• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERDESAAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DI KABUPATEN ENREKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERDESAAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DI KABUPATEN ENREKANG"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota

pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar

Oleh

MUHAMMAD MULTAZAM SALEH NIM. 60800113059

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(2)

Muhammad Multazam Saleh Samata-Gowa, 27 Maret 2018 Penyusun,

karenanya batal demi hukum.

orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusun sendiri. Jika di Dengan penuh kesadaran, penyusun yang bertanda tangan di bawah ini

(3)

Dr. Mu ammad Anshar S.Pt. M.Si NI 19760603 200212 1 005 Ketua Jurusan Teknik Perencanaan

Wilayah zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAdan Kota Mengetahui

Ivan Awaluddin, S. T., M. T

Dr. Ir. zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Pembimbing II

Pembimbing I

Disetujui Komisi Pembimbing Fakultas

: Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota : Sains dan Teknologi

Jurusan

NIM

Nama Mahasiswa

Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Enrekang

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis masih bisa diberi kesempatan untuk menyelesaikan penelitian ini dengan judul Analisis Ketersediaan Infrastruktur Kawasan Perdesaan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Enrekang.

Prnyusunan hasil penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota. Penyusunan dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. H. Arifuddin, M.Ag, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

(6)

3. Dewan pembimbing Bapak Dr. Ir. Syafri, M.Si dan Kakanda Iyan Awluddin, ST., MT. yang telah membimbing dengan penuh rasa ikhlas dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Dewan penguji Bapak Dr. H. Muhammad Anshar, S.Pt., M.Si. dan Ibu Dr. Kurniati, S.Ag., M.Hi yang telah memberikan masukan yang sangat berarti dalam penyempurnaan tugas akhir ini.

5. Kedua orangtua saya yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam membesarkan, memelihara, mendidik, dan memberikan pengorbanan yang luas biasa sehingga penulis bisa sampai pada tahap ini.

6. Keluarga saya yang telah banyak memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung.

7. Kepada semua rekan-rekan di Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, terkhusus angkatan 2013 “Planner” yang merupakan teman seperjuangan yang tidak dapat kusebutkan satu persatu. Kalian yang terbaik.

8. Untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

(7)

Akhir kata, mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan ataupun kekeliruan dalam penyusunan penelitian ini. Besar harapan penulis jika penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Makassar, Februari 2018

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

PERSETUUAN SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

ABSTRAK ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan ... 6

D. Manfaat ... 6

E. Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1. Ruang Lingkup Wilayah ... 6

2. Ruang Lingkup Materi ... 7

F. Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

(9)

B. Pengembangan Kawasan ... 10

C. Pengertian Agropolitan ... 11

D. Ciri Kawasan Agropolitan ... 12

E. Faktor-faktor dalam Pembangunan dan Pengembangan Agropolitan 14 F. Syarat Kawasan Agropolitan ... 16

G. Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 18

H. Sistem Kawasan ... 19

I. Cakupan Wilayah Kawasan Agropolitan ... 20

J. Tipologi Kawasan ... 21

K. Infrastruktur ... 22

L. Arah Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 25

M. Pengertian Agribisnis ... 26

N. Klasifikasi Jalan ... 27

1. Fungsi Jalan ... 27

2. Kelas Jalan ... 30

O. Standar Lebar Jalan ... 31

P. Penelitian Terdahulu ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

B. Jenis dan Sumber Data ... 38

1. Jenis Data ... 38

2. Sumber Data ... 38

C. Metode Pengumpulan Data ... 40

D. Populasi dan Sampel ... 41

1. Populasi ... 41

2. Sampel ... 42

E. Variabel Penelitian ... 43

(10)

G. Definisi Operasional ... 51

1. Agropolitan ... 51

2. Agribisnis ... 51

3. Infrastruktur ... 51

4. Terminal Bongkar Muat ... 51

5. Pasar Agro ... 52

6. Gudang Penyimpanan ... 52

7. Jalan Penghubung ... 52

8. Petani ... 52

9. Pedagang/pengepul ... 53

10.Konsumen ... 53

H. Kerangka Berpikir ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Umum Kabupaten Enrekang ... 55

1. Batas Administrasi dan Letak Geografis ... 55

2. Kondisi Demografi ... 58

3. Perekonomian Wilayah ... 59

B. Gambaran Umum Kecamatan Alla ... 61

1. Batas Administrasi dan Letak Geografis ... 61

2. Kondisi Demografi ... 65

3. Kondisi Fisik Dasar ... 68

4. Asek Potensi Sektor ... 76

C. Kawasan Agropolitan Belajen ... 78

1. Landasan Kebijakan ... 78

2. Pofil Kota Belajen ... 79

3. Kondisi Demografi ... 79

4. Kondisi Sosial Budaya ... 83

(11)

6. Infrastruktur Agropolitan yang Mendukung Kegiatan Agribisnis 84 D. Analisis Tingkat Pelayanan Infrastruktur Kawaasan Agropolitan

Belajen pada Pusat Kegiatan Agribisnis ... 95

1. Terminal Bongkar Muat ... 96

2. Pasar Agro ... 101

3. Gudang Penyimpanan ... 105

4. Jalan Penghubung Desa-Kota ... 113

E. Keterkaitan Tingkat Pelayanan Infrastruktur Agropolitan dalam Prespektif Islam ... 116

BAB V PENUTUP ... 125

1. Kesimpulan ... 125

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tipologi Kawasan Agropolitan ... 21

Tabel 2.2 Standar Lebar Jalan ... 31

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu ... 32

Tabel 3.1 Rancangan Waktu Penelitian ... 37

Tabel 3.2 Variabel Penelitian ... 43

Tabel 3.3 Skoring Variabel Penelitian ... 44

Tabel 3.4 Skoring Indikator Ketersediaan ... 45

Tabel 3.5 Skoring Indikator Kondisi ... 45

Tabel 3.6 Skoring Indikator Pemanfaatan ... 45

Tabel 3.7 Skoring Indikator Nilai Tambah Petani/Pedagang ... 46

Tabel 3.8 Skoring Indikator Nilai Tambah Konsumen ... 46

Tabel 3.9 Skoring Indikator Ketersediaan ... 46

Tabel 3.10 Skoring Indikator Kondisi ... 47

Tabel 3.11 Skoring Indikator Pemanfaatan ... 47

Tabel 3.12 Skoring Indikator Nilai Tambah Petani/Pedagang ... 47

Tabel 3.13 Skoring Indikator Nilai Tambah Konsumen ... 48

(13)

Tabel 3.15 Skoring Indikator Kondisi ... 48

Tabel 3.16 Skoring Indikator Pemanfaatan ... 49

Tabel 3.17 Skoring Indikator Nilai Tambah Petani/Pedagang ... 49

Tabel 3.18 Skoring Indikator Nilai Tambah Konsumen ... 49

Tabel 3.19 Skoring Lebar Jalan ... 50

Tabel 3.20 Skoring Lapisan Permukaan Jalan ... 50

Tabel 3.21 Skoring Tingkat Kerusakan Jalan ... 51

Tabel 4.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Enrekang Tahun 2016 ... 56

Tabel 4.2 Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Enrekang Tahun 2016... 58

Tabel 4.3 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Enrekang Tahun 2012-2016 . 59 Tabel 4.4 Struktur Ekonomi Kabupaten Enrekang Tahun 2012-2016 ... 60

Tabel 4.5 PDRB Perkapita Kabupaten Enrekang Tahun 2012-2016 ... 61

Tabel 4.6 Luas Desa/Kelurahan di Kecamatan Alla Tahun 2016 ... 62

Tabel 4.7 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Alla Tahun 2012-2016 ... 65

(14)

