• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 1"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Kata perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata “perjanjian”. Dimana kata perikatan dapat diartikan sebagai “suatu hubungan hukum antara dua orang atau pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.1

Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk memberi prestasi.2 Dari pengertian singkat tersebut dijumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian antara lain, hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.

Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban tersebut. Menurut R.Suroso, subyek hukum adalah “sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap

1Subekti,Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta , 1992, hal.1.

(2)

bertindak dalam hukum, sesuatu pendukung hak(rechtsbevoedgheid)dan merupakan sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban.”3

Perikatan adalah isi dari perjanjian yang memiliki sifat terbuka, artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu dengan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang. Hal ini mengandung makna Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dapat diikuti oleh para pihak atau dapat juga para pihak menentukan lain dengan beberapa syarat karena di dalam ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap dan pemaksa sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu :4

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Karena itu persetujuan(overeenkomst)yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang , kepentingan umum (openbare orde)dan nilai-nilai kesusilaan (goeden zeden). Setiap perjanjian yang obyek/prestasinya bertentangan dengan yang diperbolehkan oleh undang-undang, ketertiban umum dan

3R.Suroso,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal.223.

(3)

kesusilaan, perjanjian demikian melanggar persyaratan yang semestinya seperti yang diatur dalam syarat ke 4 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.5

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih.”

Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain undang-undang.

Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan di atas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di atas, yaitu :

1. Syarat subyektif

Syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, syarat subyektif ini meliputi :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 2. Syarat obyektif

Syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian batal demi hukum, syarat obyektif ini meliputi :

(4)

a. Suatu hal (obyek) tertentu; b. Sebab yang halal.

Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang-perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat-syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya, sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu mengenai keharusan adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak.6

Sebelumnya sudah diuraikan bahwa apabila syarat subyektif dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, demikian juga apabila syarat obyektif dilanggar maka perjanjian batal demi hukum. Dengan demikian apabila syarat subyektif dan syarat obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum dapat dikatakan terjadi karena dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum, sehingga akibat hukum selanjutnya atas perjanjian tersebut dengan sendirinya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana yang dimaksud Pasal 1320 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.7

Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu perikatan, yang merupakan isi dari suatu perjanjian, jadi perikatan yang telah

6Pasal 1332-1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 7Ibid,hal. 11.

(5)

dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap isi dari perjanjian.

Secara garis besar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengklasifikasikan jenis-jenis perjanjian adalah :8

1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya.

2. Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan Alas Hak Membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.

3. Perjanjian Bernama dan tidak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir sendiri adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak timbulnya hak dan kewajiban para pihak.

5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak-pihak. Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian disamping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan.

Menurut M.Yahya Harahap, suatu perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak

8Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Abadi, Bandung, 1992, hal.86-88.

(6)

pada suatu pihak yang memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain untuk melaksanakan prestasi.9

Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : “suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.”

Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, materi penelitian ini sudah menunjukkan suatu bentuk prestasi yang penting untuk dicermati yaitu prestasi untuk memberikan sesuatu yakni suatu prestasi yang terlahir dari perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan,10 yang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang disebut sebagai perjanjian jual beli.

Salah satu cara memperoleh tanah adalah melalui jual beli. Jual beli hak atas tanah seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus dilakukan dihadapan yang berwenang, dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dalam jual beli ada dua subyek yaitu penjual dan pembeli, yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban, maka mereka masing-masing-masing-masing dalam beberapa hal merupakan pihak yang melakukan kewajiban dan dalam hal-hal lain merupakan

9Syahmin,Hukum Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.92. 10Pasal 1457Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

(7)

pihak yang menerima hak. Ini berhubungan dengan sifat timbal balik dari persetujuan jual beli (werdering overeenkomst).11 Dalam praktek disebut jual beli tanah, yang dijual adalah hak atas tanahnya. Memang benar, dengan tujuan membeli hak atas tanah ialah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah tersebut.12

Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat, jual beli atau pengalihan hak ini dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan di hadapan Notaris. Perikatan jual beli ini terjadi karena syarat-syarat jual belinya belum semua terpenuhi, misalnya karena pajak-pajak PPh (Pajak Penghasilan), pajak-pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) belum dibayar/dilunasi, belum ada bukti pembayaran BPHTB, karena untuk pembayaran BPHTB ini harus melalui proses verifikasi/validasi dari Dinas Pendapatan Kota Medan sesuai dengan Perda BPHTB Nomor I/2012 Tanggal 4 Pebruari 2011 yang diberlakukan di Kota Medan, atau harga yang belum dibayar lunas (pembayaran berjangka) sesuai dengan kesepakatan, dan sebagainya. Disini penjual dan pembeli secara bersama-sama mengikatkan diri dalam suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris, karena syarat-syarat bagi terpenuhinya suatu jual beli tanah menurut ketentuan hukum tanah atau Undang-Undang Pokok Agraria belum sepenuhnya dapat dipenuhi, baik oleh penjual maupun

11Idris Zainal, Ketentuan Jual Beli Memuat Hukum Perdata, Fakultas Hukum USU Medan, 2004, hal.36.

12 Efendi Perangin-angin, Praktek Jual Beli Tanah, Manajemen PT. Raja Grafindo Persada, 1994,

(8)

pembeli. Sedangkan untuk tanah yang belum bersertipikat yaitu tanah yang alas haknya berupa Surat Keterangan Camat, para pihak biasanya tidak terlalu memperhatikan mengenai pajak-pajak ini, karena pembayarannya dilakukan pada saat permohonan sertipikat pada kantor pertanahan setempat.

Dalam cara pembayaran yang dilakukan lunas sekaligus, akta pengikatan jual beli ini kemungkinan untuk bermasalah sangat kecil dan bisa langsung ditindaklanjuti dalam Akta Jual Beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk seterusnya dilakukan balik nama hak atas tanah pada kantor pertanahan setempat dan pembeli dapat secara sah memilikinya, karena peralihan haknya sudah langsung terjadi namun untuk pembayaran yang dicicil (pembayaran berjangka) sangat besar kemungkinan timbul permasalahan. Permasalahan yang dapat timbul antara lain, ketidaksanggupan salah satu pihak (pembeli) untuk memenuhi pelunasan pembayaran, atau pihak penjual tidak bersedia menyerahkan hak atas tanahnya pada saat pelunasan pembayaran atau pada saat jangka waktu pembayaran terakhir hampir tiba dengan alasan harga sudah tidak sesuai lagi.

Pertama sekali harus disadari, sesuai dengan maksud undang-undang, pengertian pembayaran dalam hal ini harus dipahami secara luas, tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit seperti yang selalu diartikan orang hanya terbatas pada masalah yang berkaitan dengan pelunasan hutang semata-mata tidaklah selamanya benar. Karena ditinjau dari segi yuridis, pembayaran prestasi dapat dilakukan dengan melakukan sesuatu. Namun demikian, sekalipun pada umumnya

(9)

pembayaran menghapuskan hutang itu dimaksudkan untuk memenuhi prestasi perjanjian sudah cukup bagi hukum.13

Pembayaran merupakan tindakan nyata, namun dalam praktek terhadap hal-hal tertentu dalam pembayaran bertemu tindakan nyata dengan tindakan hukum. Pada keadaan tertentu kerjasama dan tindakan hukum menentukan sahnya pembayaran. Akan tetapi seperti yang dikatakan bahwa pembayaran sudah dianggap sah dan menghapus perjanjian apabila secara nyata uang diserahkan kepada penjual, tanpa tindakan hukum selanjutnya. Sebab tanpa pelunasan, hanya masalah yang menyangkut soal pembuktian apabila terjadi perselisihan diantara para pihak.

