• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. DEGRADASI KONDISI SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG DAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VII. DEGRADASI KONDISI SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG DAN KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

VII. DEGRADASI KONDISI SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG DAN

KEMISKINAN MASYARAKAT NELAYAN

Degradasi sumber daya perikanan perairan umum lebak lebung dan kemiskinan masyarakat nelayan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kondisi yang merupakan dampak secara akumulatif yang terjadi pada sumber daya baik sumber daya alam (sumber daya perikanan) maupun sumber daya manusia (masyarakat nelayan).

7.1 Kondisi Sumber daya Perikanan

Salah satu dampak perubahan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan yang ada saat ini yang memberatkan masyarakat nelayan adalah semakin mahalnya nilai objek lelang dan pembayaran harus dilakukan secara tunai. Peningkatan harga objek lelang tersebut dapat dilihat dari besarnya selisih harga standar dan harga yang harus dibayar oleh pemenang lelang (Tabel 15).

Tabel 15. Harga Standar, Nilai Lelang dan Selisih Nilai Lelang Terhadap Harga Standar Menurut Kecamatan Dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Kecamatan Harga standar Hasil lelang Selisih Kota Kayuagung 148.100.000 337.160.000 189.060.000

Pedamaran 320.000.000 328.875.000 8.875.000

Lempuing 3.000.000 3.010.000 10.000

Sirah Pulau Padang 198.700.000 232.250.000 33.550.000

Jejawi 208.825.000 681.000.000 472.175.000 Pampangan 690.050.000 666.330.000 (23.720.000) Air Sugihan 22.000.000 13.700.000 (8.300.000) Tulung Selapan 81.310.000 23.900.000 (57.410.000) Cengal 7.500.000 7.600.000 100.000 Sungai Menang 19.710.000 19.900.000 190.000 Pangkalan Lampam 32.850.000 39.660.000 6.810.000 Pedamaran Timur 24.850.000 30.800.000 5.950.000 Lempuing Raya 295.000.000 643.230.000 348.230.000 Jumlah 2.051.895.000 3.027.415.000 975.520.000 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ogan Komering Ilir (2008).

Dengan tingginya harga perairan yang harus dibayar oleh masyarakat, maka biaya sewa untuk mendapatkan lisensi hak usaha penangkapan ikan di

(2)

perairan umum lebak lebung sampai pada tingkat masyarakat nelayan akan semakin mahal. Dengan semakin mahalnya sewa perairan, maka nelayan akan berusaha menangkap ikan dengan segala daya upaya, menggunakan semua teknik penangkapan ikan yang mereka kuasai untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya. Nelayan di desa Berkat dalam pernyataannya mengemukakan bahwa:

“kami bekarang ini cuma dapat hak nangkap ikan dari pengemin, dak pernah langsung dari pemerentah di lelang lebak lebung”

Nelayan di perairan umum lebak lebung memiliki keterampilan yang tinggi sehubungan dengan usaha menangkap ikan, hingga memanfaatkan perilaku ikan sekalipun. Oleh karena itu, meskipun secara lisan dikemukakan bahwa pengemin diwajibkan oleh pemerintah untuk mengembalikan perairan seperti sebagaimana semula pada saat pelelangan berlangsung. Bahkan, pengemin tidak diperkenankan merusak sumber daya perikanan dan lingkungan perairan umum yang menjadi lokasi penangkapan ikan yang dikuasainya. Namun demikian, pengemin mengemukakan bahwa:

“tidak ada perlakuan khusus yang kami lakukan untuk perairan umum ini dan kami menangkap ikan atau menerapkan pengaturan penangkapan ikan sesuai dengan peraturan yang berlaku”.

Nelayan yang menangkap ikan juga mengemukakan bahwa:

“tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh nelayan dan pengemin yang dapat merusak sumber daya perikanan atau merusak lingkungan perairan umum”.

