksual mahasiswa yang
pernah berpacaran. Semakin tinggi paparan pornografi maka semakin tinggi
perilaku seksualnya. Sedangkan semakin rendah paparan pornografi yang
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
apakah ada hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku seksual
pada mahasiswa yang pernah berpacaran. Pada penggunaan penelitian
korelasional, kita dapat menyelidiki apakah variasi pada satu variabel
berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan
koefisien varibel korelasi (Azwar, 1999)
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel x
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paparan pornografi.
2. Variabel y
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku seksual
mahasiswa
C. Definisi Operasional
1. Paparan pornografi
Paparan pornografi adalah frekuensi interaksi mahasiswa dengan
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
melalui media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual. Data paparan pornografi
didapatkan menggunakan skala frekuensi paparan pornografi.
2. Efek paparan pornografi
Efek paparan pornografi adalah hasil yang ditimbulkan ketika
mahasiswa berinteraksi dengan paparan pornografi berdasarkan
tahapan efek paparan pornografi, dimulai dari adiksi, eskalasi,
desensitisasi, dan act out. Data efek paparan pornografi didapatkan
menggunakan skala tingkat efek paparan pornografi.
3. Perilaku seksual
Perilaku seksual adalah tingkatan perilaku yang dilakukan
seseorang berdasarkan tahapan perilaku seksual, dimulai dari
berfantasi seksual, masturbasi, seksual verbal, berpegangan tangan
berpelukan, berciuman, petting, hubungan seksual, sampai anal seks.
data perilaku seksual didapatkan menggunakan skala tingkat perilaku
seksual.
D. Sampling
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang dilakukan terhadap kelompok yang telah ditentukan dengan memperhatikan ciri-ciri
atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya.
1. Subyek adalah mahasiswa yang menempuh pendidikan di
perguruan tinggi.
2. Subyek berumur 18 tahun sampai 30 tahun.
3. Subyek belum pernah menikah.
4. Subyek sudah pernah berpacaran.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian menggunakan skala
frekuensi dan skala tingkat perilaku dengan menggunakan skala Likert.
Data yang dikumpulkan melalui skala adalah data frekuensi paparan
pornografi dan tingkat perilakuseksual. Skala digunakan untuk
mengungkap secara tidak langsung, kesesuaian atau ketidak sesuaian
subjek terhadap objek penelitian. Penelitian ini hanya menggunakan item
favorable karena jawaban yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Pernyataan
favorabel adalah pernyataan yang mendukung secara teknis obyek yang
akan diukur.
1. Data demografi subjek
Data subjek mengenai usia, jenis kelamin, status pernikahan,
pengalaman berpacaran dan pengalaman berganti pasangan diambil
menggunakan pertanyaan mengenai usia, jenis kelamin, status
pernikahan, status berganti pasangan dan pengalaman berganti
2. Data efek paparan pornografi
Data efek paparan pornografi digunakan sebagai data deskriptif
untuk melengkapi penelitian. Data efek paparan pornografi
menggunakan kuisioner efek paparan pornografi. Subjek diminta
untuk menanggapi item dengan menentukan satu pilihan jawaban dari
4 pilihan jawaban yang ada, yaitu sangat sering, sering, tidak sering
dan sangat tidak sering, sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Tabel 1
Blueprint Efek Paparan Pornografi
No. Aspek No. item
1 Pra-adiksi 2
2 Adiksi 13
3 Eskalasi 9
4 Desensitisasi 18
5 act out 5
Kuisioner ini terdiri dari 5 item yang berisi 5 tahapan efek paparan
pornografi. Item pertama mengenai pra-adiksi, item kedua mengenai
adiksi, item ketiga mengenai eskalasi, item ketiga mengenai eskalasi,
item keempat mengenai desensitisasi, item kelima mengenai act out.
Jawaban sangat sering mendapatkan nilai 4, sering mendapatkan nilai
nilai 1. Tiap item dievaluasi terpisah untuk menentukan efek paparan
pornografi yang dialami oleh subjek.
Pada item 1, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan
subjek tersebut mengalami tahap pra-adiksi, bila skor dibawah 2,5
disimpulkan subjek tidak berada dalam tahap pra-adiksi.
Pada item 2, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan
subjek tersebut mengalami tahap adiksi, bila skor dibawah 2,5
disimpulkan subjek tidak berada dalam tahap adiksi.
Pada item 3, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan
subjek tersebut mengalami tahap eskalasi, bila skor dibawah 2,5
disimpulkan subjek tidak berada dalam tahap eskalasi.
Pada item 4, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan
subjek tersebut mengalami tahap desensitisasi, bila skor dibawah 2,5
disimpulkan subjek tidak berada dalam tahap desensitisasi.