Kewajiban penjual menurut Pasal 1474 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri dari dua :

1. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. 2. Kewajiban penjual memberi jaminan(vrijwaring)bahwa barang yang dijual tidak

mempunyai sangkutan apapun baik berupa tuntutan maupun pembebanan.

Penyerahan barang dalam jual beli merupakan tindakan pemindahan barang yang dijual kedalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kalau pada penyerahan barang tadi diperlukan penyerahan yuridis (juridische levering) disamping penyerahan nyata (feitelijke levering) agar pemilikan pembeli menjadi sempurna, penjual harus menyelesaikan penyerahan tersebut. Penyerahan nyata yang dibarengi dengan penyerahan yuridis umumnya terdapat pada penyerahan benda-benda tidak bergerak.

(10)

Penyerahan memang tidak wajib dilakukan bila penjual tidak memberi kelonggaran tentang pembayaran, pembeli harus melakukan pembayaran atas seluruh harga barang. Dalam hal pembelian dengan pembayaran tunai sekaligus, maka apabila pembeli belum juga membayar harga, penjual tidak wajib melaksanakan penyerahan barangnya. Menurut Pasal 1478 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di atas, jika penjual lupa atau lalai menyerahkan barang yang dibeli kepada pembeli, maka pembeli dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada perjanjian timbal balik, bilamana salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka kelalaian demikian adalah merupakan “syarat yang membatalkan” perjanjian. Akan tetapi perlu diingat, batalnya itu tidak dengan sendirinya. Pembatalan harus diminta ke pengadilan karena syarat yang membatalkan tersebut bukan dengan sendirinya batal tetapi sifatnya “dapat diminta pembatalan”.14

Namun demikian tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal 1266 tersebut di atas, maka Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memuat pula ketentuan, apabila salah satu pihak tidak menepati perjanjian, pihak lain dapat memilih :

1. Memaksa pihak lain supaya menepati kewajiban yang diperjanjikan bilamana pelaksanaan masih mungkin.

(11)

2. Atau menuntut pembatalan atau pembubaran perjanjian yang dibarengi dengan tuntutan ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian dan bunga.15

Ataupun barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagaimana pada saat persetujuan dilakukan, berarti sejak terjadinya persetujuan jual beli, pembeli berhak atas segala hasil yang dihasilkan barang, sekalipun barang belum diserahkan kepada pembeli.

Pada dasarnya pengikatan jual beli tidak lunas, hak kebendaan itu belum dapat dikatakan beralih, meskipun pihak pembeli sudah membayar lebih 80% dari harga. Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, jual beli secara cicilan dapat dilakukan di dalam masyarakat, meskipun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama sekali tidak diatur.

Dalam perjanjian jual beli tidak lunas ini, kewajiban pembeli ditentukan dengan membayar harga barang “secara cicilan” atau berkala, sebaliknya penjual biasanya masih tetap berhak menarik barang yang dijual dari tangan pembeli apabila pembeli tidak tepat waktu membayar harga secara cicilan yang dijadwalkan. Adanya hak penjual untuk menarik kembali barang yang telah dijual karena akibat keterlambatan membayar cicilan, adalah merupakan syarat yang disebut klausul yang menggugurkan.

Salah satu bentuk jual beli secara berjangka adalah tidak dibarengi dengan penyerahan hak milik, karena penyerahan hak milik tersebut dapat dilakukan di depan (pada saat perjanjian ditandatangani) atau diserahkan di belakang (pada saat

(12)

pembayaran termein terakhir dilakukan pembeli). Transaksi jual beli yang terjadi antara penjual dan pembeli kadang kala menghadapi hambatan di dalam realisasi transaksinya, walaupun penjual dan pembeli sudah sepakat dan setuju untuk melakukan penjualan dan pembelian, namun kadang kala masih ada hal-hal yang masih belum lengkap misalnya pembayaran harga yang belum lunas sehingga untuk itu belum dapat direalisasikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka dibuatlah dengan akta Notaris pengikatan jual beli dengan cicilan. Dalam penelitian ini hak milik yang dimaksud yaitu berupa sertipikat tanah yang penyerahannya baru diserahkan pada saat pembayaran termein terakhir dilakukan pembeli. Dalam penelitian ini, kasus yang terjadi adalah penjual melakukan perbuatan melawan hukum yaitu membatalkan perjanjian secara sepihak.

