PERNIKAHAN USIA DINI; FAKTOR DAN
IMPLIKASINYA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi kasus di Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Muhamad Masngudi
21113036
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
PERNIKAHAN USIA DINI; FAKTOR DAN
IMPLIKASINYA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Studi kasus di Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Muhamad Masngudi
21113036
MOTTO
Inna khusna alaqotika billahi akbaru min ‘awamili najahika:
Sesungguhnya hubungan baikmu dengan Allah lebih utama dari pada
PERSEMBAHAN
SkripsiinipenulispeSembahkanuntuk:
Kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa dan
dukungan.
Keluargaku yang selalu mendukung, mendo'akan dan
memberikan segalanya, baik moral maupun spiritual
bagi
kelancaran
studi,
semoga
Allah
senantiasa
meridhoinya.
Dosenku,
pembimbingku
yang
setia
dan
penuh
kesabaran
membimbingku,
serta
rekan-rekan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil „Aalamiin, puji syukur senantiasa penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, Robbi yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang telah
menciptakan manusia dengan sebaik-baiknyabentuk.
Denganpetunjukdantuntunan-Nya, penulismempunyaikemampuanuntukmenyelesaikanskripsi ini.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung
Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari jaman kebodohan menuju
zaman yang terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat
menjadikan kita bekal hidup kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Sebagai insan yang lemah dan penuh dengan keterbatasan, penulis menyadari
bahwa tugas penulisan ini bukanlah tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang
berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan, kemauan dan bantuan semua pihak, maka
penyusunan skripsi dengan judul:“PERNIKAHAN USIA DINI; FAKTOR DAN
IMLIKASINYA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM(Studi kasus di Dusun Ngronggo
Kelurahan Argomulyo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga)ini bisa terselesaikan.
Dengan terbentuknya skripsi ini, penulis haturkan banyak terima kasih yang
tiada taranya kepada:
1. BapakDr. H. RahmatHaryadi, M. Pd,selakuRektorInstitutAgama Islam
NegriSalatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi dan
juga telah memberikan arahan dalam menyelesaikan skripsi.
3. BapakSukron Ma‟mun, S.H.I.,M.Si.,selaku Kajur Hukum Keluarga Islam.
4. KetuakelurahankumpulrejoSalatiga.
5. BapakIbuDosenSyariah IAIN Salatiga.
6. Orang tuatercintadansemuasaudara-saudaraku.
7. Dan kepada semua teman-temanku yang sangat membantuku dalam
penyelesaian skripsi ini, khususnya Nida Zahra Hana dan Fendy Tri
Bachtiar.
Atas segala hal tersebut, penulis tidak mampu membalas apapun selain hanya
memanjatkan doa, semoga Allah SWT mencatat sebagai amal sholeh yang akan
mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Aamiin yaa robbal „aalamiin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya, untuk
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat
bermanfaat, khususnya bagi Almamater dan semua pihak yang membutuhkannya.
Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
ABSTRAK
Masngudi, Muhamad. 2017. Pernikahan Usia Dini;Faktor Dan Implikasinya Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga).Skripsi. Jurusan Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dr. Siti Zumrotun. M.Ag.
Kata Kunci:Pernikahan Usia Dini;Faktor Dan Implikasinya Perspektif Hukum Islam
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui hukum Islam terhadap pernikahan usia dini ditinjau dari faktor dan Implikasinya. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Apa faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo Salatiga?,(2) Bagaimana implikasi pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo, Salatiga?, (3) Bagaimana hukum pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo menurut perspektif hukum Islam?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan Sosiologis Yuridis, serta menggunakan jenis penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan di masyarakat itu sendiri atau masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan jenis penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya.
DAFTAR ISI
JUDUL... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK... xi
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ... 1
B. RumusanMasalah ... 5
C. TujuanPenelitian... 5
D. ManfaatPenelitian... 5
E. TinjauanPustaka ... 6
F. PenegasanIstilah ... 7
G. MetodePenelitian ... 9
H. SistematikaPenulisan ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KonsepPernikahan ... 15
e. TujuanPernikahan... 23
f. HikmahPernikahanMenurut Islam ... 24
g. Batas UmurPernikahanMenurutKonsepFikih ... 30
BAB III HASIL PENELITIAN A. GambaranUmumPermasalahanPernikahanUsiaDini Di DusunNgronggo ... 35
B. FaktorPenyebabTerjadinyaPernikahanUsiaDini Di DusunNgronggo ... 43
a. FaktorPendidikan ... 44
b. FaktorKemauanAnak ... 44
c. Faktor Agama ... 46
C. ImplikasiPernikahanUsiaDini di DusunNgronggo... 47
BAB IV ANALISIS TERHADAP PERMASALAHAN PERNIKAHAN USIA DINI DI DUSUN NGRONGGO KELURAHAN KUMPULREJO KOTA SALATIGA MENURUT PRESPEKTIF HUKUM ISLAM A. AnalisisTentangFaktor-FaktorPenyebabTerjadinyaPernikahanUsiaDini di DusunNronggo, KelurahanKumpulrejo, Kota Salatiga... 54
a. FaktorPendidikan ... 54
b. FaktorKemauanAnak ... 56
c. Faktor Agama ... 56
C. AnalisiTentangHukumPernikahanUsiaDini di
DusunNgronggoKelurahanKumpulrejo Kota
SalatigaMenurutPrespektifHukum Islam ... 61
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 69
B. Saran ... 70
C. Kata Penutup ... 70
BIODATA PENULIS BiodataPribadi
1. Nama : MuhamadMasngudi
2. JenisKelamin : Laki-Laki
3. TempatTanggalLahir : Kab. Semarang 20 Oktober 1992
4. Kebangsaan : Indonesia
5. Status : Lajang
6. Tinggi, BeratBadan : 167cm. 58kg
7. Agama : Islam
8. Alamat : DsnNgronggort 05/04 Kec. Argomulyo
salatiga
9. No. Hp : 085726635874
RiwayatPendidikan
1.TK :Kumpulrejo 02
2.SD :Kumpulrejo 02
3.KMI :Pondok Modern Darussalam Gontor
PengalamanOrganisasi
1. OrganisasiPelajarPondok Modern (OPPM) Gontorsebagaipengurusdapur .
2. SenatMahasiswaFakultasSyari‟ah IAIN Salatiga 2014-2015
sieKemahasiswaan
3. UKM Bahasa Arab IAIN Salatiga (ITTAQO) 2015-2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata „‟kawin‟‟ yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga „‟pernikahan‟‟,
berasal dari kata nikah (حبكَ) yang menurut bahasa artinya mengumpulkan saling
memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata nikah sendiri
sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah
(Ghazaly, 2006:7).
Ghazaly mengutip komentar Sayyid Sabbiq yaitu; perkawinan merupakan
salah satu Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada
manusia hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Sebagai jalan bagi manusia untuk
beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah
masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan
tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang
hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan.
Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan
hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dan
dihadiri para saksi yang menyaksikka bahwa pasangan laki-laki dan perempuan
itu telah saling terikat (Ghazaly, 2006:10-11).
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai pasanga suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Didalam
penjelasan ditegaskan lebih rinci bahwa sebagai Negara yang berdasarkan
Pancasila, dimana sila yang pertama ialah ketuhanan Yang Maha Esa, maka
perkawinan mempunyai hubungan erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga
perkawinan bukan saja mempunyai unsure lahir/jasmani, tetapi unsur
bathin/rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang
bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan
perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan keajiban orang tua
(Sudarsono, 1994:9).
Adapun Sudarsono berpendapat bahwa, tujuan dari pernikahan adalah untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling
membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil
(Sudarsono, 1994:7).
Sedangkan tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan
bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga,
keprluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih
sayang antar anggota keluarga. Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri
manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Pemenuhan naluri manusiawi
manusia yang antara lain kebutuhan biologisnya termasuk aktivitas hidup.
