• Tidak ada hasil yang ditemukan

gelar SARJANA KEDOKTERAN DISUSUN OLEH : Puspita Muntiyarso PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "gelar SARJANA KEDOKTERAN DISUSUN OLEH : Puspita Muntiyarso PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR CREATINE KINASE-MB, TROPONIN T, DAN

GAMBARAN ST DEVIASI SEBAGAI FAKTOR

PREDIKTOR TERJADINYA MAJOR ADVERSE

CARDIAC EVENTS PADA PASIEN SINDROM

KORONER AKUT

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH :

Puspita Muntiyarso

1111103000006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH

JAKARTA

(2)

KADAR CREATINE KINASE-MB, TROPONIN T, DAN

GAMBARAN ST DEVIASI SEBAGAI FAKTOR

PREDIKTOR TERJADINYA MAJOR ADVERSE

CARDIAC EVENTS PADA PASIEN SINDROM

KORONER AKUT

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

DISUSUN OLEH :

Puspita Muntiyarso

1111103000006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

(6)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga mengizinkan saya untuk dapat menyelesaikan penelitian yang berhudul “Kadar Creatine Kinase MB, Troponin T, dan Gambaran ST Deviasi Sebagai Faktor Prediktor Terjadinya Major Adverse Cardiac Events Pada Pasien Sindrom Koroner Akut” ini. Sehingga saya haturkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, SpAnd, selaku Dekan FKIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Program Studi Pendidikan Dokter dan memberi semangat untuk selalu berjuang menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Kepala Program Studi Pendidikan

Dokter yang telah memberi dorongan dan semangat untuk menjalani pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter.

3. dr. Femmy Nurul Akbar, SpPD-KGEH selaku pembimbing I yang selalu mendorong penulis untuk menyelesaikan riset dan senantiasa membimbing serta mengarahkan penulis dalam penyusunan riset ini.

4. dr. Dede Moeswir, SpPD-KKV selaku pembimbing II yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan riset ini.

5. dr. Hadianti, SpPD selaku penguji I sidang riset yang memberi masukan dan semangat untuk sidang pada tanggal 9 September 2014.

6. dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, PhD selaku penguji II sidang riset yang memberi masukan untuk riset penulis pada sidang tanggal 9 September 2014.

7. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggungjawab riset PSPD 2011 yang senantiasa mengingatkan penulis untuk menyelesaikan riset.

(7)

vi

8. Untuk seluruh dosen yang telah begitu banyak membimbing dan memberikan banyak pengetahuan selama penulis menjalani pendidikan di program studi pendidikan dokter.

9. Kedua orang tua penulis, Muntiyarso dan Reni Puji Rahayu yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian dan doa yang tidak ternilai selama ini.

10.Kakak penulis, Roswitha Muntiyarso, yang menjadi pengingat serta pemberi motivasi dalam penyusunan riset ini.

11.Teman-teman angkatan 2011, terutama kelompok riset penulis (Aditiya Bagus Wicaksono, Andika Prasdipta, Debtia Rahmah, Siska Hestu Wahyuni, dan Vania Utami Putri) yang telah banyak memberi semangat dan dukungan baik moral maupun material untuk selalu bersama-sama menjalani pendidikan dokter.

12.Kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan penelitian ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat dan rahmatnya kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih banyak kekurangan, namun semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan, medis dan masyarakat umum.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 9 September 2014

(8)

vii

ABSTRAK

Puspita Muntiyarso. Pendidikan Dokter. Kadar Creatine Kinase MB, Troponin T dan Gambaran ST deviasi sebagai faktor prediktor terjadinya Major Adverse Cardiac Events pada pasien Sindrom Koroner Akut.

Latar belakang Sindrom koroner akut (SKA) merupakan penyebab kematian utama. Major Adverse Cardiac Events (MACE) merupakan hasil luaran dari SKA meliputi kematian, infark miokard berulang, revaskularisasi intervensi koroner perkutan berulang, dan stroke. Kadar CKMB, Troponin T dan gambaran ST deviasi adalah faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA. Tujuan

untuk mengetahui kadar CKMB, Troponin T dan gambaran ST deviasi sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA. Metode Kohort retrospektif pada pasien SKA yang dirawat di Intensive Coronary Care Unit (ICCU) RSUPN Cipto Mangunkusumo pada Januari 2011-Desember 2013 dan data diambil saat admisi. Analisis data menggunakan uji Chi-square. Hasil Risiko Relatif (RR) pasien SKA dengan peningkatan kadar CKMB sebesar 2,41 (IK 95% 1,588-3,673) p<0,001, Troponin T 6,54 (IK 95% 3,419-12,513) p<0,001 dan gambaran ST deviasi 1,98 (IK 95% 1,261-3,132) p=0,002 terhadap terjadinya MACE.

Kesimpulan Peningkatan kadar CKMB, Toponin T, dan Gambaran ST deviasi sebagai faktor prediktor terjadinya MACE.

Kata Kunci : Creatine Kinase MB (CKMB), Troponin T, ST deviasi, Major Adverse Cardiac Events (MACE), Sindrom Koroner Akut

ABSTRACT

Puspita Muntiyarso. Medical Education. Creatine Kinase-MB levels, Troponin T levels and ST segment deviation as Predictor for Major Adverse Cardiac Events in Acute Coronary Syndrome.

Background Acute coronary syndome (ACS) is the main causes of death. Major Adverse Cardiac Events (MACE) is outcome of ACS that defined as death, myocardial infarction, revascularization percutaneus coronary intervention, and Stroke. CKMB levels, Troponin T levels, and ST segment deviation is predictor for MACE in ACS. Aim is to know CKMB levels, Troponin T levels, and ST segment deviation as predictor for MACE in ACS. Methods Cohort retrospective with diagnose ACS in Intensive Coronary Care Unit (ICCU) RSUPN Cipto Mangunkusumo on January 2011-Desember 2013 and data on admission. Data analyze with Chi-square. Result Relative Risk (RR) elevated CKMB in Acute Coronary Syndrome is 2.41 (CI 95% 1.588-3.673) p<0.001, Troponin T is 6.54 (CI95% 3.419-12.513)p<0.001, and ST segment deviation is 1.98 (IK95% 1.261- 3.132)p=0.002 with MACE. Conclusion elevated CKMB levels, Toponin T levels, and ST segment deviation as predictor for MACE.

Key words : Creatine Kinase MB (CKMB), Troponin T, ST segment deviation, Major Adverse Cardiac Events (MACE), and Acute Coronary Syndrome

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN ...iii

LEMBAR PENGESAHAN ...iv

KATA PENGANTAR ...v

ABSTRAK/ABSTRACT ...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR LAMPIRAN ...xii