Di sisi lain, berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap masyarakat nelayan bekarang diketahui bahwa; pada prinsipnya kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan pengemin bersifat merusak sumber daya perikanan. Hal ini terlihat dengan adanya kegiatan “ngesar sungai”. Kegiatan “ngesar sungai” (drive and push net) adalah kegiatan menangkap ikan yang dilakukan dengan cara menggiring ikan di seluruh alur sungai dan dilakukan penutupan areal pada bagian hulu dan hilir sungai, sehingga seluruh jenis dan ukuran ikan yang ada di perairan sungai tersebut kemungkinan besar dapat

(3)

tertangkap. Pembatas yang digunakan berupa jaring dan “empang”, sedangkan penggiring ikan berupa jaring.

Dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan juga terlihat bahwa nelayan pengemin maupun masyarakat nelayan lainnya tidak melakukan upaya-upaya yang bersifat menjaga kelestarian lingkungan perairan umum. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa nelayan banyak yang melakukan penebangan pepohonan untuk tujuan memanfaatkannya sebagai kayu bakar. Kemudian, nelayan pengemin juga melakukan penebangan pohon-pohon yang ada, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan bantu dalam melaksanakan penangkapan ikan, yaitu sebagai tiang-tiang untuk penyangga jaring di bagian perairan sungai. Juga digunakan sebagai tiang penyangga dalam membuat kurungan ikan atau alat tangkap ikan yang memotong sungai (tuguk, filtering net device). Dengan demikian sebenarnya tidak ada perlakuan pengendalian lingkungan yang dikerjakan oleh nelayan pengemin atau nelayan lainnya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap nelayan yang melaksanakan usaha penangkapan ikan secara perorangan di perairan lebak lebung di desa Berkat, tidak ada yang melakukan kegiatan yang sifatnya merusak sumber daya perikanan. Namun demikian, setelah ditelusuri ternyata bahwa pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa mereka sebenarnya tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan kegiatan penangkapan ikan yang merusak sumber daya perikanan.

Sebagai contoh, mereka tidak peduli terhadap ukuran yang tertangkap dengan alat tangkap yang mereka gunakan, padahal ikan hasil tangkapan mereka terdiri atas berbagai ukuran ikan. Hal ini sebagai akibat alat tangkap yang mereka gunakan memiliki mata jaring lebih kecil dari 2 inchi, sehingga segala jenis dan ukuran ikan dapat tertangkap. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh petugas pemerintah pada tingkat perairan lebak lebung dan sungainya, terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan serta pengendalian lingkungan perairan umum. Dengan demikian, penegakan aturan terhadap pengemin tidak ada pelaksanaannya di tingkat perairan umum.

(4)

Penegakan aturan yang ada hanya dilakukan oleh nelayan pengemin terhadap nelayan-nelayan yang menangkap ikan secara perorangan (nelayan bekarang). Penegakan aturan dilakukan baik terhadap jenis alat tangkap yang harus digunakan, ukuran mata jaring, jumlah unit alat tangkap yang dioperasikan, kemana ikan harus dijual, dan perjanjian lainnya sesuai dengan kesepakatan antara nelayan pengemin dan nelayan bekarang pada saat kegiatan penangkapan ikan akan dimulai. Dalam hal ini, pengemin dan nelayan yang menangkap ikan secara perorangan menyatakan bahwa;

“tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh pemerintah di perairan lebak lebung dan sungainya”.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukakan diatas, berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa nelayan informan (dan diverifikasi saat FGD) diketahui pula bahwa telah terjadi degradasi terhadap kelimpahan sumber daya perikanan di perairan umum lebak lebung ini, termasuk degradasi habitat sumber daya perikanan. Degradasi sumber daya perikanan tersebut diperkuat dengan pernyataan nelayan informan yang pada prinsipnya mengemukakan bahwa beberapa jenis ikan tertentu semakin langka (sudah tidak pernah didapatkan dalam usaha penangkapan ikan yang mereka lakukan) dan semakin kecilnya ukuran individu ikan yang berhasil ditangkap oleh masyarakat nelayan (Tabel 16).

