• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Palu Tahun 1990, 2000 dan 2010 Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Palu Tahun 1990, 2000 dan 2010 Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Palu merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dengan wilayah seluas 395,06 km2, berada pada kawasan dataran Lembah Palu dan Teluk Palu

yang secara astronomis terletak antara 0º,36”‐0º,56” Lintang Selatan dan 119º,45”‐121º,1” Bujur Timur, tepat berada di bawah garis Khatulistiwa dengan ketinggian 0-700 meter di atas permukaan laut. Kota Palu terdiri dari 8 kecamatan yaitu Palu Utara, Palu Selatan, Palu Barat, Palu Timur, Mantikulore, Tawaili, Tatanga dan Ulujadi (Badan Pusat Statistik, 2013).

Jumlah penduduk Kota Palu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tabel 1.1 memperlihatkan peningkatan jumlah dan pertumbuhan penduduk dari tahun 1990 hingga 2010 di Kota Palu. Peningkatan jumlah penduduk sebesar 135.802 jiwa terjadi selama rentang waktu 20 tahun tersebut. Jumlah penduduk yang meningkat akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan untuk sandang, pangan dan papan. Air merupakan sumberdaya yang terlibat hampir di setiap aspek tersebut, sehingga menyebabkan kebutuhan akan air juga meningkat.

Tabel 1.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Palu Tahun 1990, 2000 dan 2010 Tahun 1990 2000 2010 Jumlah Penduduk (Jiwa) 199.495 268.322 335.297 Pertumbuhan Penduduk 0.03 0.02 Sumber : palukota.bps.go.id, 2014

Perubahan lahan dan kebutuhan yang semakin meningkat menyebabkan beberapa sumberdaya menjadi langka, salah satunya adalah sumberdaya air. Beberapa tempat di Kota Palu telah mengalami kekeringan seperti yang dilansir Darwis (2009) bahwa di Kelurahan Pengawu dan Kelurahan Tondo pasokan air sangat terbatas sehingga masyarakat harus membeli air dari daerah lain. Permasalahan ini memerlukan penyelesaian melalui pengelolaan sumberdaya air

(2)

2

yang tepat dengan mengetahui ketersediaan air dan kebutuhan air masing-masing daerah di Kota Palu yang terbagi dalam delapan kecamatan.

Salah satu fenomena alih fungsi lahan yang berdampak buruk bagi sumberdaya air adalah aktivitas penambangan emas di Kecamatan Palu Timur, tepatnya di Kelurahan Poboya. Poboya yang dahulunya merupakan kawasan pertanian dengan hamparan sawah, ladang dan kebun-kebun masyarakat, kini dipenuhi dengan galian-galian penambang dan mesin-mesin tromol pengolah emas. Kelurahan Poboya adalah salah satu daerah penyuplai air bagi masyarakat Kota Palu baik dalam bentuk sumur maupun PDAM. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan jumlah air berkurang dan masyarakat terpaksa membeli air dari daerah lain (Alkhairaat, 2009).

Permasalahan yang pada umumnya terjadi adalah adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Upaya pengkajian komponen-komponen ketersediaan dan kebutuhan air diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan air dan ketersediaan air di masa mendatang. Ketersediaan dan kebutuhan air ini adalah upaya analisis sumberdaya air untuk mencegah terjadinya defisit air.

Ketersediaan air dapat dihitung dengan pendekatan neraca air secara meteorologis (Seyhan, 1977). Ketersediaan air secara meteorologis dapat dihitung dari parameter iklim setempat, yaitu curah hujan, suhu udara, evapotranspirasi,

dan water holding capacity (WHC). Air yang berada di bumi secara langsung

maupun tidak langsung berasal dari curah hujan (presipitasi). Suhu udara adalah nilai derajat panas dari udara pada suatu batasan ruang atau wilayah. Evapotranspirasi adalah gabungan evaporasi dan transpirasi tumbuhan yang hidup di permukaan bumi. Air yang diuapkan oleh tanaman dilepas ke atmosfer. Evaporasi merupakan pergerakan air ke udara dari berbagai sumber seperti tanah, atap, dan badan air. WCH adalah kandungan air yang dapat diserap pada zona perakaran tanaman.

Kebutuhan air berdasarkan tujuan penggunaannya dapat dibedakan menjadi kebutuhan air untuk irigasi, kebutuhan domestik, dan kebutuhan air untuk peternakan (Susilah, 2013). Kebutuhan air untuk setiap daerah berbeda karena

(3)

3

memiliki karakteristik fisik maupun sosial yang beragam. Kebutuhan air domestik menjadi kajian pada penelitian ini karena keadaan Kota Palu yang sebagian besar sumberdaya airnya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.

Pertambahan penduduk tentu akan mempengaruhi kebutuhan air yang digunakan penduduk. Analisis ketersediaan dan kebutuhan air masyarakat adalah salah satu bentuk pertimbangan terhadap jenis pengelolaan kota yang tepat. Oleh karena itu analisis mengenai keseimbangan sumberdaya air di wilayah kajian sangat penting untuk dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Sebagian wilayah Kota Palu mengalami kekeringan pada musim kemarau karena kesulitan mendapatkan air bersih yang sehat dan berkualitas serta kontinu mengalir. Salah satu penyebabnya adalah jumlah ketersediaan air bersih yang fluktuatif karena dipengaruhi oleh besarnya curah hujan serta karakteristik geomorfologi daerah yang berbeda-beda. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan air semakin meningkat. Pembangunan yang pesat di daerah perkotaan menyebabkan air menjadi mahal dan bahkan langka.