DAFTAR SINGKATAN ...xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 5

2.1.1. Sindrom Koroner Akut ... 5

2.1.2. Major Adverse Cardiac Events ... 7

2.1.2.1. Kematian Kardiovaskular dan non kardiovaskular ... 7

2.1.2.2. Infark Miokard Berulang... 7

2.1.2.3. Stroke ... 7

2.1.2.4. Revaskularisasi Intervensi koroner Berulang... 8

2.1.3. CKMB ... 8

2.1.4. Troponin T... 9

2.1.5. Gambaran ST deviasi ... 10

2.1.6. Faktor Prediktor Terjadinya Major Adverse Cardiac Events .. 10

2.2. Kerangka Teori... 16

2.3. Kerangka konsep ... 17

2.4. Definisi Operasional... 17

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 23

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

3.3.1. Populasi ... 23

3.3.2. Sampel ... 23

3.3.2.1. Besar Sampel ... 23

3.3.2.2. Cara Pengambilan Sampel ... 24

3.3.3. Kriteria Sampel ... 24

3.3.3.1. Kriteria Inklusi ... 24

3.3.3.2. Kriteria Eksklusi... 24

3.4. Cara Kerja Penelitian ... 24

(10)

ix

3.5. Alur Penelitian ... 25

3.6. Pengolahan dan Analisa Data... 25

3.7. Etika Penelitian ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 27

4.1.1. Karakteristik Dasar Penelitian ... 27

4.1.2. Analisis Bivariat ... 28

4.2. Pembahasan ... 31

4.2.1. Hubungan Enzim jantung dengan MACE ... 31

4.2.2. Hubungan Gambaran ST deviasi dengan MACE ... 32

4.3. Keterbatasan Penelitian ... 33

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 27

Tabel 4.2. Hubungan kadar CKMB dengan kejadian MACE ... 30

Tabel 4.3. Hubungan kadar Troponin T dengan kejadian MACE ... 31

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut ... 5 Gambar 2.2. Troponin T ketika terjadi nekrosis miokardium ... 10 Gambar 2.3. Hubungan antara nilai CKMB dengan mortalitas 30 hari dan 6 bulan ... 12 Gambar 2.4. Kurva Kapaln-Meier insidensi kumulatif MACE 30 hari berdasarkan nilai troponin ... 13 Gambar 2.5. Kurva Kaplan-Meier kejadian MACE 1 tahun pada pasien tanpa depresi segme ST, depresi segmen ST 1 mm dan depresi segmen ST ≥ 2 mm. (A) pada studi PARAGON-A, (B) pada studi GUSTO-IIb. ... 15

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Formulir Penelitian ... 39 LAMPIRAN 2. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ... 40 LAMPIRAN 3. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 42

(14)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

APTS : Angina Pektoris Tidak Stabil

CKMB : Creatine Kinase MB

GRACE : Global Registry of Acute Coronary Events

HR : Hazard Ratio

IK : Interval Kepercayaan

MACE : Major Adverse Cardiac Events

NSTEMI : non ST Elevation Miocardial Infarction

OR : Odds Ratio

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar RR : Relative Risk

SKA : Sindrom Koroner Akut

STEMI : ST Elevation Miocardial Infarction

UAP : Unstable Angina Pectoris

(15)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama di dunia pada tahun 2011. Menurut data World Health Organization (WHO), penyakit ini menyebabkan 1,7 juta kematian pada tahun 2011, hal ini menunjukkan bahwa 3 dari 10 kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Bahkan, WHO memprediksi akan terjadi peningkatan kematian akibat penyakit kardiovaskular dari 17 juta jiwa menjadi 23,4 juta jiwa pada tahun 2030.1 Pada tahun 2004, penyakit kardiovaskular yakni penyakit jantung iskemik menyebabkan 7,2 juta (12,2%) kematian dari seluruh penyebab kematian di dunia.2

Prevalensi penyakit kardiovaskular di Indonesia sebanyak 7,2% dengan angka kematian sebesar 5,1% pada Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007.3 Pada tahun 1980, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia. Kemudian, 1986 mengalami peningkatan sehingga menjadi peringkat kedua penyebab kematian dan tahun 1992, menjadi urutan nomor satu pada kelompok usia lebih dari 45 tahun.4 Pada

Intensive Coronary Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011, mortalitas salah satu penyakit jantung iskemik yaitu sindrom koroner akut selama menjalani perawatan sebesar 17,5%.5 Data tersebut menunjukkan bahwa sindrom koroner akut berhubungan dengan kejadian kematian.

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kondisi mengancam nyawa yang bisa terjadi setiap saat pada pasien dengan penyakit jantung koroner. SKA terdiri dari Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI) dan Infark Miokard dengan ST elevasi (STEMI), dimana bentuk dari SKA tersebut bergantung kepada derajat oklusi arteri koroner dan hubungannya dengan kejadian iskemia. Oklusi trombus parsial berhubungan dengan sindrom APTS dan NSTEMI. Sedangkan oklusi trombus total

(16)

2

berhubungan dengan iskemia berat dan terjadinya nekrosis luas yang bermanifestasi sebagai STEMI. 6

Major Adverse Cardiac Events (MACE) merupakan hasil akhir dari kejadian kardiovaskular yang terdiri dari kematian kardiovaskular dan non kardiovaskular, infark miokard berulang, tindakan intervensi perkutaneus koroner ulang dan stroke yang dialami pasien.7 Pada Gobal Registry Acute Coronary Events (GRACE), kejadian MACE selama perawatan di rumah sakit sebesar 4,6%.8

Pada penelitian yang dilakukan oleh Yan dkk mengenai nilai prognostik dari CKMB dan Troponin. Didapatkan odds ratio untuk CK/CKMB itu sendiri yaitu OR = 1.34 dan Troponin itu sendiri OR = 1.93 dengan prediksi 1 tahun kematian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan Troponin secara independen berhubungan dengan MACE pada 1 tahun.9 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ang, dkk didapatkan hasil bahwa pasien SKA dengan peningkatan hs Troponin T 15-2070 ng/L memiliki risiko terjadinya MACE 6 kali lebih besar dibandingkan dengan <7 ng/L selama 7 hari perawatan di rumah sakit dengan Risiko Relatif sebesar 6,11.10 Selain faktor penanda serum jantung, dari penelitian Kaul dkk, didapatkan gambaran depresi segmen ST yang menunjukkan adanya gejala iskemia, akan meningkatkan risiko MACE 6 kali lebih besar pada pasien SKA (OR 5,9).11

Penelitian ini ingin mengetahui enzim jantung seperti CKMB dan Troponin T serta gambaran ST deviasi dapat menjadi prediksi terjadinya MACE karena enzim jantung dan gambaran ST deviasi merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis SKA. Meskipun penelitian mengenai kadar CKMB, Troponin T dan ST Deviasi yang dihubungkan dengan kejadian MACE pada pasien sindrom koroner akut sudah banyak dilakukan, namun penelitian tersebut masih terpisah-pisah. Penelitian yang menggabungkan antara kadar CKMB, Troponin T dan gambaran ST deviasi dengan prognosis kejadian MACE pada pasien sindrom koroner akut akan lebih menggambarkan seberapa jauh kemungkinan untuk terjadinya MACE di Indonesia.

(17)

3

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1.2.1. Berapakah proporsi MACE pada pasien sindrom koroner akut di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2011 – Desember 2013?

1.2.2. Apakah kadar CKMB, Troponin T dan Gambaran ST deviasi berperan sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien sindrom koroner akut di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011-2013?

1.3Hipotesis

Pada penelitian ini hipotesis yang akan diuji yaitu :

Kadar CKMB, Troponin, dan Gambaran ST Deviasi berperan sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien sindrom koroner akut

1.4Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai yaitu :

1.4.1. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui proporsi kejadian MACE pada pasien SKA di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari bulan Januari 2011 – Desember 2013.

1.4.2. Penelitian ini bermaksud mengetahui peranan kadar CKMB, Troponin T, dan Gambaran ST Deviasi sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien sindrom koroner akut.

(18)

4

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat di bidang ilmiah

Penelitian ini diharapkan memberikan data ilmiah mengenai peranan kadar CKMB, Troponin T dan gambaran ST deviasi untuk memprediksi terjadinya MACE pada pasien Sindrom Koroner Akut selama masa perawatan di ICCU. 1.5.2. Manfaat aplikatif

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk penelitian berikutnya mengenai faktor prediksi berupa Kadar CKMB, Troponin dan Gambaran ST Deviasi terhadap terjadinya MACE pada pasien sindrom koroner akut.