Tabel 16. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Populasi Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Perairan Umum Lebak Lebung di Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel.

No.

Jenis Ikan

Perbandingan Kuantitas Ikan Periode 1980-an Periode 1990-an

1 Sepat siam XXXX X

2 Betok XXXX X

3 Gabus XXXX X

4 Sepat mata merah XXXX XXXX

5 Lais XX __ 6 Lele Panjang XX __ 7 Putak XXXX __ 8 Lampam XXXX __ 9 Udang galah XXXX __ 10 Lele XX XXXX

Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD (2009). Keterangan: XXXX = Sangat Banyak; XXX = Banyak

(5)

Tabel 16 tersebut memberikan indikasi bahwa secara menyeluruh terjadi penurunan kondisi populasi ikan di wilayah PULL desa Berkat. Hanya ada satu jenis ikan yang populasinya menjadi dominan yaitu lele, dan dalam hal ini, menurut masyarakat nelayan merupakan hasil perkawinan yang terjadi antara lele dumbo dan lele kalang yang berasal dari wilayah desa ini. Ikan lele hasil perkawinan ini kurang diminati masyarakat dan harganya lebih murah dari pada lele kalang. Juga ada satu jenis ikan yang bertahan kondisi populasinya yaitu ikan sepat mata merah, yang juga merupakan jenis ikan bernilai ekonomi rendah. Kemudian, diikuti pula dengan semakin kecilnya ukuran individu ikan per ekor untuk beberapa jenis ikan utama hasil tangkapan nelayan (Tabel 17).

Tabel 17. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Ukuran Rata-Rata Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Perairan Umum Lebak Lebung di Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel (Ekor per Kg). No.

Jenis Ikan

Jumlah Individu Ikan per Kg Sebelum 1990-an Setelah 1990-an

1 Sepat siam 20-25 30-45

2 Betok 8-10 15-18

3 Lele Kalang 10 20

4 Sepat mata merah 30 60

5 Gabus 2-3 4-10

Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD (2009).

Tabel 17 memberikan indikasi bahwa dengan rentang waktu yang berbeda tersebut terdapat pula perbedaan rata-rata ukuran individu ikan yaitu semakin mengecil untuk semua jenis ikan. Disamping itu, masyarakat nelayan merasakan bahwa semakin hari ikan hasil tangkapan semakin sulit mereka dapatkan. Pendapat masyarakat nelayan tentang kondisi produksi ikan pada perairan umum lebak lebung di desa Berkat dikemukakan pada Tabel 18.

Tabel 18. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Produksi Ikan pada PULL Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel.

No. Satuan Waktu Usaha

Total Produksi Ikan (kg) Sebelum 1990-an Setelah 1990-an

1 Per Minggu 250 90

2 Per Hari 80 25

(6)

Tabel 18 memberikan gambaran bahwa total produksi ikan hasil tangkapan masyarakat nelayan responden menurun sangat drastis. Pada periode sebelum 1990-an mereka dapat menghasilkan ikan tangkapan sebesar 80 kg/hari, sedangkan pada periode setelah 1990-an hanya 25 kg/hari. Hal ini berkaitan pula dengan perubahan kondisi ekosistem perairan umum secara umum di desa Berkat (Tabel 19).

Tabel 19. Pendapat Masyarakat Nelayan Responden Tentang Kondisi Ekosistem Perairan Umum Lebak Lebung Wilayah Desa Berkat, Kab. OKI, Sumsel.

No.

Tipe Ekosistem

Total Produksi Ikan (kg) Sebelum 1990-an Setelah 1990-an

1 Talang XXXX XX

2 Rawang XXXX X

3 Sungai XXXX XX

4 Lebak XX XXXX

5 Lebung XXX XX

Sumber: Data Primer Hasil Wawancara dan FGD (2009).

