• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP GILLNET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USAHA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP GILLNET"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

PENANGKAPAN IKAN PELAGIS

DENGAN ALAT TANGKAP GILLNET

(2)

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

PENANGKAPAN IKAN PELAGIS

DENGAN ALAT TANGKAP GILLNET

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Buku Pola Pembiayaan Usaha Penangkapan Ikan Pelagis dengan Alat Tangkap Gillnet ini mampu diselesaikan. Penyusunan buku ini dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), terutama untuk menyediakan informasi baik bagi perbankan, UMKM pengusaha maupun calon pengusaha yang berminat mengembangkan usaha tersebut. Informasi pola pembiayaan disajikan juga dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (www.bi.go.id).

Buku Pola Pembiayaan Usaha Penangkapan Ikan Pelagis dengan Alat Tangkap Gillnet mengambil sampel di kampung nelayan Muara Angke dan Muara Baru, Jakarta Utara. Penyusunan buku dilakukan melalui survei langsung ke lapangan dan in depth interview terhadap produsen otak-otak dan kaki naga, wawancara dan diskusi dengan dinas/instansi terkait serta dengan pihak perbankan.

Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dan saran dari banyak pihak antara lain PT. Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero), Bukopin, Bank Niaga, Bank Permata, Bank Panin, Bank Internasional Indonesia, Bank Danamon serta narasumber yang terkait baik asosiasi maupun perorangan. Atas sumbang pikir dan bantuan kelancaran penyusunan buku pola pembiayaan Pengolahan Ikan Berbasis Fish Jelly Product, Bank Indonesia cq Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (BUMKM - DKBU) menyampaikan terimakasih.

Sedangkan bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukkan bagi penyempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi: Biro Pengembangan UMKM - Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia dengan alamat:

Gedung Tipikal (TP), Lt. V

Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110

Telp: (021) 381-8581, Fax: (021) 351 – 8951 Email: Bteknis_PUKM@bi.go.id

Akhir kata, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan UMKM.

Jakarta, Mei 2008 Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

(4)

RINGKASAN EKSEKUTIF

USAHA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DENGAN ALAT TANGKAP GILLNET

No UNSUR PEMBINAAN URAIAN

1 Jenis Usaha Penangkapan Ikan Pelagis dengan Alat Tangkap Gillnet

2 Jumlah dana yang dibutuhkan: Biaya Investasi : Rp 61.000.000,– Biaya Modal Kerja : Rp 600.000,– Total Biaya : Rp 61.000.000,– 3 Sumber Dana Kredit dari Bank : Rp 43.120.000,–

Dana Sendiri : Rp 18.480.000,– 4 Plafon Kredit Kredit Investasi : Rp 42.700.000,–

Kredit Modal Kerja : Rp 420.000,– 5 Jangka Waktu Kredit Kredit Investasi : 2 tahun

Kredit Modal Kerja : 1 tahun

6 Suku Bunga 15%

7 Periode Pembayaran Kredit Angsuran pokok dan bunga kredit dibayarkan tiap bulan 8 Pola Usaha a. Periode Proyek b. Skala Usaha c. Siklus Usaha d. Tingkat Teknologi e. Ikan yang ditangkap f. Pemasaran Produk

5 tahun

22.920 kg ikan per tahun - 20.640 kg ikan (musim ikan) - 2.280 kg ikan (musim paceklik) Satu kali trip sampai penjualan Semi-mekanis

Tongkol, cakalang, tuna

Dilelang di TPI, dijual langsung ke pedagang besar 9 Kriteria Kelayakan Usaha

Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) PBP (Kredit) BEP Rata-rata Total Penjualan Rata-rata Produksi Penilaian 1,63 Rp. 38,773,513,- 39,69% 2,53 tahun 1,46 tahun Rp. 247,910,916,– per tahun Rp. 123.669.000,– per tahun 22.920 kg ikan per tahun Layak dilaksanakan 10 Analisis Sensitivitas