(19)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORI

2.1.1. Sindrom Koroner Akut

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu kondisi mengancam nyawa yang bisa terjadi setiap saat pada pasien dengan penyakit jantung koroner. SKA terdiri dari Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI) dan Infark Miokard dengan ST elevasi (STEMI). Lebih dari 90% SKA terjadi karena adanya disrupsi dari plak aterosklerotik yang diikuti agregasi trombosit sehingga terbentuk trombus pada pembuluh darah koroner. Pembentukan trombus pada daerah yang sempit menyebabkan terjadinya oklusi pada pembuluh darah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen (iskemia).6,7

SKA dibagi menjadi tiga yaitu, Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark Miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan Infark Miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI), dimana bentuk dari SKA bergantung kepada derajat oklusi arteri koroner dan hubungannya dengan kejadian iskemia. Oklusi trombus parsial berhubungan dengan sindrom APTS dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST, dimana perbedaan keduanya adalah ada atau tidaknya peningkatan penanda serum jantung seperti CKMB atau Troponin T pada darah, sedangkan oklusi trombus total berhubungan dengan iskemia berat dan terjadinya nekrosis luas yang bermanifestasi sebagai infark miokard dengan elevasi segmen ST. Pembentukan thrombus pada SKA merupakan interaksi antara plak aterosklerotik, endotel pembuluh darah, sirkulasi trombosit dan tonus vasomotor dinamik dinding pembuluh darah yang merupakan dasar mekanisme keadaan trombosis.6

(20)

6

6

Gambar 2.1. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut. 16

Kejadian SKA bermula dari adanya cedera pada endotel arteri normal sehingga mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel. Adanya disfungsi pada endotel mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas diikuti inisiasi dan akumulasi dari lipid ekstra selular pada lapisan intima. Kemudian akumulasi lipid ekstraseluler berkembang menjadi lipid ekstraseluler termodifikasi (mLDL) sehingga akan menginduksi pengeluaran sitokin pro-inflamasi ke intima. mLDL dan sitokin pro inflamasi menginduksi ekspresi kemokin, salah satunya Monocyte Cemoattractant Protein-1 (MCP-1) sehingga monosit datang dan masuk ke intima dalam bentuk makrofag. Makrofag akan menempel pada reseptor scavenger dan membentuk foam cell. Kemudian, sel otot polos yang berada di tunika media akan bermigrasi juga ke tunika intima sehingga terjadi penebalan pada tunika intima. Sel otot polos ini senantiasa membelah dan memproduksi matriks ekstraselular sehingga terjadi akumulasi matriks ekstraselular pada plak aterosklerosis (fibrous cap). Sindrom koroner akut terjadi ketika plak mengandung banyak lipid, akumulasi makrofag, dan menipisnya fibrous cap mengakibatkan plak tersebut rentan (vulnerable plaque) untuk mengalami disrupsi. Pada saat terjadi disrupsi pada plak yang rentan, pembuluh darah akan mengalami iskemia hasil dari berkurangnya aliran darah ke arteri koroner. Berkurangnya aliran darah ke arteri koroner bisa disebabkan oleh trombus oklusi total atau trombus oklusi subtotal. Sehingga akan bermanifestasi kepada Sindrom Koroner. 12

(21)

7

2.1.2. Major Adverse Cardiac Events (MACE)

Major Adverse Cardiac Events merupakan sebuah kejadian akhir (end point events) pada sebuah penelitian mengenai kardiovaskular, yang termasuk ke dalam MACE adalah kematian kardiovaskular dan non kardiovaskular, infark miokard, stroke dan tindakan intervensi kardiologi berulang. Pada Standardized data collection for cardiovascular trials didapatkan sebuah definisi mengenai kematian kardiovaskular dan non kardiovaskular, infark miokard, stroke, dan tindakan intervensi kardiologi berulang.13,14

2.1.2.1. Kematian Kardiovaskular dan non Kardiovaskular

Kematian Kardiovaskular merupakan kematian yang berhubungan dengan kejadian penyakit kardiovaskular salah satunya infark miokard akut yang disebabkan oleh berbagai mekanisme seperti aritmia, gagal jantung, atau cardiac output yang tidak adekuat yang terjadi selama perawatan di rumah sakit. Sedangkan kematian non Kardiovaskular adalah kematian yang tidak berhubungan dengan kejadian penyakit Kardiovaskular. Beberapa contoh kematian non kardiovaskular seperti keganasan, infeksi, trauma, dan gagal sistem organ selain kardiovaskular.13,14

2.1.2.2. Infark Miokard Berulang

Kejadian Infark Miokard adalah ketika ditemukan bukti adanya nekrosis miokardium yang didahului kejadian iskemia pada miokardium. Secara umum, diagnosis Infark Miokard membutuhkan kombinasi dari adanya nekrosis miokardium yang dibuktikan dengan perubahan penanda jantung atau temuan patologis setelah kematian dan adanya perubahan elektrokardiograf atau dilihat dari hasil echokardiograf miokardium.13

2.1.2.3. Stroke

Definisi stroke yaitu sebuah episode akut dari disfungsi neurologik yang disebabkan oleh cedera pada fokus otak, korda spina atau pembuluh darah retinal. Klasifikasi stroke yaitu stroke iskemik, stroke hemoragik, dan stroke yang tidak termasuk kedalam kategori keduanya. Stroke iskemik didefinisikan sebagai

(22)

8

episode akut dari disfungsi fokal serebral, spina, atau retinal yang disebabkan adanya infark dari jaringan sistem saraf pusat. Stroke hemoragik didefinisikan sebagai episode akut dari disfungsi fokal atau global pada serebral atau spinal yang disebabkan oleh adanya hemoragik pada intraparenkimal, intraventrikular, atau subarakhnoid tanpa traumatik. Sedangkan stroke yang lainnya ialah stroke yang terjadi dan tidak termasuk ke dalam kategori iskemik maupun hemoragik.13

2.1.2.4. Revaskularisasi Intervensi Koroner Berulang

Revaskularisasi intervensi koroner merupakan suatu prosedur yang menggunakan kateter, prosedur operasi untuk meningkatkan aliran pembuluh arteri perifer. Caranya adalah dengan memasukkan guidewire melalui kateter hingga mencapai ke arteri perifer. Revaskularisasi intervensi koroner yang berulang dilakukan jika keadaan pasien SKA semakin memburuk.

Kejadian infark miokard berulang bisa terjadi berhubungan dengan intervensi kardiologi, operasi jantung koroner, atau bisa terjadi secara spontan. Infark miokard diketahui melalui investigasi klinis pada pasien. Angka mortalitas jangka pendek pada pasien dengan SKA yang mendapat terapi reperfusi farmakologik agresif berdasarkan studi randomisasi berkisar 6,5-7,5%, dimana berdasarkan data observasional didapatkan nilai mortalitas pasien SKA pada komunitas berkisar 15-20%.Major adverse cardiac event 30 hari merupakan hasil akhir yang terdiri dari kematian oleh sebab apapun, infark miokard berulang, tindakan intervensi perkutaneus koroner ulang dikarenakan adanya gejala, stroke yang dialami pasien dalam 30 hari pertama setelah mengalami SKA.12

2.1.3. Creatine Kinase MB (CKMB)

CKMB adalah enzim jantung yaitu Creatine Kinase (CK) yang disusun oleh subunit M dan/atau B. CK berperan sebagai pengatur produksi fosfat berenergi tinggi dan pemanfaatannya untuk kontraksi jaringan. Secara umum, CK berperan sebagai perantara ikatan fosfat berenergi tinggi melalui kreatin fosfat dari mitokondria ke sitoplasma. Sehingga, enzim ini terdapat pada jaringan yang memiliki kebutuhan energi yang tinggi seperti di tubulus ginjal dan otot jantung. CKMB banyak ditemukan di otot jantung, sehingga total serum CK dan

(23)