Pada item 5, bila subjek mendapatkan skor diatas 2,5 disimpulkan
subjek tersebut mengalami tahap act out, bila skor dibawah 2,5 disimpulkan subjek tidak berada dalam tahapact out
Hasil kuisioner terdiri dari sembilan deskripsi mengenai jumlah
total subjek yang mengalami tahap pra-adiksi, jumlah total subjek
yang mengalami tahap subjek adiksi, jumlah total subjek yang
mengalami tahap eskalasi, jumlah total subjek yang mengalami tahap
tahap adiksi, jumlah subyek yang mengalami tahap adiksi dan telah
memasuki tahap eskalasi, jumlah subyek yang mengalami tahap
eskalasi dan telah memasuki tahap desensitisasi, jumlah subyek yang
mengalami tahap desensitisasi dan telah memasuki tahapact out. Data efek paparan pornografi digunakan sebagai deskriptif untuk
melengkapi penelitian yang dilakukan.
3. Data paparan pornografi
Data paparan pornografi menggunakan skala frekuensi paparan
pornografi. skala ini bertujuan untuk mengukur seberapa sering
mahasiswa berinteraksi dengan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,
suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak
tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual.
Metode yang digunakan dalam menyusun skala pada penelitian ini
adalah metode rating yang dijumlahkan (summated rating method) dengan empat kategori jawaban. Subyek diminta untuk menentukan
satu pilihan dari 4 pilihan jawaban mulai dari "Sangat Sering" (SS),
"Sering" (S), "Tidak Sering" (TS) dan "Sangat Tidak Sering" (STS),
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Penyusunan skala ini didasarkan padaUU 44 tahun 2008 mengenai
pornografi dan materi pornografi. Skala ini berisi 3 aspek yang
1. Aspek interaksi secara langsung dengan materi pornografi, terdiri
dari 2 item
2. Aspek interaksi dengan materi pornografi melalui media
elektronik berupa televisi, video, games, radio, telepon dan
internet yang terdiri dari 6 item.
3. Aspek interaksi dengan materi pornografi melalui media
elektronik berupa majalah, tabloid, koran, novel/buku, komik yang
terdiri dari 7 item.
Tabel mengenai skala frekuensi paparan pornografi dapat dilihat
sebagai berikut.
Tabel 2
Blueprint Frekuensi Paparan Pornografi
No Aspek No. item
1 Secara langsung 1,6
2 Media elektronik : televisi 10 3 Media elektronik : video,
VCD,DVD, Video games
11,17
4 Media elektronik : radio 16
5 Media elektronik : telepon 4 6 Media elektronik : internet 7
7 Media cetak: Majalah 8,14
8 Media cetak : tabloid 19,20
9 Media cetak : koran 12
10 Media cetak : novel/ buku 3
Jawaban sangat sering mendapatkan skor 4, sering mendapatkan
skor 3 tidak sering mendapatkan skor 2 dan sangat sering
mendapatkan nilai 1.
Skor terendah yang didapatkan subjek adalah 15 dan skor tertinggi
adalah 60. Semakin tinggi skor yang didapatkan maka semakin tinggi
pula frekuensi mahasiswa terseut berinteraksi dengan media yang
berisi pornografi.
4. Data perilaku seksual
Data perilaku seksual diambil menggunakan skala perilaku seksual.
skala ini bertujuan untuk mengukur seberapa tingkatan perilaku yang
dilakukan seseorang berdasarkan tahapan perilaku seksual, dimulai
dari berfantasi seksual, masturbasi, seksual verbal, berpegangan
tangan berpelukan, berciuman, petting, hubungan seksual, sampai anal
seks.
Metode yang digunakan dalam menyusun skala pada penelitian ini
adalah metode rating yang dijumlahkan (summated rating method) dengan empat kategori jawaban. Subyek diminta untuk menentukan
satu pilihan dari 4 pilihan jawaban sesuai dengan keadaan sebenarnya
mulai dari "Sangat Sesuai" (SS), "Sesuai" (S), "Tidak Sesuai" (TS)
dan "Sangat Tidak Sesuai" STS.
Jawaban sangat sesuai mendapatkan skor 4, sesuai mendapatkan
skor 3 tidak sesuai mendapatkan skor 2 dan sangat sesuai
tabel 3
Blueprint Perilaku Seksual
Skala ini tersusun dari 9 aspek perilaku seksual yaitu Aspek fantasi
seksual (2 item), aspek masturbasi (2 item), aspek verbal (4 item),
aspek berpegangan tangan (1 item), aspek berpelukan (2 item), aspek
berciuman (5 item), aspek petting (6 item), aspek hubungan seksual
(1item) aspek anal seks (1 item). total item dalam skala ini adalah 25.