Jadi aturan perkawinan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang
perlu mendapatkan perhatian, sehingga tujuan melangsungkan perkawinan pun
hendaknya ditujukan untuk memenuhi petunjuk agama. Sehingga kalau diringkas
ada dua tujuan orang melangsungkan perkawinan ialah memenuhi nalurinya dan
memenuhi petunjuk agama (Ghazaly, 2006: 22-23).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas, dapatlah penulis simpulkan,
bahwasanya beberapa tujuan dari pernikahan adalah untuk membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa,
menyempurnakan sunnatulah dan memperoleh keturunan.
Pada dasarnya, hukum islam tidak mengatur secara mutlak tentang batasan
usia pernikahan, hanya saja Al-Qur‟an mengisyaratkan bahwa orang yang akan
melangsungkan pernikahan haruslah orang yang siap dan mampu, sebagaimana
yang disebutkan dalam Qur‟an Surat An-Nuur Ayat 32 yang artinya: Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
Kata layak (kawin) dipahami oleh ulama dengan makna mampu secara
mental dan spiritual untuk membina rumah tangga. Begitu pula dengan hadist
Rosulullah SAW, yang menganjurkan bagi para pemuda untuk melangsungkan
perkawinan dengan syarat adanya kemampuan.
As-Sayis mengutip pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa
anak dianggap baligh jika sudah berumur 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahu bagi
perempuan. Sedangkan menurut Imam Syafi‟I dan para pengikut Syafi‟I
(Syafi‟iyah) berpendapat bahwa anak laki-laki ataupun perempuan sama-sama
telah baligh sewaktu berumur 15 tahun (as-Sayis, 1963: 185).
Dusun Ngronggo adalah sebuah Dusun di kota Salatiga yang letaknya tidak
jauh dari pusat informasi dan pendidikan, akan tetapi kesadaran terhadap hukum
masih sangat rendah, hal ini dapat di lihat dengan tingginya kasus pernikahan di
usia dini. Apa factor pendorong pernikahan dini terjadi? Bagaimana hukum
pernikahan usia dini ditinjau dari hokum islam?
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
menganai Faktor dan Implikasi penikahan dini di Dusun Ngronggo, yang mana
jika diamati, kondisi latar belakang pasangan nikah dini di Dusun tersebut jauh
dari tujuan ideal perkawinan. Untuk analisis lebih dalam maka penulis akan
melakukan kajian lebih lanjut mengenai persoalan tersebut, yang akan dituangkan
dalam sebuah karya ilmiah, dengan judul “Pernikahan usia dini; Faktor dan Implikasinya Prespektif Hukum Islam (Studi Kasus di Dusun Ngronggo,
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapatla penulis
rumuskan pokok masalah yang akan dibahas dan dianalisis diantaranya:
1. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia dini di Dusun
Ngronggo, Salatiga?
2. Bagaimana implikasi pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo, Kelurahan
Kumpulrejo kecamatan Argomulyo Kota Salatiga ?
3. Bagaimana hukum pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo menurut
prespektif hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitan yang dilakukan ini adalah sbagai berikut:
1. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia dini,
khususnya di Dusun Ngronggo, Salatiga.
2. Mengetahui bagaimana implikasi pernikahan usia dini dalam
kehidupan sehari-hari bagi masyarakat Dusun Ngronggo, Salatiga.
3. Mengetahui akibat dari pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo,
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan atau manfaat penelitian dalam penelitian ini yaitu adalah
secara teoritis dan secara praktis sebagai berikut ini:
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis tersebut diharapkan berguna sebagai sumbangan
pemikiran untuk masyarakat dusun Ngronggo agar lebih berhati-hati dalam
melaksanakan pernikahan, dan dapat menambah wawasan terhahadap
Mahasiswa Hukum Keluarga Islam dalam memahami tujuan menikah dan
aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan terutama dalam hal usia dan
kesiapan para calon mempelai baik dari segi materi ataupun nonmateri.
2. Kegunaan Praktis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambahkan
kontribusi dan dapat berguna dalam penerapan suatu ilmu pengetahuan.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka pada dasarnya adalah untuk menentukan apa yang telah
diteliti oleh peneliti lain yang berhubungan dengan topic penelitian yang akan
dilakukan. Hal tersebut diharapkan di dalam penelitian sejenis ini tidak
memperoleh duplikasi atau kemiripan yang mutlak dengan penelitian orang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Uswatun Hasanah pada tahun 2005 yang
Klaten 2000-2004)‟‟. Dalam skripsi tersebut lebih menekankan pada pengertian
pernikahan dini dan batas usia menurut hukum positif dan hukum islam.
Terdapat juga penelitian yang berjudul „‟Pengaruh Perkawinan Dini
Terhadap Perilaku Pasangan Suami Istri Di Desa Pepe Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan‟‟. Yang diteliti oleh Nika Supriyanti tahun 2003. Pada
skripsi oleh Nika Supriyanti tersebut lebih membahas tentang perubahan perilaku
pasangan perkawinan dini dalam hal tanggung jawab setelah melangsungkan
perkawinan.
Sedangkan pada penelitian yang peneliti tulis lebih mengfokuskan
terhadap faktor dan implikasi dari pernikahan usia dini, dan bagaimana hukum
pernikahan usia dini tersebut prespektif hukum islam.
F. Penegasan Istilah
Untuk mempermudah proses pemahaman dan kejelasan judul diatas untuk itu
peneliti perlu dalam memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah
dalam judul penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
1. Pernikahan
Menurut Junaedi, kata nikah atau ziwaj adalah bahasa Arab yang
dalam bahasa Indonesia diartikan “kawin”. Sedangkan menurut istilah
bersenang-senang dengan kehormatan/kemaluan seorang istri dan seluruh
tubuhnya (Dedi Junaedi, 2001 :3).
Sedangkan menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
disebutkan bahwa : “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan
Yang Maha Esa. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya.
2. Usia dini
Dini adalah kata yang berkaitan dengan waktu diartikan awal waktu,
sedangkan yang dimaksud dengan pernikahan usia dini adalah
pernikahan yang dilakukan dibawah usia yang seharusnya serta belum
siap dan matang untuk melaksankan pernikahan dan menjalani
kehidupan rumah tangga (Nukman, 2009).
3. Faktor
Hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi)
terjadinya sesuatu.
4. Implikasi
Keterlibatan atau keadaan terlibat.
5. Hukum islam
Menurut Amir Syarifudin yang di kutip oleh Atang Abd Hakim,
laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat serta mengikat dan
diberlakukan bagi masyarakat. Makna ini selanjutnya disandarkan kepada
kata Islam, sehingga hukum Islam berarti, seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasulullah saw tentang
tingkah laku manusia mukallaf yang di akui dan diyakini berlaku serta
mengikat untuk semua umat yang beragama Islam (Hakim, 2011:29).
G. Metode Penelitian
Dalam penyusunan skripsi tentang pernikahan diusia dini pada Masyarakat
Dusun Ngronggo, Kota Salatiga, penysun menggunakan beberapa metode
penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan pendekatan kualitatif, di sini
memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia, atau
pola-pola yang dianalisis gejala-gejala social budaya dengan menggunakan
kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran
menganai pola-pola yang berlaku.
Penelitian ini adalah Studi kasus, seperti yang telah diterangkan di atas
Ngronngo Kec. Argomulyo Kota. Salatiga. Peneliti akan mempelajari
fakto-faktor dan implikasi pernikahan di usia dini yang ada di Dusun Ngronggo,
Salatiga.