9

konsentrasi CKMB meningkat ketika terjadi cedera pada miokardium, namun CKMB lebih spesifik pada cedera miokardium dibandingkan CK.15 Kadar CKMB normal adalah ≤ 24 U/L dan ketika terjadi miokardial infark maka kadar CKMB akan meningkat >24 U/L.16 CKMB terdeteksi dimulai pada 4-6 jam setelah adanya cedera dan mencapai puncak pada 12-24 jam, kemudian akan kembali normal setelah 48-72 jam. Kecepatan kembali ke normal pada CKMB dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya infark berulang.15

2.1.4. Troponin T

Troponin merupakan protein spesisfik yang berasal dari otot jantung yang terdiri dari 3 subunit yaitu T, I, dan C dimana fungsinya adalah untuk regulasi kontraksi otot jantung dan otot rangka khususnya pada regulasi aktin dan miosin di otot. Troponin T yang terdapat di intraselular berikatan dengan miofibril di miosit jantung, sehingga Troponin T yang berada di cytosolic pool sebesar 6-8% saja, fungsi dari cytosolic pool adalah sumber keluarnya Troponin apabila terjadi cedera pada pembuluh darah. Pelepasan troponin dimulai pada 4-6 jam setelah cedera, mencapai puncak pada 12-24 jam, kemudian akan menjadi normal kembali setelah 7-10 hari.15 National Academy of Clinical Biochemistry dan the Joint ESC/ACC Committee for Redefinition of Myocardial Infarction

merekomendasikan troponin sebagai penanda untuk evaluasi Sindrom Koroner Akut.17,18

(24)

10

Gambar 2.2. Troponin T ketika terjadi nekrosis miokardium.19

2.1.5. Gambaran ST deviasi

Iskemia yang disebabkan oleh adanya oklusi pada arteri koroner dapat menyebabkan cedera pada endotel dan dapat di deteksi sebagai deviasi segmen ST. Deviasi segmen ST terdiri dari ST depresi dan ST elevasi. Pada pasien Sindrom Koroner Akut, adanya oklusi yang dominan pada left anterior descending (LAD) dan arteri koronaria dekstra (RCA) dapat menyebabkan gambaran ST elevasi pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan bila oklusi terdapat di non dominan left circumflex coronary (LCx) maka didapatkan gambaran ST depresi pada pemeriksaan EKG. Adanya gambaran ST deviasi menunjukkan adanya iskemia pada pembuluh darah koroner akibat dari oklusi trombus, baik total maupun parsial. 20

2.1.6. Faktor Prediktor TerjadinyaMajor Adverse Cardiac Events

Faktor-faktor yang dapat menjadi prediksi terjadinya Major Adverse Cardiac Event diantaranya adalah seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular, diabetes, tekanan darah, denyut jantung, kadar asam urat, kadar kreatinin, kadar hemoglobin, jumlah leukosit, syok kardiogenik, kadar enzim jantung seperti Creatine Kinase-MB dan Troponin T serta gambaran

(25)

11

deviasi segmen ST. Masing-masing faktor berperan dalam terjadinya MACE dengan nilai kemungkinan yang berbeda-beda.21

Usia memiliki risiko mortalitas yang tinggi pada pasien yang lebih tua yaitu pada usia 55-64 tahun memiliki OR 1,83 (IK 95%, 1,25-2,67), usia 65-74 memiliki OR 3,54 (IK 95%, 2,36-5,30), usia 75-84 memiliki OR 5,97 (IK 95%, 4,13-8,63), usia ≥ 85 memiliki OR 13,47 (IK 95%, 8,63-21,01).22 Jenis kelamin memiliki risiko mortalitas lebih tinggi pada wanita dengan OR 1,90 (IK 95%, 1,60-2,26) daripada pria OR 1,03 (IK 95%, 0,80-1,33).23 Untuk riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner memiliki HR 1,41 (IK 95%, 1,09-1,82) p=0,009.24 Sedangkan pasien dengan riwayat diabetes memiliki risiko dengan OR 2,61 (IK 95%, 1,11-6,10).25 Pada pemeriksaan tanda vital, jika denyut jantung pada pasien SKA lebih dari sama dengan 130 kali per menit maka akan memiliki risiko mortalitas yang lebih tinggi dengan OR 1.93 (IK 95%, 1,69-2,22).26

Pada pemeriksaan laboratorium, jika kadar hemoglobin ≤12,1 g/dl maka risiko mortalitas lebih tinggi daripada normal dengan perbandingan 12% kejadian MACE pada kadar hemoglobin yang kurang dan 3,8% pada kadar hemoglobin yang normal.27 Enzim jantung sebagai penanda kejadian SKA seperti CKMB dan Troponin T masing-masing memiliki risiko kematian yang lebih tinggi pada keadaan yang meningkat dibandingkan dengan yang normal sebesar RR 6,11 (95% IK 2,98-12,50) untuk Troponin T.10 Sedangkan risiko pasien dengan syok kardiogenik terhadap MACE memiliki Hazard Ratio (HR 6,73, 95% IK 4,66-9,70).28 Gambaran ST deviasi pada pasien dengan SKA menunjukkan risiko kejadian MACE dengan OR 5,7 (95%, IK 2,8 - 11,6).29

2.1.6.1. Enzim jantung/Cardiac Biomarker dengan kejadian MACE

Cardiac Biomarker merupakan salah satu penanda adanya kerusakan suatu pembuluh darah jantung. Adanya nekrosis pada miokardium akan disertai dengan pelepasan protein struktural dan makromolekul intrasel lainnya ke cardiac interstitium. Cardiac biomarker yang terdapat pada nekrosis miokardium yaitu CK MB, Troponin T atau Troponin I, Myoglobin, Lactate dehydrogenase, dan yang lainnya. Untuk mendeteksi adanya kerusakan miokardium maka troponin memiliki sensitivitas yang lebih tinggi daripada CK MB.9

(26)

12

2.1.6.1.1. kadar CKMB dengan kejadian MACE

Peningkatan CKMB memiliki hubungan dengan peningkatan risiko kejadian MACE. Terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan CKMB dengan kematian pada kejadian MACE 30 hari dan 6 bulan. Pasien yang hanya menerima satu pengobatan (tanpa pembedahan) memiliki hubungan yang sama dengan MACE 30 hari dan 6 bulan. Pasien dengan nilai CKMB tinggi biasanya memiliki faktor risiko seperti usia lanjut, laki-laki dan seorang perokok dibanding pasien dengan nilai CKMB rendah.11

Gambar 2.3. Hubungan antara nilai CKMB dengan mortalitas 30 hari dan 6 bulan.11

Peningkatan nilai CKMB pada pasien SKA terjadi ketika adanya nekrosis pada miokadium yang berulang dimana sebagai penanda adanya ketidakstabilan pembuluh darah dan menghasilkan mikroemboli yang terus-menerus sehingga menyebabkan infark yang mikroskopik.11 Adapun keuntungan yang dimiliki oleh CKMB adalah pemeriksaan cepat, lebih ekonomis dan akurat, serta memiliki kemampuan yang cepat untuk mendeteksi adanya reinfark namun kelemahan dari CKMB adalah spesifisitas menjadi berkurang jika terdapat penyakit otot atau

(27)

13

tulang dan sensitivitas kurang untuk deteksi infark miokard <6 jam setelah onset gejala serta untuk kerusakan miokard minor.30

2.1.6.1.2. Troponin T dengan Kejadian MACE

Salah satu penanda serum jantung yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi adalah Troponin T. Mekanisme peningkatan Troponin T yang menetap ataupun baru setelah ACS belum diketahui, namun usia, anemia dan faktor riwayat seperti hipertensi, diabetes dan gambaran abnormal EKG dapat menjadi faktor utama yang berhubungan dengan pelepasan troponin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ang, dkk didapatkan hasil bahwa pasien SKA dengan peningkatan hs Troponin T 15-2070 ng/L memiliki risiko terjadinya MACE 6 kali lebih besar dibandingkan dengan <7 ng/L selama 7 hari perawatan di rumah sakit (unadjusted RR 6,11, 95%Cl, 2,98-12,50).10

Gambar 2.4. Kurva Kaplan-Meier insidensi kumulatif MACE 30 hari berdasarkan nilai troponin.9

Pasien SKA dengan nilai troponin yang meningkat secara persisten memiliki risiko 3 kali lebih besar terjadinya MACE dibandingkan dengan yang memiliki nilai troponin rendah (unadjusted RR 3,39, 95%Cl, 2,02-5,68, p<0,001).

