BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) dan Kandidiasis vulvovaginalis rekuren (KVVR)
2.1.1. Definisi
Kandidiasis vulvovaginalis adalah infeksi yeast pada vagina dan vulva yang disebabkan beberapa tipe Candida, yang paling sering yaitu
Candida albicans, dapat bersifat asimptomatis maupun simptomatis.2,12,13 Kandidiasis vulvovaginalis rekuren adalah kandidiasis vulvovaginalis yang terjadi sebanyak empat episode atau lebih dalam periode 12 bulan.
2.1.2. Etiologi
3-5
KVVR dan KVV sering disebabkan oleh C.albicans, walaupun spesies non-albicans dapat ditemukan sebagai agen penyebab.1 Candida
merupakan organisme yang berasal dari genus Candida dari famili
Cryptococcaceae, ordo Moniliales dari filum Fungi imperfecti. Pada tahun 1877 Grawitz mengemukakan bahwa genus ini merupakan jamur dimorfik. Martin kemudian membagi genus menjadi beberapa spesies. Telah diketahui 163 spesies Candida, walau diketahui hanya 20 spesies yang patogen pada manusia. Sel jamur Candida berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran 2-5 u X 3-6 u hingga 2-5,5 u X 5-28,5 u.14 Jamur membentuk hifa semu (pseudohifa) yang merupakan rangkaian blastospora (blastokonidia) yang memanjang tanpa septa, yang juga dapat bercabang-cabang. Berdasarkan bentuk tersebut maka dikatakan bahwa Candida
menyerupai ragi (yeast like). Dinding sel Candida terutama terdiri atas β -glucan, mannan, chitin serta sejumlah protein dan lemak. Mannan merupakan komponen antigen yang utama. Candida dapat tumbuh pada medium dengan pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5 sampai dengan 6,5.
2.1.3. Faktor Predisposisi
15
Beberapa faktor diketahui sebagai faktor predisposisi dari KVVR, antara lain:
1. Hormon seks
Umur merupakan faktor penting pada prevalensi KVVR. Tingginya hormon seks wanita selama usia reproduksi meningkatkan kemungkinan terhadap terjadinya infeksi
Candida. Estrogen meningkatkan perlekatan organisme yeast
pada sel mukosa vagina.1 Reseptor sitosol atau sistem perlekatan untuk hormon reproduksi wanita telah diketahui pada C.albicans menyebabkan meningkatnya pembentukan miselial/hifa.
2. Kontrasepsi
16
Kontrasepsi disini termasuk oral, pelindung maupun KDR (kontrasepsi dalam rahim). Pengaruh kontrasepsi pada KVVR berhubungan dengan kandungan estrogen yang akan menstimulasi organisme Candida untuk persisten pada ekosistem vagina.1
3. Obesitas, asupan karbohidrat
Kontrol glikemik yang buruk pada pasien diabetes merangsang kejadian KVVR. Korelasi antara tingginya IMB (indeks massa tubuh) dan infeksi Candida genital telah dihubungkan dengan peningkatan toleransi glukosa, sedangkan penelitian lain tidak menemukan adanya korelasi antara IMB dan KVVR. Namun pengaruh obesitas pada KVV/KVVR tidak dapat dieksklusikan.
2.1.4. Epidemiologi
1
Data yang dikeluarkan oleh Syarifuddin dkk (1995) menyatakan tingginya frekuensi kejadian KVV seiring meningkatnya tahun, pada tahun 1987 KVV ditemukan sebanyak 40% dari seluruh infeksi saluran kemih, meningkat menjadi 60% pada tahun 1991 dan 65% pada tahun 1995.17 Pada tahun 1997 penelitian yang dilakukan Depkes melaporkan angka prevalensi KVV di Jakarta Utara adalah sekitar 22% di antara wanita pengunjung klinik KB.18 Di RSUP Haji Adam Malik data tahun 2004 sampai dengan 2008 KVV menempati urutan kedua terbanyak dari seluruh kunjungan pasien ke poliklinik Infeksi Menular Seksual yaitu sebanyak 19,47.19
KVVR untuk alasan yang tidak jelas telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Kontras dengan episode tunggal, KVVR sering menimbulkan problem pada penatalaksanaannya.