Tabel 4.11 Banyaknya Curah Hujan menurut Bulan di Kecamatan Alla

Tahun 2016 ... 70

Tabel 4.12 Penggunaan Lahan Kecamatan Alla Tahun 2017 ... 71

Tabel 4.13 Produksi Sektor Pertanian Kecamatan Alla Tahun 2016 ... 76

Tabel 4.14 Produksi Sektor Perkebunan Kecamatan Alla Tahun 2016 ... 77

Tabel 4.15 Produksi Sektor Peternakan Kecamatan Alla Tahun 2016 ... 78

Tabel 4.16 Pertumbuhan Penduduk Kota Belajen Tahun 2012 – 2016 ... 80

Tabel 4.17 Penyebaran Penduduk Kota Belajen Tahun 2016 ... 81

Tabel 4.18 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian Kota Belajen Tahun 2016 ... 82

Tabel 4.19 Jumlah Penduduk menurut Pendidikan Kota Belajen Tahun 2016 ... 82

Tabel 4.20 Jenis dan Lebar Jalan... 93

Tabel 4.21 Kriteria Penilaian Indikator ... 95

Tabel 4.22 Skoring Indikator Ketersediaan Berdasarkan Hasil Penelitian .. 96

Tabel 4.23 Skoring Indikator Kondisi Berdasarkan Hasil Penelitian ... 97

Tabel 4.24 Skoring Indikator Pemanfaatan Berdasarkan Hasil Penelitian .. 98

(15)

Tabel 4.27 Skoring Indikator Ketersediaan Berdasarkan Hasil Penelitian .. 102

Tabel 4.28 Skoring Indikator Kondisi Berdasarkan Hasil Penelitian ... 103

Tabel 4.29 Skoring Indikator Pemanfaatan Berdasarkan Hasil Penelitian .. 104

Tabel 4.30 Skoring Indikator Nilai Tambah Berdasarkan Hasil Penelitian . 105 Tabel 4.31 Rekapitulasi Skoring Tiap Indikator ... 106

Tabel 4.32 Skoring Indikator Kondisi Berdasarkan Hasil Penelitian ... 108

Tabel 4.33 Skoring Indikator Pemanfaatan Berdasarkan Hasil Penelitian .. 109

Tabel 4.34 Rekapitulasi Skoring Tiap Indikator ... 111

Tabel 4.35 Lebar Jalan Eksisting ... 113

Tabel 4.36 Jenis dan Klasifikasi Jalan ... 114

Tabel 4.37 Tingkat Kerusakan Jalan ... 114

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Konsepsi Pengembangan Kawasan Agropolitan ... 19

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian ... 36

Gambar 3. Kerangka Penelitian Penelitian ... 54

Gambar 4. Diagram Persentase Luas Wilayah Kabupaten Enrekang Tahun 2016 ... 56

Gambar 5. Peta Administrasi Kabupaten Enrekang ... 57

Ganbar 6. Diagram Persentase Luas Wilayah Kecamatan Alla Tahun 2016 ... 63

Gambar 7. Peta Administrasi Kecamatan Alla ... 64

Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Penduduk Desa Sumillan Tahun 2012-2016 ... 66

Gambar 9. Diagram Penduduk menurut Jenis Kelamin Kecamatan Alla 2016 ... 68

Gambar 10. Peta Topografi Kecamatan Alla ... 72

Gambar 11. Peta Jenis Tanah Kecamatan Alla ... 73

Gambar 12. Peta Curah Hujan Kecamatan Alla ... 74

Gambar 13. Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Alla ... 75

(17)

Gambar 15. Sub Terminal Agribisnis (STA) Sumillan ... 90

Gambar 16. Gudang Grosir Pedagang/Pengepul ... 91

Gambar 17. Gudang Penyimpanan Pertanian ... 92

Gambar 18. Jalan Penghubung Desa-Kota ... 93

(18)

ABSTRAK

Nama Penulis : Muhammad Multazam Saleh

NIM : 60800113059

Judul Penelitian : Analisis Ketersediaan Infrastruktur Kawasan Perdesaan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Enrekang

Masih kurangnya tingkat pelayanan infrastruktur pertanian pada Kawasan Agropolitan Belajen di Kecamatan Alla sehingga kurang dalam pemanfaatannya yang mengakibatkan kegiatan produksi dan distribusi hasil pertanian belum optimal. Hal ini terlihat dari salah satu sarana yaitu gudang penyimpanan pada Sub Terminal Agribisnis (STA) Sumillan tidak berfungsi untuk menyimpan barang hasil pertanian petani maupun barang pertanian dari pedagang/pengepul. Selain itu, kegiatan pemasaran antara pedagang dengan pembeli dan distributor, serta jual beli hasil pertanian banyak dilakukan di kios/gudang di luar Sub Terminal Agribisnis (STA). Sebagian besar para petani menjual hasil pertaniannya bukan ke Sub Terminal Agribisnis, melainkan menjual hasil pertanian tersebut kepada para pedagang pengumpul maupun distributor yang banyak membuka kios di sentra-sentra produksi pertanian (di luar STA Sumillan) yang telah menjadi pembeli/konsumen tetapnya. Pihak pedagang juga aktif mendatangi para petani di tempat-tempat produksi ketika mendekati masa panen.

Tujuan penelitian ini ialah mengetahui tingkat pelayanan infrastruktur dalam mendukung pengembangan kawasan Agropolitan Belajen di Kabupaten Enrekang. Penelitian ini menggunakan metode analisis skoring dan deskriptif kualitatif berdasarkan hasil kuesioner terhadap masyarakat yang terlibat langsung pada Kawasan Agropolitan Belajen yaitu para petani, pedagang/pengepul, dan konsumen.

Hasil analisis penelitian ini berupa tingkat pelayanan pada infrastruktur yang diteliti. Tingkat pelayanan terminal bongkar adalah baik, tingkat pelayanan pasar agro adalah baik, tingkat pelayanan gudang penyimpanan adalah sedang, dan tingkat pelayanan jalan penghubung adalah sangat baik.

(19)

1

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan salah satu negara agraris dimana 39% penduduknya memiliki mata pencaharian di sektor pertanian (BPS, 2016). Pengembangan wilayah pada kawasan perdesaan harus dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan kawasan perkotaan. Ketidakseimbangan anatara pembangunan di perdesaan dengan pembangunan di perkotaan mengakibatkan teradinya kesenjangan antar wilayah (Adisasmita, 2007 dalam Hermansyah, 2016: 2).

Salah satu strategi pengembangan wilayah perdesaan adalah kawasan agropolitan (Friedman dan Douglas, 1976 dalam Rusida, 2016: 381). Lebih lanjut Adisasmita (2007) dalam Rusida (2016: 381) menyatakan bahwa agropolitan selayaknya menjadi sarana dalam pembangunan kawasan perdesaan untuk menangani kesenjangan antara perdesaan dan perkotaan. Ini dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan kapasitas produksi untuk mencapai total output yang lebih besar dan kesejahteraan yang lebih tinggi bagi seluruh masyarakat.

(20)

perekonomian keuangan, dan fasilitas pendukung lainnya harus disediakan (Saragih, 2015: 28). Sejalan dengan itu, Pradhan (2008) dalam Haeruddin (2015: 57) menyatakan bahwa pembangunan pedesaan hanya dapat berkelanjutan apabila fasilitas sarana dan prasarana yang tersedia dapat menstimilasi serta mendorong aktivitas produksi dan pasar di wilayah pedesaan. Disamping itu, pembangunan pertanian dikatakan berhasil, jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang baik sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani, dari yang kurang baik menjadi lebih baik (Soekartawi, 1996 dalam Rusida, 2016: 382).

Oleh karena itu, pembangunan kawasan perdesaan dengan konsep agropolitan diharapkan dibarengi dengan pembangunan infrastruktur dalam mendukung segala kegiatan pertanian agar dapat mendorong pertumbuhan sektor pertanian yang baik, sehingga dapat menciptakan kehidupan yang sejahtera bagi masyarakat perdesaan. Disamping itu, pelayanan infrastruktur yang sudah ada juga harus diperhatikan, karena tingkat pelayanan infrastruktur akan mempengaruhi segala kegiatan aktivitas produksi dan distribusi pertanian pada kawasan agropolitan tersebut.