(28)

14

Hal inilah yang dapat menyebabkan risiko terjadinya MACE semakin meningkat.9 Adapun keuntungan yang didapatkan dengan menggunakan troponin adalah lebih sensitif dan spesifik daripada CKMB, mampu mendeteksi kejadian infark miokard hingga 2 minggu pasca onset, mampu mendeteksi reperfusi, digunakan untuk pemilihan terapi. Namun kelemahan yang dimiliki oleh troponin adalah sensitivitas rendah pada infark miokard yang terjadi <6 jam setelah onset gejala timbul.30

2.1.6.2.Gambaran ST deviasi dengan Kejadian MACE

Gambaran ST segmen merupakan faktor risiko paling kuat untuk memprediksi terjadinya MACE pada pasien sindrom koroner akut. Pasien dengan ST segmen depresi ≥ 2 mm memiliki risiko 10 kali lebih banyak daripada pasien tanpa ST segmen depresi dalam kurun waktu satu tahun. Dalam penelitian Padma Kaul dilaporkan bahwa pasien dengan ST segmen depresi ≥ 2 mm memiliki MACE 1 tahun sebanyak 14.1% dibandingkan dengan pasien tanpa ST segmen depresi 4.4% dan ST segmen depresi 1 mm sebesar 6.9% dengan OR 5,7 (IK 95%, 2,8 sampai 11,6).29

(29)

15

Gambar 2.5. Kurva Kaplan Meier kejadian MACE 1 tahun pada pasien tanpa depresi segmen ST, depresi segmen ST 1 mm dan depresi segmen ST ≥ 2 mm. (A) pada studi PARAGON-A, (B) studi GUSTO-IIb.29

ST segmen deviasi berhubungan dengan peningkatan risiko kematian, Infark berulang dan iskemia berulang pada 14 hari pertama. Pada pasien dengan ST segmen deviasi ≥ 2 mm memiliki kejadian penyakit kardiovaskular yang tinggi dan penyakit paru obstruktif kronik. Prediktor lain yang signifikan dalam kejadian MACE 1 tahun yaitu usia, diabetes, penyakit paru obstruktif kronik, dan yang

(30)

16

lainnya. Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan bahwa pasien dengan ST segmen depresi ≥ 2 mm pada lebih dari satu regio dapat terjadi risiko kejadian MACE lebih tinggi daripada pasien yang hanya memiliki ST segmen depresi ≥ 2 mm pada satu regio saja. Hal ini dikarenakan jumlah pembuluh darah yang mengalami iskemik semakin banyak maka akan memicu kejadian MACE pada pasien ACS.29

(31)

17

2.3. Kerangka Konsep

2.4. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Pengukuran Skala

Pengukuran

1 Sindrom

Koroner Akut

Spektrum sindrom klinis yang disebabkan oleh sumbatan

mendadak pada arteri koroner akibat ruptur plak aterosklerosis.  Sesuai tertulis dalam rekam medis  Diagnosis dibagi menjadi STEMI, NSTEMI dan UAP berdasar anamnesis, EKG dan pemeriksaan enzim Nominal CKMB Deviasi Segmen ST Troponin T MACE

(32)

18  Infark miokard akut dengan elevasi ST segmen (ST elevation myocardial infarction = STEMI) Anamnesis: keluhan nyeri dada khas EKG: elevasi ST segmen Lab: kenaikan enzim jantung  Infark miokard akut tanpa elevasi ST segmen (Non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) Anamnesis: keluhan nyeri dada khas EKG: non-elevasi ST segmen Lab: kenaikan

(33)

19 enzim jantung  Angina pektoris tak stabil (unstable angina pectoris = UAP). Anamnesis: keluhan nyeri dada khas EKG: non elevasi ST segmen ST Lab: tanpa kenaikan enzim jantung 2 Angina Pektoris tidak Stabil

Pasien yang dirawat memiliki rekam medis dengan beberapa serial

EKG dan profil

biokimia. Memiliki 1 dari 3 kriteria:  Angina yang muncul pada saat istirahat istirahat dan diperpanjang, biasanya selama > 10 menit  Angina onset Sesuai dengan Rekam Medis Nominal

(34)

20 baru yang memiliki tingkat keparahan klasifikasi III CCS

Akselerasi angina yang direfleksikan oleh peningkatan derajat keparahan CCS kelas III. Pasien harus

memiliki bukti biokimia dari nekrosis miokard

3 Infark Miokard dengan ST Elevasi

Indikasi bila ada elevasi segmen ST baik baru terjadi maupun yang sudah diduga

sebelumnya, LBBB baru, atau infark miokard inferobasal yang terisolasi sebelum adanya dilakukannya prosedur apapun maupun yang tidak lebih dari 24 jam pasca gejala awal. Sesuai dengan Rekam Medis Nominal 4 Infark Miokard tanpa ST Elevasi

Pasien yang mengalami oklusif thrombus parsial (ada gejala seperti angina pektoris tidak stabil) dengan positif

biomarkers serum. Pada

Sesuai dengan Rekam Medis

(35)

21

pemeriksaan EKG tidak ditemukan adanya elevasi ST

5 MACE Major adverse cardiac

event selama perawatan merupakan hasil

endpoint yang terdiri dari kematian oleh sebab apapun, infark miokard berulang, tindakan intervensi perkutaneus koroner ulang dikarenakan adanya gejala, stroke yang dialami pasien setelah mengalami SKA

Sesuai dengan Rekam Medis

Nominal

6 CKMB Indikasi nilai awal

CKMB. Nilai sampel yang diperoleh pada 24 jam pertama ketika perawatan atau dari rumah sakit sebelum pasien tersebut dirujuk.

Pemeriksaan laboratorium Normal: nilai CKMB bila ≤ 24 U/L Meningkat: nilai CKMB bila > 24 U/L Nominal 7 Troponin T

Indikasi hasil dari sampel pada 24 jam pertama ketika perawatan atau dari rumah sakit sebelum

Pemeriksaan laboratorium Normal : nilai Troponin T bila ≤

(36)

22

pasien tersebut dirujuk. Tipe T menunjukkan sensitivitas tinggi. 14 pg/mL Meningkat : nilai Troponin T bila > 14 pg/mL 8 Deviasi Segmen ST

Adanya deviasi segmen ST lebih dari atau sama dengan 2 mm pada minimal dua lead yang sesuai Elektrokardiografi, - Gambran Elevasi segmen ST Gambaran Depresi segmen ST Nominal

(37)

23

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif berdasarkan penelitian prognostik. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari rekam medis.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan di ICCU RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam rentang waktu Januari – April 2014.

3.3. Populasi dan Sampel penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi target penelitian adalah pasien dengan sindrom koroner akut. Sedangkan populasi terjangkau adalah pasien sindrom koroner akut yang dirawat di ICCU RSUPN Cipto Mangunkusumo pada Januari 2011 – Desember 2013. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi pemilihan subyek penelitian.

3.3.2. Sampel

3.3.2.1. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian prognostik, yaitu menggunakan rule of Thumb dengan patokan jumlah variabel independen yang diteliti.

Keterangan :

(38)

24

VB = Jumlah variabel bebas yang diteliti p = Prevalensi MACE pada pasien SKA

Pada penelitian ini akan diteliti 3 variabel prognostik yaitu kadar CKMB, Troponin T dan gambaran ST deviasi. Pada studi sebelumnya diketahui prevalensi kejadian Major Adverse Cardiac Events pada pasien sindrom koroner akut adalah sebesar 4,6 %8 sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 652 subjek.