Skor minimal yang didapatkan adalah 25 dan skor maksimal
adalah 100. semakin skor yang didapatkan maka semakin tinggi
No Aspek No item
1 Fantasi 5,17
2 Masturbasi 20
3 Verbal 1,4,8,14
4 Berpegangan tangan
2
5 Berpelukan 12,18,25
6 Berciuman 3,7,10,16,20
7 Petting 4,9,11,14,19,23,24
8 Hubungan
seksual
13
tingkatan perilaku yang dilakukan seseorang berdasarkan tahapan
perilaku seksual.
Menurut Azwar (1999) skala-skala dalam penelitian ini tidak
menyediakan alternatif jawaban tengah atau netral dengan tujuan
yaitu:
a. Menghindari responden yang ragu-ragu dalam menjawab,
sebab ada kemungkinan terjadi bahwa responden belum
dapat memutuskan jawaban, sehingga untuk mendapatkan
posisi yang aman kemudian memilih jawaban tengah atau
netral.
b. Supaya responden lebih tegas dalam memilih dan
menentukan jawaban. Hal ini dimaksudkan karena
tersedianya alternatif jawaban tengah dapat menggiring
kebebasan subyek dalam menjawab kecenderungan ke arah
jawaban tengah (central tendency effect), terutama bagi subyek yang ragu-ragu untuk menentukan arah
kecenderungan jawabannya.
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
1. Validitas
Validitas mengambarkan kesesuaian alat ukur yang akan dipakai.
Menurut Azwar (1997 dalam Statistic untuk Psikologi 2010) validitas
a. Validitas Tampang
Validitas tampang adalah validitas yang dilakukan dengan
memberi penilaian terhadap format penampilan dari skala yang
dibuat oleh peneliti. Penilaian dilakukan oleh mahasiswa atau
dosen pembimbing sebagai professional judgment.
b. Validitas isi
Validitas isi adalah pengujian validitas yang dilakukan oleh
professional judgement yaitu dosen pembimbing atau dosen mata
kuliah seminar yang bertujuan mencocokkan antara definisi
rasional dengan indikator-indikator dengan item-item yang dibuat
menjadi skala.
2. Seleksi item
Untuk menyeleksi item tes dilakukan ujicoba alat ukur
menggunakan ujicoba terpakai dengan jumlah item pada skala ini 40
item. Skala yang digunakan adalah frekuensi paparan pornografi dan
skala perilaku seksual. Pada skala efek paparan hanya digunakan
sebagai skala deskriptif saja.
BerdasarkanCorrected Item-Total Correction ≥0,3 yang dianggap baik disimpulkan bahwa tidak ada item skala frekuensi paparan
pornografi yang gugur, korelasi item terendah tercatat 0,351 dan
BerdasarkanCorrected Item-Total Correction ≥0,3 yang dianggap baik disimpulkan bahwa tidak ada item skala perilaku seksual yang
gugur, korelasi item terendah tercatat 0,398 dan tertinggi 0,827
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah seberapa besar kita bisa mempercayai hasil
tes yang kita dapatkan, atau juga seberapa besar tingkat kesalahan
yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu tes. Semakin besar
tingkat kesalahan yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu
tes, hasil yang diperoleh dari tes tersebut makin tidak dapat dipercaya,
makin tidak reliabel (Santoso, 2010).
Reliabilitas dalam pengukuran ini dapat dilihat dalam tabel berikut
Tabel 4
reliabilitas skala frekuensi
paparan pornografi
Cronbach's
Alpha N of Items
.899 15
Berdasarkan tabel didapatkan nilai reliabilitas alat ukur
frekuensi paparan pornografi sebesar 0,899. Hal ini berarti 89,9%
variasi skor yang didapatkan menggambarkan variasi sebenarnya,
Tabel 5
reliabilitas skala perilaku
seksual
Cronbach's
Alpha N of Items
.957 25
Berdasarkan tabel didapatkan nilai reliabilitas alat ukur
perilaku seksual 0,957. Hal ini berarti 95,7% variasi skor yang
didapatkan menggambarkan variasi sebenarnya, sehingga disimpulkan
alat ukur ini cukup reliabel.
G. Teknik Analisis Data
Analisi data untuk hipotesis penelitian ini yang berbunyi ada
hubungan positif antara paparan pornografi dengan perilaku seksual
32 BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Data penelitian diambil dengan membagikan Skala Paparan Pornografi
dan Skala Perilaku Seksual kepada subyek penelitian. Kedua skala tersebut
disajikan bersama dan dikemas dalam satu bendel dan nantinya diisi oleh
subjek penelitian. Skala tersebut dibagikan kepada 100 mahasiswa yang terdiri
dari 50 mahasiswa laki-laki dan 50 mahasiswa perempuan.