(21)

ََوُىَو

َ

يِذَّلا

َ

ََأَشْنَأ

َ

َ تاَّنَج

َ

َ تاَشوُرْعَم

َ

ََرْ يَغَو

َ

َ تاَشوُرْعَم

َ

ََلْخَّنلاَو

َ

ََعْرَّزلاَو

َ

اًفِلَتُْمُ

َ

َُوُلُكُأ

َ

ََنوُتْ يَّزلاَو

َ

ََناَّمُّرلاَو

َ

اًِبِاَشَتُم

َ

ََرْ يَغَو

َ

َ وِباَشَتُم

َ

ۚ

َ

َوُلُك

َُوَّقَحَاوُتآَوََرَْثََأَاَذِإَِهِرََثََْنِمَا

َ

َِهِداَصَحََمْوَ ي

ۚ

َ

ََلَو

َ

اوُفِرْسُت

َ

ۚ

َ

َُوَّنِإ

َ

ََلَ

َُّبُِيُ

َ

ََيِفِرْسُمْلا

۞

Terjemahnya:

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak

berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya yang bermacam-macam itu bila dia berbuah dan tunaikan haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Departemen Agama RI, 2013: 147).

Ayat diatas menjelaskan setiap potensi pertanian yang ada harus digunakan dengan sebaik mungkin. Melalui konsep agropolitan maka segala potensi pertanian tersebut dapat digunakan sebaik mungkin untuk kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat perdesaan. Agropolitan bisa mengantarkan tercapai tujuan akhir menciptakan daerah yang mandiri dan otonom, dan karenanya mengurangi kekuasaan korporasi transnasional atas wilayah lokal (Rustiadi, dkk, 2011: 329).

(22)

Kabupaten Enrekang adalah salah satu kabupaten yang terletak di sebelah utara dari Provinsi Sulawesi Selatan. Kondisi sektor pertanian yang unggul dalam struktur ekonomi Kabupaten Enrekang sehingga sektor pertanian dapat dikembangkan sebagai sektor unggulan yang dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi daerah dengan luas potensi pengembangan pertanian di kabupaten Enrekang mencapai 68.331 Ha, dan yang termanfaatkan sebesar 55.507 Ha. Dengan memperhatikan potensi yang ada seperti luas lahan pertanian, mata pencaharian sebagian besar penduduk adalah petani, serta memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian daerah, tahun 2015 sebesar 42,56% dari PDRB Kabupaten (BPS Kabupaten Enrekang, 2016: 225).

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP) menetapkan Visi Kabupaten Enrekang adalah sebagai daerah agropolitan yang mandiri, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan pada tahun 2028. Sehingga untuk mewujudkan visi tersebut, maka salah satu misi yang akan dilaksanakan yaitu mengembangkan berbagai produk pertanian komoditas unggulan Berbasis Ekonomi Masyarakat dan berorientasi pasar.

(23)

pelayanan sarana dan prasarana yang baik untuk dapat menunjang dan meningkatkan pengembangan kawasan agropolitan.

Namun pada kenyataannya, masih kurangnya tingkat pelayanan infrastruktur pertanian pada Kawasan Agropolitan Belajen di Kecamatan Alla sehingga kurang dalam pemanfaatannya yang mengakibatkan kegiatan produksi dan distribusi hasil pertanian belum optimal. Hal ini terlihat dari kegiatan pemasaran antara pedagang dengan pembeli dan distributor, serta jual beli hasil pertanian banyak dilakukan di kios/gudang di luar Sub Terminal Agribisnis (STA). Sebagian besar para petani menjual hasil pertaniannya bukan ke Sub Terminal Agribisnis, melainkan menjual hasil pertanian tersebut kepada para pedagang pengumpul maupun distributor yang banyak membuka kios di sentra-sentra produksi pertanian (di luar STA Sumillan) yang telah menjadi pembeli/konsumen tetapnya. Pihak pedagang juga aktif mendatangi para petani di tempat-tempat produksi ketika mendekati masa panen.

(24)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditarik suatu rumusan masalah ialah bagaimana tingkat pelayanan infrastruktur pada pusat kegiatan agribisnis kawasan Agropolitan Belajen di Kabupaten Enrekang ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan penelitian ini ialah mengetahui tingkat pelayanan infrastruktur dalam mendukung pengembangan kawasan Agropolitan Belajen di Kabupaten Enrekang

D. Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah, swasta maupun

masyarakat dalam pengembangan kawasan agropolitan kuhusnya di Kabupaten Enrekang.

2. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu bahan perbandingan bagi peneliti lain yang berfokus pada ketersediaan infrastruktur kawasan agropolitan.

E. Ruang Lingkup Pembahasan

1. Ruang Lingkup Wilayah

(25)

wilayah penelitian ini ditetapkan di Kecamatan Alla yang difokuskan pada pusat kegiatan agribisnis kawasan Agropolitan Belajen.

2. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi dititikberatkan pada kajian tigkat pelayanan infrastruktur di pusat kegiatan agribisnis kawasan Agropolitan Belajen di Kecmatan Alla yang meliputi infrastruktur jalan penghubung, terminal bongkar muat, pasar agro, dan gudang penyimpanan berdasarkan presepsi masyarakat.

F. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan penelitian ini dilakukan dengan mengurut data sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kegunaannya, sehingga semua aspek yang dibutuhkan dalam proses selanjutnya terangkum secara sistematis dalam studi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Mengemukakan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan, lingkup pembahasan, dan sistematika pembahasan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

(26)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Mengemukakan tentang lokasi penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, populasi dan sampel, metode analisa, defenisi operasional, dan kerangka pikir.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Membahas tentang gambaran umum Kabupaten Enrekang, gambaran Kecamatan Alla, gambaran Kawasan Agropolitan Belajen. Analisis skoring hasil kuesioner penelitian. Tingkat pelayanan infrastruktur kawasan agropolitan berdasarkan hasil skoring kuesioner.

BAB V : PENUTUP

(27)

9

A. Konsep Wilayah

Konsep nomenklatur wilayah di Indonesia seperti wilayah, kawasan, daerah, regional, area, ruang, dan istilah lainnya banyak dipergunakan dan saling dapat dipertukarkan pengertiannya. Meski demikian, masing-masing istilah memiliki bobot penekanan pemahaman yang berbeda. Istilah wilayah, kawasan dan daerah secara umum dapat disebut wilayah atau region (Rustiadi et al., 2009: 37).

Menurut Glasson (1977) dalam Rustiadi (2009: 37), konsep wilayah dibagi menadi: wilayah homogen, wilayah system/fungsional (interdependensi antara bagian-bagian), dan wilayah perencanaan (koherasi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi). Wilayah nodal dipandang sebagai salah satu bentuk wilayah sistem, sementara dalam konsep wilayah perencanaan terdapat wilayah administratif-politis dan wilayah perencanaan fungsional.

(28)

iklim, dan berbagai faktor lain) dan penyebab artifisial (kemiskinan, suku bangsa, budaya, dan lain-lain) (Rustiadi et al., 2009: 38).

Konsep wilayah fungsional menggunakan prinsip keterkaitan berupa suatu jejaring interkoneksi yang menciptakan wilayah dalam satu kesatuan. Wilayah fungsional sering disebut sebagai wilayah nodal, karena secara umum memiliki suatu pusat yang memiliki fungsi tertentu untuk suatu wilayah yang lebih luas (hinterland). Hubungan fungsional biasanya terlihat dalam bentuk arus, dengan kriteria social ekonomi seperti tenaga kerja, bahan baku, barang dan arus modal (Rustiadi et al., 2009: 38).