3.3.2.2. Teknik Pemilihan Sampel

Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan non-probability Sampling berupa consecutive sampling yaitu pengambilan sampel dari data rekam medis mulai dari Januari 2011 - Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi.

3.3.3. Kriteria Sampel Penelitian 3.3.5.1. Kriteria Inklusi

Pasien dengan Sindrom Koroner Akut yang dirawat di ICCU RS Cipto Mangunkusumo dari Januari 2011 – Desember 2013

3.3.5.2.Kriteria Eksklusi

Pasien yang dirawat kembali ke ICCU RS Cipto Mangunkusumo dengan data rekam medis yang tidak lengkap.

3.4. Cara Kerja Penelitian

1. Menyusun proposal penelitian 2. Mengurus izin penelitian

3. Mengambil data dari rekam medis pasien, meliputi : a. Identitas pasien (nama, usia, dan jenis kelamin)

(39)

25

b. Pemeriksaan laboratorium berupa Kadar CKMB, Troponin T dan pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) yaitu Gambaran ST deviasi saat admisi

c. Jenis sindrom koroner akut yang diderita (UAP, STEMI, NSTEMI) d. Kejadian MACE selama perawatan di ICCU RSUPN Cipto

Mangunkusumo

4. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisa data 5. Menyimpulkan hasil penelitian

3.5. Alur Penelitian

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, variabel penelitian berupa data kategorik sehingga dipresentasikan dalam bentuk frekuensi dan persentase. Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 16.0. Pengolahan data menggunakan analisis bivariat berupa Chi-square antara masing-masing variabel dengan

Pasien Sindrom Koroner Akut

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Memenuhi kriteria Tidak memenuhi kriteria

Disertakan dalam penelitian Dikeluarkan dari penelitian

Pengumpulan data

Kejadian Major Adverse Cardiac Events selama perawatan di rumah sakit

(40)

26

kejadian Major Adverse Cardiac Events disertai perhitungan Risiko Relatif (RR) dengan Interval Kepercayaannya.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini mendapatkan persetujun ethical approval dari komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumh Sakit Cipto Mangunkusumo no.186/H2.F1/ETIK/2014 dan persetujuan izin penelitian dari bagian penelitian RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Semua data yang diambil dari rekam medis akan dijaga kerahasiaannya.

(41)

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Data penelitian diambil dari Rekam Medis Intensive Cardiac Care Unit

(ICCU) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat berdasarkan data pasien yang mengalami sindrom koroner akut dan tercatat sebagai pasien dirawat dari bulan Januari 2011 hingga Desember 2013 serta memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian secara terperinci adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 487 65,2 Perempuan 260 34,8 Usia <65 tahun 536 71,7 >65 tahun 211 28,2 Kadar CKMB Meningkat 231 30,9 Normal 516 69,1 Troponin T Meningkat 378 50,6 Normal 369 49,4 Deviasi Segmen ST Ya 381 51,1 Tidak 366 48,9 Jenis SKA UAP 369 49,4 NSTEMI 192 25,7 STEMI 186 24,9 MACE Ya 77 10,3 Tidak 670 89,7

(42)

28

Dari hasil yang didapatkan bahwa jumlah pasien yang diambil dari Januari 2011 – Desember 2013 sebanyak 747 orang dengan jumlah laki-laki sebesar 487 orang (65,2%) dan perempuan 260 orang (34,8%), dengan usia <65 tahun sebanyak 536 orang (71,7%) dan usia >65 tahun sebanyak 211 (28,2%). Pasien sindrom koroner akut yang dirawat di ICCU RS Cipto Mangunkusumo diperiksa kadar enzim jantungnya dan dalam penelitian ini, kadar enzim jantung yaitu CKMB dan Troponin T dibagi menjadi dua kategori, yakni meningkat dan normal, dimana frekuensi kadar CKMB yang normal lebih banyak dibandingkan dengan kadar CKMB yang meningkat yaitu sebanyak 516 orang (69,1%), kadar Troponin T yang meningkat sebanyak 378 orang (50,6%), dan pasien dengan gambaran ST deviasi yaitu sebanyak 381 orang (51,1%), dari seluruh data penelitian, jumlah pasien yang mengalami MACE sebanyak 77 orang (10,3%) dan yang tidak mengalami MACE sebanyak 670 orang (89,7%) seperti terdapat pada tabel 4.1.

Berdasarkan 77 orang yang mengalami MACE didapatkan jumlah laki-laki sebanyak 42 orang (54,5%), wanita 35 orang (45,5%), usia <65 tahun 46 orang (59,7%), usia >65 tahun 31 orang (40,3%), pasien dengan riwayat keluarga penyakit jantung koroner 8 orang (10,4%) dan tanpa riwayat keluarga penyakit jantung koroner 69 orang (89,6%). Jenis SKA yang terjadi pada pasien yang mengalami MACE yaitu STEMI sebanyak 34 orang (44,2%), NSTEMI 32 orang (41,6%), dan UAP 11 orang (14,3%). Kadar CKMB yang meningkat pada pasien SKA yang mengalami MACE sebanyak 40 orang (17,3%), kadar Troponin T yang meningkat sebanyak 67 orang (17,7%) dan gambaran ST deviasi 52 orang (13,6%).

4.1.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini yang digunakan adalah uji hipotesis komparatif dengan skala pengukuran kategorik tidak berpasangan dalam bentuk tabel B x K. Hasil analisis bivariat pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(43)

29

Tabel 4.2. Hubungan kadar CKMB dengan kejadian MACE MACE

Ya Tidak P RR (IK 95%)

n % n %

CKMB Meningkat 40 17,3 191 82,7 <0,001 2,415(1,588-3,673)

Normal 37 7,2 479 92,8

Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa jumlah pasien yang terkena MACE adalah 77 orang (10,3%), dengan 40 orang (17,3%) yang memiliki kadar CKMB yang meningkat dan 37 orang (7,2%) lainnya memiliki kadar CKMB yang normal. Pada uji kemaknaan dengan menggunakan Chi-square didapatkan nilai P sebesar <0,001 yang menunjukkan p < 0,005 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar CKMB dengan kejadian MACE dan nilai RR yang didapat adalah sebesar 2,415 (IK 95%, 1,588-3,673) hal ini menunjukkan bahwa resiko relatif seorang pasien untuk terkena MACE dengan kadar CKMB yang meningkat adalah 2,4 kali daripada pasien dengan kadar CKMB yang normal. (Tabel 4.2)

Tabel 4.3. Hubungan kadar Troponin T dengan kejadian MACE

MACE

Ya Tidak P RR (IK 95%)

n % n %

Troponin T Meningkat 67 17,7 311 82,3 <0,001 6,540 (3,419-12,513)

Normal 10 2,7 359 97,3

Hubungan kadar Troponin T dengan kejadian MACE dapat dilihat bahwa dari 77 pasien yang terkena MACE, 67 orang (17,7%) dengan kadar Troponin T yang meningkat dan 10 orang (2,7%) dengan kadar Troponin T yang normal. Pada

(44)

30

uji kemaknaan dengan menggunakan Chi-square didapatkan nilai P<0,001 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kadar Troponin T dengan kejadian MACE namun nilai RR yang didapat yaitu 6,540 (IK 95%, 3,419-12,513) hal ini menunjukkan bahwa resiko relatif seorang pasien untuk terkena MACE dengan kadar Troponin T meningkat adalah 6,5 kali dari pasien dengan kadar Troponin T yang normal. (Tabel 4.3).

