• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PENGALAMAN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN PABRIK CAMBRIC GKBI MEDARI - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PENGALAMAN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KOMITMEN ORGANISASI PADA KARYAWAN PABRIK CAMBRIC GKBI MEDARI - UMBY repository"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

13

A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Mathis dan Jackson (Sopiah, 2008) mendefinisikan, “Organizational Commitment is the degree to which employees believe in and accept

organizational goals and desire to remain with the organization”. artinya

komitmen organisasi adalah tentang bagaimana karyawan percaya dengan organisasi, menerima tujuan organisasi dan tidak akan meninggalkan organisasi. Robbins dan Judge (2008) mengemukakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.

(2)

Selanjutnya Allen & Meyer (Dewi, 2016) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara pekerja dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya didalam organisasi tersebut. Lebih lanjut menurut Kreitner dan Kinicki (2014) komitmen organisasi mencerminkan tingkatan dimana seseorang mengenali sebuah organisasi dan terikat pada tujuan-tujuannya.

Berdasarkan definisi-definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah kemampuan karyawan dalam mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, tujuan organisasi atau perusahaan yang mencakup loyalitas terhadap perusahaan dan keterlibatan karyawan dalam pekerjaan. Hal tersebut senada dengan pernyataan Allen & Meyer (Dewi, 2016) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara pekerja dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya didalam organisasi tersebut.

2. Aspek-aspek Komitmen Organisasi

Menurut Steers (1985) komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi atau perusahaannya.

a. Identifikasi

(3)

beberapa tujuan pribadi para karyawan ataupun dengan kata lain perusahaan memasukkan pula kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya. Sehingga akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para karyawan dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena karyawan menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994).

b. Keterlibatan

(4)

jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang keterlibatannya lebih rendah.

c. Loyalitas karyawan terhadap organisasi

Loyalitas memiliki makna kesediaan seorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyosoebroto, 1987). Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam perusahaan adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.

Aspek-aspek komitmen organisasi menurut Meyer dan Herscovitch (Srimulyani, 2009), yaitu:

a. Affective commitment, yang berkaitan dengan keterkaitan identitas, nilai- nilai bersama dan keterlibatan pribadi.

b. Continuance commitment, yang berkaitan dengan investasi karyawan kepada organisasi dan persepsi karyawan tentang kerugian akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. c. Normative commitment, yang berkaitan dengan internalisasi norma

(5)

Selanjutnya aspek-aspek komitmen organisasi menurut Minner (1992) komitmen organisasi ditandai oleh tiga aspek diantaranya :

a. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan dari tujuan dan nilai-nilai organisasi.

b. Kesediaan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh atas nama organisasi.

c. Keinginan yang kuat untuk menggunakan keanggotaan dalam organisasi.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan oleh para ahli tersebut maka peneliti memilih pendapat Meyer dan Herscovitch (Srimulyani, 2009), yaitu: Affective commitment, Continuance commitment, Normative commitment. Artinya menjadi karyawan di perusahaan harus memiliki sikap

merasa terlibat terhadap perusahaan, tidak akan meninggalkan perusahaan dalam arti menjadi karyawan yang secara sadar tetap ingin bergabung dengan perusahaan tempatnya bekerja, tidak pernah berpikir untuk keluar atau pindah perusahaan dan menjadi karyawan yang loyal terhadap perusahaan, apapun yang terjadi dengan perusahaan, tetap memihak dan menetap di perusahaan.

3. Faktor-faktor Komitmen Organisasi

Menurut Steers (Sopiah, 2008) ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

(6)

b. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja.

c. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai organisasi.