Penelitian dilakukan di Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta pada tanggal 25 Juli 2011. Subyek penelitian diminta mengisi
skala tersebut sesuai intruksi yang tercantum dalam skala yang dibagikan.
Peneliti membagikan skala yang telah dibendel secara accidental sampling. Peneliti memberikan waktu untuk mengisi skala yang diberikan,
sehingga peneliti menunggu hasil dari angket yang diberikan. Subjek
penelitian mengisi skala penelitian antara 3 sampai 5 menit. Awalnya
peneliti memberikan inform concern kepada subyek penelitian tentang
pengisian skala. Setelah memberikan inform concern, peneliti menayakan
kesediaan subjek penelitian untuk mengisi skala. Peneliti memberikan
intruksi pengisian skala kepada subjek dan meminta mereka untuk
mengisinya setelah memberikan inform concern. B. Deskripsi Subjek Penelitian
terdiri dari 50 mahasiswa laki-laki dan 50 mahasiswa perempuan. Dari 100
subjek tersebut hanya 92 subyek yang memenuhi kriteria yaitu sudah pernah
berpacaran dan belum menikah. Subyek sebanyak 47 orang laki-laki dan 45
perempuan. Penelitian ini selanjutnya menggunakan data dari 92 subjek
tersebut untuk dianalisis sebagai data penelitian.
Tabel 1
Desripsi Subjek Penelitian Berdasarkan
Pengalaman Berganti Pasangan
Pengalaman berganti pasangan
Pernah Belum pernah
Laki-laki 44 3
Perempuan 38 7
Total 82 10
Tabel menunjukkan terdapat 44 subjek laki-laki pernah berganti
pasangan dan 38 subjek perempuan sudah pernah berganti pasangan,
dengan total subjek yang berganti pasangan 82 orang. Sebanyak 10
subjek penelitian belum pernah berganti pasangan yang terdiri dari 3
laki-laki dan 7 perempuan.
Data mengenai subjek penelitian berdasarkan usia dijelaskan
Tabel 2
Desripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia (tahun) laki-laki perempuan Jumlah Persentase
18 4 9 13 14,13%
19 5 2 7 7,61%
20 8 5 13 14,13%
21 7 10 17 18,48%
22 5 4 9 9,78%
23 7 4 11 11,96%
24 2 5 7 7,61%
25 5 6 11 11,96%
26 2 2 2,17%
27 2 2 2,17%
Total 47 45 92 100%
Tabel menunjukkan deskripsi subjek penelitian berdasarkan
kategori usia yang berjumlah 92 orang yang terdiri dari 13 orang 9
perempuan dan 4 laki-laki, usia 19 tahun terdiri dari 2 perempuan dan 5
orang laki-laki, usia 20 tahun terdiri dari 8 laki-laki dan 5 perempuan,
usia 21 tahun terdiri dari 7 laki-laki dan 10 perempuan, usia 22 tahun
teerdiri dari 5 laki-laki dan 4 perempuan, usia 23 tahun terdiri dari 7
perempuan, usia 25 terdiri dari 5 laki-laki dan 6 perempuan, usia 26
terdiri dari 2 laki-laki, dan usia 27 terdiri dari 2 laki-laki.
C. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan data penelitian yang didapatkan, ditemukan bahwa subyek
telah memasuki beberapa tahap efek paparan pornografi. Distribusi subjek
penelitian berdasarkan tahapan efek paparan pornografi dijelaskan sebagai
berikut :
Tabel 3
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tahapan Efek Paparan Pornografi
Tahapan Jumlah
subjek Prosentase
Tidak terpapar 28 28
92 𝑥𝑥 100% = 30,44%
Pra-adiksi 31 31
92 𝑥𝑥 100% = 33,7%
Adiksi 3 3
92 𝑥𝑥 100% = 3,26%
Eskalasi 9 9
92 𝑥𝑥 100% = 9,78%
Desensitisasi 6 6
92 𝑥𝑥 100% = 6,52%
Act out 15 15
92 𝑥𝑥 100% = 16,30%
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 92 subjek penelitian,
terdapat 28 subjek (30,44%) yang tidak mengalami efek paparan. Sejumlah
31 subjek (33,7%) mengalami tahap pra-adiksi, 3 subjek (3,26%)
mengalami tahap adiksi, 9 subjek (9,78%) berada pada tahap eskalasi. Pada
tahap desensitisasi terdapat 6 subjek (6,52%) dan 15 subjek (16,30%)
mengalami act out.
Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil penelitian data empiris yang
akan dibandingkan dengan data teoritis. Pengolahan data empiris dan data
teoritis menggunakan SPSS for Windows versi 17.0. Perbandingan digunakan untuk mengetahui kecenderungan frekuensi paparan pornografi
dan kecenderungan perilaku seksual pada mahasiswa.
Tabel 4
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Deskripsi Data Frekuensi Paparan Pornografi Perilaku Seksual
Mean 40,00 66,74
SD 8,346 16,34
X max 57 99
X min 19 28
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa mean dari frekuensi
paparan pornografi sebesar 40,00 dan mean dari perilaku seksual sebesar
66,74. Standar deviasi frekuensi paparan pornografi adalah 8,346 dan
standar deviasi perilaku seksual adalah 16,34. Nilai tertinggi yang didapat
dari frekuensi paparan pornografi sebesar 57 dan nilai tertinggi dari
perilaku seksual sebesar 99. Nilai minimal yang diperoleh dari frekuensi
seksual adalah 28.
Tabel 6
Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik Variabel Data Teoritik Data Empirik
Min Max Mean SD Min Max Mean SD Frekuensi
Paparan
15 60 37,5 10 19 57 40 8,346
Perilaku Seksual
25 100 62,5 12,5 28 99 66,74 16,34
Skala frekuensi paparan pornografi memiliki 15 item dengan rentang
skor 1 sampai dengan 4. Skor terkecil yang dapat diperoleh dari skala ini
adalah 15 dan skor terbesar yang dapat diperoleh adalah 60. Rentang skor
frekuensi paparan pornografi adalah 15 sampai 60 dan jaraknya adalah 45.
Standar deviasi yang diperoleh adalah 45 : 6 = 7,5 dan dengan mean teoritis
2,5 x 15 = 37,5.
Skala perilaku seksual memiliki 25 item dengan rentang skor 1 sampai
4. Skor terkecil yang diperoleh dari skala ini adalah 25 dan skor terbesar
yang diperoleh adalah 100. Rentang skor perilaku seksual adalah 25 sampai
100 dan jaraknya adalah 75. Standar deviasi yang diperoleh adalah 75 : 6 =
12,5 dan mean teoritis 2,5 x 25 = 62,5.
Mean teoritik Skala Perilaku Seksual diperoleh sebesar 75 sedangkan mean empirik sebesar 66,74 (mean empirik > mean teoritik). Berdasar data di atas maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian memiliki perilaku seksual dengan kecenderungan yang tinggi.
Kategori frekuensi paparan pornografi dan kategori frekuensi perilaku seksual dapat dilihat dari table berikut :
Tabel 6
Kategori frekuensi paparan pornografi
Kategori Rentang Jumlah Subyek Presentase Rendah 15 ≤x≤27,5 5 5,43%
Sedang 27,5 ≤x≤47,5 71 77,17% Tinggi 47,5 ≤x≤60 16 17,39%
Total 92 100%
Berdasarkan pengolahan data penelitian, diperoleh sebagian besar frekuensi paparan pornografi berada pada tingkat sedang sebesar 77,17 %. Sedangkan kategori frekuensi perilaku seksual dapt dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7
Kategori perilaku seksual
Kategori Rentang Jumlah Subyek Presentase Rendah 25 ≤x≤40 4 4,35% Sedang 40 ≤x≤75 61 66,3% Tinggi 75 ≤x≤100 27 29,35%
Total 92 100%
Hasil pengolahan data penelitian, diperoleh sebagian besar frekuensi perilaku seksual berada pada tingkat sedang, sebesar 66,3%.
Berdasarkan hasil penelitian, perilaku seksual yang sering dilakukan mahasiswa adalah berpegangan tangan sedangkan yang jarang dilakukan adalah anal sex. Kategori perilaku yang dilakukan dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 8
Kategori perilaku seksual
D. Analisis Hasil Penelitian
1. Uji Asumsi Penelitian
Sebelum melakukan analisis data untuk menguji hipotesis, peneliti
melakukan uji normalitas dan linearitas terlebih dahulu.