Oleh karena adanya ketentuan ganti kerugian inilah pihak pembeli dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri. Hal ini telah dengan jelas ditentukan didalam perjanjian bahwa apabila tenggang waktu pembayaran telah lewat, maka uang muka yang telah dibayar calon pembeli kepada penjual tidak dapat dikembalikan. Dengan demikian status pembeli sudah dengan tegas ditentukan dalam akta pengikatan jual beli secara cicilan tersebut.

(13)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah :

1. Apakah pengikatan jual beli tanah secara cicilan disebut sebagai jual beli yang disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

2. Bagaimana proses hukum jual beli tanah secara cicilan?

3. Bagaimana status hukum penjual dan pembeli terhadap tanah yang dibeli secara cicilan dalam hal penjual wanprestasi ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian jual beli tanah secara cicilan tersebut sebagai jual beli yang disebut dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Untuk mengetahui status hukum proses jual beli tanah secara cicilan. 3. Untuk mengetahui status pembeli terhadap tanah yang dibeli secara cicilan.

(14)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan dapat gambaran cara perkembangan hukum perikatan pada khususnya, terutama tentang klausula cara pembayaran dalam pengikatan jual beli hak atas tanah, sehingga memberikan kepastian hukum serta manfaat yang merupakan tujuan dari hukum.

2. Manfaat secara praktis

Penelitian ini diharap dapat memberi masukan bagi kalangan praktisi serta pertimbangan bagi ilmu pengetahuan bagi kalangan praktisi hukum khususnya Notaris tentang klausula cara pembayaran dalam akta perjanjian pengikatan jual beli tidak lunas.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian dan penelusuran pada kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, sejauh ini belum pernah ada ditemukan penelitian dengan judul

(15)

Tinjauan Yuridis atas Akta Notaris Pengikatan Jual Beli tidak Lunas, akan tetapi menyangkut penelitian jual beli pernah ada dilakukan sebelumnya yaitu :

1. Tesis Ibu Chairani Bustami, NIM 002111046, tahun 2000 dengan judul Aspek-Aspek Hukum yang Terkait dengan Akta Perikatan Jual Beli yang dibuat Notaris dalam Kota Medan;

2. Tesis Saudari Amelia Prihartini, NIM 037011004/MKn, tahun 2003 dengan judul Analisis Hukum Terhadap Keberadaan Kuasa Mutlak dalam Perikatan Jual Beli Hak atas Tanah Terhadap Keberadaan Kuasa Mutlak dalam Perikatan Jual Beli Hak Atas Tanah ;

3. Tesis Saudari Aisyah Hanom, NIM 057011004, tahun 2005 dengan judul Peranan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perikatan Jual Beli Tanah Bekas Agunan yang diambil Alih Bank dalam Penyelesaian Kredit Macet (Studi Kasus Terhadap Agunan PT. Bank Sumut yang Diambil Alih dan Diselesaikan Kredit Macetnya oleh PT. Sinabung Mega Persada di Kabupaten Karo;

4. Tesis Saudari Lestriana, NIM 097011056, tahun 2009 dengan judul Aspek Hukum Terhadap Kuasa Mutlak pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah.

Sehingga penelitian dengan judul Analisis Yuridis atas Akta Notaris Terkait dengan Pengikatan Jual Beli Hak atas Tanah dengan Cicilan ini dengan demikian adalah asli adanya dan dapat dipertanggungjawabkan.