Keterangan: XXXX = Sangat Dominan/Luas/Dalam; XXX = Agak Dominan XX = Tidak Dominan/Sedikit; X = Sangat Sedikit

Tabel 19 memperlihatkan bahwa ekosistem perairan umum lebak lebung di wilayah desa Berkat mengalami penurunan kualitas dan kuantitas luasan. Tabel 19, juga memberikan makna bahwa terdapat kecenderungan semakin meluasnya ekosistem lebak dan semakin menyempitnya ekosistem rawang, semakin dangkalnya sungai dan lebung. Hasil penelitian ini sejalan dengan kondisi yang digambarkan pada hasil penelitian di wilayah perairan Kabupaten OKI lainnya, yaitu di sekitar wilayah Sungai Lempuing Kab. OKI, Sumatera Selatan, yang dikemukakan pada Tabel 20.

Tabel 20 mmperlihatkan bahwa di perairan umum lebak lebung di Sungai Lempuing, ukuran ikan yang mengecil untuk 7 (tujuh) jenis ikan yang termasuk dalam kategori ikan ekonomis penting. Kemudian produktivitas hasil tangkapan nelayan yang digambarkan dengan keadaan jumlah hasil tangkapan ikan per satuan waktu yang sama dari tahun ke tahun juga menurun, bahkan 81,82 % responden menyatakan menurun drastis, sebagaimana digambarkan dengan pendapat nelayan seperti yang terlihat pada Tabel 21.

(7)

Tabel 20. Perbandingan Kondisi Ukuran Individu Ikan di Wilayah Perairan Umum Sungai Lempuing Sumatera Selatan.

Jenis Ikan Rata-Rata Ukuran Ikan (g/ekor)

Tahun 2001 Tahun 1996

- Ikan Toman (Channa micropeltes) 1.000-1.500 2.000-3.000 - Ikan Gabus (Channa striatus) 600-1.000 1.000-2.000 - Ikan Bujuk (Channa melnopterus) 350-500 1.500-2.000 - Ikan Serandang (C. pleurophtalmus) 300-400 500-1.000 - Ikan Tambakan (Helostoma temmincki) 50-60 80-100

- Ikan Sepat Siam (T. pectoralis) 40-50 80-100

- Ikan Keli (Clarias sp) 100-200 300-400

Sumber: Dimodifikasi dari Nasution et al. (2002).

Dengan demikian, berdasarkan kondisi sumber daya yang dikemukakan mulai dari Tabel 16 hingga Tabel 19 serta didukung dengan kondisi yang diperlihatkan pada Tabel 20 dan 21, terlihat bahwa telah terjadi degradasi kondisi sumber daya perikanan yang dibedakan atas dua periode pengamatan tersebut. Terkait dengan degradasi kondisi sumber daya perikanan dan habitatnya dapat dikemukakan bahwa degradasi yang terjadi adalah semakin menurunnya jumlah populasi ikan tertentu yaitu populasi ikan sepat, betok dan lais. Sementara itu, juga terjadi kelangkaan populasi ikan yang lainnya yaitu lais, lele panjang, putak, dan udang galah.

Tabel 21. Perbandingan Kondisi Produktivitas Hasil Tangkapan Nelayan pada Perairan Umum Sungai Lempuing, Sumatera Selatan.

Pendapat Produktivitas Hasil Tangkapan /Satuan Waktu*

Responden Meningkat Tidak

Berubah Sedikit Menurun Menurun Drastis - Jumlah (n=22) - - 4 18 - Persentase - - 18,18 81,82

Keterangan: *per satuan waktu yang dimaksudkan adalah per satuan waktu yang sama dari tahun ke tahun.

Sumber: Dimodifikasi dari Nasution et al. (2002).