Wilayah perencanaan merupakan kombinasi dari wilayah homogen dan fungsional. Dengan demikian, ia tidak selalu berwujud wilayah adminitrastif. Berdasarkan sifat tertentu, baik alamiah maupun non-alamiah, suatu wilayah dapat direncanakan dalam satu kesatuan, misalnya adalah wilayah daerah aliran sungai (DAS) dan perwilayahan komoditas (Rustiadi et al. 2009; Tarigan, 2006: 39).

B. Pengembangan Kawasan

(29)

berkelanjutan, yang keseluruhannya diwadahi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (Nurhana, 2014: 11).

Pengembangan kawasan atau wilayah mengandung pengertian arti yang luas, tetapi pada prinsipnya merupakan berbagai upaya yang dilakukan untuk memperbaiki taraf kesejahteraan hidup pada suatu wilayah tertentu. Alasan mengapa diperlukan upaya pengembangan pada suatu daerah tertentu, biasanya terkait dengan masalah ketidakseimbangan demografi, tingginya biaya produksi, penurunan taraf hidup masyarakat, ketertinggalan pembangunan, atau adanya kebutuhan yang sangat mendesak (Nurhana, 2014: 11).

C. Pengetian Agropolitan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 1 ayat 24 tentang Penataan Ruang, kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri dari satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. Secara harafiah, menurut Rahardjo (2006: 108) agropolitan sebagai “kota di ladang” adalah kota yang berada di tengah (sekitar) ladang atau

sawah yaitu lahan pertanian untuk produksi tanaman pangan (padi dan tanaman pertanian lainnya).

(30)

produksi dari luar untuk memenuhi kebutuhan daerah pertanian). Agropolitan merupakan kota di ladang yang melayani pengembangan daerah pertanian yang menjadi wilayah pangaruhnya dan melayani pemasaran produksi pertanian yang dihasilkan untuk dikirim ke luar daerah (Adisasmita, 2006: 108).

Pengembangan kawasan agropolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian dikawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah (Saragih, 2015: 28).

Pembangunan wilayah dan desa merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dengan tujuan untuk mewujudkan perdesaan yang maju, adil, makmur dan sejahtera. Adapun tujuan dan keberhasilan pembangunan desa diantaranya adalah peningkatan pendapatan masyarakat desa (kesejahteraan masyarakat), pengurangan pengangguran masyarakat desa, penyediaan lapangan kerja di perdesaan, pengurangan kemiskinan masyarakat desa, dan pengurangan kesenjangan antar wilayah.

D. Ciri Kawasan Agropolitan

(31)

1. Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut di dominasi oleh kegiatan pertanian dan atau agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan terintegrasi mulai dari:

a. Sub sistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) yang mencakup: mesin, peralatan pertanian pupuk, dan lain-lain.

b. Sub sistem usaha tani/pertanian primer (on farm agribusiness) yang mencakup usaha: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.

c. Sub sistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) yang meliputi: industri-industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor,

d. Sub sistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian dan pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.

(32)

3. Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis, termasuk didalamnya usaha industry (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agribisnis hulu (sarana pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan. 4. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan sama dengan suasana

kehidupan di perkotaan, karena infrastruktur yang ada di kawasan agropolitan diusahakan tidak jauh berbeda dengan di kota.

E. Faktor-faktor dalam Pembangunan dan Pengembangan Agropolitan

Adisasmita (2006: 110) mengemukakan bahwa untuk mengkaji pembentukan agropolitan dalam menunjang pembangunan pedesaan, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:

1. Penduduk pada agropolitan, (misalnya sekitar 10.000 atau 20.000 jiwa) dan penduduk yang bergerak dalam sektor pertanian (misalnya sekitar 40-50%. 2. Kegiatan pertanian di daerah sekitar agropolitan merupakan lahan produksi

pertanian. Sedangkan di daerah agropolitan dapat berupa pelayanan pemasaran (agribisnis) tetapi dapat pula merupakan kegiatan pengolahan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah (agroindustri).

(33)

4. Fasilitas pasca panen di daerah pertanian adalah mesin perontok pada pada saat panen, lantai penjemuran padi, sedang di agropolitan terdapat penggilingan beras, pengemasan beras dalam kantong (karung), fasilitas perdagangan (pemasaran), perusahaan pengiriman beras antar kota.

5. Dari prasarana irigasi yang tersedia diketahui luas daerah tangkapan air, dan semakin besar kapasitas irigasi semakin luas daerah tangkapan air, dan semakin besar agropolitan demikian sebaliknya. Dalam hubungan ini perlu dibuat klasifikasi untuk kaitan tersebut.

6. Jarak dan luas wilayah lahan produksi pertanian terhadap besaran agropolitannya, hal ini akan terkait dengan prasarana pedesaan (seperti jalan) yang telah tersediadan yang dibutuhkan untuk dibangun pada masa depan. Agropolitan mempunyai radius terhadap wilayah pengaruhnya sejauh 15 km. 7. Jenis komoditas pertanian yang dihasilkan misalnya padi, jagung,

kacangkacangan, sayur-mayur dan buah-buahan. Ciri hasil pertanian yang merupakan andalan perlu diidentifikasi, hal ini diperlukan untuk merumuskan strategi pengembangannya yang menyangkut dengan pembangunan prasarana dan sarana dasar yang dibutuhkan.

(34)

diidentifikasi subordinasinya (sistem pusat) dan arah orientasi pemasarannya secara spasial, sehingga membentuk konfigurasi pusat-pusat yang efektif.

F. Syarat Kawasan Agropolitan

Dalam Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional dan Daerah (Agropolitan), suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan agropolitan harus dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut: Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian khususnya pangan, yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan).

1. Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis khususnya pangan, seperti misalnya: jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi pengolahan hasil pertanian, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial lainnya.

a. Pasar, untuk hasil-hasil pertanian, pasar sarana pertanian, alat dan mesin pertanian, maupun pasar jasa pelayanan termasuk pasar lelang gudang tempat penyimpanan dan prosessing hasil pertanian sebelum dipasarkan. b. Lembaga keuangan (perbankan dan non perbankan) sebagai sumber modal

dan kegiatan agribisnis.

(35)

sentra pembelajaran dan pengembangan agribisnis (SPPA), kelembagaan petani disamping sebagai pusat pembelajaran (pelatihan) juga diharapkan kelembagaan petani/petani maju dengan petani sekitarnya merupakan Inti-Plasma dalam usaha agribisnis.

d. Balai penyuluhan pertanian (BPP) yang berfungsi sebagai klinik, konsultasi agribisnis (KKA) yakni sebagai sumber informasi pemberdayaan masyarakat dalam pengmbangan usaha agribisnis yang lebih menguntungkan dan efesien. Dalam pengembangkan kawasan agropolitan ini, BPP perlu diarahkan menjadi balai penyuluhan pembangunan terpadu dimana BPP ini merupakan basis penyuluhan bagi para penyuluh dan petugas yang terkait dengan pembangunan kawasan agropolitan dan penyuluh swakarsa seperti kontaktani/petani maju, tokoh masyarakat, dan lain-lain.

e. Percobaan/pengkajian teknologi agribisnis, untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang cocok untuk daerah kawasan agropolitan. f. Jaringan jalan yang memadai dan aksesibilitas dengan daerah lainnya serta

sarana irigasi, yang kesemuannya untuk mendukung usaha pertanian (agribisnis) yang efisien.

g. Prasarana dan sarana agribisnis yang terdapat dalam kawasan agropolitan. h. Memiliki prasarana dan sarana umum yang memadai, seperti transportasi,

(36)

i. Memiliki prasarana dan sarana kesejahteraan soaial/masyarakat yang memadai seperti kesehatan, pendidikan, kesenian, rekreasi, perpustakaan, swalayan dan lain-lain.