Menurut Allen dan Meyer (1990) ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu:

a. Karakteristik pribadi individu

Karakteristik pribadi terbagi kedalam dua variabel, yaitu variabel demografis dan variabel disposisional. Variabel demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Sedangkan variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang dimiliki anggota organisasi. Variabel disposisional ini memiliki hubungan yang lebih kuat dengan komitmen berorganisasi, karena adanya perbedaan pengalaman masin-masing anggota dalam organisasi tersebut.

b. Karakteristik organisasi

Yang termasuk dalam karakteristik organisasi itu sendiri yaitu: struktur organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut disosialisasikan.

c. Pengalaman organisasi

(7)

organisasi, perannya dalam organisasi tersebut, dan hubungan antara anggota organisasi dengan supervisor atau pimpinannya.

David (Minner, 1997) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :

a. Faktor personal

Misalnya: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian.

b. Karakteristik pekerjaan

Misalnya: lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

c. Karakteristik struktur

Misalnya: besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

d. Pengalaman kerja

Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.

(8)

pengalaman kerja. Salah satu faktor yang dikemukakan Steers (Sopiah, 2008) yaitu pengalaman kerja, karena dengan semakin lama individu bekerja maka pengetahuannya akan semakin bertambah dengan bertambahnya pengetahuan maka individu mampu menguasai peralatan dan pekerjaannya. Di sisi lain, faktor lingkungan kerja dapat mempengaruhi tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi. Hal ini dikuatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari dan Halim (2013) yang berjudul pengaruh lingkungan kerja dan iklim organisasi terhadap komitmen organisasi melalui kepuasan kerja karyawan pada dinas pasar unit pasar Tanjung Kabupaten Jember. Hasilnya menyatakan bahwa lingkungan kerja menjadi variabel penentu terciptanya komitmen organisasi.

Kuntjoro (2002) menyatakan komitmen organisasional ikut dipengaruhi oleh lingkungan tempat seorang karyawan bekerja. Jika lingkungan kerja tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis komitmen karyawan terhadap organisasi menjadi semakin luntur.

(9)

tersebutlah yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen (Mowday, Porter & Steers, 1982).

B. Pengalaman Kerja 1. Pengertian Pengalaman Kerja

Menurut Kamus Bahasa Indonesia pengalaman dapat diartikan sebagai yang pernah dialami (dijalani, dirasa, ditanggung, dan sebagainya), (Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu. (Trijoko, 1980).

Menurut Manulang (1984) pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Selanjutnya, Ranupandojo (1984) mengemukakan pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang untuk memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

(10)

tumbuh-tumbuhan, binatang, penyakit, kesehatan, temperatur, listrik, kebaktian, respek, cinta, keindahan, misteri, singkatnya seluruh kekayaan pengalaman itu sendiri.

Dari berbagai definisi para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Pengalaman kerja adalah sesuatu yang menunjukkan tingkat penguasaan, pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Pengalaman kerja seseorang sangat ditentukan oleh rentang waktu lamanya seseorang menjalani pekerjaan tertentu. Lamanya pekerja tersebut dapat dilihat dari banyaknya waktu yang telah dipergunakan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ranupandojo (1984) pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang untuk memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

2. Aspek-aspek Pengalaman Kerja

Menurut Asri (1986) Pengalaman kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk mengukur pengalaman kerja seseorang adalah :

a. Gerakannya mantap dan lancar. Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.

(11)

c. Lebih cepat menanggapi tanda-tanda Artinya tanda-tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja.

d. Dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya, karena didukung oleh pengalaman kerja dimilikinya maka seorang pegawai yang berpengalaman dapat menduga akan adanya kesulitan dan siap menghadapinya.

e. Bekerja dengan tenang. Seorang pegawai yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya diri yang cukup besar.

Selanjutnya, Foster (2001), ada 3 aspek yang menentukan berpengalaman atau tidaknya seorang karyawan dan sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja yaitu:

a. Lama waktu/masa kerja

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

b. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

(12)

c. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik peralatan dan teknik pekerjaan.

Berdasarkan pendapat ahli diatas mengenai aspek pengalaman kerja dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja memiliki beberapa aspek yaitu: lama waktu/masa kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Hal ini sesuai dengan aspek yang dikemukakan oleh Foster (2001) yaitu: lama waktu/masa kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dan penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Semakin lama individu bekerja maka pengetahuannya akan semakin bertambah, dengan bertambahnya pengetahuan maka individu mampu menguasai peralatan dan pekerjaannya.