a. Uji Normalitas
Peneliti melakukan uji normalitas untuk mengetahui distribusi
frekuensi dari gejala yang diteliti tidak menyimpang secara signifikan
dari frekuensi harapan distribusi normal teoritiknya. Uji normalitas
dilakukan menggunakan rumus one sample test of kolmogorov-smirnov Test, bantuan SPSS for Windows versi 17.0
Tabel 9
Hasil Uji Normalitas
Paparan Pornografi Perilaku Seksual
Kolmogorov-Smirnov Z 0,666 0,574
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,767 0,897
Asumsi uji normalitas adalah jika nilai p > 0,05. Sebaran skor
yang diperoleh adalah normal. Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa nilai K-SZ untuk variabel paparan pornografi sebesar 0,666
dengan probabilitas 0,767 (p > 0,05), sedangkan nilai K-SZ variabel
perilaku seksual sebesar 0,574 dengan probabilitas 0,897 (p>0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data subjek memiliki
sebaran yang normal
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah hubungan
antara skor variabel paparan pornografi dan variabel perilaku seksual
merupakan garis lurus (linear) atau tidak. Pengujian linearitas
Tabel 10
Hasil Uji Linearitas
Skor Paparan Pornografi * Perilaku Seksual F Sig.
Between Groups (Combined) 2,014 0,000 Linearity 41,014 0,000 Deviation from Linearity 0,796 0,755
Hasil perhitungan uji linearitas dua variabel penelitian
menunjukkan bahwa nilai F sebesar 41,014 dengan probabilitas 0,000
(p < 0,05), artinya garis linear dapat memberikan penjelasan yang
baik mengenai hubungan antara kedua variabel. Berdasarkan
pengujian tersebut diketahui bahwa hubungan antara skor frekuensi
paparan pornografi (variabel bebas) dengan skor perilaku seksual
(variabel tergantung) dapat dijelaskan menggunakan garis linier.
2. Uji Hipotesis
Setelah diketahui data penelitian didistribusikan normal dan
berkorelasi linear, maka dilakukan uji koefisien korelasi Product Moment. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara frekuensi paparan pornografi dengan
perilaku seksual pada mahasiswa. Teknik uji hipotesis ini dilakukan
Tabel 11
Hasil Uji Hipotesis
Variabel N r r2 p
X : Frekuensi Paparan Pornografi 92
0,574 0,329 0,00
Y : Perilaku Seksual 92
Tabe l u ji hipotesis d i a tas d apa t m emp er li hat ka n ba hw a
kor e las i (r) sebes ar 0,574 ( p=0,00 ), dengan nilai r2=0,329 dan nilai
p<0.01 sehingga harga korelasi dinyatakan sangat signifikan. Disimpulkan
terdapat hubungan positif yang linier antara frekuensi paparan pornografi
dengan perilaku seksual. Pemilihan test of significance one-tailed atau uji
karena arah hubungan antara variabel X dan variabel Y sudah ditentukan,
yaitu hubungan positif antara variabel X dan variabel Y. Nilai r2=0,329
menunjukkan bahwa sumbangan efektif variabel X terhadap variabel Y
sebesar 32,9%.
E. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar mahasiswa cenderung
memiliki frekuensi paparan pornografi yang tinggi. Mereka memiliki
kecenderungan untuk mengakses materi pornografi untuk kesenangan
semata melalui media komunikasi dan pertunjukan langsung. Hal ini
diperkuat oleh temuan bahwa sebagian besar mahasiswa berada pada
paparan sedang 77,17% dan tinggi 17,29 %, sedangkan yang memiliki
tingkat frekuensi rendah hanya 5,43%. Tingginya frekuensi paparan
seksual beresiko (Nursal, 2007).
Penelitian menunjukan sebagian besar mahasiswa memiliki
kecenderungan perilaku seksual yang tinggi. 66,3% subjek penelitian
memiliki tingkatan sedang dalam perilaku yang dilakukan seseorang
berdasarkan tahapan perilaku seksual. Berdasarkan data tersebut
disimpulkan bahwa subjek memiliki kecenderungan yang cukup tinggi
untuk melakukan perilaku seksual baik sendiri maupun dengan
pasangannya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek telah
melakukan perilaku seksual mulai dari berfantasi sampai anal seks.
Temuan ini cukup memprihatinkan karena norma masyarakat
mengharapkan seseorang yang belum menikah memiliki tingkat perilaku
seksual yang cenderung rendah. Temuan ini juga menunjukan bahwa
mahasiswa dapat mengalami kerentanan terhadap permasalahan yang
muncul karena perilaku seks yang kurang terkontrol, misalnya kehamilan
yang belum diharapkan dan penularan penyakit seksual.
Data penelitian menunjukan bahwa 30,44% mahasiswa tidak
mengalami paparan pornografi. Sedangkan 69,56% mahasiswa telah
mengalami efek paparan pornografi sampai tahap act out. Sebanyak 33,7% dari keseluruhan jumlah subjek, ditemukan telah mengalami
paparan dan memasuki tahap pra-adiksi. Hal ini berarti sebagian subjek
telah mengalami interaksi dengan materi pornografi. Hal ini sesuai dengan
temuan dari Wirawan dkk (2002) yang meneliti di Yogyakarta, bahwa
menerima paparan meningkatkan kemungkinan subjek yang dapat
memasuki fase selanjutnya yaitu fase adiksi.