1
KVV akan menginfeksi rerata 70% sampai dengan 75% wanita satu kali selama hidupnya, paling sering pada usia reproduktif, dimana 40% sampai dengan 50% akan
mengalami rekurensi dalam beberapa hari sampai tiga bulan kemudian.3,6,20 Sebanyak 5% dari wanita normal akan mengalami KVVR dan seringnya tanpa faktor penyebab yang jelas.
2.1.5. Patogenesis
20
Candida adalah patogen oportunistik yang dapat menyebabkan infeksi diseminata pada tuan rumah dengan pertahanan imunitas yang lemah. Tidak ada faktor patogenik pasti untuk Candida, namun terdapat beberapa faktor virulensi yang mempengaruhi kemampuannya dalam menginfeksi. Kombinasi dari faktor ini akan mempengaruhi sistem pertahanan tuan rumah.1 Dipostulasikan bahwa patogenesis dari KVVR adalah interaksi kompleks antara virulensi Candida dan faktor imunologi.20
1. Germ tube formation sebagai faktor virulensi
Beberapa faktor virulensi untuk KVVR antara lain :
Germ tube formation (GTF) dianggap sebagai faktor patogenik utama dari KVV/KVVR, merupakan hal yang penting dalam perlekatan Candida ke permukaan mukosa dan kemampuannya dalam menginvasi. C.albicans mempunyai kemampuan lebih hebat dalam berlekat dengan sel epitel dibandingkan strain non-albicans seperti C.tropicalis, C.krusei dan C.parapsilosis.
Ini dapat menjelaskan mengapa strain non-albicans jarang menyebabkan KVVR. Pada pemeriksaan mikroskop elektron secara in vivo dan in vitro terlihat bahwa C.albicans setelah pembentukan hifa dan GTF akan berpenetrasi ke dalam lapisan yang dalam dari stratum dan stroma sel epitel. Setelah
organisme menginvasi mukosa, ia akan dilindungi dari terjadinya fagositosis dan dari mekanisme pertahanan imunitas serta aktivitas agen antijamur. Pada beberapa lokasi, yeast akan membentuk tempat untuk terjadinya rekurensi.1
Fagositosis dianggap sebagai faktor pertahanan penting dalam infeksi Candida. Uji in vitro menyatakan bahwa GTF dapat mengubah hidrofobisitas dari sel yeast dan karenanya menurunkan atau menghambat fagositosis. Ini juga yang menyebabkan persistensi organisme pada ekosistem genital.
2. Perlekatan pada garis mukosa
1
Permukaan blastokonidia mannoprotein mungkin memperantarai perlekatan Candida ke sel epitel. Reseptor sitosol untuk estrogen juga terdapat pada C.albicans. Ekspresi sel reseptor dan antigen permukaan dengan membentuk filamen dari sel Candida berkontribusi sebagai faktor virulensi. Fibrin dapat bekerja sebagai reseptor C.albicans. Namun tidak jelas reseptor mana yang berperan untuk perlekatan Candida
dengan garis mukosa. Tidak terdapat hubungan antara ekspresi reseptor dan/atau aktivasinya dan manifestasi klinis pada kasus KVVR.