Di sisi lain diketahui pula bahwa degradasi kondisi sumber daya perikanan PULL terjadi pula dengan semakin mengecilnya ukuran beberapa jenis ikan yang bernilai ekonomis penting dan semakin menurunnya produktivitas ikan hasil tangkapan masyarakat nelayan. Jenis ikan yang semakin kecil ukurannya adalah

(8)

ikan sepat siam, lele kalang, sepat mata merah, dan gabus. Sementara, penurunan produktivitas ikan hasil tangkapan nelayan berlaku dalam satu satuan waktu upaya penangkapan maupun satu atuan alat tangkap yang digunakan. Lebih lanjut, diketahui pula bahwa telah terjadi perubahan dominasi habitat yang mengarah kepada dominan lebak yang meluas, sementara habitat rawang semakin berkurang, demikian juga sungai dan lebung semakin mendangkal yang kesemuanya mengurangi dukungan terhadap kehidupan populasi ikan yang menghuni masing-masing habitat tersebut.

7.2 Kemiskinan Masyarakat Nelayan

Masyarakat di Desa Berkat Kecamatan Sirah Pulau Padang memiliki keterikatan yang kuat terhadap sumber daya perairan umum khususnya rawa banjiran. Secara geografis sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah ini memiliki profesi utama sebagai penangkap ikan dan petani padi sawah. Desa Berkat memiliki aliran anak Sungai Komering dengan lebar sungai 10-12 meter. Selain menangkap ikan, masyarakat juga mekakukan pengolahan ikan hasil tangkapan. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan pada saat musim air besar dan musin air surut di perairan rawa lebak. Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan cukup beragam. Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah ikan gabus, ikan lele ikan sepat dan ikan betok.

Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat disebut dengan berkarang. Di Desa Berkat tersebar di 3 lokasi penangkapan, yaitu Lebak Belanti II yang berdekatan dengan Rt 08, Ulak Muntate II yang berdekatan dengan Rt 07, dan Lebak Ulak Muntate III di Desa Berkat. Wilayah lebak yang dikarangi (mencari ikan) tidak hanya diperuntukkan bagi warga di dalam desa saja bebas bagi warga desa lain untuk mencari ikan dengan syarat membayar uang sewa karang (sewa untuk menangkap ikan). Besarnya bervariasi tergantung dengan kebijakan masing-masing pemenang lelang (pengemin), Rp.450.000.-hingga Rp.1.000.000 per musim ikan (Januari-Desember). Namun, kondisi penangkapan berlaku efektif selama 5 (lima) bulan karena pada awal bulan Juni sudah tidak ada air di sawah dan lahan digunakan untuk menanam padi.

(9)

Berdasarkan data pendapatan usaha masyarakat nelayan pada tahun 2008 dan 2009 terlihat bahwa perkembangan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di perairan umum lebak lebung. Pada tahun 2009 dilakukan pengumpulan data primer tentang hal-hal yang terkait dengan usaha penangkapan ikan di perairan umum. Responden yang dimonitor adalah nelayan yang sama yang berfungsi sebagai responden pada tahun 2008. Dalam hal ini, artinya terjadi konsistensi terhadap sumber data. Begitu pula untuk konsistensi parameter yang diamati, tetap berpedoman pada kuesioner usaha bidang perikanan tangkap perairan umum yang telah dilakukan pada tahun 2008. Dengan demikian, dinamika ekonomi usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan terlihat dengan adanya perbandingan antara penerimaan dan biaya usaha penangkapan ikan tahun 2009 terhadap tahun 2008. Untuk itu, peningkatan atau penurunan keuntungan usaha merupakan indikator utama perkembangan usaha penangkapan ikan oleh nelayan di desa penelitian.

Tabel 22. Penerimaan, Biaya dan Keuntungan Usaha Nelayan di Desa Berkat, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (dalam rupiah).

Uraian Tahun Penangkapan Ikan

2008 2009

Total Penerimaan (Rp) 10,895,121 8.036.726

Total Biaya Usaha (Rp) 4,669,897 189,458

Keuntungan Usaha (Rp) 6,225,224 7,847,268

Sumber: Data Primer (2008; 2009).