Sebanyak 3,26% dari total keseluruhan subjek telah memasuki
tahap adiksi. Subjek yang termasuk dalam tahap ini cenderung selalu ingin
melihat atau berinteraksi dengan materi pornografi. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Supriati (2009) di Pontianak yang hasilnya juga
menunjukkan bahwa ada 19,8% subjek yang mengalami pra-adiksi telah
memasuki tahap adiksi. Subjek yang berinteraksi dengan materi pornografi
selalu ingin kembali berinteraksi dan sulit untuk melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap materi pornografi. Materi pornografi telah
memberikan efek kesenangan yang menjadi penguat seseorang untuk
kembali berinteraksi dengan materi pornografi yang sejenis.
Pada tahap eskalasi sebanyak 9,78% dari keseluruhan subjek telah
memasuki tahap ini. Sebagian subjek yang telah teradiksi oleh materi
pornografi selalu ingin mendapatkan materi yang lebih berat, meskipun
bertentangan dengan nomra masyarakat. Temuan ini sesuai dengan temuan
Supriati (2009) di Pontianak, bahwa saat seorang teradiksi maka
kemungkinan besar akan mengalami eskalasi dimana 69,2% subjek
teradiksi dalam penelitian Supriati memasuki tahap eskalasi. hal ini sesuai
dengan teori Cline (2002) mengenai efek pornografi, dimana peningkatan
kualitas pemenuhan kebutuhan selalu akan terjadi untuk mendapatkan efek
kesenangan yang sama dalam konteks pornografi. Perilaku ini dilakukan
semakin sulit untuk dipuaskan, sehingga dibutuhkan materi pornografi
yang semakin bervariasi baik jumlah maupun isi materi pornografi.
Pada tahap desensitisasi sebanyak 6,52% dari keseluruhan subjek
memasuki tahap ini. Sebagian subjek yang telah mengalami eskalasi
terhadap materi pornografi menganggap isi dari materi pornografi
merupakan hal yang biasa, meskipun tidak diterima norma masyarakat.
Sebagian mahasiswa yang menganggap bahwa materi oornografi itu wajar,
meskipun mereka tidak berusaha untuk mencari materi pornografi yang
berat dan kurang sesuai dengan norma. Temuan ini berbeda dengan
temuan Supriati (2009) di Pontianak, bahwa saat seorang tereskalasi
kemungkinan besar akan mengalami desentisisasi dimana 61,1% subjek
tereskalasi dalam penelitian Supriati memasuki tahap desensitisasi.
Berdasarkan penjelasan Cline (2002) mengenai desensitisasi, tingginya
angka desensitisasi terjadi akibat adanya anggapan mahasiswa bahwa
semua orang atau sebaya mereka juga memiliki anggapan yang sama
terhadap materi pornografi sehingga materi tersebut dianggap wajar.
Perilaku ini kurang tepat karena materi pornografi justru berdampak buruk
pada kualitas hubungan bila diterapkan pada interaksi intim, karena materi
pornografi mengajarkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan dan
tidak berlandaskan cinta.
Pada tahap act out sebanyak 16,30% dari keseluruhan subjek telah memasuki tahap ini. Sebagian subjek yang telah mencapai efek act out
berpasangan materi pornografi yang di dapat. Temuan ini jauh lebih
rendah daripada temuan Supriati (2009) di Pontianak, dimana hanya
31,8% subjek terdesensitisasi dalam penelitian Supriati memasuki act out.
Menurut Cline (2002) perilaku menirukan materi pornogrfi dalam
kehidupan nyata dapat membahayakan kehidupan dan perkembangan
seseorang, misalnya keretakan hubungan dengan pasangan, kekerasan
seksual dan perilaku incest.
Berdasarkan uji korelasi produk momen Pearson, hipotesis
penelitian yang berbunyi ada hubungan positif antara paparan pornografi
dengan perilaku seksual mahasiswa yang pernah berpacaran diterima.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa semakin tinggi frekuensi seseorang
berinteraksi dengna materi pornografi yang terpapar langsung maupun
melalui media maka semakin tinggi pula tingkat perilaku seksual
seseorang. Penelitian ini menghasilkan temuan yang sama dengan
penelitian Hazah (2007) , Nursal (2007) dan Novita dkk (2006). Paparan
pornografi telah berulang kali dibuktikan berhubungan erat dengan tingkat
perilaku seksual. Hubungan yang ditemukan dalam berbagai penelitian
tersebut selalu berarah positif.