(16)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.16

Menurut Soerjono Soekanto, kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.17

Kerangka teori adalah menyajikan cara-cara bagaimana mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.18 Penelitian bertujuan untuk mencari jawaban atas permasalahan-permasalahan dan menjelaskan gejala spesifik atau proses yang terjadi, namun harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang mampu menunjukkan kebenaran melalui teori-teori.

Teori merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksud untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena

16Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal.19. 17Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal.6. 18Burhan Ashshofa,Op.Cit, hal.19.

(17)

berdasarkan teori variable bersangkutan memang dapat mempengaruhi variabletak bebas atau merupakan salah satu penyebab.19

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis pada penelitian ini adalah teori tanggung jawab hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang mengatakan bahwa seseorang bertanggung jawab atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa ia memikul tangung jawab hukum atas sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.

Hans Kelsen juga mengatakan bahwa hukum telah menentukan pola perilaku tertentu, maka tiap orang seharusnya berperilaku sesuai pola yang ditentukan itu atau setiap orang harus menyesuaikan diri dengan apa yang telah ditentukan.20

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, sebagaimana yang dirumuskan oleh Hans Kelsen yaitu yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau ia memikul tanggung jawab hukum berarti ia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan.21 Biasanya dalam

19J.Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal.192-193. 20Bernard L. Tanya, dkk,Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal.201.

21 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of Law and

(18)

sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri.

Tanggungjawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum. Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak di sini adalah hak hukum (legal right). Secara tegas dinyatakan bahwa suatu jual beli tidak dapat dirubah, diganti atau bahkan diakhiri dengan hanya berdasarkan pada kemauan atau kehendak salah satu pihak baik penjual maupun pembeli.

Untuk dapat menerapkan keadilan, membutuhkan suatu keadaan finalitas atau kemanfaatan dan untuk dapat memastikan keadilan dan keadaan kemanfaatan tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan suatu kepastian, maka pada prinsipnya hukum memang terdiri dari tiga aspek, yakni :

a. Keadilan, yaitu menunjuk kesamaan hak dan kewajiban di depan hukum. b. Kemanfaatan, yaitu menunjuk kepada tujuan keadilan yakni memajukan

kebaikan dalam kehidupan manusia.

c. Kepastian, yaitu menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang didalamnya berisi keadilan dan norma kemanfaatan benar-benar berfungsi sebagai hukum yang ditaati.22

Sehingga dengan demikian di dalam pelayanan hukum harus memenuhi rasa keadilan di dalam masyarakat, walaupun rasa keadilan itu sulit untuk dipastikan, namun setidaknya harus memenuhi suatu ukuran normatif 22Bernard L. Tanya, dkk,Op.Cit, hal.171.

(19)

yang hidup didalam masyarakat yang akan melahirkan suatu kepastian hukum.23

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas.24 Selanjutnya Samadi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep, yang mana sebuah berkaitan dengan defenisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional.25

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu dinamakan fakta sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta-fakta tersebut. Defenisi operasional perlu disusun untuk memberikan pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas karena istilah yang 23Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.146.

24Samadi Suryabrata,Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal.38. 25Ibid, hal.3.

(20)

digunakan untuk membahas suatu masalah tidak boleh memiliki makna ganda. Selain itu, konsepsi digunakan juga untuk memberi pegangan pada proses penelitian oleh karena itu dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan serangkaian defenisi agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran.26

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefenisikan beberapa konsep dasar agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut :

a. Akta Notaris

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1868, akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang dikehendaki oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta itu, dimana akta itu dibuat.27

b. Pengikatan Jual Beli tidak Lunas

Dalam hal pembayaran tidak lunas, maksudnya tidak selesai dibayar.28 Jual beli tidak lunas adalah tidak selesai membayar atas sejumlah uang yang telah ditetapkan.

c. Jual Beli Tanah

Yang dimaksud dengan jual beli tanah adalah menjual hak atas tanah agar pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakannya.29 Tanah

26Masri Singarimbun, dkk,Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1999, hal.34. 27R.Subekti dan Tjitrosudibio,Op.Cit, hal.475.

28Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, hal.489. 29Efendi Perangin-angin,Loc.Cit, hal.8.

(21)

dalam hal ini adalah yang telah memiliki sertipikat baik hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu untuk memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti.30 Analisis dimaksudkan untuk mendapat jawaban atas permasalahan cara pembayaran dalam pengikatan jual beli secara cicilan.

Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yakni suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya kecuali itu diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul.31

30Suharyati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia pada Akhir Abad Ke-20,Alumni, Bandung, 1994, hal.101.

31 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal.38.

(22)

2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer berupa bahan hukum perundang-undangan yang berhubungan dengan materi penelitian serta melakukan analisis data diperoleh dalam praktek sehari-hari selaku notaris.

b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan-bahan yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti buku-buku dan hasil praktek sehari-hari.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan pendukung di luar bidang hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan tersier seperti kamus, ensiklopedia.32

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian hukum sebagai sebuah sistem norma, asas-asas, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.33

32 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.194.

33Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

(23)

Untuk lebih mengembangkan data kasus-kasus yang ada dalam akta notaris pengikatan jual beli secara cicilan ini, peneliti melakukan wawancara dengan informan rekan notaris dan Majelis Pengawas Daerah (MPD), yaitu : a. Rekan Rudy Haposan, Sarjana Hukum, selaku notaris di Kota Medan pada

tanggal 20 Mei 2012.

b. Bapak Jansen Ricardo Sitanggang, Sarjana Hukum, selaku Majelis Pengawas Daerah (MPD) Ikatan Notaris Indonesia di Medan pada tanggal 20 Mei 2012.

Dan ternyata terdapat beberapa kasus yang terjadi, misalnya mengenai proses hukum pengikatan jual beli tidak lunas melalui prosedur hukum yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Analisa Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

Setelah analisa data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

(24)

Adapun pemanfaatan penelitian kualitatif antara lain :

a. Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang subyek penelitian.

b. Digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah banyak diketahui.

c. Digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam. d. Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar

belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap dan persepsi. e. Digunakan oleh peneliti yang berkeinginan untuk mempergunakan hal-hal

yang belum banyak diketahui ilmu pengetahuan.

f. Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya.34

5. Metode Penarikan Kesimpulan

Setelah data yang dikumpulkan dianalisa dan berfungsi untuk mendapat kejelasan permasalahan yang akan dibahas, maka kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif yang merupakan suatu kesimpulan dari data yang telah selesai diolah sehingga diperoleh jawaban atas masalah yang sedang diteliti.

Referensi

Dokumen terkait

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui, namun

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Agility

Bentuk dukungan informatif yang diberikan tokoh masyarakat dengan memberikan nasehat, petunjuk, dan masukan berupa evaluasi kegiatan, informasi tentang

Tabel Hasil Wawancara Peneliti terhadap Guru Kelas Tentang Peningkatan Perkembangan kognitif Siswa Kelompok A TK Kartini Mayong Jepara Melalui Layanan penguasaan

Dalam penelitian ini, pengkategorian otomatis artikel ilmiah dilakukan dengan menggunakan kernel graph yang diterapkan pada graph bipartite antara dokumen artikel

Merupakan tahap pengujian yang dilakukan dari hasil klasifikasi menggunakan metode support vector machine (SVM), serta menganalisis performansi sesuai dengan parameter yang

Pada penelitian ini didapatkan nilai koefisien korelasi antara pajanan debu kayu dengan IL-8 serum adalah r = 0,327 ; p < 0,011 yang berarti terdapat korelasi yang

Peralatan kaca yang terdapat di laboratorium memiliki berbagai fungsi, antara lain mengukur volume cairan, menyimpan sampel atau bahan kimia, tempat mencampur atau