2. Memiliki sumberdaya manusia yang mau dan berpotensi untuk mengembangkan kawasan agropolitan secara mandiri.

3. Konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara keseluruhan.

G. Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

Konsep pengembangan kawasan agropolitan diperlihatkan dalam bentuk skematis meliputi (Soenarno,2001: 16) :

1. Pusat-pusat kegiatan utama

2. Sebaran kegiatan-kegiatan permukiman dan pertanian 3. Keterkaitan pusat-pusat kegiatan produksi

(37)

Gambar 1. Konsepsi Pengembangan Kawasan Agropolitan

(Sumber: Soenarno 2003)

H. Sistem Kawasan Agropolitan

1. Kawasan lahan pertanian (hinterland)

Berupa kawasan pengolahan dan kegiatan pertanian yang mencakup kegiatan pembenihan, budidaya dan pengelolaan pertanian. Penentuan hinterland berupa kecamatan/desa didasarkan atas jarak capai/radius keterikatan dan ketergantungan kecamatan/desa tersebut pada kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) di bidang ekonomi dan pelayanan lainnya.

2. Kawasan pemukiman

(38)

3. Kawasan pengolahan dan industri

Merupakan kawasan tempat penyeleksian dan pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan dan dikirim ke terminal agribisnis atau pasar, atau diperdagangkan. Dikawasan ini bisa berdiri pergudangan dan industri yang mengolah langsung hasil pertanian menjadi produk jadi.

4. Kawasan pusat prasarana dan pelayanan umum

Yang terdiri dari pasar, kawasan perdagangan, lembaga keuangan, terminal agribisnis dan pusat pelayanan umum lainnya.

5. Keterkaitan antara kawasan sentra produksi pangan (agropolitan) dengan kawasan lainnya, misalnya; kawasan permukiman, kawasan industri, dan kawasan konservasi alam.

I. Cakupan Wilayah Kawasan Agropolitan

Suatu wilayah atau kawasan agropolitan bisa dipetakan berdasarkan potens sektor unggulan suatu usaha pertanian dari wilayah tersebut. Cakupan wilayah kawasan agropolitan terbagi atas tipologi pertanian:

1. Sektor usaha pertanian tanaman pangan 2. Sektor usaha pertanian hortikultura 3. Sektor usaha perkebunan

(39)

8. Kawasan hutan wisata konservasi alam

J. Tipologi Kawasan

Kawasan sentra produksi pangan memiliki tipologi kawasan sesuai klasifikasi sektor usaha pertanian dan agribisnisnya masing-masing, adapun tipologi kawasan tersebut tersaji dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2.1 Tipologi Kawasan Agropolitan

No. Sektor Usaha

Pertanian Tipologi Kawasan Persyaratan Agroklimat

1

Tanaman Pangan Dataran rendah dan dataran tinggi, dengan tekstur lahan yang datar, memiliki sarana pengairan (irigasi) yang memadai.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang

dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

2

Hortikultura Dataran rendah dan dataran tinggi, dengan tekstur lahan datar dan berbukit, dan tersedia sumber air yang memadai.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang

dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

3

Perkebunan Dataran tinggi, dengan tekstur lahan berbukit, dekat dengan kawasan konservasi alam.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang

dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

4

Peternakan Dekat kawasan pertanian dan perkebunan, dengan sistem sanitasi yang memadai.

Lokasi tidak boleh berada dipermukiman dan memperhatikan aspek adaptasi lingkungan.

5

Perikanan Darat Terletak pada kolam perikanan darat, tambak, danau alam dan danau buatan, daerah aliran sungai baik dalam bentuk keramba maupun tangkapan alam.

(40)

No. Sektor Usaha

Pertanian Tipologi Kawasan Persyaratan Agroklimat

6

Perikanan laut Daerah pesisir pantai hingga lautan dalam hingga batas wilayah zona. ekonomi ekslusif perairan NKRI.

Memperhatikan aspek keseimbangan ekologi dan tidak merusak ekosistem lingkungan yang ada.

7

Agrowisata pengembangan usaha pertanian dan perkebunan yang disamping tetap berproduksi dikembangkan menjadi kawasan wisata alam tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai lahan pertanian produktif.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang

dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

8

Hutan Wisata Konservasi Alam

kawasan hutan lindung dikawasan tanah milik negara, kawasan ini biasanya berbatasan langsung dengan kawasan lahan pertanian dan perkebunan dengan tanda batas wilayah yang jelas.

Sesuai dengan

karakteristik lingkungan alam wilayah konservasi hutan setempat.

Sumber : Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional dan Daerah (Agropolitan)

K. Infrastruktur

Infrastruktur penunjang diarahkan untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh pada kawasan sentra produksi pangan (agropolitan), yang meliputi:

1. Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness) untuk menunjang kelancaran aliran barang masuk dari kota ke kawasan sentra produksi pangan dan sebaliknya, seperti : bibit, benih, mesin dan peralatan pertanian, pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak dll. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa:

(41)

b. Gudang penyimpanan Saprotan (sarana produksi pertanian) c. Tempat bongkar muat Saprotan

2. Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem usaha tani/pertanian primer (on-farm agribusiness) untuk peningkatan produksi usaha budi-daya pertanian: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa:

a. Jalan usaha tani (farm road) dari desa pusat ke desa hinterland maupun antar desa hinterland yang menjadi pemasok hasil pertanian.

b. Penyediaan sarana air baku melalui pembuatan sarana irigasi untuk mengairi dan menyirami lahan pertanian.

c. Dermaga, tempat pendaratan kapal penangkap ikan, dan tambatan perahu pada kawasan budi daya perikanan tangkapan, baik di danau ataupun di laut.

d. Sub terminal pengumpul pada desa-desa yang menjadi hinterland

3. Dukungan sarana dan prasarana untuk mendukung subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) berupa industri-industri pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan sehingga mendapat nilai tambah. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa:

(42)

b. Gudang penyimpanan hasil pertanian, termasuk didalamnya sarana pengawetan/pendinginan (cold storage).

c. Sarana pengolahan hasil pertanian seperti: tempat penggilingan, tempat pengemasan, rumah potong hewan, tempat pencucian dan sortir hasil pertanian, sarana industri-industri rumah tangga termasuk food service, seperti: pembuatan kripik, dodol, jus, bubuk/tepung, produk segar supermarket, aero catering, dan lain-lain.

d. Sarana pemasaran dan perdagangan hasil pertanian seperti: pasar tradisional, kios cendramata, pasar hewan, tempat pelelangan ikan, dan terminal agribisnis.

e. Terminal, pelataran, tempat parkir serta bongkar muat barang, termasuk sub terminal agribisnis (STA).

f. Sarana promosi dan pusat informasi pengembangan agribisnis

g. Sarana kelembagaan dan perekonomian seperti bangunan koperasi usaha bersama (KUB), perbankan, balai pendidikan dan pelatihan agribisnis.

h. Jalan antar desa-kota, jalan antar desa, jalan poros desa dan jalan lingkar desa yang menghubungkan beberapa desa hinterland.

(43)

L. Arah Pengembangan Kawasan Agropolitan

Nurhana (2014: 32), untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pengembangan kawasan agropolitan maka arah pengembangan agropolitan adalah sebagai berikut:

1. Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis didalamnya termasuk peningkatan kualitas pengusaha (petani dan aparatur), sehingga mampu memanfaatkan potensi/peluang ekonomi yang ada di perdesaan.

2. Meningkatan komoditas unggulan lokalitas yang saling mendukung dan menguatkan termasuk usaha industri kecil.

3. Pengolahan hasil, jasa pemasaran dan agrowisata dengan mengoptimalkan manfaat sumberdaya alam, secara efisien dan ekonomis sehingga tidak ada limbah yang terbuang atau yang tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat (usaha pertanian terpadu tanpa limbah).

4. Menjamin tersedianya sarana produksi dan permodalan pertanian dengan enam tepat (jumlah, kualitas, jenis, waktu, harga dan lokasi).