Studi kasus adalah suatu gambaran hasil penelitian yang mendalam, dan
lengkap, sehingga dalam informasi yang disampaikannya tampak hidup
sebagaimana adanya dan pelaku-pelaku mendapat tempat untuk memainkan
peranannya (Ashshofa, 1996: 21)
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yakni memberikan atau
uraian (Ronny, 2003: 53) tentang faktor dan implikasi pernikahan usia
dini. Data-data yang ada kemudian dianalisis sehingga menemukan sebuah
kesimpulan.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik
yakni :
a. Wawancara
Wawancara (interview), yaitu cara memperoleh data dengan
menelusuri data, dengan menggunakan wawancara bebas terpimpin yang
mana peneliti bebas mengadakan wawancara dengan tetap berpijak pada
catatan mengenai pokok-pokok yang akan ditanya, sehingga masih
memungkinkan adanya variasi-variasi pertanyaan yang disesuaikan
penelitian ini penulis melakukan tanya jawab langsung kepada pihak yang
bersangkutan dalam hal ini; pihak ketua Rt, ketua Rw dan suami atau istri
yang melakukan praktik pernikahan pada usia dini, sebagai pelaku sosial
yang mengetahui kondisi sosial dari gejala tersebut untuk mendapatkan
informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan rumusan masalah.
b. Observasi
Observasi adalah suatu istilah umum yang mempunyai arti semua
bentuk penerimaan data yang dilakukan dengan cara merekam kejadian,
menghitungnya, mengukurnya, dan mencatatnya. Observasi adalah suatu
usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis
dengan prosedur yang berstandar
(Arikunto, 2008: 223).
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agenda da sebagainya (Nastangin, 2012:15).
Dalam penelitian ini, dokumentasi yang dimaksud adalah
pengambilan beberapa fenomena keluarga dan prosesi penelitian baik itu
wawancara maupun observasi.
Pendekatan sosiologis yaitu pendekatan yang dasar tujuannya
adalah permasalahan-permasalah yang ada dalam masyarakat. Dalam
kaitannya dengan masalah, faktor, dan implikasi pernikahan usia dini,
maka pendekatan ini digunakan untuk mengetahui realitas yang ada di
masyarakat yang mana masih banyak masyarakat yang melakukan
pernikahan usia dini, seperti yang terjadi di Dusun Ngronggo kota
Salatiga.
b. Pendekatan Yuridis
Pendekatan yuridis yaitu cara pendekatan yang berorientasi pada
gejala-gejala hukum yang bersifat normatif untuk lebih banyak bersumber
pada pengumpulan data kepustakaan. Melalui pendekatan ini diharapkan
sebagai usaha untuk mempelajari ketentuan perundang-undangan,
peraturan-peraturan lain, maupun pemikiran yang berkaitan dengan
pelaksanaan pernikahan usia dini (Soekamto, 1992: 263)
5. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber, data yang
diperoleh langsung dari penelitian, termasuk apa yang di dengar dan
disaksikan sendiri oleh penulis.
Adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi
seorang informan harus memeiiki banyak pengalaman tentang latar
belakang penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela
menjadi tim anggota penelitian walaupun hanya bersifat informal,
sebagai anggota tim dengan kebaikanya dan kesukarelaanya ia dapat
memberikan pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai,
sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian
setempat (Moleong, 2002: 90). Dalam penelitian ini adalah Ketua RT
dan RW yang faham dengan realita warganya.
2) Dokumen
Adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Nastangin, 2012:13).
Sumber tertulis dapat terbagi atas sumber buku dan majalah ilmiah,
sumber arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Nastangin,
2012:13). Dalam penelitian ini setiap bahan tertulis berupa data-data
maupun surat-surat keterangan baik itu berupa KTP, KK, akta
kelahiran, Surat Kematian suamidan lain sebagainya yang ada di
dalam keluarga dari seorang perempuan yang membina keluarganya
yang berkaitan dengan penelitian.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain, hasil
kajian buku-buku karya Ilmiah serta peraturan perundang-undangan yang
erat kaitannya dengan penelitia ini adalah sebagai berikut :
1) Undang-undang yang mengatur tentang pernikahan
2) Buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini
3) Arsip-arsip yang mendukung.
6. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya
agar diperoleh data yang matang dan akurat. Dalam penganalisaan data
tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu: analisis untuk
meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk uraian
(Moeloeng, 2011: 288).
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan rencana outline penulisan skripsi yang
akan dikerjakan. Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang
lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka penulis menyusun
sistematika penelitian dengan garis besar sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan. Adapun didalamnya berisi tentang: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, Tinjauan
BAB II: Tinjauan umum yang menjadi landasan teori tentang pernikahan
diusia dini, yaitu: tinjauan umum tentang Pernikahan menurut Hukum Islam.
BAB III: Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang pernikahan dini;
faktor dan implikasi pernikahan dini.
BAB IV: Analisis penulis menganai kasus pernikahan usia dini di Dusun
Ngronggo, Salatiga ditinjau menurut prespektif Hukum Islam.
BAB V : Penutup. Bab ini berisi terkait kesimpulan tentang jawaban atas
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Konsep Pernikahan Menurut Hukum Islam
a. Pengertian Pernikahan Menurut Hukum Islam
Istilah nikah diambil dari bahasa Arab, yaitu Nakaha-yankihu-nikaahan
yang mengandung arti nikah atau kawin. (Yunus. 190:467) dalam Kitab
I‟anatu Atthalibin, Muhammad Syata Addimyati menjelaskan bahwa Nikah
menurut bahasa ialah: عًجنا ٔ ىضنا خغن حبكُنا yang artinya: nikah menurut
bahasa adalah berhimpun atau berkumpul.( Addimyati.t.t:254) Sementara itu
Abdurrohman Al-Jaziri di dalam kitabnya al-Fiqh „alaa Madzahibi al
-„Arba‟ah mengemukakan bahwa, nikah secara bahasa ialah: ىضنا ءطٕنا خغن حبكُنا
yang artinya nikah menurut bahasa ialah wath‟I (hubungan seksual) daan
berhimpun (Al-Jaziri.t.t:1)
Kemudian secara istilah Nikah dapat didefinisikan sebagaimana yang
dijelaskan oleh Imam Syafi‟i, Pengertian Nikah secara syara‟ ialah:
Artinya: “Ada kalanya suatu akad yang mencakup kepemilikan terhadap wath‟I dengan lafadz inkah atau tazwij atau dengan menggunakan lafadz yang semakna dengan keduanya‟‟(Al-Mahalli.t.t:3)
Kemudian menurut Imam Hanbali pengertian Nikah secara syara‟ ialah:
عبتًتسلإا خعفُي يهعجئزت ٔا حبكَا ظفهث دقع
Artinya: “Suatau akad yang dilakukan dengan menggunakan lafadz inkah atau tazwij untuk mengambil manfaat kenikmatan (kesengan)‟‟. (Al -Mahalli.t.t:4)
Pernikahan adalah suatu akad syar‟i (ikatan keagamaan) yang dianjurkan
syara‟ (Ash-Shiddieqy. 1978:264 )
Dalam KHI pasal 2 menyatakan bahwa perkawinan menurut hukum islam
adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat ata miitsaaqan gholiidhan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah
(Abdurrohman.1992:114)
Dari pengertian diatas dapat diambil pengertian bahwa pernikahan adalah
akat yang sangat kuat yang mengandung ketentuan hukum kebolehan
hubungan seksual dengan lafadz nikah dan kata-kata yang seksama dengannya
untuk membina rumah tangga yang sakinah dan menaati perintah Allah SWT
yang mana melakukannya merupakan ibadah.