3. Enzim sebagai faktor virulensi
1
Sedikitnya terdapat tiga proteinase yang berhubungan dengan kompartemen intraseluler C.albicans. pH yang optimal adalah 5 untuk intraselular dan 2.2 sampai dengan 4.5 dalam bentuk
sekret, pH lebih rendah dari sekret vagina ditemukan pada kasus KVVR. Proteinase asam yang disekresikan akan inaktif pada pH netral. Pada pH 7,5 terjadi denaturasi enzim ireversibel. Efek patogenik dari proteinase ini terbatas pada kasus untuk inflamasi akut pada vagina, pada pasien dengan pH vagina yang meningkat dan pada glikolisis neutrofil. Sekresi proteinase in vitro adalah bahan yang ditemukan pada
C.albicans, C.tropicalis, sedangkan hanya beberapa ditemukan pada C.parapsilosis. Untuk spesies Candida lainnya proteinase jarang atau absen. Ini dapat menjelaskan mengapa hanya tiga spesies Candida saja yang menjadi patogen umum pada manusia. Walaupun C.albicans diisolasi dari kasus KVV mempunyai aktivitas proteolisis yang meningkat invitro, peranan enzim ini pada KVVR masih belum jelas. Proteinase mungkin meningkatkan kapasitas GTF pada C.albicans dan karenanya meningkatkan penetrasi pada garis mukosa.
2.1.6. Gambaran Klinis
1
Gejala yang berhubungan dengan infeksi genital Candida dapat berbeda dari kasus ke kasus. Gejala tidak nyaman pada vagina berupa pruritus akut dan sekret vagina merupakan gambaran yang biasa ditemukan. Sekret digambarkan seperti susu, dapat bervariasi dari basah sampai sekret tebal yang homogen. Nyeri pada vagina, iritasi, perasaan tebakar pada vulva, dispareuni, dan disuria eksternal biasanya ditemukan. Odor jika ditemukan biasanya minimal dan tidak ofensif. Dari
pemeriksaan akan ditemukan vulva dan labia mayora yang bengkak dan eritem, seringnya dengan lesi diskret pustulopapular perifer. Yang khas, gejala biasanya timbul seminggu setelah masa haid.1,16,21,22 Rasa frustasi pada wanita karena seringnya gejala berulang karena anggapan pengobatan yang tidak efektif juga merupakan gejala yang khas.22 Gejala tidak selalu berhubungan dengan kultur Candida yang positif pada KVV maupun KVVR.
2.1.7. Gambaran Imunologis
1
Data yang tersedia mengenai imunopatologi dari KVVR adalah sangat kompleks. Adanya tipe strain C.albicans yang sama dan waktu rekurensi yang berturut-turut menyatakan bahwa KVVR adalah suatu kejadian relaps dibandingkan reinfeksi. Wanita dengan KVVR akan mengalami relaps vaginitis akibat perubahan mekanisme pertahanan tuan rumah pada mukosa vagina. Disfungsi lokal ini berhubungan dengan imunitas yang diperantarai sel (CMI) spesifik Candida dibandingkan imunitas humoral ataupun bawaan. Data yang ada menunjukkan bahwa terganggunya CMI lokal dan/atau hipersensitivitas langsung menjadi predisposisi untuk gejala alergi mungkin juga sebagai kombinasi dengan hormon reproduksi yang meningkatkan kemungkinan untuk episode rekurensi.
Pada KVVR secara in vitro terdapat gangguan proliferasi limfosit sebagai respon terhadap Candida. Ini menyatakan bahwa pada KVVR terjadi defek pada sistem imunitas selular yang spesifik Candida. Ketika
Candida masuk ke dalam tubuh, makrofag akan bekerja untuk
memfagositosis dan mempresentasikan Ag Candida pada permukaan selnya dengan MHC kelas 2. Kemudian sel limfosit T akan mengenali Ag
Candida. Kompleks MHC kelas 2 dan Ag Candida akan mengaktifkan produksi IFNᶌ. IFNᶌ kemudian akan merangsang makrofag untuk semakin memfagositosis Candida secara efisien dan melepaskan IL1. IL 1 ini akan merangsang sel T helper untuk melepaskan IL 2, suatu stimulus utama untuk proliferasi sel T.7 Kejadian ini akan berulang-ulang sehingga kadar sel T semakin meningkat dan kerja makrofag semakin meningkat. Pada kasus KVVR IFNᶌ akan menurun akibat kurangnya stimulus sel T akan mempengaruhi fagositosis Candida oleh makrofag. Sehingga populasi
Candida akan semakin meningkat dan kemudian Candida akan menginvasi mukosa dengan meningkatkan GTF. GTF merupakan salah satu faktor virulensi dari masuknya Candida ke tubuh.