Materi pornografi terbukti berhubungan erat dengan perilaku
seksual sesuai dengan uji hipotesis dalam penelitian ini. Semakin frekuensi
paparan pornografi yang dialami mahasiswa maka semakin tinggi pula
perilaku yang dilakukan. Materi pornografi terbukti telah dipelajari dan
memperburuk kualitas hubungan intim yang seharusnya didasarkan oleh
cinta. Cinta dalam masa dewasa awal merupakan bagian penting yang
menjadi kunci keberhasilan dalam masa perkembangan dewasa awal
(Feldman, Papalia, Olds, 2009). Kualitas hubungan intim yang kurang
baik pada mahasiswa yang menjadi subjek penelittian ini ditunjukan oleh
angka tingginya angka pergantian pasangan yang mereka lakukan hal ini
menunjukan rendahnya komitmen sebagai aspek penting dalam masa
dewasa awal.
Penelitian ini menunjukan bahwa paparan pornografi memberikan
dampak buruk terhadap proses perkembangan pada masa dewasa awal,
ditunjukan oleh hubungan positif dan signifikan (p=0,000; r=0,574) antara
frekuensi paparan pornografi dan perilaku seksual. Bukti lain yang
memperkuat kesimpulan diatas adalah tingginya angka pergantian
pasangan pada mahasiswa (82 mahasiswa) dan banyaknya mahasiswa
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap mahasiswa, kampus III Universitas
Sanata Dharma paingan dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Ada hubungan positif yang signifikan antara frekuensi paparan
pornografi dan perilaku seksual pada mahasiswa yang pernah
berpacaran, dengan koefisien korelasi sebesar 0,574 dan probabilitas
sebesar 0,000 (p<0,01).
2. Hasil koefisien korelasi determinan (r2) sebesar 0,329. Hal ini
menunjukkan bahwa frekuensi paparan pornografi memberi
sumbangan efektif terhadap perilaku seksual sebesar 32,9%%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diungkapkan di atas, maka
terdapat beberapa saran yang dapat diberikan :
1. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan menjadi gambaran paparan
pornografi dan perilaku seksual disekitar mereka. Penelitian ini
menemukan bahwa frekuensi paparan pornografi pada mahasiswa
cenderung tinggi dan terdapat 33,7% mahasiswa telah terpapar materi
pornografi dalam kehidupanya. Mahasiswa diharapkan meningkatkan
memiliki item lebih banyak sehingga dapat memberikan gambaran yang
lebih baik mengenai efek paparan pornografi. Selain itu penelitian
selanjutnya diharapkan mengendalikan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi perilaku seksual yaitu dukungan sosial, hubungan
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Belajar Offset.
Cline, Victor B (2002). Pornography’s Effect on Adult and Children. Diunduh dari http://stop.org.za/victor%20Cline%27s%20Study.pdf
Feldman, Papalia Olds. (2009). Human Development. New York : McGraw-Hill. Fikawati, Sandra dan Supriati, Euis (2009). Efek Paparan Pornografi Pada
Remaja SMP Negeri Kota Pontianak Tahun 2008. Jakarta : Makara, Sosial Humaniora, Vol.13 Tahun 2009
Hanifah, Laily(2000). Faktor yang Mendasari Hubungan Seks Pra Nikah Remaja : Studi Kualitatif Di PKBI Yogyakarta 2000. Diunduh 22 Juli 2011 dari http://eprints.lib.ui.id/6395/
Hazah, Kunik Ani (2007). Skripsi : Hubungan Antara Frekuensi Memperoleh Informasi Pornografi Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja di SMAN 1 Muntilan Kabupaten Magelang. Undergraduate Thesis, Diponegoro University.
Hergenhahn, B.R. and Olson, M.H. (1997). An Introducing To Theories Of Learning. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.
Nursal, Dien G.A (2008). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Murid SMU Negeri di Kota Padang tahun 2007. Jurnal Kesehatan Masyarakat tahun 2008
Olson, Todd (2011). The Guardians of Innocence : A Parent’s Guide to Protecting Children From Pornography, Springfield : Horizon Book. Purwatiningsih, Sri (2004). Perilaku Seks Beresiko Tinggi : Intensitas dan Insiden
PMS dan HIV/AIDS. Populasi Vol 15, No 2 tahun 2002
Santoso, Agung (2010). Statistik untuk Psikologi : Dari Bulog menjadi Buku. Yogyakarta : Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Santrock, John W (2002). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid II. Jakarta : Penerbit Erlangga