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah terlihat bahwa pengertian Nikah
menurut istilah (syara‟) yang dikemukakan oleh para ulama yang bermuara
Dalam KHI, Pernikahan itu didefinisikan sebagai salah satu akad yang
sangat kuat mitsaaqon Gholiidhon untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. (Depag RI. t.t:19)
b. Dasar Hukum Pernikahan Menurut Hukum Islam
Salah satu ayat al-Qur‟an yang dijadikan dasar hokum anjuran untuk
melaksanakan pernikahan adalah sebagai berikut:
اًجا َو ْزَأ ْمُكِسُفنَأ ْنِّم مُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَياَء ْنِم َو
َّنِإ ًةَمْحَر َو ًةَّد َوَّم مُكَنْيَب َلَعَج َو اَهْيَلِإ اوُنُكْسَتِّل
َنوُرَّكَفَتَي ٍم ْوَقِّل ٍتاَيَلأ َكِلَذ يِف
Artinya: Dan diantara tanda kekuaasaanya Dia telah menjadikan dari dirimu sendiri pasangan kamu, agar kamu hidup tenang bersamanya dan Dia jadikan rasa kasih sayang sesama kamu. Sesungguhnya dalam hal itu menjadi pelajaran bagi kaum yang berfikir ( Ar-Ruum:21).
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Allah menciptakan pasangan
manusia dari jenisnya sesama manusia, supaya manusia bisa berkembang biak
mendapatkan keturunan serta memiliki keluarga tempat mencurahkan kasih
sayang bersama pasangan dan keturunannya.
c. Syarat dan Rukun Pernikahan Menurut Hukum Islam
Menurut syara‟, Fuqoha‟ telah banayak memberikan definisi.Secara umum
diartikan akad zawaj adalah pemilikan sesuatu melalui jalan yang disyariatkan
dalam agama.Tujuannya menurut tradisi manusia dan menurut syara‟ adalah
yang tertinggi dalam syariat islam. Tujuan yang tertinggi adalah memelihara
regenerasi, memelihara gen manusia, dan masing-masing suami istri
mendapatkan ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya dapat
disalurkan. Demikian juga pasangan suami istri sebagai tempat peristirahatan
di saat-saat lelah dan tegang, keduanya dapat melapiaskan kecintaan dan kasih
sayangnya selayaknya sebagai suami istri.(azzam 2003:36)
Pernikahan adalah tiang keluarga yang teguh dan kokoh didalamnya terdapat
hak-hak dan kewajiban yang sacral dan religius, seseoramg akan merasa
adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya, yaitu
ikatan rukhani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusi dan menjadi
mulia dari pada tingkat kebinatangan yang menjalin cinta syahwat antara
jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri sesungguhnya
adalah ketenangan jiwa, kasih sayang dan memandang.
Dalam bukunya Fiqih Ala al-Madzahibi Al-Arba‟ah Abdurrohman al
Jaziri menyebutkan syarat dan rukun untuk melaksanakan perkawinan harus
ada (2003:17)
a. Shighot (ijab qobul)
b. Wali nikah
c. Calon suami
Al-Quran menjelaskan batas seseorang dibebani hukum adalah ketika sudah
baligh, seperti yang nditerangkan ayat dibawah ini:
ُنِّيَبُي َكِلَذَك ْمِهِلْبَق نِم َنيِذَّلا َنَذْئَتْسا اَمَك اوُنِذْؤَتْسَيْلَف َمُلُحْلا ُمُكنِم ُلاَفْطَلأْا َغَلَب اَذِإ َو
ْمُكَل ُلله
ٌميِكَح ٌميِلَع ُلله َو ِهِتاَياَء
Artinya:Apabila anak-anak kecil itu sudah cukup umur, maka hendaklah meminta izin sebagaimana orang dewasa meminta izin, demikianlah Allah menjelaskan hukum-hukum-Nya kepadamu, dan Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Hakim. (QS. An-Nuur:59)
Wa idza balaghal ath-faalu minkumul huluma fal yasta’dzinuu ka
masta’dzanaaal la-dziiina min qoblihim: apabila anak-anak kecil itu sudah
cukup umur, maka hendaklah meminta izin sebagaimana orang dewasa
meminta izin.
Apabila anak kecil itu, baik anak-anakmu sendiri ataupun anak-anak
kerabatmu, telah cukup umur, yaitu telah berumur 15 tahun atautelah
bermimpi, hendaklah mereka meminta izin kepadamu untuk masuk
ketempatmu disegala waktu, tidak hanya waktu yang tiga sebagaimana
orang-orang dewasa yang lain harus berbuat demikian, baik anak-anak sendiri atau
kerabat.
Allah menjelaskan hukum anak-anak yang telah sampai umur, dan
tidak menjelaskan hukum budak.Padahal dalam ayat sebelumnya Allah
ataupun besar adalah sama. Yaitu harus meminta izin untuk memasuki
kamarmu pada tiga waktu dan tidak meminta izin untuk waktu yang lain.
Firman Allah ini member peringatan bahwa membebani seseorang
dengan hukum-hukum syariat adalah apabila orang tersebut telah sampai
umur, dan sampai umur itu adalah dengan mimpi (lelaki bermimpi
mengeluarkan sperma) atau dengan tahun (umur 15 tahun), anak-anak yang
telah sampai umur tidak boleh memasuki kamar orang tuanya tanpa izin
terlebih dahulu, sama dengan oraang lain.
Semua ulama menetapkan bahwa bermimpi itu disertai izal (keluar
sperma) yang menjadi tanda telah mencapai umur bagi anak lelaki. Yang
dimaksud dengan „‟bermimpi‟‟ disini sebenarnya adalah hasil izal, baik waktu
terjaga maupun waktu tidur, dengan bermimpi atau bukan. Oleh karena
menurut kebiasaan hal itu menjadi sewaktu tidur, maka dipakai kata
„‟mimpi‟‟(Ash-Shiddieqy. 2000:2847).
Sedangkan yang dimaksud tiga waktu adalah setelah solat isya,
sebelum fajar dan waktu dzuhur karena menurut kebiasaan pada waktu itu
adalah waktu dimana perempuan atau isteri-isteri tidak menutup aurot secara
keselurahan baik dikarenakan untukn memenuhi tugas melayani suaminya
ataupun hal diluar yang demikian.
نِم ُلله ُمِهِنْغُي َءآَرَقُف اوُنوُكَي نِإ ْمُكِئآَمِإ َو ْمُكِداَبِع ْنِم َنيِحِلاَّصلا َو ْمُكنِم ىَماَيَلأْا اوُحِكنَأ َو
ٌميِلَع ٌعِسا َو ُلله َو ِهِلْضَف
Artinya: dan nikahkanlah orang-orang yang tidak mempunyai isteri dan atau tidak mempunyai suami diantara kamu serta orang-orang yang mampu mendirikan rumah tangga diantara budak-budakmu yang lelaki dan budak-budakmu yang perempuan. Jika mereka dalam keadaan miskin. Allah akan memberikan kecukupan dengan keutamaan-Nya. Allah itu Maha luas rahmat-Nya lagi Maha Mengetahui.(QS. An-Nuur:32)
Wash shaalihiina min ‘ibaadikum wa imaa-ikum: serta orang-orang
yang mampu mendirikan rumah tangga diantara budak-budakmu yang lelaki
dan budak-budakmu yang perempuan.
Nikahkanlah budak-budakmu, baik lelaki ataupun perempuan, yang
sanggup berumah tangga, sanggup memenuhi hak suami, sehat badan (fisik),
berkecukupan, serta dapat melaksanakan hak-hak agama yang wajib bagi
mereka (Ash-Shiddieqy, 2000:2821).
Namun alquran juga menjelaskan tentang syarat melakukan
pernikahan bukanlah sekedar sampai batas usia minimal melainkan juga
mempertimbangkan faktor diluar usia seperti kesanggupan berumah tangga,
kesanggupan memenuhi hak suami maupun istri, sehat badan (fisik),
berkecukupan, serta dapat melaksanakan hak-hak agama yang wajib bagi
mereka.
d. Hukum Menikah dalam Islam
Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunya telah menDusunk dan takut
terjerumus dalam perzinaan wajiblah kawin karena menjauhkan diri dari yang
haram adalah wajib, sedang untuk itu tidak dapat dilakukan dngan baik
kecuali dengan jalan kkawin. Kata Qurtuby: orang bujangan yang sudah
mampu kawin dan takut dirinya dan agamnya jadi rusak, sedang tak ada jalan
untuk menyelamatkan diri kecuali dengan kawin, maka tak ada perselisihan
pendapat tentang wajibnya ia kawin.