2.1.8. Diagnosis
1
Diagnosis dari KVVR menjadi terbatas apabila tidak disertai dengan tes laboratorium untuk deteksi dari Candida. Untuk episode KVVR yang dianggap perdana, maka dengan dasar riwayat KVVR, gejala dan tanda adalah cukup akurat jika disertai kultur atau mikroskopis yang positif.1 Perlu diketahui bahwa tidak ada pemeriksaan “baku emas” untuk KVVR maupun KVV dikarenakan nilai negatif palsu sering ditemukan baik dari pemeriksaan mikroskopis, kultur maupun PCR.3 Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopis dari sekresi vagina dengan menggunakan KOH 10 sampai dengan. 15% untuk melihat sel Candida berupa spora dan pseudohifa. Setelah dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur sekret vagina untuk menentukan spesies Candida
dengan menggunakan agar Sabaroud dekstrose.1,3 Pemeriksaan pH juga dapat dilakukan pada KVVR, yang akan menunjukkan nilai < 4.5.1
2.2. Zinc
Zinc adalah elemen logam esensial untuk semua organisme bersumber dari makanan tinggi protein tertentu seperti daging, ayam, ikan, kerang, kacang polong, biji-bijian, sayuran hijau dan padi. Zinc berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, diperlukan terutama pada sistem saraf, reproduksi dan sistem imun. Keadaan peningkatan dan defisiensi akan mempengaruhi ketiga sistem tersebut. Hubungan zinc dengan sistem imun adalah unik, terdapat empat tipe pengaruh zinc dalam sistem imun ; 1) Asupan makanan dan penyerapan zinc
tergantung komposisi diet dan umur serta status penyakit 2) Zinc adalah kofaktor lebih dari 300 enzim yang mempengaruhi fungsi organ, yang fungsi sekundernya adalah pada sistem imun 3) Efek langsung zinc pada produksi, maturasi dan fungsi leukosit 4) Zinc mempengaruhi fungsi imunostimulan yang digunakan untuk sistem eksperimental.24
Telah ditetapkan bahwa zinc adalah elemen logam penting dalam sistem imunitas. Sistem imun bawaan dipengaruhi oleh zinc. Zinc merangsang adhesi sel mielomonosit dengan endotel, sedangkan hilangnya zinc mengurangi rekruitmen sel. Secara in vivo defisiensi zinc mempengaruhi rekruitmen netrofil tapi juga menurunkan kemotaksis neutrofil. Pada keadaan yang demikian juga akan mempengaruhi aktivitas sel natural killer, fagositosis makrofag dan neutrofil dan terbentuknya ledakan oksidatif. Zinc diperlukan untuk fungsi normal natural killer, defisiensi zinc dapat menyebabkan aktivitas penghancuran non spesifik dan
hilangnya fungsi natural killer. Tidak hanya proliferasi sistem imun saja yang tergantung zinc, proliferasi patogen juga tergantung dengan zinc.24
Bukti awal untuk peran zinc pada sistem imun berhubungan dengan pentingnya zinc terhadap perkembangan sel T. Defisiensi zinc akan menyebabkan atrofi timus dan perubahan timus dapat diperbaiki dengan suplementasi zinc, Hal ini menyatakan bahwa zinc mempengaruhi tahap awal dari maturasi sel T. Efeknya bergantung oleh timulin, yaitu hormon penting yang disekresikan sel epitel timus. Untuk timulin, zinc adalah kofaktor yang penting. Diferensiasi sel T yang imatur pada timus dipengaruhi oleh timulin. Lebih lanjut, timulin meregulasi fungsi sel T yang matur di perifer. Timulin juga memodulasi sekresi sitokin oleh sel mononuklear darah tepi dan efek proliferasi sel CD8T sebagai kombinasi dengan IL-2. Ekspresi reseptor IL-2 yang tinggi dipengaruhi oleh timulin. Ini sesuai dengan pengamatan yang menyatakan bahwa defisiensi zinc berhubungan dengan penurunan proliferasi sel T setelah stimulasi mitogen.