Tabel 4.4. Hubungan gambaran ST deviasi dengan kejadian MACE

MACE Ya Tidak P RR (IK 95%) N % n % Gambaran ST deviasi Iya 52 13,6 330 86,4 0,002 1,987(1,261-3,132) Tidak 25 6,8 340 93,2

Dari tabel 4.4 terdapat 52 orang yang mengalami MACE dengan disertai adanya gambaran ST deviasi pada EKG, 25 orang yang mengalami MACE namun tidak disertai adanya gambaran ST deviasi pada pemeriksaan EKG, 330 orang tidak mengalami MACE namun terdapat gambaran ST deviasi pada pemeriksaan EKG dan 340 orang tidak mengalami MACE dan juga tidak terdapat gambaran ST deviasi pada pemeriksaan EKG. Pada uji kemaknaan didapatkan nilai P sebesar 0,002 hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara adanya gambaran ST deviasi pada pemeriksaan EKG dengan kejadian MACE dan nilai RR yang didapat adalah 1,987 (IK 95%, 1,261-3,132) dengan demikian risiko relatif seorang pasien untuk mengalami MACE dengan adanya gambaran ST deviasi pada pemeriksaan EKG sebesar 1,987 kali dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki gambaran ST deviasi pada pemeriksaan EKG.

(45)

31

4.2. Pembahasan

4.2.1. Hubungan Enzim Jantung dengan kejadian MACE

Berdasarkan analisis bivariat ini didapatkan p<0,001 pada peningkatan kadar CKMB terhadap terjadinya MACE, hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan peningkatan kadar CKMB dengan kejadian MACE. Selain itu, seorang pasien yang mengalami SKA dengan peningkatan kadar CKMB memiliki risiko untuk terjadinya MACE yaitu sebesar 2,415 kali lebih besar daripada pasien yang mengalami SKA dengan kadar CKMB yang normal.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alexander,dkk. didapatkan hasil bahwa peningkatan kadar CKMB memiliki hubungan yang signifikan dengan laju kematian, semakin meningkat kadar CKMB pada pasien SKA, maka risiko terjadinya MACE semakin meningkat dibandingkan dengan pasien SKA yang memiliki kadar CKMB yang normal.11 Pada penelitian Goodarce, dkk. mendapatkan bahwa kejadian MACE pada pasien SKA dengan kadar CKMB yang meningkat dibandingkan dengan yang normal yaitu RR 2,84 (IK 95%, 1,15-7,02).31

Peningkatan kadar Troponin T terhadap terjadinya MACE pada analisis bivariat menunjukkan p<0,001, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan kadar Troponin T dengan kejadian MACE. Sehingga, pasien SKA dengan peningkatan kadar Troponin T memiliki risiko 6,45 kali lebih besar daripada pasien dengan kadar Troponin T yang normal.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ang, dkk. pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa pasien dengan peningkatan Troponin T memiliki risiko terjadinya MACE 6 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang memiliki kadar Troponin T yang normal dengan unadjusted RR 6,11 (IK 95%, 2,98-12,50).10 Selain itu, pada penelitian Yan, dkk disebutkan bahwa kadar Troponin yang meningkat secara persisten pada pasien SKA memiliki risiko untuk terjadinya MACE sebesar 3 kali dibandingkan dengan pasien SKA yang memiliki kadar Troponin normal dengan unadjusted RR 3,39 (IK 95%, 2,02-5,68) p<0,001.9

(46)

32

Hal ini disebabkan karena enzim jantung merupakan salah satu penanda adanya nekrosis pada miokardium dan bila terjadi peningkatan kadar enzim jantung pada pasien SKA menunjukkan adanya nekrosis pada miokardium yang berulang sebagai tanda adanya ketidakstabilan pembuluh darah, sehingga akan menyebabkan mikroemboli yang terus-menerus dan menyebabkan adanya infark yang mikroskopik.11

4.2.2. Hubungan Gambaran ST deviasi dengan kejadian MACE

Adanya gambaran ST deviasi pada pasien SKA dapat berisiko terjadinya MACE sebesar 1,987 kali dibandingkan dengan pasien SKA tanpa adanya gambaran deviasi segmen ST pada pemeriksaan EKG.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Kaul, dkk. pada penelitian tersebut di dapatkan hasil bahwa pasien dengan adanya deviasi segmen ST memiliki risiko terjadinya MACE sebesar 14,1% dibandingkan dengan yang tidak memiliki gambaran deviasi segmen ST pada gambaran EKG dengan p<0,001. Hal ini dikarenakan jumlah pembuluh darah yang mengalami iskemia semakin banyak.29 Sedangkan pada penelitian Jeong dkk, mendapatkan pasien SKA dengan adanya gambaran ST deviasi dibandingkan dengan tanpa adanya gambaran ST deviasi memiliki risiko untuk terjadinya MACE dengan RR 1,402, p = 0,037.32

(47)

33

4.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain : 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini hanya diambil pada satu rumah sakit. 2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif, akan lebih baik apabila penelitian menggunakan desain kohort prospektif. Pada kohort retrospektif, peneliti hanya sanggup melihat pengukuran yang telah dilakukan orang lain di masa lalu.

3. Lama Pengamatan

Penelitian ini hanya mengamati kejadian MACE selama perawatan di ICCU.

(48)

34

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Proporsi MACE pada pasien SKA di RS Cipto Mangunkusumo pada Januari 2011 – Desember 2013 adalah sebesar 10,4%.

2. Peningkatan Kadar CKMB admisi sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA dengan RR 2,4 (IK 1,588-3,673), p<0,001

3. Peningkatan Kadar Troponin T admisi sebagai faktor prediktor terjadianya MACE pada pasien SKA dengan RR 6,5 (IK 3,419-12,513),p<0,001

4. Gambaran ST deviasi sebagai faktor prediktor terjadinya MACE pada pasien SKA dengan RR 1,9 (IK 1,261-3,132), p = 0,002

. 5.2. Saran

1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar oleh para klinisi pada pasien SKA agar lebih memperhatikan faktor enzim jantung dan gambaran ST deviasi terhadap terjadinya MACE untuk stratifikasi awal dan penatalaksanaan yang lebih agresif sehingga mengurangi angka kejadian MACE.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor yang memprediksi terjadinya MACE dan tidak hanya tiga faktor saja namun bisa ditambahkan dengan faktor lainnya

(49)

35

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. The top 10 causes of death. Updated July 2013. 2. WHO. The Global Burden of Disease. 2004 update

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) nasional. 2007.

4. SKRT. DepKes RI. Survei kesehatan rumah tangga. 1995

5. Setyawan, Wawan. Validasi skor TIMI dalam memprediksi mortalitas pasien sindrom koroner akut di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia, 2011. Tesis

6. Leonard S. Lilly. Pathophysiology of heart disease a collaborative project of medical students and faculty fifth edition. Lippicott Williams & Wilkins. 2011

7. American Heart Association. 2012 ACCF/AHA focused update incorporated into the ACCF/AHA 2007 guidelines for the management of patients with unstable angina/non-ST elevation myocardial infarction : a report of the American College of Cardiology Foundation/ American Heart Association task force on practice guidelines. Circulation 2013;127:663-828

8. Granger CB, Robert JG, Omar D, Karen SP, Kim AE, Christopher PC, et all. Predictors of hospital mortality in the global registry of acute coronary events. Arch Intern Med. 2003;163:2345-53

9. Yan AT, Raymond TY, Mary T, Chi-Ming C, David F, Eric S, Anatoly L, Shaun GG. Troponin is more useful than creatine kinase in predicting one-year mortality among acute coronary syndrome patients. European Heart Journal 2004; 25: 2006e-2012

10.Ang DSC, Michelle PCK, Ellie D, Chim L, Allan S. The prognostic value of high sensitivity troponin T 7 weeks after an acute coronary syndrome. Heart 2012;98:1160-1165

11.Alexander JH, et al. Association between minor elevation of creatine kinase-MB level and mortality in patients with acute coronary syndromes without ST-segment levation. JAMA 2000; 283(3) : 347-353

(50)

36

12.Antman EM. ST segment elevation myocardial infarction : pathology, pathophysiology, and clinical features. In Bonow RO,Mann DL, Zipes DP, Libby P, Braunwald E, editors. Heart disease : A textbook of cardiovascular medicine. Ninth edition. Philadelphia : Elsevier, 2012 13.Hicks KA, Hung HMJ, Mhaffey KW, Nissen SE, Stockbridge NL,

Targeum SL, Temple R. Standarized definitions for end point events in cardiovascular trials. Circulation 2010; 20 : 1-37

14.Cannon CP, Brindis RG, Chaitman BR, et al. 2013 ACCF/AHA Key data elements and definitions for measuring the clinicall management and outcomes od patients with acute coronary syndromes and coronary artery disease. Circulation 2013;127 : 1052-1089

15.Kemp. M, J. Donovan, H. Higham, J. Hooper. Biochemical markers of myocardial injury. Br J Anaesth 2004; 93(1): 63-73

16.Sood, Ramnik. Textbook of medical laboratory technology. Jaypee Brothers. 2006

17.Wu AHB, Apple FS, Gibler WB, Jesse RL, Warshaw MM, Valdes R. National academy of clinical biochemistry standards of laboratory practice: recommendations for the use of cardiac markers in coronary artery disease. Clin Chem 1999; 45:1104±21

18.Ayed SB, Godet G, Foglietti MJ, Bernard M. Specific of cardiac markers troponin I and T in excluding postoperative myocardial infarction. Ann Clin Biochem 1997; 34: 559±60

19.Gaze DC, Paul O Collinson. Multiple molecular forms of circulating cardiac troponin : analytical and clinical significance. Ann Clin Biochem 2008; 45(4): 349-355

20.Martin TN, et. al. ST-segment deviation analysis of the admission 12-lead electrocardiogram as an aid to early diagnosis of acute myocardial infarction with a cardiac magnetic resonance imaging gold standard. J A Coll Cardiol 2007;50:1021-1028

21.Erne P, Felix Gutzwiller, Philip Urban, Marco Maggiorini, Pierre-Frederic Keller, Dragana Radovanovic. Characteristic and outcome in acute coronary syndrome patients with and without established modifiable

(51)

37

cardiovascular risk factors: Insights from the Nationwide AMIS Plus Registry 1997-2010. Cardiology 2012; 121:228-236

22.Annika R, Lars W, Maarten S, Anselm KG, Solomon B, Alexander B, et al. Age, clinical presentation, and outcome of acute coronary syndromes in the Euroheart Acute Coronary Syndrome Survey. European Heart Journal 2006;27,789-795

23.Boonchu S, Permyos R, Kitipan V, Sopon S, Wiwun T, Pattannapang I. Impact of gender on treatment and clinical outcomes in acute ST elevation myocardial infarction patients in Thailand. J Med Assoc Thai 2007;90 (suppl 1):65-73

24.Choongki K, Hyuk JC, Iksung C, Ji MS, Donghoon C, Myung HJ. Impact of family history on the presentation and clinical outcomes of coronary heart diseases: data from the Korean Acute Myocardial Infarction Registry. Korean J Intern Med 2013;28:547-556

25.Carolina L, Natalia A, Rogerio T, Fatima S, Elisabete J, Rui B. Predictors of adverse outcome in a diabetic population following acute coronary syndromes. Rev Port Cardiol 2011;30(03):263-275

26.Bangalore S, Messerli FH, Ou FS, Holland JT, Palazzo A, Roe MT. The association of admission heart rate and in-hospital cardiovascular events in patients with non-ST-segment elevation acute coronary syndromes: Results from 135164 patients in the CRUSADE quality improvement initiative. European Heart Journal 2010;31:552-560

27.Sabatine MS, Morrow DA, Giugliano RP, Burton PB, Murphy SA, McCabe CH, et all. Association of hemoglobin levels with clinical outcomes in acute coronary syndromes. Circulation 2005; 111: 2042-2049 28.Milena SM, Cihan S, Sannake P.M. de Boer, Ron T. van Domburg,

Robert-Jan van Geuns, Peter de Jaegere. Short-and long-term major cardiac events in patients undergoing percutaneous coronary intervention with stenting for acute myocardial infarction complicated by cardiogenic shock. Cardiology 2012;121:47-55

(52)

38

29.Kaul P, et al. Prognostic value of ST segment depression in acute coronary syndrome : Insights from PARAGON-A applied to GUSTO-IIb. JACC 2001; 38(1) : 64-71

30.Amit K, Christopher PC. Acute coronary syndromes : diagnosis and management, Part I. Mayo Clin Proc. 2009; 84(10) : 917-938

31.Goodacre, Steve, et.al. Which diagnostic tests are most useful in a chest pain unit protocol?. BMC Emergency Medicine 2005; 5:6

32.Jeong HC, et.al. Long-term clinical outcomes according to initial management and thrombolysis in myocardial infarction risk score in patients with acute non-ST-segment elevation myocardial infarction. Yonsei Med J 2010; 51(1) : 58-68

(53)

39

LAMPIRAN 1. Formulir Penelitian

Kadar Creatine Kinase MB (CKMB), Troponin T, dan Gambaran ST deviasi sebagai Faktor Prediktor Major Adverse Cardiac Events

Pada Pasien Sindrom Koroner Akut

Data dasar

Nama Lengkap

Rekam Medis

Usia

Jenis Kelamin

Diagnosis UAP / NSTEMI / STEMI

Pemeriksaan Laboratorium

CKMB ... U/L

Troponin T ... pg/mL

Gambaran ST deviasi Ya/Tidak

MACE Ya / Tidak

Jenis MACE Kematian / Infark Miokard berulang /

Revaskularisasi ulang / Stroke

(54)

40

(55)
(56)

42

LAMPIRAN 3. DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Puspita Muntiyarso

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 23 Mei 1993

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kutai III blok D/5 Alam Cireundeu RT 004/012

Pisangan Ciputat Timur, Tangerang Selatan-Banten 15419

Nomor Telepon/HP : 021-7432028 / 0818496704

Email : puspita.muntiyarso@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

- Taman Kanak-kanak Ketilang Jakarta (1998 – 1999)

- Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta (1999 – 2005) - Madrasah Tsanawiyah Pembangunan UIN Jakarta (2005 – 2008) - Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta (2008 – 2011)

- Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011 – sekarang)

Gambar

Gambar 2.1. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut .................................................
Gambar 2.1. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut.  16
Gambar 2.2. Troponin T ketika terjadi nekrosis miokardium. 19
Gambar 2.3. Hubungan antara nilai CKMB dengan mortalitas 30 hari dan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan berkah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uji efek ekstrak etanol 70% daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus

Alhamdulillah wa syukurilah, rasa syukur saya limpahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada saya sampai saat ini sehingga saya dapat

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

Peningkatan FGF-23 pada subjek PGK merupakan respon fisologis untuk menstabilkan kadar fosfat melalui peningkatan ekskresi fosfat di urin, dengan menurunkan

Berdasarakan penelitian yang dilakukan oleh Wolley et al.(2016), terdapat peningkatan secara bermakna status gizi pada anak dengan leukemia limfoblastik akut

121 Hanna Nabila 1310311106 Pengaruh Pemberian Dadih terhadap Durasi Diare Akut, Kadar Jecnetory Immunoglobin A dan Kadar Tumor Necroting Factor Alfa pada Mencit Diare

121 Hanna Nabila 1310311106 Pengaruh Pemberian Dadih terhadap Durasi Diare Akut, Kadar Jecnetory Immunoglobin A dan Kadar Tumor Necroting Factor Alfa pada Mencit Diare