Analisis mengenai potensi sumberdaya air diperlukan agar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya berjalan dengan tepat. Analisis ketersediaan dan kebutuhan air domestik oleh penduduk di Kota Palu perlu diketahui jumlahnya sehingga membantu dalam menganalisis keseimbangan air di daerah. Rekomendasi pengelolaan sumberdaya air di Kota Palu yang berdasarkan pada keadaan masing-masing kecamatan didalamnya diperlukan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana ketersediaan air meteorologis di Kota Palu? 2. Bagaimana kebutuhan air domestik penduduk di Kota Palu?

3. Bagaimana rekomendasi pengelolaan sumberdaya air untuk mengatasi permasalahan sumberdaya air yang ditemukan?

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah disampaikan tersebut maka penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “ANALISIS

(4)

4

KETERSEDIAAN AIR METEOROLOGIS DAN KEBUTUHAN AIR DOMESTIK DI KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH”.

1.3 Tujuan Penelitian :

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis ketersediaan air meteorologis di Kota Palu. 2. Menganalisis kebutuhan air domestik masyarakat Kota Palu.

3. Menyusun rekomendasi pengelolaan sumberdaya air untuk mengatasi permasalahan sumberdaya air.

1.4 Manfaat Penelitian :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya adalah : 1. Sebagai informasi mengenai keseimbangan air di Kota Palu

2. Digunakan sebagai salah satu referensi terkait dengan pengelolaan potensi sumberdaya air di Kota Palu

3. Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun bidang lain.

1.5 Telaah Pustaka

1.5.1 Kebutuhan Air

Kebutuhan air berdasarkan tujuan penggunaannya dapat dibedakan menjadi kebutuhan air untuk irigasi, kebutuhan domestik, dan kebutuhan air untuk peternakan (Susilah, 2013). Widyastuti dan Muntazah (2014) menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk memengaruhi besarnya kebutuhan air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk positif yang menunjukkan peningkatan, ataupun pertumbuhan penduduk negatif yang menunjukkan penurunan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang secara tidak langsung berpengaruh kepada sektor domestik dan non-domestik seperti niaga, industri, perikanan, pertanian, dan peternakan.

(5)

5

Kebutuhan Air Irigasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air untuk pertanian antara lain:

1. Jenis dan varietas tanaman yang ditanam petani

2. Variasi koefisien tanaman, tergantung pada jenis dan tahap pertumbuhan atau pola tanam

3. Persiapan pengolahan lahan (golongan) 4. Status sistem irigasi dan efisiensi irigasi 5. Jenis tanah dan faktor agroklimatologi

Kebutuhan air irigasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) :

KAI = (Etc + IR + WLR + P – Re) X A IE

Keterangan :

KAI : kebutuhan air irigasi (liter/detik) Etc : kebutuhan air konsumtif (mm/hari)

IR : kebutuhan air irigasi ditingkat perswahan (mm/hari) WLR : kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hari) P : perkolasi (mm/hari)

Re : hujan efektif (mm/hari) IE : efisiensi irigasi (%) A : luas areal irigasi (ha) Rumus tersebut didasarkan pada :

1. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan

Kebutuhan air pada waktu persiapan lahan dipengaruhi oleh faktor penyiapan lahan (T) dan lapisan air yang dibutuhkan untuk persiapan lahan (S). Perhitungan kebutuhan air selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra.

2. Kebutuhan air konsumtif (Consumtive Use/CU) atau Crop Water

(6)

6

Kebutuhan air untuk tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air suatu tanaman dengan memasukkan faktor koefisien tanaman tersebut (Kc). Persamaan umum yang digunakan adalah

Keterangan:

Etc : kebutuhan air konsumtif (mm/hari) Eto : evapotranspirasi (mm/hari)

Kc : koefisien tanaman

3. Kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (Water Layer

Replacement/WLR)

Kebutuhan air WLR merupakan jumlah air yang dibutuhkan untuk mengembalikan lapisan air atau genangan setelah proses pengeringan. Besar kebutuhan air untuk penggantian lapisan air adalah 50 mm/bulan (3,3 mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.

4. Perkolasi

Laju perkolasi bergantung pada sifat tanah, tergantung pada pemanfaatan atau pengolahan tanah berkisar 1-3 mm/hari

5. Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh di suatu daerah yang digunakan tanaman untuk tumbuhan untuk perkolasi dan evapotranspirasi, yang harus diperkirakan dari titik pengamatan yang dinyatakan dalam millimeter (Sosrodarsono,1980). Penentuan curah hujan efektif berdasarkan curah hujan bulanan, menggunakan R80 yang berarti kemungkinan tidak terjadinya 20%. Curah hujan yang digunakan biasanya 70% dari curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahunan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Re : curah hujan efektif (mm/hari)

R80 : curah hujan yang kemungkinan tidak terpenuhi sebesar 20% (mm) 6. Efisiensi Irigasi

Efisiensi Irigasi merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Nilai efisiensi irigasi berdasarkan asumsi bahwa sebagian

Etc = Eto x kc

(7)

7

dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun petak sawah selama proses pengaliran air. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi, dan rembesan.

7. Luas Areal Irigasi

Luas areal irigasi adalah jumlah luas sawah yang akan diairi. Data untuk luasan areal irigasi dapat diperoleh dari peta daerah pengamatan.

Kebutuhan Air Peternakan

Tabel 1.2 menunjukkan kebutuhan air untuk peternakan menurut Triatmodjo (2008) yang perhitungannya didasarkan pada data dari Nippon Koei Co., Ltd pada tahun 1993.