C. Lingkungan Kerja 1. Pengertian Lingkungan Kerja

(13)

Selanjutnya, Ahyari (2002) menyatakan lingkungan kerja dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah disediakannya berbagai macam fasilitas untuk karyawan, seperti pelayanan makan/makanan, pelayanan kesehatan, dan pengadakan kamar mandi/kamar kecil. Kelompok kedua adalah masalah kondisi kerja. Pengaturan kondisi kerja yang baik akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Pengaturan kondisi kerja antara lain pengaturan penerangan ruang kerja, pengaturan suhu udara, pengaturan suara bising, pemilihan warna, ruang gerak yang diperlukan, dan keamanan karyawan. Kelompok yang ketiga adalah masalah hubungan karyawan. Umumnya karyawan menghendaki tempat kerja yang menyenangkan.

Memberikan tempat kerja yang menyenangkan berarti telah menimbulkan perasaan yang nyaman dalam bekerja pada karyawan, sehingga dengan cara demikian dapat dikurangi atau dihindarkan dari pemborosan waktu dan biaya, merosotnya kesehatan, dan banyaknya kecelakaan kerja. Lebih lanjut, Ahyari (2002) Perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan dalam artian ada hubungan yang baik antar karyawan, antara karyawan dengan atasan, serta menjaga kesehatan, keamanan di ruang kerja, maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

(14)

Dari definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam lingkungan kerja tersebut terdapat fasilitas kerja yang mendukung karyawan dalam menyelesaian tugas yang bebankan kepada karyawan. Hal ini sesuai dengan pendapat Isyandi (2004) Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas seperti temperatur, kelembaban, ventilasi, penerangan, kegaduhan, kebersihan tempat kerja dan memadai tidaknya alat-alat perlengkapan kerja.

2. Aspek-aspek Lingkungan Kerja

Aspek lingkungan kerja menurut Nitisemito (1992) yaitu sebagai berikut:

a. Suasana kerja

Suasana kerja adalah kondisi yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Suasana kerja ini akan meliputi tempat kerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut (Saydam, 1996).

b. Hubungan dengan rekan kerja

(15)

yang dapat mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam satu organisasi adalah adanya hubungan yang harmonis diantara rekan kerja. Hubungan yang harmonis dan kekeluargaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.

c. Tersedianya fasilitas kerja

Hal ini dimaksudkan bahwa peralatan yang digunakan untuk mendukung kelancaran kerja lengkap/mutakhir. Tersedianya fasilitas kerja yang lengkap, walaupun tidak baru merupakan salah satu penunjang proses dalam bekerja.

Selanjutnya, Simanjuntak (2003) mengemukakan ada tiga aspek pembentuk lingkungan kerja, yaitu:

a. Pelayanan kerja

Pelayanan karyawan merupakan aspek terpenting yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan terhadap tenaga kerja. Pelayanan yang baik dari perusahaan akan membuat karyawan lebih bergairah dalam bekerja, mempunyai rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaannnya, serta dapat terus menjaga nama baik perusahaan melalui produktivitas kerjanya dan tingkah lakuknya. Pada umumnya pelayanan karyawan meliputi beberapa hal yakni :

1) Pelayanan makan dan minum 2) Pelayanan kesehatan

(16)

b. Kondisi kerja

Kondisi kerja karyawan sebaiknya diusahakan oleh manajemen perusahaan sebaik mungkin agar timbul rasa aman dalam bekerja untuk karyawannya, kondisi kerja ini meliputi penerangan yang cukup, suhu udara yang tepat, kebisingan yang didapat dikendalikan, pengaruh warna, ruang gerak yang diperlukan dan keamanan kerja karyawan.

c. Hubungan karyawan

Hubungan karyawan akan sangat menentukan dalam menghasilkan produktivitas kerja. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara motivasi serta semangat dan kegairahan kerja dengan hubungan yang kondusif antar sesama karyawan dalam bekerja, ketidak serasian hubungan antara karyawan dapat menurunkan motivasi dan kegairahan yang akibatnya akan dapat menurunkan produktivitas kerja.