24
2.2.1. Zinc dan Kandidiasis vulvovaginalis rekuren
Zinc merupakan elemen penting dari sistem imun dan pemberian suplemennya dianggap sebagai intervensi imunonodulator yang baik.25,26 Defisiensi zinc pada awalnya dijelaskan sebagai hubungan dengan lemahnya fungsi dari limfosit-T termasuk (prematur) involusi timus.27Zinc
adalah komponen penting dari hormon timus yaitu timulin yang membantu dalam maturasi limfosit T pada daerah timus dan ekstra timus. Limfosit T pada mukosa vagina merepresentasikan populasi yang bermakna sel matur pada tempat ekstra timus.28 Manifestasi defisiensi zinc tidak dapat dieksklusikan pada lokasi ini. Hipozincnamia telah digambarkan pada
pasien dengan KVVR.10 Sebagai tambahan zinc juga diperlukan dalam fungsi imunitas bawaan (fagositosis, sel NK).
Pada satu penelitian yang dilakukan di Ceko, peneliti menemukan adanya kadar zinc yang turun sangat rendah pada penderita KVVR. Data ini mendukung hipotesis yang mengatakan bahwa zinc berperan penting pada resistensi anti-Candida.
29
4
Fakta penting lainnya adalah KVV biasanya ditemukan pada penderita akrodermatitis enteropatika30 yaitu suatu kelainan genetik yang jarang bersifat autosomal resesif ditemukan segera setelah lahir atau 4 sampai dengan 10 minggu kehidupan berupa gangguan penyerapan zinc dengan gambaran klinis diare, ruam inflamasi pada mulut dan/atau anus serta rambut rontok dan pada pemeriksaan penunjang ditemukan nilai kadar zinc darah di bawah normal.31 Dari data ini dapat disimpulkan bahwa KVVR adalah penyakit yang ditentukan oleh perubahan imunologis akibat kadar zinc yang rendah. Interaksi yeast
dengan tuan rumah mengambil tempat pada permukaan epitel dan dipengaruhi oleh mekanisme pertahanan lokal yang berasal dari mikroorganisme. Telah disimpulkan sebelumnya bahwa hipozincnemia dapat berkontribusi terhadap kerentanan epitel terhadap infeksi pada saluran nafas, jaringan periodontal atau saluran genitourinari.4 Lebih lanjut
zinc, adalah modulator potensial dalam virulensi yeast, karena ia menghambat perubahan bentuk blastik menjadi bentuk hifa yang lebih virulen.32 Bukti ini tidak dapat mengeluarkan kenyataan bahwa zinc
2.3. Kerangka Teori
Gbr 2.1. Diagram kerangka teori penelitian 2.4. Kerangka Konsep
Gbr 2.2. Diagram kerangka konsep penelitian Kandidiasis
vulvovaginalis rekuren
Kontrol sehat
Kadar zinc plasma Zinc plasma↓ Enzim timulin
pada timus ↓
Maturasi sel T ↓ pada timus dan
ekstra timus
↓ IFN ᶌ dalam menstimulasi makrofag memfagositosis Candida
Jumlah sel T ↓ dalam mengenali antigen Candida Sel T ↓ pada mukosa vagina Replikasi Candida ↑ Kolonisasi ↑ dan persisten Kandidiasis vulvovaginalis rekuren