Tabel 1.2 Kebutuhan Air Untuk Ternak Jenis Ternak Kebutuhan Air (lt/ekor/hari)

Sapi/kerbau/kuda 40.0

Kambing/domba 5.0

Babi 6.0

Unggas 0.6

Sumber: Triatmodjo (2008)

Kebutuhan air untuk ternak diestimasi dengan cara mengalikan jumlah ternak dengan tingkat kebutuhan air berdasarkan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:

Qt : kebutuhan air untuk ternak (m3/th) q(c/b/h) : kebutuhan air untuk sapi/kerbau/kuda (lt/ekor/hari)

q(s/g) : kebutuhan air untuk kambing/domba (lt/ekor/hari)

q(Pi) : kebutuhan air untuk babi (lt/ ekor /hari)

q(Po) : kebutuhan air untuk unggas (lt/ ekor /hari)

P(c/b/h) : jumlah sapi/kerbau/kuda (ekor)

P(s/g) : jumlah kambing/domba (ekor)

P(Pi) : jumlah babi (ekor)

P(Po) : jumlah unggas (ekor)

Qt = 365/1000 (q(c/b/h) x P(c/b/h) x q(s/g) x P(s/g) + q(Pi) + P(Pi) x q(Po)

(8)

8

Kebutuhan Air Industri

Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air yang digunakan untuk proses industri termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industry dan pendukung kegiatan industri. Standar dari Direktorat Teknik Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU menentukan kebutuhan air untuk industri sebesar 10% dari konsumsi air domestik. Klasifikasi industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air industri. Tabel 1.3 menunjukan rekomendasi kebutuhan air berdasarkan proses industri.

Tabel 1.3 Kebutuhan Air Untuk Proses Industri

No. Jenis Industri Jenis Proses Industri Kebutuhan Air (l/Hari) 1. Industri Rumah

Tangga

Belum ada rekomendasi, dapat disesuaikan 2. Industri Kecil 3. Industri Sedang Minuman Ringan Industri Es Kecap 1.600 – 11.200.000 18.000 – 67.000 12.000 – 97.000 4. Industri Besar Minuman Ringan

Pembekuan Ikan dan Biota Perairan Lainnya

65.000 – 78.000 225.000 – 1.350.000

5. Industri Tekstil Proses Pengelolaan Tekstil 400 – 700 l/kapita/hari

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003.

Kebutuhan Air Domestik

Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang digunakan pada tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti memasak, mencuci, dan keperluan rumah tangga lainnya. Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu air akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto, 2008). Kebutuhan air domestik dipengaruhi pula oleh tipe daerah, yaitu perkotaan dan perdesaan. Kebutuhan air penduduk kota akan lebih tinggi dari penduduk desa (Widyastuti dan Muntazah, 2014). SNI tahun 2002 tentang sumberdaya air, penduduk kota membutuhkan 120 l/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60 l/hari/kapita (SNI, 2002).

(9)

9

Sunjaya (1999) menjelaskan bahwa dilihat dari segi kuantitas, kebutuhan air domestik terdiri dari :

a. Kebutuhan air untuk minum dan mengolah makanan 5 liter/orang/hari b. Kebutuhan air untuk mandi dan membersihkan diri 25-30 liter/orang/hari c. Kebutuhan air untuk mencuci pakaian dan peralatan 25-30 liter/orang/hari d. Kebutuhan air untuk menunjang pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas

sanitasi atau pembuangan 4-5 liter/orang/hari

Linsley dan Franzini (1986) menyatakan bahwa penggunaan air domestik dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

a. Iklim

Penggunaan air di daerah dengan iklim kering akan lebih besar daripada penggunaan di daerah dengan iklim basah.

b. Masalah Lingkungan

Permasalahan lingkungan yang terjadi di masyarakat akan menumbuhkan kesadaran akan penghematan penggunaan air. Hal ini memicu digunakannya teknologi untuk mengurangi penggunaan air atau upaya pengurangan penggunaan air sesuai prioritas.

c. Ciri-ciri Penduduk

Ciri-ciri penduduk ditentukan oleh status ekonomi penduduk. Penggunaan air di daerah mayoritas penduduk miskin jauh lebih rendah daripada di daerah elit.

d. Ukuran Kota

Perkembangan kota berbanding lurus dengan penggunaan airnya. e. Industri dan Perdagangan

Besar dan jenis industri akan berpengaruh pada jumlah air yang dibutuhkan untuk operasional kegiatan.

f. Kebutuhan Konversi Air

Konversi air yang pada umumnya diajarkan di bangku sekolah memengaruhi pandangan masyarakat untuk hemat dalam penggunaan air.

(10)

10 g. Harga Air

Apabila harga air mahal, maka masyarakat cenderung akan menghemat penggunaan air.

Kebutuhan air domestik dapat dihitung menggunakan rumus/persamaan sebagai berikut :

dengan :

Q (DMI) : kebutuhan air untuk kebutuhan domestik (m3/tahun) q(u) : konsumsi air daerah perkotaan (liter/kapita/hari) q(r) : konsumsi air daerah perdesaan (liter/kapita/hari) P(u) : jumlah penduduk kota

P(r) : jumlah penduduk desa

Projopangarso (1971) menyebutkan bahwa kebutuhan air penduduk berkisar antara 60-150 l/kapita/hari. Kemudian Simoen (1985) menjelaskan bahwa kebutuhan air di pedesaan pada umumnya berkisar antara 60-80 l/kapita/hari, sedangkan untuk negara maju kebutuhan air lebih besar daripada di negara berkembang. Tabel 1.4 menunjukkan kebutuhan air menurut jumlah penduduk.