Jika nafsunya telah menDusunknya, sedangkan ia tidak mampu
membelanjai isterinya, maka Allah nanti akan melapangkan rizkinya.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 33 yang artinya :
“hendaklah orang-orang yang tidak mampu kawin menjaga dirinya sehingga
nnati Allah mencukupkan mereka dengan karuniaNya”.
Sunnah
Adapun bagi orang yang nafsunya telah menDusunk lagi mampu
kawin, tetapi masih mampu menahan dirinya dari berbuat zina, maka
sunnahlah dia kawin. Kawin baginya lebih utama dari bertekun diri dalam
ibadah, karena menjalani hidup sebagai pendeta sedikitpun tidak dibenarkan
islam. Baihaqy meriwayatkan Hadist dari Abu Umamah bahwa Nabi SAW
bersabda: “kawinlah kalian, karena aku akan membanggakan banyaknya
pendeta-Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan
lahirnya kepada isterinya serta nafsunyapun tidak menDusunk, haramlah ia
kawin. Al-Qurthuby berkata:
”Bila seorang laki-laki sadar tidak mampu membelanjai isterinya atau
membayar maharnya atau memenuhi hak-hak isterinya, maka tidaklah boleh
ia kawin, sebelum ia dengan terus terang menjelaskan keadaanya kepadanya.
Atau sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak-hak isterinya. Begitu
pula kalau ia karena suatu hal menjadi lemah, tak mampu menggauli isterinya,
maka wajiblah ia menerangkan dengan terus terang agar perempuanya tidak
tertipu olehnya”.
Sebaliknya bagi perempuan bila ia sadar tidak mampu untuk
memenuhi hak-hak suaminya, atau ada hal-hal yang menyebabkan dia tidak
bisa melayani kebutuhan batinnya, karena sakit jiwa atau kusta atau mukanya
bopeng atau penyakit lain, wajiblah ia menerangkan semua itu kepada
laki-lakinya, ibarat seperti seorang pedagang yang wajib menerangkan keadaan
barang-barangnya bila ada aibnya.
Makruh
Makruh kawin bagi seorang yang lemah syahwat dan tidak mampu
member belanja isterinya, walapun tidak merugikan isteri, karena ia kaya dan
tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga bertambah makruh
hukumnya jika karena lemah syahwat itu dia berhenti dari malakukan suatu
Mubah
Dan bagi laki-laki yang tidak terDusunk oleh alsan-alasan yang
mewajibkan segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan
untuk kawin, maka hukumnya mubah (sabiq, 1990:25).
e. Tujuan Pernikahan Menurut Hukum Islam
Dalam Qur‟an Surat Ar-Ruum ayat 21 disebutkan dan diantara
tanda-tanda kekuasaann-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikannya untukmu rasa kasih dan sayang. Pernikahan tidak hanya sekedar
bertujuan untuk menghalalkan hubungan seksual yang bersifat biologis
semata, tetapi juga untuk untuk memenuhi keburuhan kehidupan berumah
tangga baik secara lahiriyah maupun batiniyah.
Menurut Utsman dalam bukunya dasar-dasar pernikahan dalam islam
(2006:17-19): Syariat islam telah memilih pernikahan untuk mencapai tujuan
dan memberikan ikatan suci yang lebih agung dan kehormatan yang lebih
besar:
1. Menggapai ridho Allah swt. Dan surga-Nya, menyelamatkan diri dari
kemurkaan dan adzab-Nya. Dalam mengikuti jejak Rosul saw. terdapat
3. Mencapai ketengangan dan ketentraman serta kehidupan yang sejuk.
4. Menambah jumlah umat islam, membentuk kekuatan, sekaligus
kemulaiaan.
5. Melanjutkan amal sholih sesudah mati.
6. Menimbulkan kecukupan(tidak meminta-minta) kepada manusia dan
beroleh kemudahan dalam penghidupan.
f. Hikmah Pernikahan Menurut Hukum Islam
Islam menganjurkan dan menggembirakan sebagai mana hal tersebut
karena ia mempunyai pengaruh yang baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat
dan seluruh umat manusia (Sabiq, 1990:19).
1. Sesungguhnya naluri sex merupakan naluri yang paling kuat dan keras
yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bila mana jalan keluar
tidak dapat memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami
goncang dan kacau serta menerobos jalan yang jahat. Dan kawinlah jalan
alami dan biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan
memuaskan naluriah sex ini. Dengan kawin badan jadi segar, jiwa jadi
tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan perasaan tenang
menikmati barang yang halal.
2. Kawin jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi mulia,
memperbanyak ketururnan, melestarikan hidup manusia serta memelihara
3. Naluri kebapak dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam
suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan
ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang
menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak
menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat
dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena dorongan
tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak
bekerja dan mencari pernghasilan yang dapat memeperbesar jumlah
kekayaan dan memperbanyak produksi.
5. Pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah
tangga, sedangkan yang lainnya bekerja diluar, sesuai dengan batas-batas
tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.
6. Dengan perkawinan dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh
kelanggengan rasa cinta antar keluarga dan memperkuat hubungan
kemsyarakatan yang memang oleh islam direstui, ditopang dan ditunjang.
7. Memelihara pandangan dan kemaluan sebagaimana sabda Rosulullah yang
dikutip oleh Muslim dalam kitab himpunan hadis shahih Muslim, yang
ٍُْثِرْكَثُٕثَأبََُثَّدَد
Artinya: Telah bercerita kepada kita Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Quraib berkata telah bercerita kepada kita Abu Mu‟awiyah dari A‟masy dari „Umarah dari „Umairin dari „Abdu ar-Rahman dari Yazid dari „Abdillah berkata Rosulullah SAW bersabda kepada kita “Wahai para pemuda barang siapa diantaara kalian yang mampu biaya menikah, menikahlah. Sesungguhnya ia lebih memejamkan pandangan dan memelihara faraj (alat kelamin). Barang siapa yang tidak mampu, hendakah ia berpuasa. Sesungguhnya ia sebagai perisai baginya”.
Istilah pernikahan dini adalah kontenporer. Dini dikaitkan dengan waktu,
yakni di awal waktu tertentu. Lawannya adalah pernikahan kadaluarsa.
Pernikahan Dini adalah Agar tidak melebar dari tujuan utama penulisan ini,
mengingat banyaknya definisi „usia dini‟ dalam ungkapan „pernikahan dini‟
maka penulis membatasi definisi „pernikahan dini‟ sebagai sebuah pernikahan
yang dilakukan oleh mereka yang berusia muda atau seseorang yang pada
masa pertumbuhan baru mengalami tanda-tanda baligh secara fisik namun
belum pada tahapan dewasa secara mental.
Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif
baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Menurut para sosiolog, ditinjau
ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir
yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang
mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya
mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk
wanita.
Hukum Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap
agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini,
satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh
sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa agar
jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama
harus melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari‟atkan
pernikahan, niscaya geneologi (jalur keturunan) akan semakin kabur.
Agama dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini.
Pernikahan yang dilakukan melewati batas minimnal Undang-undang
Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini
menurut negara dibatasi dengan umur. Sementara dalam kaca mata agama,
pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang belum
baligh.
Terlepas dari semua itu, masalah pernikahan dini adalah isu-isu kuno yang
benturan ide yang terjadi antara para sarjana Islam klasik dalam merespon
kasus tersebut.