5. Pengembangan Kelembagaan Petani sebagai sentra pembelajaran dan pengembangan agribisnis.

6. Pengembangan lembaga keuangan termasuk Lembaga Keuangan Mikro. 7. Pengembangan kelembagaan penyuluhan pertanian menjadi Balai Penyuluhan

Pembangunan Terpadu.

(44)

9. Peningkatan perdagangan/pemasaran termasuk pengembangan terminal/sub terminal agribisnis dan pusat lelang hasil pertanian.

10.Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana umum yang bersifat sinergis.

11.Pengembangan pendidikan pertanian untuk generasi muda.

12.Pengembangan percobaan/pengkajian teknologi tepat guna yang sesuai kondisi lokalitas.

M.Pengertian Agribisnis

Definisi mengenai agribisnis diberikan oleh pencetus awal istilah agribisnis yaitu Davis dan Goldberg (1957) dalam Maruli (2013) “Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and distribution of farm

supplies; production activities on the farm; and storage, processing and

distribution of commodities and items made from them“ (jumlah total dari semua operasi yang terlibat dalam pembuatan dan distribusi pasokan pertanian; operasi produksi di pertanian, dan penyimpanan, pengolahan, dan distribusi komoditas pertanian dan barang yang terbuat dari mereka.). Definisi inilah yang sekarang sering digunakan dalam literatur manajemen agribisnis.

(45)

subsistem agribisnis hilir, susbistem jasa penunjang agribisnis) yang terkait langsung dengan pertanian.

Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan : (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis melingkupi sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian dari sektor industri. Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional (Sumodiningrat dalam Maruli, 2013).

N. Klasifikasi Jalan

Sistem transportasi akan mempengaruhi terhadap pola perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah. Untuk analisa jalan yaitu mengenai fungsi jalan dan volumenya kondisi saat ini disesuaikan dengan klasifikasi jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, yakni dibedakan menjadi:

1. Menurut fungsi jalannya terbagi atas: a. Arteri Primer

(46)

 Di desain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.  Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas

rata-rata.

 Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas rata-rata.  Jumlah jalan masuk ke arteri primer dibatasi secara efisien dan di

desain sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud diatas masih tetap terpenuhi.

 Persimpangan pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan.

 Tidak terputus walaupun memasuki kota. b. Arteri Sekunder

Menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder I atau menghubungkan kawasan sekunder I dengan kawasan sekunder II. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam, Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Lalu lintas tidak terganggu, Persimpangan dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan.

c. Kolektor Primer

(47)

kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan. Tidak terputus walaupun memasuki kota. Apabila terdapat dua atau lebih jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota Kabupaten/Kotamadya atau antar ibukota Kabupaten/Kotamadya maka pada dasarnya hanya satu yang ditetapkan statusnya sebagai jalan propinsi.

d. Kolektor Sekunder

Menghubungkan kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder II atau menghubungkan kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder III. Didesain berdasarkan kecepatan rencana yang paling rendah 20 km/jam. e. Lokal Primer

Menghubungkan kota jenjang ke satu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga. Didesain berdasarkan kecepatan rencana yang paling rendah 20 km/jam dengan lebar paling rendah 6,5 m.

f. Lokal Sekunder

(48)

2. Menurut Kelas Jalan

Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Adapun kelas-kelas jalan tersebut terdiri dari :

a. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton.

b. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 ton.

c. Jalan Kelas IIIA, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.

(49)

ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.

e. Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton.

O. Standar Lebar Jalan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, lebar minimal jalan dibedakan berdasarkan fungsinya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Standar Lebar Jalan

No. Klasifikasi Lebar Minimum (m) Kecepatan (Km/jam) Badan Jalan Bahu Jalan

1 Arteri Primer 7 4 60

2 Arteri Sekunder 7 4 30

3 Kolektor Primer 6 3 40

4 Kolektor Sekunder 6 3 20

5 Lokal Primer 5,5 1 20

6 Lokal Sekunder 4,5 2 10

(50)

32

Originalitas penelitian dimaksudkan untuk membandingkan antara penilitian terdahulu dengan penelitian ini. Adapun beberapa penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Penulis Rumusan Masalah Metode Analisis Kesimpulan 1 Arahan

Pengembangan Kawasan Agropolitan Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang

Nurhana, ST 1. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang sebagai Kawasan Agropolitan?

2. Bagaimana strategi pengembangan kawasan agropolitan Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang?

Analisis Skoring dan Pembobotan Analisis SWOT

Ketersediaan sarana dan prasarana di Kecamatan Alla Kabupaten Enrekang sebagai kawasan agropolitan yaitu 56,6 % dengan kategori cukup baik. Rekomedasi yang diberikan yaitu pengembangan sarana dan prasarana penunang kawasan pertanian.

2 Kebutuhan Prasarana Dan Sarana Untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan Modayag Di Kabupaten Bolaang

Ni Luh Ratih Padmini, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.UrbHabMgt,Ph.D, Suryadi Supardj, ST, MSi

1. Apa Komoditi unggulan yang terdapat pada kawasan agropolitan modayang?

2. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana kawasan agropolitan modayang?

Analisis LQ Analisi deskriptif Kuantitatif

Komoditi yang pertanian yang ada di Kecamatan Modayag dan Modayag Barat adalah Komoditi Tanaman pangan, Komoditi perkebunan, Peternakan,

(51)

33

Timur setiap tahunnya

Berdasarkan hasil analisis, kebutuhan prasarana dan sarana pendukung perkembangan agropolitan Modayag sudah memadai. Hal ini

ditunjukkan dengan tersedianya prasarana dan sarana di kawasan agropolitan

Modayag berupa jalan, drainase, air

bersih, jaringan telepon, jaringan listrik,

sanitasi, fasilitas pengolahan dan pasca panen, Fasilitas pemasaran, fasilitas produksi.

3 Studi

Ketersediaan dan Kebutuhan Sarana dan Prasarana Dasar

Hilman Setiawan, ST 1. Bagaimana tingkat ketersediaan sarana dan prasarana dasar permukiman nelayan di Kelurahan Untia?

2. Bagaimana kebutuhan sarana

(52)

34

Nelayan di Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar

nelayan di Kelurahan Untia? masih belum memadai sebagai Kawasan Permukiman Nelayan. Kondisi ini terjadi karena terdapat beberapa sarana dan prasarana dengan tingkat ketersediaan yang buruk atau belum memadai seperti TPI, pasar, jaringan air limbah, kanal, jaringan drainase, dan dermaga. 2. Kebutuhan sarana Permukiman Nelayan di Kelurahan Untia yang belum ada seperti TPI dan Pasar serta system aringan air limbah.

(53)
(54)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang. Penelitian ini dilakukan pada wilayah yang menjadi pusat kegiatan agribisnis Kawasan Agropolitan Belajen di Kabupaten Enrekang.

(55)

37

Agustus Tahun 2017 dan berakhir pada minggu kedua bulan Januari Tahun 2017. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Rancangan Waktu Penelitian

No Kegiatan Agustus September Oktober November Desember Januari

I II III IV I II II IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1 Pengajuan judul 2 Penyusunan proposal 3 Seminar proposal 4 Persiapan penelitian 5 Pengumpulan data 6 Pengolahan data 7 Penyusunan laporan 8 Seminar hasil

(56)

B. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua), yaitu: a. Data kualitatif yaitu data yang berbentuk bukan angka atau menjelaskan secara deskriptif yaitu data terkait presepsi masyarakat menyangkut penelitian ini.

b. Data kuantitatif yaitu data yang menjelaskan kondisi lokasi penelitian dengan tabulasi angka yang dapat dikalkulasikan untuk mengetahui bobot yang diinginkan. Data Kuantitatif yang dimaksud adalah :

1)Data demografi, seperti jumlah penduduk, jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan, jumlah penduduk menurut mata pencaharian, jumlah pendapatan penduduk, jumlah penduduk menurut agama.