Tabel 22 memperlihatkan bahwa total penerimaan usaha dari tahun 2008 sebesar Rp 10,895,121.- Sementara pada tahun 2009 total penerimaan sebesar Rp.8,036,726. Penurunan ini terjadi diakibatkan adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah mengenai lebak, lebung dan sungai yang tidak dilelang lagi, sehingga jumlah anggota masyarakat yang melaksanakan usaha penangkapan ikan bertambah hingga menjadi 150 orang, padahal pada tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar 50-70 orang. Adapun total biaya usaha pada tahun 2009 berdasarkan tabel di atas, adalah Rp.189,458. Hal ini disebabkan nelayan tidak

(10)

lagi dikenai biaya administrasi kepada pengemin seperti pada saat lebak lebung masih dilelang. Untuk total keuntungan usaha dari tahun 2008 adalah Rp.6,225,224 dan pada tahun 2009 total keuntungan usaha Rp. 7,847,268. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan usaha dan biaya usaha pada tahun 2009, menyebabkan keuntungan usaha naik dibandingkan tahun 2008.

Lebih lanjut kemiskinan masyarakat nelayan terlihat dengan besarnya pangsa pengeluaran konsumsi pangan yang mereka keluarkan dibandingkan dengan konsumsi non pangan, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 23.

Tabel 23. Rata-Rata Pangsa Pengeluaran Konsumsi Pangan pada Masyarakat Nelayan di Desa Berkat Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel. Tahun 2009. No Jenis Pengeluaran Konsumsi Rata-Rata Standard Deviasi Prosentase (%) 1 Pangan Makanan 6,313,319 3,847,531 Konsumsi lainnya 5,736,930 3,810,427 2 Total Pangan 12,050,250 7,657,958 62.3 3 Non Pangan Rutin 4,629,279 3,957,297 Tahunan 2,655,825 2,172,065

4 Total Non Pangan 7,285,105 37.7

5 Total Konsumsi 19,335,354 100.0

Sumber: Data Primer (2009).

Tabel 23 memperlihatkan bahwa rata-rata pangsa pangan masyarakat nelayan adalah sebesar 62,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di wilayah ini masih termasuk kategori miskin. Artinya pendapatan rumah tangga masyarakat nelayan sebagian besar dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hasil penelitian ini, sejalan dengan kondisi yang terlihat pada Desa Berkat, yaitu 57 % keluarga nelayan di desa ini yang hanya dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan, papan), tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan. Mayoritas (sebagian besar) responden yang termasuk dalam kategori tersebut, ada beberapa indikator kesejahteraan yang tidak dapat mereka penuhi antara lain keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan daging dan

(11)

telur minimal sekali dalam seminggu, meskipun dapat menyediakan ikan tiap hari. Penghasilan yang hanya cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari menyebabkan masyarakat nelayan tidak dapat menyisihkan penghasilan untuk tabungan dan anggaran untuk kegiatan rekreasi bersama tidak dapat dilakukan dalam waktu 1 kali dalam 6 bulan.

Rata-rata responden tingkat keluarga tersebut jika melakukan kegiatan yang memerlukan transportasi, mereka tidak mampu mengeluarkan sarana tranportasi yang sesuai dengan kondisi daerah. Disamping itu, berkaitan dengan masalah kesehatan, mereka akan mendatangi sarana kesehatan yaitu ke bidan desa dan puskesmas. Sementara itu, bagian terluas dari lantai rumah terbuat dari semen dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan informasi biasanya responden mendapatkan dari media televisi. Rata-rata responden ini merupakan kepala keluarga atau anggota keluarga tidak aktif sebagai pengurus perkumpulan atau yayasan.

Di lain pihak, pengemin atau pemenang lelang merupakan orang yang paling banyak mendapatkan manfaat dari sumber daya perikanan PULL yang dikuasainya. Hal ini terlihat dari pendapatan mereka yang mencapai Rp.215.325.000.- pada tahun 2008, sementara pada tahun 2009 mereka tidak lagi berfungsi sebagai pengemin. Dengan demikian, terkait dengan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan PULL memiliki tujuan yang baik (dalam hal ini ”lelang lebak lebung” berguna untuk pengelolaan terhadap perikanan dan masyarakat di suatu wilayah tertentu), tetapi lelang lebak lebung ini memiliki beberapa kelemahan antara lain diizinkannya warga yang bukan nelayan ikut serta dalam pelelangan (Zain, 1982).

Lelang yang bebas diikuti oleh bukan nelayan antara lain menyebabkan hak usaha penangkapan ikan di beberapa perairan di Kabupaten Ogan Komering Ilir diperoleh pedagang/pemilik modal yang tidak berprofesi sebagai nelayan sama sekali, termasuk di desa Berkat ini. Oleh karena itu, nelayan memperoleh hak penangkapan ikan bukan lagi secara langsung dari pemerintah, melainkan membayar sewa kepada pemilik modal/pedagang. Untuk itu, walaupun harga perairan tinggi, nelayan tetap akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari usaha penangkapan yang akan mereka lakukan. Dengan bertambahnya biaya sewa perairan, maka nelayan akan berusaha mengembalikannya pada masa satu tahun

(12)

(ataupun satu musim penangkapan) sekalipun harus menangkap seluruh jenis dan ukuran ikan dengan cara apapun juga. Hal ini memberikan makna bahwa harga sewa perairan yang meningkat tersebut dibebankan terhadap populasi ikan yang ada pada perairan tersebut. Ini merupakan suatu dampak lelang lebak lebung yang secara tidak langsung menurunkan tingkat pendapatan nelayan.

Rendahnya tingkat pendapatan nelayan antara lain disebabkan beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian antara nelayan dan pedagang dalam pembelian perairan. Perjanjian tersebut antara lain nelayan dianggap meminjam uang sebesar harga perairan yang telah ditambah “bunga uang” dengan jaminan rumah atau tanah. Jika tidak terlunasi dalam waktu satu tahun maka rumah dan tanah milik nelayan penggarap yang dijaminkan menjadi penggantinya atau jaminan tersebut harus dinilai harganya. Dalam hal ini, pemilik modal atau pedagang tidak akan memberikan penggarapan suatu perairan kepada nelayan yang tidak punya rumah dan tanah perumahan, sebagai jaminan.

Lebih lanjut, ikan hasil tangkapan dari perairan yang dikuasai pengemin harus dijual kepada pedagang yang memberikan pinjaman uang (pengemin) untuk pembayar sewa perairan dan pembiayaan operasional penangkapan lainnya. Nilai ikan hasil tangkapan tidak dibayar tunai kepada nelayan, tetapi diperhitungkan atas pinjaman hingga lunas. Kemudian kebutuhan nelayan baik di perairan maupun kebutuhan keluarga nelayan di desa harus dipenuhi atau dibeli dari pemilik modal dengan harga yang ditetapkan pemilik modal. Hal ini kesemuanya kembali kepada sistem pengelolaan perikanan perairan umum lebak lebung yang dilakukan melalui sistem pelelangan pada akhirnya memerlukan perbaikan-perbaikan.

7.3 Ikhtisar

Salah satu dampak perubahan kelembagaan pengelolaan sumber daya perikanan yang ada saat ini yang memberatkan masyarakat nelayan adalah semakin mahalnya nilai objek lelang dan pembayarannya harus dilakukan secara tunai. Dengan tingginya harga perairan yang harus dibayar oleh masyarakat, maka biaya sewa untuk mendapatkan lisensi hak usaha penangkapan ikan di perairan umum lebak lebung sampai pada tingkat masyarakat nelayan akan semakin

(13)

mahal. Dengan semakin mahalnya sewa perairan, maka nelayan akan berusaha menangkap ikan dengan segala daya upaya, menggunakan semua teknik penangkapan ikan yang mereka kuasai untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya.