Pendapat yang digawangi Ibnu Syubromah menyatakan bahwa agama
melarang pernikahan dini (pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya, nilai
esensial pernikahan adalah memenuhi kebutuhan biologis, dan
melanggengkan keturunan. Sementara dua hal ini tidak terdapat pada anak
yang belum baligh. Ia lebih menekankan pada tujuan pokok pernikahan.
Ibnu Syubromah mencoba melepaskan diri dari kungkungan teks. Memahami
masalah ini dari aspek historis, sosiologis, dan kultural yang ada. Sehingga
dalam menyikapi pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah (yang saat itu berusia
usia 6 tahun), Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi
Nabi Saw yang tidak bisa ditiru umatnya.
Sebaliknya, mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini.
Pemahaman ini merupakan hasil interpretasi dari QS. al Thalaq: 4. Disamping
itu, sejarah telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia
sangat muda. Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di
kalangan sahabat.
Bahkan sebagian ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah
menjadi konsensus pakar hukum Islam. Wacana yang diluncurkan Ibnu
Syubromah dinilai lemah dari sisi kualitas dan kuantitas, sehingga gagasan ini
tidak dianggap. Konstruksi hukum yang di bangun Ibnu Syubromah sangat
Imam Jalaludin Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup menarik dalam
kamus hadisnya. Hadis pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh
diakhirkan yaitu shalat ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita
tak bersuami ketika (diajak menikah) orang yang setara/kafaah”.
Hadis Nabi kedua berbunyi, ”Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang
mempunyai anak perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera dinikahkan,
maka anak itu berdosa dan dosa tersebut dibebankan atas orang tuanya”.
Pada hakekatnya, penikahan dini juga mempunyai sisi positif. Kita tahu, saat
ini pacaran yang dilakukan oleh pasangan muda-mudi acapkali tidak
mengindahkan norma-norma agama. Kebebasan yang sudah melampui batas,
dimana akibat kebebasan itu kerap kita jumpai tindakan-tindakan asusila di
masyarakat. Fakta ini menunjukkan betapa moral bangsa ini sudah sampai
pada taraf yang memprihatinkan. Hemat penulis, pernikahan dini merupakan
upaya untuk meminimalisir tindakan-tindakan negatif tersebut. Daripada
terjerumus dalam pergaulan yang kian mengkhawatirkan, jika sudah ada yang
siap untuk bertanggungjawab dan hal itu legal dalam pandangan syara‟ kenapa
tidak ?
sesama manusia, sementara dimensi ibadah merupakan bentuk konsekwensi
logis bahwa keimanan seseorang kepada Allah harus diimplementasikan
dalam seluruh aktifitas kehidupannya di dunia.
Masalah pengaturan batasan umur dalam hukum islam merupakan
masalah ijtihadiyyah,artinya tidak ada nash yang secara eksplisit mengatur
persoalan tersebut. Islam hanya menegaskan agar kita perlu mengantisipasi
agar keluarga yang dibentuk tidak menghasilkan anak keturunan yang lemah,
sebagai akibat dari ketidaksiapan orang tua pada saat menikah.Alqur‟an
menyatakan dalam Surat An-Nisa‟ ayat 9 yang artinya: „‟dan hendaklah takut
kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan)
mereka. Karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
mengucapkan perkataan yang benar (Budiman, 2008:34).
Adapun aturan Negara-negara muslim yang berkaitan dengan umur
minimal boleh melakukan perkawinan adalah bervariasi, dan dapat dilihat
dalam table berikut: (Nasution, 2013: 378).
No Negara Laki-Laki Perempuan
1. Algeria 21 18
2. Bangladesh 21 18
Ketentuan batasan minimal usia kawin dari tabel diatas disesuaikan
berdasarkan kebijakan dan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di masing-masing Negara.
Adapun faktor-faktor penyebab terjadi pernikhan usia dini menurut
Khoiruddin nasution dalam bukunya hukum perdata (keluarga) islam
Indonesia dan perbandingan hukum perkawinan didunia muslim adalah adanya
4. Irak 18 18
5. Yordania 16 15
6. Libanon 18 17
7. Libiya 18 16
8. Malaysia 18 16
9. Maroko 18 15
10. Yaman Utara 15 15
11. Pakistan 18 16
12. Somalia 18 18
13. Yaman Selatan 18 16
14. Syiria 18 17
15. Tunisia 19 17
sekolah, melakukan hubungan biologis, dan hamil sebelum menikah.
Sedangkan faktor penyebab dari luar anak adalah kekhawatiran orang tua
terhadap anak melanggar ajaran agama, faktor ekonomi, faktor adat dan
budaya (2013:387).
Dalam fikih kecakapan seseorang melakukan perbuatan hukum adalah
ketika seseorang itu telah baligh. Untuk mengukur seseorang sudah baligh atau
belum biasanya ditandai dengan mimpi basah (ihtilam) bagi laki-laki dan
mansturbasi (haidh) bagi perempuan. Selain itu pertumbukan secara fisik juga
mendukung untuk mengetahui seseorang sudah baligh seperti tumbuhnya
kumis bagi laki-laki, dan mulai Nampak bagian payudara seorang perempuan.
abu hanifah berpendapat bahwa batasan kedawasaan (baligh) anak
laki-laki apabila dia sudah berusia 18 tahun, sedangkan anak perempuan apabila
dia sudah mmasuki usia 17 tahun. Dalam hal ini tampaknya T.M Hasbi
Ash-Shiddieqy condong dengan pendapat abu hanifah yang menetapkan usia
dewasa seorang lelaki jika ia telah memasuki usia 18 tahun, dan 17 tahun bagi
anak perempuan. Pendapatnya dipertimbangkan dengan dinamika
perkembangan masyarakat saat ini yang bisa saja mengaburkan kriteria
kedewasaaan hanya ditentukan oleh ukuran fisik semata (Budiman, 2008:36).
Secara umum dapat disimpulkan bahwasanya para imam madzhab
membolehkan nikah dini. Hal ini dapat dilihat dari pendapat Imam Malik yang
“Perkawinan seorang janda belum dewasa yang belum dicampuri oleh bekas
suaminya, baik berpisah karena talak atau ditinggal mati suaminya,
mempunyai status yang sama dengan gadis, bahwa bapak mempunyai hak
ijbar terhadapnya. Sebaliknya jika sudah dicampuri maka mempunyai status
dengan janda, bahwa dia sendiri lebih berhak atas dirinya dari pada walinya”
(At-Tanukhi, 1323: 155).
Pandangan yang sama dikemukakan oleh Kasani, yaitu ulama‟
bermadzhab Hanafi. Adapun pendapat tersebut berlandaskan akan tindakan
Rosul yang menikahi Aisyah pada usia enam tahun dan Abu Bakar menjadi
walinikahnya, Rosul juga menikahkan anaknya Ummu Kultsum dengan Ali
pada waktu masih kecil, Abdullah bin Umar juga menikahkan Anaknya ketika
masih kecil, begitupula dengan sahabat-sahabat lainnya (Nasution, 2013:372).
Sedangkan Imam Syafi‟I dalam kitabnya al-Umm membagi tiga
macam perkawinan ditinjau dari sudut umur calon mempelai wanita, yakni: 1)
Perkawinan janda, 2) Perkawinan gadis dewasa, 3) perkawinan anak-anak.
Yang mana Imam Syafi‟I berpendapat bahwa untuk gadis yang belum dewasa,
batasan umur belum 15 tahun atau belum keluar darah haid, seorang bapak
boleh menikahkan tanpa seizinnya terlebih dahulu, dengan syarat
menguntungkan dan tidak merugikan sang anak. Dasar penetapan hak ijbar
Adapun Ibnu Qudamah dari madzhab hanabilah berpendapat bahwa
kebolehan menikahkan gadis yang belum dewasa atau baligh adalah
berlandaskan ayat al-Qur‟an surat at-Talaq (65) ayat 3.
