PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 9 TAHUN 2009
TENTANG
RETRIBUSI PENYEDOTAN KAKUS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO,
Menimbang : a. bahwa dengan adanya kenaikan biaya operasional pelayanan penyedotan kakus, maka retribusi penyedotan kakus sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 16 Tahun 1999 tentang Retribusi Penyedotan Kakus perlu dilakukan perubahan;
b. bahwa dengan adanya pemekaran Kabupaten Bungo Tebo menjadi Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 16 Tahun 1999 tentang Retribusi Penyedotan Kakus perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Penyedotan Kakus;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tanjung Jabung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2755);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
5. Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3903) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3969);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
10.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUNGO dan
BUPATI BUNGO MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI
PENYEDOTAN KAKUS.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Bungo;
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
3. Bupati adalah Bupati Bungo;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bungo;
5. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang memiliki tugas dan fungsi dibidang kebersihan selaku pengelola retribusi;
6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi, perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya; 7. Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh
pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersil karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta;
8. Retribusi Penyedotan Kakus yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pelayanan penyedotan kakus yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh pihak swasta;
9. Wajib Retribusi adalah orang atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran;
10.Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
11.Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda;
12.Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi untuk melakukan pembayaran retribusi;
13.Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
14.Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPdORD adalah surat yang digunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data objek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah;
15.Pemeriksaan adalah serangkaian untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah;
16.Penyidikan Tindak Pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Penyedotan Kakus dipungut retribusi sebagai pembayaran atasan penyedotan kakus.
Pasal 3
(1) Objek retribusi adalah pelayanan penyedotan kakus oleh pemerintah daerah;
(2) Tidak termasuk objek retribusi adalah pelayanan penyedotan kakus yang dimiliki dan/atau dikelola oleh perusahaan daerah atau pihak swasta.
Pasal 4
Subjek retribusi adalah orang atau badan yang memperoleh pelayanan penyedotan kakus.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5
Retribusi digolongkan sebagai retribusi jasa usaha.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah penyedotan dan jenis bangunan.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 7
Prinsif dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha sejenis, yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 8
(1) Besarnya tarif didasarkan atas jumlah penyedotan dan jenis bangunan; (2) Struktur dan besarnya tarif ditetapkan sebagai berikut:
a. hotel
1. berbintang sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) per mobil tengki isi 4 (empat) ton;
2. melati sebesar Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per mobil tengki isi 4 (empat) ton.
b. tempat usaha selain hotel sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per mobil tengki isi 4 (empat) ton;
c. rumah tempat tinggal sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per mobil tengki isi 4 (empat) ton;
d. badan sosial sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) per mobil tengki isi 4 (empat) ton;
e. Sarana pendidikan sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) per mobil tengki isi 4 (empat) ton.
(3) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk kawasan/wilayah radius 30 (tiga puluh) kilometer;
(4) Untuk kawasan/wilayah di luar radius 30 (tiga puluh) kilometer sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka besarnya tarif sebesar 2 (dua) kali dari tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB VII
WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 9
Retribusi terhutang dipungut di wilayah tempat pelayanan penyedotan dilakukan.
BAB VIII
SAAT TERUTANG RETRIBUSI Pasal 10
Retribusi terutang terjadi pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX
SURAT PENDAFTARAN Pasal 11
(1) Wajib retribusi wajib mengisi SPdORD;
(2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib retribusi atau kuasanya;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Bentuk, isi, serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB X
PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 12
(1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ditetapkan retribusi terhutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Bentuk, isi, serta tata cara penerbitan dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 13
(1) Pemungutan rteribusi tidak dapat diborongkan;
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB XII
TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14
(1) Retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus untuk masa 1 (satu) bulan;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 15
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi;
(2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari kepala dinas dan kemampuan wajib retribusi; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara pengurangan, keringanan
dan pembebasan retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV PENYIDIKAN
Pasal 16
(1) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku;
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindak lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi menurut hukum yang bertanggung jawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA Pasal 17
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terhutang;
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP Pasal 18
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 16 Tahun 1999 tentang Retribusi Penyedotan Kakus (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo Tahun 1999 Nomor 16) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bungo.
Ditetapkan di Muara Bungo pada tanggal
BUPATI BUNGO,
H. ZULFIKAR ACHMAD
Diundangkan di Muara Bungo pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BUNGO
USMAN HASAN