Pada prinsipnya kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan pengemin bersifat merusak sumber daya perikanan. Dalam kaitannya dengan pengendalian lingkungan juga terlihat bahwa nelayan pengemin maupun masyarakat nelayan lainnya tidak melakukan upaya-upaya yang bersifat menjaga kelestarian lingkungan perairan umum. Masyarakat nelayan, juga tidak peduli terhadap ukuran ikan yang tertangkap dengan alat tangkap yang mereka gunakan, padahal ikan hasil tangkapan mereka terdiri atas berbagai ukuran ikan. Hal ini sebagai akibat alat tangkap yang mereka gunakan memiliki mata jaring lebih kecil dari 2 inchi, sehingga segala jenis dan ukuran ikan dapat tertangkap.

Tidak ada penegakan aturan yang dilakukan oleh petugas pemerintah pada tingkat perairan lebak lebung dan sungainya, terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan serta pengendalian lingkungan perairan umum. Demikian pula tidak ada penegakan aturan terhadap pengemin di tingkat perairan umum. Penegakan aturan yang ada hanya dilakukan oleh nelayan pengemin terhadap nelayan-nelayan yang menangkap ikan secara perorangan (nelayan bekarang). Lebih lanjut diketahui pula bahwa telah terjadi degradasi terhadap kondisi sumber daya perikanan di perairan umum lebak lebung ini, termasuk degradasi habitat sumber daya perikanan. Degradasi sumber daya perikanan tersebut diperkuat dengan pernyataan nelayan informan yang pada prinsipnya mengemukakan bahwa beberapa jenis ikan tertentu semakin langka (sudah tidak pernah didapatkan dalam usaha penangkapan ikan yang mereka lakukan) dan semakin kecilnya ukuran individu ikan yang berhasil ditangkap oleh masyarakat nelayan.

Kemiskinan masyarakat nelayan terlihat dengan besarnya pangsa pengeluaran konsumsi pangan yang mereka keluarkan dibandingkan dengan konsumsi non pangan, yang memperlihatkan bahwa rata-rata pangsa pangan masyarakat nelayan adalah sebesar 62,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di wilayah ini masih termasuk kategori miskin. Penghasilan nelayan hanya cukup untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari menyebabkan

(14)

masyarakat nelayan tidak dapat menyisihkan penghasilan untuk tabungan dan anggaran untuk kegiatan rekreasi bersama tidak dapat dilakukan dalam waktu 1 kali dalam 6 bulan. Di lain pihak, pengemin atau pemenang lelang merupakan orang yang paling banyak mendapatkan manfaat dari sumber daya perikanan PULL yang dikuasainya. Hal ini terlihat dari pendapatan mereka yang mencapai Rp.215.325.000.- pada tahun 2008.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 menunjukkan bahwa faktor risiko kejadian leptospirosis di Kabupaten Demak meliputi pekerjaan yang melibatkan kontak tubuh

Di Indonesia, di mana perkembangan virulensi WBC lapangan lebih cepat dibanding dengan negara- negara penanam padi lainnya di Asia (Chaerani et al. 2016), dahulu disepakati

dijabarkan sebagai berikut : 1) sebagian kecil anak belum mampu untuk membaca gambar. Anak salah dalam membaca gambar yang bentuk dan warnanya hampir sama, misal

Dengan latar belakang masalah tersebut maka yang menjadi pembahasan utama dari penelitian ini adalah bagaimana membangun sebuah sistem informasi kepuasan pelanggan

Hasil pengujian aktivitas antikanker yang berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D yaitu ekstrak tunggal akar rumput bambu fraksi n-heksan dengan nilai

Pemikiran  utama  dari  Pressman  dan  Wildavsky  bahwa  studi  implementasi  tidak  dapat  memisahkan  antara  mendesain  kebijakan  dengan  implementasinya, 

Tujuan pembentukan MPKP Jiwa meliputi: menyediakan pelayanan dan asuhan keperawatan yang berkualitas dan profesional, memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan

Belum lagi mereka yang datang dari beberapa kota sekitar dan dari wilayah pedesaan di Yogyakarta ini, ditambah lagi dengan para pengemudi becak musiman yang