Pada prinsipnya ayat tersebut di atas, berbicara tentang masa iddah
seorang wanita yang belum haid atau yang sudah putus haid. Logika
sederhananya adalah iddah muncul karena talak, dan talak muncul karena
nikah. Karena itu, secara tersirat ayat ini menunjukkan bahwa seorang wanita
yang belum haid boleh menikah. Sedangkan landasan hukum hadis yang
digunakan adalah sama dengan hadis yang digunakan oleh pendapat ulama‟
BAB III
PERNIKAHAN USIA DINI DI DUSUN NGRONGGO, KOTA SALATIGA
A. Gambaran Umum Permasalahan Pernikahan Usia Dini di Dusun Ngronggo
Dusun Ngronggo adalah salah satu dusun di kelurahan Kumpulrejo,
kecamatan Argomulyo, yang merupakan sebuah kecamatan di kota salatiga
bagian selatan. Argomulyo dikenal oleh masyarakat luas sebagai wilayah sejuk
dikaki gunung merbabu dengan suhu cuaca berkisar antara 15-26 . Argomulyo
memiliki banyak kesenian daerah, makanan khas, dan wisata alam. Menurut
keterangan yang diambil dari surat lembaga pemberdayaan masyarakat kota
salatiga. Kecamatan Argomulyo memiliki batas dengan kecamatan sidomukti di
sebelah utara, kecamatan tingkir dan tengaran disebelah timur, kecamatan
tengaran disebelah selatan serta kecamatan Getasan di sebelah barat. Argomulyo
terdiri dari 6 (enam) RW, (Cebongan, Ledok, Noborejo, Randuacir, Tegalrejo,
dan salah satunya Kumpulrejo). Dusun Ngronggo kelurahan Kumpulrejo sendiri
terbagi menjadi 6 (enam) RT.
suatu tempat yang memudahkan orang untuk mengenal Dusun Ngronggo yaitu
TPA (Tempat pembuangan akhir) Kota Salatiga, dimana setiap sampah yang
dihasilkan dari setiap sudut kota Salatiga setiap harinya dilabuhkan ke TPA
Salatiga yang terletak persis di sebelah timur Dusun Ngronggo. Tidak sedikit
masyarakat Dusun Ngronggo yang menggantungkan hidup mereka dengan
mengumpulkan barang-barang bekas dari TPA Salatiga yang kemudian diambil
oleh pengepul untuk di daur ulang, bahkan ada juga masyarakat dari luar Dusun
Ngronggo yang juga menggantungkan hidup mereka di TPA Salatiga untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Masyarakat Dusun Ngronggo adalah masyarakat yang memiliki pergaulan
sosial sangat dominan. Hal itu bisa dilihat dari semua kegiatan kampung yang
masih sering dilakukan secara bergotong royong. Pada saat peristiwa-peristiwa
tertentu misalnya, khajatan, kematian, kelahiran, bersih lingkungan atau peristiwa
lain yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum seperti ronda malam
(siskampling), penarikan uang jimpitan bergilir, pengambilan sampah setiap
rumah bergilir dan semua kegiatan kampung yang berjalan di Dusun ngronggo
dilakukan secara gotong royong.
Gotong royong masih terjaga eksistensinya karena mayoritas pekerjaan yang
dimiliki oleh masyarakat Dusun Ngronggo diantaranya sebagai sopir truk, kuli
bangunan, petani, peternak sapi, peternak kambing, pemulung, dan buruh, hal
tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah.
hanya sampai jenjang SD dan SMP, sedangkan untuk jenjang pendidikan SMA
hanya mampu dikecam oleh mereka yang memiliki tingkat ekonomi baik dan
kemauan mengecam bangku pendidikan. Sehingga mindset mereka masih
terkontaminasi dengan adat dan pemikiran zaman dahulu yang tidak terlalu
mengedepankan pendidikan dan mementingkan kebersamaan, kekerabatan,
penghidupan dan meneruskan keturunan. Hal tersebut terbukti dari masih
banyaknya kasus pernikahan usia dini di kalangan masyarakat Dusun Ngronggo.
Adapun data penduduk Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga sebagai nerikut:
Jumlah penduduk berdasarkan umur
No Umur Jumlah
1 0-4 890 Orang
2 5-9 627 Orang
3 10-14 576 Orang
4 15-19 597 Orang
5 20-24 592 Orang
6 24-29 644 Orang
7 30-34 831 Orang
11 50-54 421 Orang
12 55-59 397 Orang
13 60-64 286 Orang
14 65-69 156 Orang
15 70-74 148 Orang
16 >74 194 Orang
TOTAL 8.213 Orang
Sumber: Data monografi kelurahan kumpulrejo kecamatan Argomuly Kota
Salatiga, Januari 2017
Tingkat pendidikan Penduduk Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga didominasi oleh tamatan SD dan Sederajat,
hal tersebut dapat terlihat dari tabel berikut:
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tidak/belum Sekolah 1.107 Orang
2 Tidak tamat SD 1.163 orang
3 Tamat SD dan sederajat 2.270 orang
4 Tamat SMP dan sederajat 1.504 orang
5 Tamat SMA dan sederajat 1.768 orang
6 Diploma I/II 49 0rang
8 Perguruan Tinggi 270 orang
9 Pasca Sarjana 21 orang
10 Strata 3 0 orang
TOTAL 8.157 Orang
Sumber: Data monografi kelurahan kumpulrejo kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga, Januari 2017
Dari data di atas dapat diketahui tingkat pendidikan SD dan sederajat yang di
enyam oleh penduduk Dusun Ngronggo masih lebih tinggi jika dibandingkan
dengan penduduk Dusun ngronggo yang tingkat pendidikannya sampai jenjang
Sarjana dan Pasca Sarjana, mayoritas penduduk Dusun Ngronggo tinggakat
pendidikannya hanya sampai jenjang SMP, SMA, dan SD, Bahkan tidak sedikit
dari penduduk Dusun Ngronggo yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah.
Dari segi Agama penduduk Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo
Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga mayorotas beragama Islam, dan lainnya
Katolik, Protestan, dan Hindu dengan rincian sebagai berikut:
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah
1 Islam 5.967 Orang
5 Budha 3 Orang
TOTAL 8.323 Orang
Sumber: Data monografi kelurahan kumpulrejo kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga, Januari 2017
Dari tabel di atas dapat diketahuin bahwasannya mayoritas warga Dusun
Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga beragama
islam walaupun demikian interaksi dan toleransi beragama masyarakat Dusun
Ngronggo tergolong baik.
Gambaran umum pasangan pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo sebagai
berikut:
Sumber: Data didapatkan langsung dari sumber yang bersangkutan
Dari data di atas menunjukkah bahwa tingkat praktik pernikahan usia dini
di Dusun Ngronggo kelurahan kumpulrejo pada tahun 2013-2016 masih banyak.
Tetapi, tidak semua dari keluarga pernikahan usia dini bersedia diwawancarai dan No
Nama Umur Pendidikan Tanggal
didata, pelaksanaan pernikahan usia dini tersebut dilakukan melalui dispensasi
pernikahan di Pengadilan Agama Salatiga.
Pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo Kelurahan kumpulrejo
merupakan suatu tradisi turun temurun yang masih terjadi sampai sekarang, hal
ini karena kurangnya pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia terutama peraturan tentang perkawinan, selain itu akibat
pergaulan bebas masa remaja jauh melebihi batas yang pada akhirnya
mengakibatkan kehamilan diluar nikah memaksa kedua belah pihak orang tua
menikahkan anaknya tanpa memandang usia, kesiapan materi maupun
nonmaterial. Melihat dampak tersebut tidak sedikit dari orang tua yang memilih
menikahkan anaknya yang masih berusia dini sebagai jalan terbaik untuk
menghindari pergaulan bebas semasa remaja.