Aspek-aspek lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2009) adalah sebagai berikut:

a. Penerangan/cahaya di tempat kerja

(17)

b. Sirkulasi udara di tempat kerja

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman disekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia.

c. Kebisingan di tempat kerja

Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius dapat menyebabkan kematian.

d. Bau tidak sedap di tempat kerja

(18)

e. Keamanan di tempat kerja

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Oleh karena itu faktor keamanan perlu diwujudkan keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan ditempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga satuan petugas pengamanan (satpam).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek lingkungan kerja adalah hal-hal yang berhubungan langsung antara karyawan dengan segala sesuatu yang berada disekitar tempat kerjanya. Hal ini senada dengan aspek yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (2009) yaitu: penerangan/cahaya di tempat kerja, sirkulasi udara di tempat kerja, kebisingan di tempat kerja, bau tidak sedap di tempat kerja dan keamanan di tempat kerja. Hal ini sesuai dengan yang terjadi di lapangan seperti bisingnya suara mesin produksi ketika sedang beroperasi, kurangnya sirkulasi udara yang menyebabkan karyawan merasa cepat lelah ketika bekerja dan masih terdapat beberapa tempat yang bocor ketika hujan.

D. Hubungan antara Pengalaman Kerja dan Lingkungan Kerja dengan

Komitmen Organisasi

(19)

(behavioral commitment). Komitmen sikap adalah keadaan dimana individu mempertimbangkan sejauhmana nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi, serta sejauhmana keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi.

Pendekatan sikap ini memandang komitmen organisasi sebagai komitmen afektif Allen & Meyer (1990) serta berfokus pada proses bagaimana seseorang berpikir tentang hubungannya dengan organisasi (Mowday dkk, 1982). Komitmen tingkah laku didasarkan pada sejauhmana karyawan menetapkan keputusan untuk terikat pada organisasi berkaitan dengan adanya kerugian jika memutuskan melakukan alternatif lain diluar pekerjaannya saat ini. Berbeda dengan pendekatan sikap, pendekatan tingkah laku ini lebih menekankan pada proses dimana individu mengembangkan komitmen tidak pada organisasi tetapi pada tingkah lakunya terhadap organisasi (Miner, 1992).

Mowday, Porter, dan Steers (1982) mendefinisikan bahwa komitmen organisasi memiliki arti lebih dari sekedar loyalitas yang pasif, tetapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk memberikan kontribusi yang berarti pada organisasinya. Komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Mowday dkk ini bercirikan adanya belief yang kuat serta penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi; kesiapan untuk bekerja keras; serta keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi.

(20)

komitmen normatif (normative commitment). Hal yang umum dari ketiga komponen komitmen ini adalah dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang menggambarkan hubungan individu dengan organisasi dan mempunyai implikasi dalam keputusan untuk meneruskan atau tidak keanggotaannya dalam organisasi.

Definisi dan penjelasan dari setiap komponen komitmen organisasi antara lain komitmen afektif (affective commitment) berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang ingin melakukan hal tersebut. Selanjutnya, komitmen kontinuans (continuance commitment) berkaitan dengan pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi.

(21)

Wiener (Allen & Meyer, 1990) mendefinisikan komponen komitmen ini sebagai tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat organisasi. Oleh karena itu, tingkah laku karyawan didasari pada adanya keyakinan tentang “apa yang benar” serta berkaitan dengan masalah moral.

Allen & Meyer (Dewi, 2016) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi psikologis yang menunjukkan karakteristik hubungan antara pekerja dengan organisasi dan mempunyai pengaruh dalam keputusan untuk tetap melanjutkan keanggotaannya didalam organisasi tersebut. Selanjutnya, Steers (1985) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: ciri pribadi pekerja, ciri pekerjaan, dan pengalaman kerja. Disisi lain, menurut beberapa penelitian dan pernyataan ahli, faktor lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi.

Pengalaman kerja dan lingkungan kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi utama yang mempengaruhi komitmen terhadap organisasi. Sejauh mana individu merasa bahwa tempat mereka bekerja memperhatikan minat maupun kesejahteraannya dan sejauh mana individu merasa diperlukan dalam mencapai misi dari organisasi tersebutlah yang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen (Mowday, Porter & Steers, 1982).

(22)

bekerja dibawah tekanan serta dituntut harus cepat dan tepat. Karyawan yang telah memiliki masa kerja tinggi atau semakin lama karyawan bekerja maka pengetahuannya akan semakin bertambah, dengan bertambahnya pengetahuan maka karyawan akan mampu menguasai peralatan dan pekerjaannya, dengan adanya kemampuan karyawan dalam menguasai peralatan dan pekerjaannya, maka akan timbul rasa komitmen karyawan terhadap organisasi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Afrilyan (2017) yang berjudul pengaruh kompetensi, pengalaman kerja dan penempatan kerja terhadap komitmen organisasi PT. Wahana Meta Riau di Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Semakin efektif pengalaman kerja yang dimiliki mampu meningkatkan komitmen organisasi pada karyawan PT. Wahana Meta Riau. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Jayanti, Supartha, Subudi (2016) yang berjudul pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terhadap komitmen organisasi dan prestasi kerja pada anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar. Pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi, menyatakan bahwa semakin lama kerja pegawai dia lebih mengenal organisasi sehingga memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi.

(23)

organisasi rendah, karyawan dengan masa kerja antara 7 hingga 15 tahun memiliki komitmen organisasi yang sedang, sedangkan karyawan yang memiliki masa kerja lebih dari 15 tahun memiliki komitmen organisasi yang tinggi.

Komitmen organisasi ikut dipengaruhi oleh lingkungan tempat seorang karyawan bekerja. Jika lingkungan kerja tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka secara otomatis komitmen karyawan terhadap organisasi menjadi makin luntur (Kuntjoro, 2002). Apabila karyawan mempersepsikan lingkungan kerjanya secara positif, maka karyawan akan bekerja secara maksimal, dengan karyawan bekerja secara maksimal berarti karyawan telah memiliki rasa komitmen terhadap organisasi di perusahaan, karena karyawan telah mengidentifikasi perusahaan, karyawan akan merasa terlibat dengan perusahaan dan loyal terhadap perusahaan, dengan begitu maka visi dan misi perusahaan akan tercapai, dengan tercapainya visi dan misi perusahaan maka perusahaan tersebut dapat mewujudkan harapannya.

(24)

Lebih lanjut McGuire and McLaren (2009) menyatakan bahwa lingkungan fisik berhubungan positif dengan komitmen karyawan. Selain itu, dalam penelitian ini juga diungkapkan hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa penyediaan peralatan yang tidak memadai dan kondisi kerja yang buruk mempengaruhi komitmen karyawan dan niat untuk tetap di organisasi (McGuire and McLaren, 2009). Dari perspektif keamanan, McGuire and McLaren (2009)

menunjukkan bahwa kondisi lingkungan mempengaruhi persepsi keselamatan karyawan, yang berdampak terhadap komitmen karyawan pada organisasi.

Selanjutnya penelitian Wowor, Sumayku, Siwi (2012) yang berjudul pengaruh lingkungan kerja dan disiplin terhadap komitmen organisasional pada karyawan Media Cahaya Pagi. Berdasarkan hasil penelitian koefisien korelasi linear antara lingkungan kerja (X1) dengan komitmen organisasional (Y) adalah sebesar 0,873 artinya tidak memiliki tingkat hubungan yang berlawanan atau negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel lingkungan kerja memiliki hubungan kuat terhadap komitmen organisasional pada Media Cahaya Pagi.

(25)

Penelitian tersebut dikuatkan oleh Kurniasari dan Halim (2013) yang berjudul pengaruh lingkungan kerja dan iklim organisasi terhadap komitmen organisasi melalui kepuasan kerja karyawan pada dinas pasar unit pasar Tanjung Kabupaten Jember. Penelitian yang dilakukan pada dinas pasar unit pasar Tanjung Kabupaten Jember diketahui bahwa lingkungan kerja menjadi variabel penentu terciptanya komitmen organisasi.

Pengalaman kerja dan lingkungan kerja secara bersama-sama dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya komitmen organisasi pada karyawan. Karyawan yang telah memiliki masa kerja tinggi atau semakin lama karyawan bekerja maka pengetahuannya akan semakin bertambah, dengan bertambahnya pengetahuan maka karyawan akan mampu menguasai peralatan dan pekerjaannya, dengan adanya kemampuan karyawan dalam menguasai peralatan dan pekerjaannya, maka akan timbul rasa komitmen karyawan terhadap organisasi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afrilyan (2017) yang berjudul pengaruh kompetensi, pengalaman kerja dan penempatan kerja terhadap komitmen organisasi PT. Wahana Meta Riau di Pekanbaru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Semakin efektif pengalaman kerja yang dimiliki mampu meningkatkan komitmen organisasi pada karyawan PT. Wahana Meta Riau.

(26)

maksimal berarti karyawan telah memiliki rasa komitmen terhadap organisasi di perusahaan, karena karyawan telah mengidentifikasi perusahaan, karyawan akan merasa terlibat dengan perusahaan dan loyal terhadap perusahaan, dengan begitu maka visi dan misi perusahaan akan tercapai, dengan tercapainya visi dan misi perusahaan maka perusahaan tersebut dapat mewujudkan harapannya.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunengsih (2014) yang berjudul pengaruh lingkungan kerja, kepribadian, dan komunikasi interpersonal terhadap komitmen organisasi dosen Universitas Darma Persada di Jakarta. Hasil dari penelitian menyatakan lingkungan kerja berpengaruh positif secara langsung terhadap komitmen organisasi. Dengan demikian, lingkungan kerja yang kondusif mendorong kinerja dosen Universitas Darma Persada Jakarta dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

E. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

(27)

2. Ada hubungan positif dan signifikan antara lingkungan kerja dengan komitmen organisasi pada karyawan PC.GKBI Medari. Semakin positif lingkungan kerja, maka semakin tinggi pula tingkat komitmen organisasi pada karyawan PC. GKBI Medari, begitu pula sebaliknya semakin negatif lingkungan kerja maka semakin rendah pula tingkat komitmen organisasi pada karyawan PC. GKBI Medari.

Referensi

Dokumen terkait

24) Guru meminta siswa untuk mengerjakan beberapa soal mengenai sifat-sifat bangun persegi, persegipanjang, dan jajargenjang yang diberikan oleh guru dan beberapa

Masalah investasi dan penggunaan di bidang TI merupakan hal yang cukup memusingkan bagi perusahaan. Di satu sisi perusahaan sadar bahwa harus memiliki TI yang dapat

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran dengan menerapkan pendekatan joyful learning dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran

Menurut WHO, Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian

Simpulan dari penelitian ini adalah tidak ter- dapat perbedaan kecenderungan individu dalam melakukan kecurangan antara individu yang memiliki level moral yang tinggi

Dewi sangat sedih ketika menyadari bahwa ibu Rayhan, kekasihnya, sangat tidak menyukainya. Bagi Ibu Susetyo, Dewi yang hanya bekerja sebagai penyanyi kafe adalah gadis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti pada beberapa media air yaitu air bak kamar mandi, air selokan, air kolam

Adapun hasil wawancara peneliti dapatkan.sebagai.berikut: Narasumber pertama yakni dari tokoh masyarakat pocangan yang bernama miswari sebagai tokoh masyarakat desa pocangan,