2)Data kondisi fisik kawasan, yang mencakup letak geografis, kondisi topografi, kelerengan, dan hidrologi.

3)Data pola penggunaan lahan Kecamatan Alla.

4)Data ketersediaan infrastruktur agropolitan, seperti jumlah terminal bongkar muat, gudang penyimpanan, jalan, dan pasar agro.

2. Sumber Data

(57)

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil observasi lapangan seperti data yang diperoleh dari responden yang di pilih untuk Wawancara secara mendalam dan observasi langsung di lapangan. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kualitatif obyek Penelitian. Jenis data yang dimaksud meliputi :

1)Data sebaran infrastruktur agropolitan, seperti jumlah sebaran sarana terminal bongkar muat, gudang penyimpanan, jalan, dan pasar agro yang bersumber dari pengamatan observasi.

2)Data kondisi infrastruktur agropolittan yang ada di lokasi penelitian bersumber dari sebaran angket (kuesioner) yang diberikan kepada responden yang berada di lokasi penelitian.

b. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari dinas/instansi ataupun lembaga-lembaga terkait. Seperti :

1)Data demografi, seperti jumlah penduduk, jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan, jumlah penduduk menurut mata pencaharian, jumlah pendapatan penduduk, jumlah penduduk menurut agama bersumber dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS), kantor Kecamatan Alla, Kantor Lurah/Desa dan kantor BAPPEDA Kabupaten Enrekang. 2)Data sebaran sarana dan prasarana, seperti jumlah sebaran sarana

(58)

bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), kantor Kecamatan Alla dan kantor Lurah/Desa.

3)Data kondisi fisik kawasan, yang mencakup letak geografis, kondisi topografi, kelerengan, geologi dan hidrologi bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), kantor Kecamatan Alla dan kantor/Desa.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Wawancara

Metode ini dilakukan dengan cara wawancara dan diskusi langsung dengan stakeholder masyarakat di lokasi penelitian, yaitu berupa data primer sebagai pendukung data yang bersumber dari angket/kuesioner.

2. Metode Observasi

Observasi lapangan yaitu suatu teknik penyaringan data melalui pengamatan langsung di lapangan secara sistematika mengenai fenomena yang diteliti, yaitu berupa semua data primer pada penilitan ini.

3. Metode Instansional

(59)

4. Sebaran angket (kuesioner), yaitu cara pengumpulan data dengan jalan membuat daftar pertanyaan tertulis kepada responden untuk diisi sendiri oleh responden secara tertulis pula.

5. Data Dokumentasi, untuk melengkapi data maka kita memerlukan informasi dari data dokumentasi yang ada hubungannya dengan obyek yang menjadi studi. Caranya yaitu dengan cara mengambil gambar (dokumentasi foto.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(60)

2. Sampel

Penarikan atau pembuatan sampel dari populasi untuk mewakili populasi disebabkan untuk mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi. Arikunto (2010) dalam Ridiansah (2013: 38) mengatakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Selanjutnya menurut Sugiyono (2010: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

(61)

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan sebanyak 35 orang untuk masing-masing populasi yaitu para petani, pedagang dan konsumen. Jadi jumlah keseluruhan sampel yaitu sebanyak 105 orang.

E. Variabel Penelitian

Penentuan variabel pada penelitian ini didasarkan pada Pedoman Agropolitan yang dikeluarkan oleh Kementrian Pertanian terkait jenis infrastruktur pada pusat kegiatan agribisnis kawasan Agropolitan. Adapun variabel yang digunakan dalam studi ini ini dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Variabel Penelitian

No Variabel Penelitian Indikator Penelitian

1. Terminal Bongkar Muat a.Ketersediaan b.Kondisi c.Pemanfaatan d.Nilai Tambah

2. Pasar Agro a. Ketersediaan

b.Kondisi c.Pemanfaatan d.Nilai Tambah 3. Gudang Penyimpanan a. Ketersediaan

b.Kondisi c.Pemanfaatan d.Nilai Tambah 4. Jalan Penghubung a. Lebar Jalan

b.Jenis Konstruksi Jalan c. Tingkat Kerusakan Jalan

Sumber: Hasil olah pustaka Tahun 2017

F. Metode Analisis

(62)

kualitatif. Analisis Skoring adalah teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkat pelayanan insrastruktur pada pusat kegiatan agribisnis Kawasan Agropolitan Belajen Kabupaten Enrekang.

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, dilakukan pemberian skor setiap indikator pada masing-masing variabel dengan menggunakan rumus index % (Hilman, 2014), kemudian setiap indikator tersebut dirata-ratakan untuk mengetahui tingkat pelayanan infrastruktur agribisnis Kawasan Agropolitan Belajen.

Rumus Index % = X/Y x 100 X = total skor indikator Y = total skor tertinggi

Adapun kriteria dari metode pembobotan ketersediaan infrastruktur di wilayah tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3 Skoring Variabel Penelitian

No. Kriteria Interval Skor

1 Sangat Baik 80-100 %

2 Baik 60-79 %

3 Sedang 40-59 %

4 Buruk 20-39 %

5 Sangat Buruk 0-19 %

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

1. Terminal Bongkar Muat

(63)

Tabel 3.4 Skoring pada Indikator Ketersediaan

No. Kriteria Skor

1 Terdapat sarana dan aksisibilitas yang baik 5 2 Terdapat sarana tetapi aksisibilitas yang kurang baik 4 3 Terdapat sarana tetapi belum berfungsi keseluruhan 3

4 Sarana masih sementara dibangun 2

5 Tidak terdapat sarana 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

Untuk pemberian skoring pada variabel terminal bongkar muat dengan indikator kondisi dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5 Skoring pada Indikator Kondisi

No. Kriteria Skor

1 Sampel menyatakan kondisi sarana sangat baik 5 2 Sampel menyatakan kondisi sarana baik 4 3 Sampel menyatakan kondisi sarana sedang 3 4 Sampel menyatakan kondisi sarana buruk 2 5 Sampel menyatakan kondisi sarana sangat buruk 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

Untuk pemberian skoring pada variabel terminal bongkar muat dengan indikator pemanfaatan dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6 Skoring pada Indikator Pemanfaatan

No. Kriteria Skor

1 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sangat baik 5 2 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan baik 4 3 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sedang 3 4 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan buruk 2 5 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sangat buruk 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

(64)

populasi konsumen. Untuk populasi petani/pedagang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.7 Skoring pada Indikator Nilai Tambah Petani/Pedagang

No. Kriteria Skor

1 Jika keberadaan sarana sangat meningakatkan penghasilan 5 2 Jika keberadaan sarana meningakatkan penghasilan 4 3 Jika keberadaan sarana tidak mempengaruhi penghasilan 3 4 Jika keberadaan sarana menurunkan penghasilan 2 5 Jika keberadaan sarana sangat menurunkan penghasilan 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

Sedangakan untuk populasi konsumen dapat dilihat pada tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8 Skoring pada Indikator Nilai Tambah Konsumen

No. Kriteria Skor

1 Jika keberadaan sarana sangat memenuhi kebutuhan 5 2 Jika keberadaan sarana memenuhi kebutuhan 4 3 Jika keberadaan sarana tidak mempengaruhi kebutuhan 3 4 Jika keberadaan sarana tidak memenuhi kebutuhan 2 5 Jika keberadaan sarana sangat tidak memenuhi kebutuhan 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

2. Pasar Agro

Untuk pemberian skoring pada variabel pasar agro dengan indikator ketersediaan dapat dilihat pada tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9 Skoring pada Indikator Ketersediaan

No. Kriteria Skor

1 Terdapat sarana dan aksisibilitas yang baik 5 2 Terdapat sarana tetapi aksisibilitas yang kurang baik 4 3 Terdapat sarana tetapi belum berfungsi keseluruhan 3