Standar penentuan kebutuhan air yang lain dapat digolongkan berdasarkan kategori kota menurut jumlah penduduk. Pengkategorian kota ini dilakukan berdasarkan jumlah penduduk yang berada di dalam wilayah kota. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah penduduk yang sangat signifikan antara kota-kota di Indonesia. Kota-kota yang berada di Pulau Jawa lebih padat penduduk dan berjumlah penduduk lebih tinggi jika dibandingkan dengan kota-kota di luar Pulau Jawa (Widyastuti dan Muntazah, 2014).

(11)

11

Tabel 1.4 Kebutuhan Air Menurut Jumlah Penduduk

Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk (Jiwa) Konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) (Liter/orang/hari) Konsumsi Unit Hidran (HU) Liter/orang/hari Kota Metropolitan >1.000.000 >150 20-40 Kota Besar 500.000-1.000.000 150-120 20-40 Kota Sedang 100.000-500.000 90-120 20-40 Kota Kecil 20.000-100.000 80-120 20-40 Desa <20.000 60-80 20-40

Sumber : Dirjen Cipta Karya Tahun, 2000

Proyeksi Kebutuhan Air

Kebutuhan air di masa akan datang dapat diperkirakan menggunakan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi penduduk merupakan suatu perhitungan yang menunjukkan angka fertilitas, mortalitas, dan migrasi di masa yang akan datang, yang tidak hanya beberapa tahun, tetapi beberapa puluh tahun yang akan datang. Data penduduk Indonesia yang dapat dipakai dan dipercaya untuk keperluan proyeksi adalah data sensus penduduk (SP) yang diselenggarakan pada tahun yang berakhir “0” dan survey antar sensus (SUPAS) pada tahun yang berakhir “S”. Perkembangan jumlah penduduk pada suatu daerah dipengaruhi oleh pertambahan alami dan proses perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Proyeksi penduduk sangat dibutuhkan agar kebutuhan air untuk penduduk dapat diprediksi kedepannya (Bintarto, 1983).

Metode proyeksi jumlah penduduk terbagi dua, yaitu metode matematik dan metode komponen.

1. Metode Matematik

Pertumbuhan Penduduk Linear, terdiri dari

a. Pertumbuhan Penduduk Aritmatik Rata-Rata, yaitu pertumbuhan penduduk dengan jumlah yang sama setiap tahun.

(12)

12

b. Pertumbuhan Penduduk Geometri Rata-Rata, yaitu pertumbuhan penduduk menggunakan dasar bunga majemuk.

Pn = P0 (1+r)n

Pertumbuhan Penduduk Eksponensial Rata-Rata, yaitu pertumbuhan penduduk secara terus-menerus setiap hari dengan angka pertumbuhan penduduk yang konstan

Pn = P0 ern

Keterangan:

P0 = Jumlah Penduduk Pada Tahun Awal

Pn = Jumlah Penduduk Pada Tahun Ke-n

r = Tingkat pertumbuhan penduduk dari tahun awal ke tahun ke-n n = Selisih perubahan tahun

2. Metode Komponen

Metode komponen merupakan proyeksi penduduk dengan memisahkan komponen jumlah penduduk untuk mendapatkan proyeksi jumlah penduduk total. Komponen jumlah penduduk tersebut antara lain :

 Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin

 Pola mortalitas menurut umur

 Pola fertilitas menurut umur

 Rasio jenis kelamin saat lahir

 Proporsi migrasi menurut umur

Jumlah kebutuhan air beberapa tahun mendatang dapat diperkirakan dengan menggunakan proyeksi jumlah penduduk. Rumus yang digunakan adalah:

Qn = Pn x q Keterangan:

Qn = Kebutuhan air penduduk pada tahun n Pn = Jumlah Penduduk Pada Tahun Ke-n q = Kebutuhan air per orang / hari

(13)

13

1.5.2 Ketersediaan Air Meteorologis

Air adalah unsur yang sulit untuk dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengembangan dan pengolahan sumberdaya air merupakan dasar dari peradaban manusia yang secara konsisten dan terus-menerus diupayakan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia (Sunaryo, 2005). Penggunaan air oleh manusia untuk berbagai kepentingan menyebabkan perkembangan pengelolaan air baik air permukaan maupun airtanah menjadi sangat pesat terjadi. Hal ini disebabkan karena manusia sadar akan pentingnya air bagi kehidupan (Herlambang, 2006).

Ketersediaan air meteorologis adalah ketersediaan air yang pada dasarnya berasal dari air hujan. Hujan yang jatuh akan menguap kembali sesuai dengan proses daur ulangnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan bawah permukaan, sungai atau danau dan sebagian lain akan meresap ke tanah sebagai pengisian kembali ke tanah (Suripin, 2002). Sutikno (1989) menjelaskan bahwa ketersediaan air bersih dipengaruhi oleh faktor iklim, geologi, dan geomorfologi, hidrologi dan vegetasi serta penggunaan lahan.

Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air tidak hanya dapat dipenuhi dengan airtanah, sumber air seperti air hujan, air sungai, dan mata air juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber air lainnya. Intensitas bencana dan masalah yang erat kaitannya dengan air seperti kekeringan, banjir, dan longsor serta permasalahan mengenai keterbatasan pemanfaatan sumberdaya air merupakan isu–isu yang kini mulai diperhatikan lebih serius. Penyelesaian masalah tersebut adalah dengan mengatur kembali pola penggunaan lahan dan prasarana tata guna air sehingga ketersediaan air permukaan dan air meteorologis dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Perhitungan mengenai ketersediaan airtanah, air permukaan, dan air meteorologis adalah penting untuk mengetahui potensi sumberdaya air pada suatu daerah (Djuwansah, 2010).

Ketersediaan air meteorologis dapat ditunjukkan dalam grafik neraca air. Neraca air merupakan neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan ataupun kekurangan. Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit

(14)

14

dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya (Hadisusanto, 2010)

Perhitungan neraca air sering dilakukan untuk berbagai manfaat, yaitu (Hadisusanto, 2010) :

a. Sebagai dasar pertimbangan pembuatan bangunan air serta pembagiannya. b. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. c. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian

seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, hingga perikanan.

Neraca air sangat penting sebagai alat untuk menganalisis jumlah persebaran air yang tersedia dan jumlah air yang dibutuhkan, misalnya untuk pembangunan irigasi baru atau perluasan daerah irigasi. Di dalam suatu perencanaan irigasi setelah berusaha mencari sumber airmaka tindakan yang harus dilakukan adalah menaksir kemampuan sumber air tersebut untuk dapat mengairi daerah irigasi yang direncanakan. Perencanaan untuk bendungan dan airtanah juga memperhatikan teori neraca air yang datanya disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada.

Metode penentuan analisis neraca air menggunakan metode Thornwaite-Mather dengan memperhitungkan beberapa parameter neraca air yaitu suhu udara, indeks panas bulanan, Water Holding Capacity (WHC) dan faktor koreksi lama penyinaran matahari berdasarkan kondisi lintang (Setiawan, 2011). Nilai pada masing-masing parameter diketahui melalui perhitungan rumus yang telah ditentukan. Penentuan nilai WHC diperoleh melalui analisis hasil penggabungan antara data penggunaan lahan dengan tekstur tanah.

1.5.3 Kuesioner

Kuesioner merupakan seperangkat formal untuk memperoleh informasi dari responden. Pembuatan kuesioner memiliki tiga tujuan. Pertama, untuk menerjemahkan kebutuhan informasi peneliti ke dalam satu set pertanyaan spesifik bahwa responden bersedia dan mampu menjawab. Kedua, kuesioner yang ditulis mampu memotivasi responden untuk terlibat dan bekerja sama. Ketiga,

(15)

15

kuesioner yang dibuat harus dapat meminimalkan kesalahan jawaban (Malhotra, 2012).

Penyusunan kuisioner memerlukan pertimbangan sebagai berikut.

1. Menentukan informasi yang dibutuhkan. Setiap informasi yang diperoleh harus dapat menjawab masalah penelitian sehingga dengan demikian, kuesioner yang diajukan kepada responden akan lebih fokus. Kuesioner harus dibuat untuk memenuhi target responden sesuai dengan pengalaman sebelumnya dan tingkat kesulitan dilapangan. Bahasa yang digunakan dalam kuesioner harus bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti responden.

2. Menentukan jenis metode kuesioner yang akan digunakan. Kuesioner terbagi menjadi lima jenis. Kelima metode jenis kuesioner tersebut adalah kuesioner melalui e-mail, kuesioner melalui faks, kuesioner melalui surat, kuesioner personal dan kuesioner gabungan. Alasan peneliti menggunakan metode kuesioner personal adalah peneliti dapat menghemat biaya dan waktu dalam pengumpulan data dan pemrosesan kuesioner dari responden (Zikmund dan Babin, 2010).

3. Menentukan jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada responden. Dalam menentukan jenis pertanyaan yang diajukan pada responden harus jelas dan terarah. Hindari pertanyaan yang mengandung dua pengertian yang berbeda atau yang biasa disebut pertanyaan dua makna (

double-barreled question). Jenis pertanyaan dua makna tersebut mengandung

makna yang ambigu.

4. Membuat pertanyaan yang membuat responden mampu atau ingin menjawab. Jenis pertanyaan yang sensitif akan menyulitkan responden untuk menjawab kuesioner tersebut. Sehingga apabila peneliti menemukan beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawab, sebaiknya peneliti bersedia membantu responden dengan menjelaskan maksud pertanyaan tersebut. Oleh karena itu, peneliti harus menjelaskan tujuan penelitian di pada kata pengantar di kuesioner. Kemudian, pertanyaan yang sensitif diletakkan dibagian akhir kuesioner penelitian.

(16)

16

5. Menyusun struktur pertanyaan. Jenis pertanyaan dapat disusun terstruktur dan tidak struktur. Pertanyaan terstruktur merupakan jenis pertanyaan yang sudah tersusun dalam suatu format sehingga memudahkan responden untuk menjawabnya. Jenis pertanyaan tersebut dapat berupa pilihan berganda, atau hanya dua pilihan (pertanyaan dikotomi – ya atau tidak), atau pertanyaan berjenjang (a scale question), sedangkan jenis pertanyaan tidak terstruktur merupakan pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden menjawab dengan kata-kata sendiri (Malhotra, 2012)

6. Menentukan kata-kata di dalam kuesioner. Informasi yang dibutuhkan harus disederhanakan terlebih dahulu dalam bentuk kata-kata yang mudah dipahami oleh responden. Tujuannya adalah untuk menghindari salah persepsi ataupun interpretasi yang dapat menimbulkan jawaban yang bias sehingga jawaban tersebut dapat mengarah kepada jawaban yang salah. 7. Menyusun urutan pertanyaan. Peneliti mempertimbangkan beberapa hal

seperti pertanyaan terbuka, jenis informasi yang diperlukan, tingkat kesulitan pertanyaan, dan pengaruh pertanyaan lanjutan.

8. Mengidentifikasi format dan rancangan kuesioner. Karakteristik kuesioner seperti halnya format, spasi, dan posisi kalimat, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jawaban-jawaban yang diperoleh dari responden, sehingga jelas bahwa format dan rancangan kuesioner harus tersusun rapi dan mudah dalam pengisian kuesioner.

9. Penyusunan ulang format kuesioner. Format kuesioner harus dibuat ringkas dan jelas untuk memudahkan responden dalam membaca dan menjawab pertanyaan-pertanyaan kuesioner tersebut. Tetapi, penyusunan ulang ini tidak membuat kalimat dalam kuesioner menjadi kalimat yang tidak utuh, sehingga cenderung untuk menyulitkan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.

10. Menentukan uji coba kuesioner. Sebelum kuesioner diberikan kepada responden, sebaiknya dalam penelitian ini didahului dengan uji coba kuesioner (pre-testing questionnaire). Uji coba dilakukan pada sekelompok responden tertentu. Kelompok responden yang diuji coba

(17)

17

harus sama dengan responden yang akan diteliti baik dengan latar belakang usia, jenis kelamin, frekuensi pembelian (Malhotra, 2012).

1.6 Penelitian Sebelumnya

Sumberdaya air adalah salah satu sumberdaya alam yang berperan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Air berperan untuk memenuhi kebutuhan dalam berbagai sektor kehidupan mulai dari kebutuhan rumah tangga, industri, pertanian dan lainnya. Pemanfataan air secara nyata di lapangan sering dilakukan dengan eksploitasi berlebihan. Ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan air menyebabkan terjadi kekritisan sumberdaya air di beberapa tempat dengan jumlah air terbatas. Oleh karena itu, penelitian mengenai ketersediaan air dan kebutuhan air telah banyak dilakukan dengan metode dan wilayah kajian yang beragam.

Indriyastuti (2004) telah melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Potensi Mataair utnuk Kebutuhan Domestik di Kota Klaten, Jawa Tengah”. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey lapangan, metode kuantitatif perhitungan debit tipe mataair dan deskripsi pembagian debit mataair, uji laboratorium untuk kualitas kimia, dan analisis kebutuhan air domestik. Hasil yang diperoleh berupa tipe mataair, ketersediaan air dari hasil uji kualitas air, dan distribusi mataair, dan analisis kebutuhan air domestik.

Zulkipli, Soetopo, dan Prasetijo (2012) melakukan analisis ketersediaan air dan kebutuhan air dalam penelitian berjudul “Analisa Neraca Air Permukaan Das renggung untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dan domestik penduduk kabupaten lombok tengah”. metode yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan, kuantitatif perhitungan kebutuhan air domestik, irigasi, perikanan, dan industri, serta kuantitatif ketersediaan air menggunakan metode debit andalan. hasil yang diperoleh berupa grafik kebutuhan dan ketersediaan air serta tabel neraca air, dan proyeksi kebutuhan air hingga 2036.

Rahayu (2013) telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Ketersediaan Air di Sebagian Wilayah DAS Oyo Hulu Untuk Kebutuhan Air Daerah Irigasi”. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Teknik

(18)

18

pengambilan sampel dengan double ring infiltrometer, penentuan lokasi sampel dengan purposive sampling. Hasil yang diperoleh adalah berupa jumlah ketersediaan air, kebutuhan air Daerah Irigasi Payaman, Imbangan Air dan Rekomendasi Pengelolaan.

Triyono (2014) melakukan penelitian berjudul “Studi Ketersediaan Sumberdaya Air untuk Memenuhi Kebutuhan Air Bersih Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Pada penelitian ini dilakukan metode kuantitatif analisis ketersediaan air sungai, ketersediaan air di mata air, sistem transmisi air, dan biaya produksi air. Hasil yang diperoleh adalah berupa ketersediaan air, tinjauan teknis system penyediaan air minum, tinjauan ekonomi, gambaran sumber air baku.

Pahlawa (2014) dalam penelitian yang berjudul “Potensi Air di Kawasan perkebunan Kalibendo, Banyuwangi, Jawa timur dalam Memenuhi Kebutuhan Air Rumah Tangga Masyarakat Sekitar” membahas mengenai potensi air dan kebutuhan air masyarakat di daerah kajian. Metode yang digunakan adalah pengukuran debit mata air volumetrik, perhitungan kebutuhan air berdasarkan hasil wawancara dan jumlah penduduk, proyeksi kebutuhan air dan imbangan air. Hasil yang diperoleh berupa debit mata air, pasokan air rumah tangga, total kebutuhan air rumah tangga, proyeksi kebutuhan air, dan imbangan air.

Said (2014) melakukan penelitian berjudul “Kajian Ketersediaan dan Penggunaan Air Dari Mata Air untuk Kebutuhan Domestik di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lapangan, wawancara, dan survei instansional, serta analisis laboratorium. Pengambilan sampel air menggunakan purposive sampling, penentuan responden secara random. Hasil yang diperoleh berupa kualitas air dari mataair, kebutuhan air di Kecamatan Turi pada tahun 2013, serta daya dukung mataair hingga 20 tahun mendatang.

Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada metode yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan metode Thornthwaite-Matter untuk ketersediaan air meteorologis, dan metode kuantitatif perhitungan kebutuhan air. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

(19)

19

terletak pada lokasi penelitian yang terletak di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah, serta penentuan responden kebutuhan air yang didasarkan pada tinngkat kesejahteraan keluarga. Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang ditampilkan pada tabel 1.5.

(20)

20

Tabel 1.5 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Sekarang

No Peneliti Lokasi, Tahun Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil

1 Ratna Indriyastuti Kota Klaten, 2004

Evaluasi Potensi Mataair utnuk Kebutuhan Domestik di Kota Klaten, Jawa Tengah

Mengkaji debit, kualitas fisik dan kimia air, tipe mataair dan memperkirakan debit minimum mataair, mengevaluasi dan memperkirakan potensi mataair untuk kebutuhan domestik, dan mendeskripsikan pembagian debit mataair.

Metode survey lapangan, metode kuantitatif perhitungan debit tipe mataair dan deskripsi pembagian debit mataair, uji laboratorium untuk kualitas kimia, dan analisis kebutuhan air domestik

Tipe mataair, ketersediaan air dari hasil uji kualitas air, dan distribusi mataair, dan analisis kebutuhan air domestik.

2 Zulkipli, Soetopo, dan Prasetijo

DAS Renggung, 2012

Analisa Neraca Air Permukaan Das Renggung Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Irigasi Dan Domestik Penduduk Kabupaten Lombok Tengah

Mengetahui pengelolaan potensi air dengan menerapkan prinsip keseimbangan air dalam rangka memenuhi kebutuhan air irigasi dan domestik di Kabupaten Lombok Tengah

Metode survey dan observasi lapangan, kuantitatif perhitungan kebutuhan air domestik. Irigasi, perikanan, dan industri, serta kuantitatif ketersediaan air menggunakan metode debit andalan.

Grafik kebutuhan dan ketersediaan air serta tabel neraca air, dan proyeksi kebutuhan air hingga 2036

3 Arum Rahayu

Sebagian Wilayah DAS Oyo Hulu,

2013

Analisis Ketersediaan Air di Sebagian Wilayah DAS Oyo Hulu Untuk Kebutuhan Air Daerah Irigasi

Mengetahui besarnya ketersediaan air irigasi di sebagian DAS Oyo hulu, mengetahui besarnya kebutuhan air untuk Daerah Irigasi Payaman, Imbangan Air, Rekomendasi pengelolaan Daerah Irigasi

Teknik pengambilan sampel dengan double ring infiltrometer, penentuan lokasi sampel dengan purposive sampling

Jumlah ketersediaan air, kebutuhan air Daerah Irigasi Payaman, Imbangan Air dan Rekomendasi Pengelolaan. 4 Muhammad Firman Nur Said Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, 2014

Kajian Ketersediaan dan Penggunaan Air Dari Mata Air untuk Kebutuhan Domestik di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman

Mempelajari pengelolaan air, agihan keruangan, kantitas air dan kualitas air dari mataair yang dimanfaatkan oleh penduduk,

Menghitung besarnya kebutuhan air khususnya untuk pemenuhan domestik, dan analisis daya dukung mataair.

Survei lapangan, wawancara, dan survei instatnsional, serta analisis laboratorium. Pengambilan sampel air menggunakan purposive sampling, penentuan responden secara random.

Kualitas Air dari Mataair, Kebutuhan air pada tahun 2013, Daya Dukung Mataair hingga 20 tahun mendatang.

(21)

21 5 Mandra Pahlawa

Kalibendo, Banyuwangi, Jawa

Timur, 2014

Potensi Air di Kawasan perkebunan Kalibendo, BAnyuwangi, Jawa timur dalam Memenuhi Kebutuhan Air Rumah Tangga Masyarakat Sekitar

Mengetahui besar debit mata air, kebutuhan air rumah tangga, dan meprediksi kemampuan mata air Patemon dalam memenuhi kebutuhan air rumah tangga masyarakat sekitar kawasan Perkebunan Kalibendo

Pengukuran debit mata air volumetrik, perhitungan kebutuhan air berdasarkan hasil wawancara dan jumlah penduduk,

Debit Mata Air, Pasokan air rumah tangga, total kebutuhan air rumah tangga, proyeksi kebutuhan air, imbangan air.

6 Joko Triyono Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014

Studi Ketersediaan Sumberdaya Air untuk Memenuhi Kebutuhan Air Bersih Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Mengetahui ketersediaan air di beberapa mata air di Kabupaten Magelang dan Sungai Progo, mendapatkan system transmisi air baku, biaya produksi air, kebutuhan biaya inverstasi dan keuntungan dari dua alternatif sumber air yang ada, mendapatkan gambaran dari kedua alternative sumber air.

Metode kuantitatif analisis ketersediaan air sungai, ketersediaan air di mata air, system transmisi air, dan biaya produksi air

Ketersediaan Air, tinjauan teknis sistem penyediaan air minum, tinjauan ekonomi, gambaran sumber air baku

7 Riverningtyas Kota Palu, 2015

Analisis Kebutuhan Air Domestik Dan Ketersediaan Air Meteorologis Di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah

Analisis ketersediaan air meteorologis dan kebutuhan air domestik dengan variabel jumlah keluarga sejahtera berdasarkan jenisnya, dan di 8 kecamatan di Kota Palu

Kuantitatif perhitungan kebutuhan air dan ketersediaan air meterologis metode Thornthwaite-Matter

Neraca air tahunan selama 1980-2013, Neraca air dengan analisis frekuensi curah hujan, kebutuhan air individu dari jenis keluarga berbeda, pengaruh pendidikan terhadap penggunaan air.

(22)

22

1.7 Kerangka Pemikiran

Objek penelitian ini adalah analisis ketersediaan air meterologis dan kebutuhan air domestik yang berada di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air meteorologis, kebutuhan air domestik, dan memunculkan rekomendasi mengenai pengelolaan sumberdaya air. Penelitian ini juga memperhitungkan proyeksi untuk 5, 10, dan 20 tahun kedepan.

Parameter yang digunakan dalam analisis ketersediaan air meteorologis adalah curah hujan dan suhu, evapotranspirasi, Accumulated Potential Water

Loss (APWL), WHC, dan evapotranspirasi aktual. Curah hujan dan suhu

berasal dari data stasiun hujan milik BMKG Kota Palu. Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh unsur klimatologis. Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh tanaman dan tanah. APWL diperoleh dari curah hujan dan evapotranspirasi potensial. WHC adalah fungsi dari tekstur tanah dan kedalaman zona perakaran. Parameter tersebut digunakan untuk memperoleh neraca air. Neraca air proyeksi dihitung menggunakan analisis frekuensi curah hujan dengan kala ulang 5, 10, dan 20 tahun. Ketersediaan air meteorologis akan menunjukkan nilai surplus atau defisit pada grafik neraca air.

Parameter yang digunakan dalam analisis kebutuhan air domestik adalah jumlah penduduk dan kebutuhan air per individu yang diperoleh melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner kebutuhan air. Sampel adalah kepala keluarga yang berasal dari jenis kesejahteraan keluarga berbeda. Hal ini dikarenakan penggunaan air domestik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti masalah lingkungan, ciri-ciri penduduk, ukuran kota, industri dan perdagangan, kebutuhan konversi air, serta harga air yang secara komposit termasuk dalam indikator keluarga sejahtera yang ditetapkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Tingkat kesejahteraan keluarga terdiri dari Pra Keluarga Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera II, Keluarga Sejahtera III, dan Keluarga Sejahtera III+. Proyeksi jumlah penduduk digunakan untuk menghitung proyeksi kebutuhan air domestik untuk 5, 10, dan 20 tahun mendatang.

(23)

23

Analisis kebutuhan air domestik dan ketersediaan air akan menghasilkan keadaan keseimbangan air di wilayah kajian yang berbentuk surplus atau defisit pada waktu dan tempat tertentu. Keadaan surplus maupun defisit air akan menjadi pertimbangan untuk pengeololaan air di daerah tersebut. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah keadaan potensi sumberdaya air yang dimiliki di daerah kajian serta pengelolaan yang tepat terhadapnya.

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Teoritik Analisis Ketersediaan dan

Kebutuhan Air Surplus Air Defisit Air

Pengelolaan Sumberdaya Air Efektif dan Efisien Berdasarkan Analisis Iklim dan Kebutuhan Air Domestik

Kebutuhan Air Domestik Jumlah Penduduk Proyeksi Jumlah Penduduk 5, 10, 20 tahun mendatang Pra Sejahtera Sejah tera I Sejah tera II Sejahte ra III Sejahte ra III+

Proyeksi Kebutuhan Air 5, 10,, 20 tahun mendatang

Analisis Neraca Air Curah Hujan

dan Suhu

Evapotranspirasi

Neraca Air dengan analisis frekuensi hujan 5, 10, dan 20 Tahun.

APWL

Kebutuhan Air Domestik Jenis Keluarga Potensial Aktual WHC

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Palu  Tahun 1990, 2000 dan 2010  Tahun  1990  2000  2010  Jumlah Penduduk  (Jiwa)  199.495  268.322  335.297  Pertumbuhan  Penduduk  0.03  0.02  Sumber : palukota.bps.go.id, 2014
Tabel  1.2  menunjukkan  kebutuhan  air  untuk  peternakan  menurut  Triatmodjo  (2008)  yang  perhitungannya  didasarkan  pada  data  dari  Nippon  Koei  Co., Ltd pada tahun 1993
Tabel 1.3 Kebutuhan Air Untuk Proses Industri
Tabel 1.4 Kebutuhan Air Menurut Jumlah Penduduk  Kategori Kota  Berdasarkan  Jumlah Penduduk  Jumlah Penduduk (Jiwa)  Konsumsi Unit  Sambungan Rumah (SR)  (Liter/orang/hari)  Konsumsi Unit Hidran (HU)  Liter/orang/hari  Kota Metropolitan  &gt;1.000.000  &gt;150  20-40  Kota Besar   500.000-1.000.000  150-120  20-40  Kota Sedang  100.000-500.000  90-120  20-40  Kota Kecil  20.000-100.000  80-120  20-40  Desa  &lt;20.000  60-80  20-40
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kosentrasi dan lama perendaman asam laktat terhadap karakteristik fisik (viskositas, derajat putih dan

BADAN PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET

Makalah dalam seminar tentang “Pengaturan dan Akibat Hukum Pengangkatan Anak” (Depok: Auditorium FHUI, 29 November 2006) hal 6.. beberapa generasi keturunan yang menyangkut

Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengembangan bahan ajar Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang berbasiskan pada 4 subtansi kajian yakni Pancasila,

Jadi, yang dimaksud dengan pendidikan karakter peduli lingkungan yang dimaksud disini yaitu suatu usaha untuk menumbuhkembangkan watak atau moral peserta didik agar peduli

Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa MSPE merupakan ukuran yang lebih tidak reliabel untuk mengevaluasi kecocokan suatu model regresi dibandingkan dengan MSE, terutama

Dalam instansi pemerintahan yang peneliti teliti adalah Di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, peneliti memfokuskan kepada strategi promosi kegiatan Festival

Sedangkan patahan benda uji pada gambar 19 baja AISI 1045 heat treatment ( quenching ) dapat dilihat pada pengamatan struktur makro menujukan permukaan hasil pengjian fatique