Praktik pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo
adalah tradisi peninggalan masa lalu yang masih terjadi sampai sekarang ini,
namun dari tradisi tersebut ada perbedaan permasalahan yang melatar belakangi
terjadinya pernikahan usia dini. Zaman dahulu sebelum era modern seperti
sekarang ini praktik pernikahan dini menjadi tradisi karena maraknya perjodohan
antara kedua belah pihak keluarga terhadap anaknya, namun pada saat ini tradisi
pernikahan dini lebih cenderung untuk menghindari pergaulan bebas, hal ini
Adapun cara yang ditempuh dalam pelaksanaan praktik pernikahan usia
dini adalah dengan cara menuakan usia calon mempelai, dengan menuakan usia
di KTP dengan kata lain antara akte kelahiran calon pengantin dengan usia KTP
jika dicermati tidak sesuai, namun itu adalah cara lama yang dipraktikan
masyarakat Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo dalam melaksankan
pernikahan usia dini. Dengan berkembangnya zaman dan teknologi cara tersebut
sudah tidak bisa lagi dipraktikkan, karena pada saat ini KTP sudah berbentuk
E-KTP dan berlaku seumur hidup. Oleh karena itu masyarakat Dusun Ngronggo
Kelurahan Kumpulrejo pada akhirnya dalam melaksankan praktik pernikahan
usia dini menempuh jalan dispensasi nikah dengan cara meminta izin di
Pengadilan Agama setempat.
Kenyataanya para keluarga praktik pernikahan usia dini mengetahui
batasan minimal usia pernikahan adalah disaat kali pertama mereka melakukan
siding dispensasi nikah di Pengadilan Agama setempat. Dari hal ini dapat dianulir
pelaksanaan praktik pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo Kelurahan
Kumpulrejo adalah karena minimnya pengetahuan masyarakat umum tentang
aturan-aturan usia nikah yang tercantum dalam undang-undang perkawinan No.1
Tahun 1974. Sehingga masyarakat menganggap pernikahan usia dini adalah
pernikahan yang pada umumnya terjadi namun harus melalui perizinan dari
pengadilan agama. Masyarakat lebih cenderung mengetahui syarat dan rukun
nikah menurut agama Islam dimana islam tidak menyebutkan secara pasti
sudah terpenuhi dan dianggap sudah cukup maka masyarakat menganggap
pernikahan tersebut adalah normal dan bukan suatu pernikahan yang
menyimpang, walaupun apabila ditinjau dari undang-undang No.1 Tahun 1974
pernikahan tersebut adalah pernikahan yang menyimpang karena dilakukan
dibawah batasan usia minimal yang ditentukan.
Praktik pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo
terdahulu tarnyata sangat berpengaruh pada pola pikir generasi pernikahan usia
dini pada saat ini, hal itu bisa dilihat dari asumsi masyarakat yang memandang
umur bukanlah suatu tolak ukur yang dijadikan patokan seseorang untuk
menikah, pada umunya masayrakat memandang kedewaasaan seseoranglah yang
menjadi tolak ukur usia siap menikah. Dewasa menurut masyarakat pada umunya
adalah ketika seseorang sudah mampu bekerja maka dianggap sudah mandiri dan
siap bertanggung jawab untuk membangun keluarga.
Berdasarkan pernyataan narasumber Ibu Giarti selaku wali dari praktik
pernikahan usia dini saudara Susilo pada umunya masyarakat memandang
pendidikan tinggi bukanlah suatu hal yang sangat penting, pendidikan jenjang SD
dan SMP sudah dirasa cukup untuk menunjang kehidupan berumah tangga. hal
itu disebabkan karena mayoritas pekerjaan yang ditekuni masyarkat pada
umumnya adalah petani, pekerja bangunan serta sopir. Dimana dalam profesi
B. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Dini di Dusun Ngronggo
Pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo kelurahan Kumpulrejo tidak
terjadi dengan sendirinya, melainkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
dan mendorong terjadinya pernikahan usia dini, baik faktor yang terdapat di diri
atau diluar diri masing-masing pelaku praktik pernikahan usia dini.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan maka menurut hemat penulis,
yang menjadi salah satu faktor terjadinya pernikahan di usia dini pada masyarakat
dusun Ngronggo adalah sebagai berikut:
1. Faktor Pendidikan
Rendahnya pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat
berpengaruh terhadap praktik pernikahan usia dini di Dusun Ngronggo
Kelurahan Kumpulrejo. Pendidikan adalah jendela kehidupan, dengan
pendidikan wawasan akan semakin luas, dengan pendidikan akan
mempengaruhi cara pikir dan cara pandang seseorang.
Dari penelitian yang didapat mayoritas pernikahan usia dini yang
terjadi di Dusun ngronggo kelurahan kumpul rejo adalah minimnya
pendidikan. Yang sangat disayangkan adalah ketika masyarakat mengganggap
pendidikan bukanlah hal yang terlalu penting, karena tujuan hidup adalah
bekerja dan berumah tangga, mereka menilai setinggi apapun pendidikan tidak
akan merubah rizki karena setiap orang sudah memiliki jatah rizki
menghasilkan ekonomi untuk keluarga dan tidak begitu menganggap
pentingnya pendidikan untuk generasi penerus.
2. Faktor Kemauan Anak
Di masyarakat Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo, pernikahan
usia dini masih sangat marak terjadi dan menjadi hal yang lumrah. Tidak
sedikit pemuda pemudi yang melakukan pernikahan usia dini atas
keinginannya sendiri tanpa ada dorongan dan campur tangan orang tua. pada
umumnya mereka memandang suatu pernikahan adalah wujud dari sebuah
kemandiriaan seseorang. seseorang dikatakan mandiri apabila sudah bisa
bekerja dan berumah tangga walaupun terkadang hasil pendapatan dari
bekerja masih jauh dari kata mencukupi untuk menafkahi keluarga.
Berdasarkan pendapat saudara Zaini Mahmud selaku praktik
pernikahan usia dini, Jika seseorang sudah tidak sekolah atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maka langkah sekanjutnya adalah
mencari pekerjaan sebisa mungkin baik dari pekerjaan serabutan maupun
pekerjaan tetap. Setelah mereka mendapatkan gaji dari hasil pekerjaan yang
mereka miliki maka tidak ada hal lain selain menikah yang menjadi tujuan
mereka. Kenyataan itu disebabkan karena tujuan menikah adalah agar bisa
hidup mandiri, tentram dan ada teman hidup yang menjadi sandaran dikala
Adapun agil baligh menurut mereka adalah ketika seorang perempuan
sudah haidh, seorang lelaki sudah mimpi basah atau junub dan sudah mapan
atau dewasa cara berfikirnya, umur tidak menjadi sebab seseorang dikatakan
berusia matang untuk menikah karena yang usianya lebih tua belum tentu cara
berfikirnya lebih dewasa.
3. Faktor Agama
Selain minimnya pengetahuan dalam hal pendidikan faktor agama juga
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pernikahan usia dini di
Dusun Ngronggo Kelurahan Kumpulrejo, karena mereka hanya tau agama
secara garis-garis besar saja tanpa mengkaji kandungan ilmu agama lebih
dalam.
Pada umumnya pendidikan agama yang mereka dapatkan hanyalah
semasa SD/MI, selama mereka masih duduk di bangku sekolah dasar dan
sederajat, setiap sore mereka juga mendapatkan pendidikan agama dari
surau-surau terdekat, namun hal ini tidak berlanjut ketika mereka menginjak usia
SMP atau sederajat. Selain itu disurau hanyalah diajarkan bagaimana tata cara
membaca Al-Qur‟an dengan tepat yang diawali dengan tahap belajar
membaca buku Iqro‟ tanpa adanya pembelajaran tentang Fikih ataupun
hukum-hukum islam, itu dikarenakan konteks mengaji di kalangan