4 Sarana masih sementara dibangun 2

5 Tidak terdapat sarana 1

(65)

Untuk pemberian skoring pada variabel pasar agro dengan indikator kondisi dapat dilihat pada tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10 Skoring pada Indikator Kondisi

No. Kriteria Skor

1 Sampel menyatakan kondisi sarana sangat baik 5 2 Sampel menyatakan kondisi sarana baik 4 3 Sampel menyatakan kondisi sarana sedang 3 4 Sampel menyatakan kondisi sarana buruk 2 5 Sampel menyatakan kondisi sarana sangat buruk 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

Untuk pemberian skoring pada variabel pasar agro dengan indikator pemanfaatan dapat dilihat pada tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.11 Skoring pada Indikator Pemanfaatan

No. Kriteria Skor

1 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sangat baik 5 2 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan baik 4 3 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sedang 3 4 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan buruk 2 5 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sangat buruk 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

Untuk pemberian skoring dengan indikator nilai tambah pada variabel pasar agro dipisahakan antara populasi petani/pedagang dengan populasi konsumen. Untuk populasi petani/pedagang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.12 Skoring pada Indikator Nilai Tambah Petani/Pedagang

No. Kriteria Skor

1 Jika keberadaan sarana sangat meningakatkan penghasilan 5 2 Jika keberadaan sarana meningakatkan penghasilan 4 3 Jika keberadaan sarana tidak mempengaruhi penghasilan 3 4 Jika keberadaan sarana menurunkan penghasilan 2 5 Jika keberadaan sarana sangat menurunkan penghasilan 1

(66)

Sedangakan untuk populasi konsumen dapat dilihat pada tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.13 Skoring pada Indikator Nilai Tambah Konsumen

No. Kriteria Skor

1 Jika keberadaan sarana sangat memenuhi kebutuhan 5 2 Jika keberadaan sarana memenuhi kebutuhan 4 3 Jika keberadaan sarana tidak mempengaruhi kebutuhan 3 4 Jika keberadaan sarana tidak memenuhi kebutuhan 2 5 Jika keberadaan sarana sangat tidak memenuhi kebutuhan 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

3. Gudang Penyimpanan

Untuk pemberian skoring pada variabel gudang penyimpanan dengan indikator ketersediaan dapat dilihat pada tabel 3.14 berikut:

Tabel 3.14 Skoring pada Indikator Ketersediaan

No. Kriteria Skor

1 Terdapat sarana dan aksisibilitas yang baik 5 2 Terdapat sarana tetapi aksisibilitas yang kurang baik 4 3 Terdapat sarana tetapi belum berfungsi keseluruhan 3

4 Sarana masih sementara dibangun 2

5 Tidak terdapat sarana 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

Untuk pemberian skoring pada variabel gudang penyimpanan dengan indikator kondisi dapat dilihat pada tabel 3.15 berikut:

Tabel 3.15 Skoring pada Indikator Kondisi

No. Kriteria Skor

1 Sampel menyatakan kondisi sarana sangat baik 5 2 Sampel menyatakan kondisi sarana baik 4 3 Sampel menyatakan kondisi sarana sedang 3 4 Sampel menyatakan kondisi sarana buruk 2 5 Sampel menyatakan kondisi sarana sangat buruk 1

(67)

Untuk pemberian skoring pada variabel gudang penyimpanan dengan indikator pemanfaatan dapat dilihat pada tabel 3.16 berikut:

Tabel 3.16 Skoring pada Indikator Pemanfaatan

No. Kriteria Skor

1 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sangat baik 5 2 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan baik 4 3 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sedang 3 4 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan buruk 2 5 Sampel menyatakan sarana difungsikan dengan sangat buruk 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

Untuk pemberian skoring dengan indikator nilai tambah pada variabel gudang penyimpanan dipisahakan antara populasi petani/pedagang dengan populasi konsumen. Untuk populasi petani/pedagang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.17 Skoring pada Indikator Nilai Tambah Petani/Pedagang

No. Kriteria Skor

1 Jika keberadaan sarana sangat mengawetkan/menjaga kualitas 5 2 Jika keberadaan sarana mengawetkan/menjaga kualitas 4 3 Jika keberadaan sarana tidak mempengaruhi 3 4 Jika keberadaan sarana menurunkan kualitas 2 5 Jika keberadaan sarana sangat menurunkan kualitas 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

Sedangakan untuk populasi konsumen dapat dilihat pada tabel 3.18 berikut:

Tabel 3.18 Skoring pada Indikator Nilai Tambah Konsumen

No. Kriteria Skor

1 Jika keberadaan sarana sangat memenuhi kebutuhan 5 2 Jika keberadaan sarana memenuhi kebutuhan 4 3 Jika keberadaan sarana tidak mempengaruhi kebutuhan 3 4 Jika keberadaan sarana tidak memenuhi kebutuhan 2 5 Jika keberadaan sarana sangat tidak memenuhi kebutuhan 1

(68)

4. Jalan Penghubung

Sasaran pembobotan lebar, jenis lapisan permukaan jalan, dan tingkat kerusakan jalan dapat dilihat pada tabel berikut.

a. lebar jalan sesuai dengan klasifikasinya diukur dengan kategori. Untuk pemberian skoring pada indikator lebar jalan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.19 Skoring Lebar Jalan

No. Kriteria Skor

1 Apabila lebar jalan sesuai dengan standar 5 2 Apabila lebar jalan kurang 1 meter sesuai dengan standar 4 3 Apabila lebar jalan kurang 2 meter sesuai dengan standar 3 4 Apabila lebar jalan kurang 3 meter sesuai dengan standar 2 5 Apabila lebar jalan kurang >4 meter sesuai dengan standar 1

Sumber: Hasil Olah Pustaka Tahun 2017

b. Lapisan permukaan jalan, diukur dengan kategori. Untuk pemberian skoring pada indikator jenis jalan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.20 Skoring Lapisan Permukaan Jalan

No. Kriteria Skor

1 Apabila permukaan jalan diperkeras dengan aspal/beton mencapai > 80%

5

2 Apabila permukaan jalan diperkeras dengan aspal/beton dikisaran 60 – 80%

4

3 Apabila permukaan jalan diperkeras dengan aspal/beton dikisaran 40 – 60%

3

4 Apabila permukaan jalan diperkeras dengan aspal/beton dikisaran 20 – 40%

2

5 Apabila permuka

Gambar

Gambar 1. Konsepsi Pengembangan Kawasan Agropolitan
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 3.6 Skoring pada Indikator Pemanfaatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Informasi nilai belajar siswa yang berupa nilai siswa ( baik nilai tugas, ulangan harian, uts, uas dan nilai raport, pengelolaan nilai siswa ini hanya

Pada Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan untuk semua golongan pendidikan mengalami kenaikan jika dibandingkan keadaan

Pemberian penghargaan (reward) berdasarkan kinerja dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku karyawan, kepuasan kerja bagi karyawan, dan kemampuan organisasi

a) Peserta didik terlatih untuk mempertanggungjawabkan jawaban yang diberikan.. c) Mengembangkan dan melatih keterampilan fisik dalam berbagai bidang. d) Merencanakan

Selain itu, juga terdapat pesan nasionalisme yang terlihat dalam scene film, saat Fang Yin dinasehati oleh papa mamanya untuk kembali ke Indonesia dengan alasan bahwa bagaimana

SISTEM DTMF SEBAGAI PENGENDALI JARAK JAUH PADA RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS ALAT PENGHANCUR SAMPAH ORGANIK PENGHASIL PUPUK PADAT.. (2016 : xvii + 65halaman + 46gambar

Harga sebuah hunian pada sebuah apartemen sangatlah bervariasi, selain dari yang disebutkan di atas, harga dari sebuah hunian juga tergantung pada ketinggian (hunian yang berada

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 50 responden tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD)