• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Nomor 91/PUU-XIV/2016

“Pemberlakuan Tunjangan Aparatur Sipil Negara Profesi Guru dan Dosen yang Berbeda dengan Aparatur Sipil Negara Non Guru dan Dosen ”

I. PEMOHON

Ahmad Amin, S.ST.

II. OBJEK PERMOHONAN

Pengujian Materiil Pasal 15 ayat (1); Pasal 16 ayat (1), (2), (3); Pasal 19 ayat (1); Pasal 52 ayat (1); Pasal 53 ayat (1), (2), (3); dan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU 14/2005).

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945;

2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”;

3. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada pokoknya menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

4. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 15 ayat (1); Pasal 16 ayat (1), (2), (3); Pasal 19 ayat (1); Pasal 52 ayat (1); Pasal 53 ayat (1),

(2)

2

(2), (3); dan Pasal 57 ayat (1) UU 14/2005, oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo.

IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING)

1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK:

Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”.

2. Berdasarkan Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK, menyatakan:

“Yang dimaksud dengan ‘hak kosntitusional’ adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

3. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu:

a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji.

c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.

d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji.

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

4. Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28B ayat (2), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan merasa hak konstutisonalnya tersebut dirugikan dengan berlakunya Pasal 15 ayat (1); Pasal 16 ayat (1), (2), (3); Pasal 19 ayat (1); Pasal 52 ayat (1); Pasal 53 ayat (1), (2), (3); dan Pasal 57 ayat (1) UU 14/2005;

(3)

3

5. Pemohon merasa dirugikan oleh berlakunya Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (1) UU 14/2005 yang telah mengakibatkan ketidakpastian hukum atas persamaan kedudukan didalam hukum dan pemerintahan dan diperlakukan diskriminatif, karena frasa “tunjangan profesi” telah menjadikan kedudukan profesi guru dan dosen terasa istimewa dibanding dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam hukum dan secara langsung gaji pokok ASN (in casu

Pemohon) disandera oleh tunjangan profesi guru dan dosen.

V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN

Pengujian Materiil UU 14/2005: 1. Pasal 15 ayat (1):

“Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.”

2. Pasal 16 ayat (1):

“Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

3. Pasal 16 ayat (2):

“Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.”

4. Pasal 16 ayat (3):

Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan

dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).”

5. Pasal 19 ayat (1):

“Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalarn bentuk

(4)

4

tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa dan penghargaan bagi guru, serta kernudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.”

6. Pasal 52 ayat (1):

“Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.”

7. Pasal 53 ayat (1):

“Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.”

8. Pasal 53 ayat (2):

“Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.”

9. Pasal 53 ayat (3):

“Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.”

10. Pasal 57 ayat (1):

“Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.”

B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 1. Pasal 23 ayat (1):

“Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

(5)

5 2. Pasal 27 ayat (1):

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

3. Pasal 28B ayat (2):

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

4. Pasal 28C ayat (2):

“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”

5. Pasal 28D ayat (2):

Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

6. Pasal 28I ayat (2):

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

7. Pasal 34 ayat (1):

“Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.”

VI. ALASAN PERMOHONAN

1. Bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 52 ayat (1) UU 14/2005 pada frasa “tunjangan profesi” yang dijelaskan dalam penjelasan bahwa tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya, padahal menurut Pemohon, semua pekerjaan sudah selayaknya dilakukan secara profesional sehingga dapat dipertanggungjawabkan proses selama bekerja dan hasil dari pekerjaan tersebut;

2. Bahwa menurut Pemohon, tunjangan profesi diberikan sebagai penghargaan karena telah bertindak secara professional hanyalah sebagai upaya untuk mengelabui rakyat dan sekedar formalitas untuk membungkus kewajiban terlihat sebagai prestasi, sehingga jelas tampak bahwa tunjangan guru dan

(6)

6

dosen hanya digunakan untuk “membagi-bagi anggaran pendidikan yang

besar 20% APBN dan 20% APBD”, maka hal ini sangat bertentangan

dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yaitu pengelolaan APBN untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

3. Bahwa Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 53 ayat (1) UU 14/2005 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) Pasal 28D Ayat (1) (2), pasal 34 ayat (1) (2) UUD 1945 karena pemerintah memberikan tunjangan profesi bagi guru dan dosen tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, sesuai pasal tersebut, menunjukkan persamaan kedudukan bagi seluruh rakyat, maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menjadikan istimewa profesi guru dan dosen;

4. Bahwa menurut dalil Pemohon, guru dan dosen merupakan tenaga

profesional, maka berdasar Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, pemberi kerjalah yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi dan menjamin kesejahteraan tenaga profesional yang mereka pekerjakan/ kontrak;

5. Bahwa Pemohon mendalilkan menaikkan besaran tunjangan profesi Guru dan Dosen dengan Gaji ASN adalah kebijakan yang tidak adil bagi ASN selain Guru dan Dosen. Guru dan Dosen yang mendapatkan tunjangan profesi akan mendapatkan penghasilan ganda daripada ASN bukan guru dan dosen. Jika Gaji pokok ASN naik 10 persen, secara otomatis Guru dan dosen ASN mendapat kenaikan gaji 20%, yaitu 10% dari kenaikan gaji pokok ASN dan 10% tunjangan profesi, hal ini meyebabkan Pemerintah akan berpikir ulang jika ingin menaikkan gaji pokok ASN, karena kebutuhan anggarannya selalu ganda. Perbedaan penghasilan ASN ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945;

6. Bahwa berdasar Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 24/PUU-V/2007

perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Khusus Pasal 49 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2006 Tentang APBN Tahun Anggaran 2007 Tehadap UUD 1945, Menyatakan Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran

(7)

7

Negara Republik Indonesia Nomor 4301) sepanjang mengenai frasa “gaji

pendidik” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Keputusan MK

tersebut secara jelas menyatakan “gaji pendidik” tidak boleh dimaknai dan diubah menjadi “penghasilan pendidik.”;

7. Bahwa menurut dalil Pemohon, tunjangan profesi guru dan dosen

seharusnya menjadi tanggung jawab organisasi profesi yang bersangkutan, dengan melakukan subsidi silang dari anggota yang memiliki kontrak kerja dengan penghasilan lebih dengan anggota yang kontrak kerja dengan penghasilan kurang. Hal ini karena tunjangan profesi bersifat khusus bagi profesi tertentu saja. Jika tunjangan profesi dibebankan pada negara, maka negara bertindak diskriminasi dan melanggar konstitusi dan betentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945;

8. Bahwa Pasal 19 ayat (1) UU 14/2005 sepanjang pada frasa “kemudahan

untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru” dan Pasal 57 ayat

(1) UU 14/2005 sepanjang pada frase “kemudahan untuk memperoleh

pendidikan bagi putra dan putri dosen”, telah melanggar rasa percaya diri

persamaan hak dan kedudukan dalam memperoleh pelayanan dari negara. Permintaan ini dapat menjadi beban moral bagi anak, efek negatif dari diri sendiri maupun dari lingkungan;

9. Bahwa Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 57 ayat (1) UU 14/2005 merupakan perlakuan memberi kemudahan untuk mendapatkan status istimewa, menjadi lebih utama dari yang lain, hal ini bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2), Pasal 28H ayat (3), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945;

10. Bahwa menurut Pemohon, walaupun pada Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 mengijinkan suatu kemudahan diberikan, hal itu dimaksudkan dalam upaya mencapai persamaan, bukan untuk mendapatkan perlakuan khusus berdasar diskriminatif atas dasar apapun agar merasa lebih dari orang lain.

(8)

8 VII. PETITUM

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Kami Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 15 ayat (1) sebatas frase “tunjangan profesi”; Pasal 16

ayat (1), (2), (3); Pasal 19 ayat (1) sepanjang frasa “kemudahan untuk

memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru”; Pasal 52 ayat (1) sebatas

frase “tunjangan profesi”, Pasal 53 ayat (1), (2), (3); dan Pasal 57 ayat (1) sepanjang frasa “kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan

putri Dosen” Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan mengikat; dan

3. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Muzid (2008:E-61) mengatakan bahwa penyakit pada seorang wanita yang sedang hamil merupakan penyakit yang sangat perlu diperhatikan. Karena hal ini menyangkut

Hasil pembacaan sensor inframerah dapat dimonitoring didalam web localhost, dengan memberikan informasi kondisi, durasi, dan status parkir motor kepada penjaga

Keberhasilan peningkatan prestasi belajar yang dicapai siswa antara lain dipengaruhi oleh faktor komunikasi yang dilakukan oleh guru. Komunikasi memiliki andil yang cukup besar

Puji syukur atas karunia yang Allah SWT berikan, atas limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan, sehingga penulis

Penelitian terkait juga dilakukan oleh Dina Andriani (2008) yang mengkaji mengenai pengaruh interaksi di kafe terhadap perilaku konsumtif remaja di Kota

Sebelum tahun 1812 banyak orang Cina yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaan kerajaan dengan menyewa tanah dari keraton untuk menanam sayur dan buah yang akan

100% Kegiatan administrasi yang benar dalam menunjang penjualan alat berat / Better administrative process in supporting unit sales. Melakukan surat menyurat dan

bahwa yang namanya tercantum dalam Keputusan ini dipandang cakap dan mampu untuk melaksanakan tugas sebagai Tim Pengelola Kegiatan (TPK) pekerjaan Aula Kantor Desa, di