(1) Dari sisi pendapatan a. Penjualan turun 9% Net B/C

NPV

1,02

(5)

No UNSUR PEMBINAAN URAIAN IRR PBP (Usaha) PBP (Kredit) Penilaian 16,01% 3,72 tahun 2,34 tahun Layak dilaksanakan b. Penjualan turun 10% Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) PBP (Kredit) Penilaian 0.96 Rp. -2,682,254 13,12% 3,56 tahun 2,51 tahun

Tidak layak dilaksanakan (2) Dari sisi kenaikan biaya operasional

a. Biaya operasional naik 11% Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) PBP (Kredit) Penilaian 1,02 Rp. 1,051,463 15,73% 3,70 tahun 2,36 tahun Layak dilaksanakan b. Biaya operasional naik 12%

Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) PBP (Kredit) Penilaian 0.95 Rp. -2,845,443 13.00% 3,56 tahun 2,52 tahun

Tidak Layak dilaksanakan (3) Dari sisi pendapatan dan biaya

operasional

a. Pendapatan turun 5% dan biaya operasional naik 5% Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) PBP (Kredit) Penilaian 1,03 Rp. 1,982,173 16.37% 3,75 tahun 2,32 tahun Layak dilaksanakan b. Pendapatan turun 6% dan biaya

operasional naik 6% Net B/C NPV IRR PBP (Usaha) PBP (Kredit) Penilaian 00,91 Rp. -5,581,160 11.04% 3,46 tahun 2,64 tahun

(6)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ………...………...… i RINGKASAN EKSEKUTIF ………....……… ii DAFTAR ISI ……….. iv DAFTAR TABEL ………..…. vi

DAFTAR GAMBAR ……….. vii

BAB I PENDAHULUAN ...……….…………. 1

BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN ... 3

2.1 Profil Usaha ... 3

2.2 Pola Pembiayaan ………... 4

BAB III ASPEK TEKNIK PRODUKSI ... 7

3.1 Daerah Penangkapan Ikan ……….……… 7

3.2 Unit Penangkapan Ikan ……….. 8

3.2.1 Kapal ………... 8

3.2.2 Jaring ………. 10

3.2.3 Peralatan Penunjang ……… 12

3.3 Kebutuhan Operasi Penangkapan Ikan ………...………... 12

3.4 Tenaga Kerja ………..………... 13

3.5 Teknologi ………..………... 13

3.6 Proses Penangkapan Ikan ………... 14

3.6.1 Persiapan di Darat ………... 14

3.6.2 Navigasi/melaut ... 14

3.6.3 Setting Jaring ... 15

3.6.4 Drifting ... 15

3.6.5 Hauling ... 15

3.7 Jenis dan Jumlah Hasil Tangkapan ……… 15

3.8 Hasil Tangkapan Optimum ………... 16

3.9 Kendala Produksi ……… 17

BAB IV ASPEK PASAR DAN PEMASARAN ……… 19

4.1 Aspek Pasar ……….………... 19

4.1.1 Permintaan ... 19

4.1.2 Penawaran ... 19

4.1.3 Persaingan dan Peluang Pasar ... 20

4.2 Aspek Pemasaran ………... 21

4.2.1 Harga ... 21

4.2.2 Jalur Pemasaran ... 22

(7)

BAB V ASPEK KEUANGAN ………....……... 25

5.1 Pemilihan Pola Usaha ………...………... 25

5.2 Asumsi dan Penentuan Waktu Analisa Keuangan ... 25

5.3 Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional ... 26

5.3.1 Biaya Investasi ... 26

5.3.2 Biaya Operasioanl ... 27

5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ………... 28

5.5 Produksi dan Pendapatan ... 29

5.6 Proyeksi Laba Rugi dan Break Event Piont ………... 29

5.7 Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ………... 31

5.8 Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha ………... 32

BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN ……….. 35

6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial ...………... 35

6.2 Dampak Lingkungan ... 35

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……… 37

7.1 Kesimpulan ...………... 37

7.2 Saran ... 38 DAFTRA PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Daerah Penangkapan Ikan dan Jarak dari Pantai Perairan Banten Bagian

Selatan ...

8

Tabel 3.2 Dimensi Utama Kapal Gillnet ... 9

Tabel 4.1 Produksi Ikan Kabupaten Lebak ... 19

Tabel 4.2 Produksi Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Lebak ... 20

Tabel 4.3 Penggunaan Alat Tangkap Jaring Insang Hanyut ...……….... 20 Tabel 4.4 Perkembangan Harga 3 Jenis Ikan Pelagis Utama ………... 21

Tabel 5.1 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan ………. 25

Tabel 5.2 Biaya Investasi Usaha Penangkapan Ikan Pelagis dengan Jaring Insang ……. 27

Tabel 5.3 Biaya Operasional Usaha Penangkapan Ikan Pelagis dengan Alat Tangkap Jaring Insang per Tahun ……….…... 27 Tabel 5.4 Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ………... 28

Tabel 5.5 Produksi dan Pendapatan Kotor per Tahun ………... 29

Tabel 5.6 Proyeksi Laba Rugi ... 30

Tabel 5.7 Break Event Point ………. 31

Tabel 5.8 Kelayakan Usaha Penangkapan Ikan dengan Jaring Insang ………... 32

Tabel 5.9 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario I ………... 33

Tabel 5.10 Hasil Analisis Sensitivitas Skenario II ………... 33

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kawasan Pelabuhan Binuangen, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten ….. 4

Gambar 3.1 Rancangan Kapal Gillnet ... 9

Gambar 3.2 Perahu Jaring Insang Hanyut di Daerah Binuangeun ... 10

Gambar 3.3 Rancangan Jaring Insang Hanyut ... 11

Gambar 3.4 Jaring Insang Hanyut di Daerah Binuangeun ... 12

Gambar 3.5 Ikan Tongkol Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut di Binuangeun ….. 16 Gambar 4.1 Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut ... 22

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Alat penangkap ikan didefinisikan sebagai peralatan tangkap untuk menangkap ikan dan hewan laut lainnya yang dioperasikan dari atas kapal/perahu atau dari darat. Salah satu bentuk usaha di sektor perikanan laut yang memiliki potensi untuk berkembang adalah usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap gillnet (jaring insang). Hal ini karena alat tangkap ini memiliki kemudahan dalam operasional penangkapan, dapat manangkap ikan yang bernilai ekonomis tinggi dengan ukuran ikan yang relatif seragam.

Jaring insang adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari jaring berbentuk 4 persegi panjang dan dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawah dan pelampung pada tali ris atasnya. Saat dioperasikan, beberapa lembar jaring digabung menjadi satu dan diposisikan menghadang arus dengan tujuan menghalangi arah gerakan renang ikan. Pengoperasian jaring insang ini dibedakan menjadi dua, yaitu jaring insang hanyut untuk menangkap ikan pelagis dan jaring insang dasar untuk menangkap ikan demersal (Mahisworo, Wudianto dan Wijopriono, 1989). Alat tangkap jaring insang termasuk kategori ramah lingkungan karena dioperasikan di kolom air. Ukuran ikan dan jenis yang tertangkap selektif sehingga tidak akan mempengaruhi keseimbangan struktur umur populasi ikan.

Cara kerja jaring insang menangkap ikan yaitu menjerat ikan dengan mata jaring atau membelit tubuh tubuh ikan. Pada umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah jenis ikan yang melakukan ruaya/migrasi, baik ruaya horizontal maupun ruaya vertikal yang tidak seberapa aktif pada kisaran lapisan/kedalaman tertentu. Lebar jaring insang ditentukan berdasarkan kedalaman lapisan ruasa tersebut.

Faktor lain yang berpengaruh dalam penempatan jaring insang ini adalah kecerahan perairan. Semakin rendah kecerahan suatu perairan, biasanya hasil tangkapan ikan alat ini lebih banyak. Penangkapan ikan dengan jaring insang dilakukan pada malam hari karena erat hubungannya dengan daya lihat ikan terhadap jaring. Oleh sebab itu, untuk mengurangi kemungkinan terlihatnya jaring oleh ikan, maka warna jaring hendaknya serupa dengan warna air. Salah satu sentra usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring insang adalah di daerah Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Lebak Selatan, Banten. Jaring insang yang dioperasikan di daerah ini termasuk ke dalam kelompok jaring insang hanyut yang dioperasikan di

(12)

Pendahuluan

permukaan. Peranan penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang di daerah ini cukup besar terutama memberikan kontribusi dalam peningkatan hasil tangkapan dan peningkatan pendapatan nelayan. Guna memberikan informasi yang lebih utuh tentang usaha penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang, pada bagian selanjutnya akan diuraikan berbagai aspek antara lain profil dan pola pembiayaan, aspek teknis produksi, pemasaran, keuangan dan lainnya.

(13)

BAB II

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

2.1. Profil Usaha

Posisi Binuangeun secara geografis dan topografis cocok menjadi daerah penangkapan ikan khususnya dengan jaring insang. Adanya muara sungai dengan lebar dan kedalaman yang sangat sesuai dan karang yang berfungsi sebagai pemecah ombak mempermudah nelayan melakukan operasi penangkapan, bongkar muat ikan. Selain itu kondisi gelombang lebih tenang dan stabil pada kondisi cuaca buruk. Hal lain yang menjadi kelebihan adalah adanya pelabuhan/pangkalan pendaratan ikan yang berada di muara, sehingga umur teknis badan kapal bisa lebih panjang karena hewan perusak kayu akan mati jika terbilas oleh air tawar.

Penangkapan ikan dengan jaring insang hanyut di daerah Binuangeun Kecamatan Wanasalam umumnya dioperasikan di daerah permukaan, pada malam hari. Jaring insang tebar atau diletakkan di tempat yang telah ditetapkan lalu membiarkannya mengikuti arus laut sehingga ikan terjerat pada bagian insangnya. Ikan yang terjerat inilah yang merupakan prinsip dari penangkapan ikan dengan jaring insang. Jenis ikan yang ditangkap terutama berupa ikan pelagis seperti ikan tongkol, cakalang, tuna, kembung, layaran, cangi, lausan, kurisi dan lainnya.

Satu trip dalam penangkapan ikan dengan jaring insang hanyut memakan waktu 1 hari. Pada saat ikan hasil tangkapan sudah cukup atau melimpah, nelayan biasanya langsung kembali ke pelabuhan asalnya dikarenakan keterbatasan daya angkut palka/tempat penyimpanan hasil tangkapan.

Penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang hanyut di pantai selatan Jawa Barat dapat memberi peningkatan hasil tangkapan ikan. Hal ini dapat dilihat di daerah Binuangeun, setelah menggunakan jaring insang pada tahun 80-an dan 90-an, hasil tangkapan ikan mengalami peningkatan. Penggunaan jaring insang di daerah ini pertama kali dipelopori oleh nelayan Palabuhan Ratu.

Daerah operasi penangkapan nelayan jaring insang hanyut Binuangeun yaitu di perairan selatan Bayah, perairan Binuangeun, dan perairan Pulau Panaitan. Di daerah tersebut memang menjadi tempat berkumpulnya ikan pelagis.

(14)

Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

Gambar 2. 1 Kawasan Pelabuhan Binuangeun, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten

Kapal yang biasa digunakan dalam penangkapan dengan jaring insang hanyut berkapasitas 5-7 GT. Jaring insang hanyut yang umum digunakan di daerah ini terdiri dari 30 pieces atau sekitar 1500 meter panjang dengan ukuran mata jaring antara 2 – 5 inchi. Biasanya jumlah awak kapal yang bekerja berjumlah 4 atau 5 orang. Musim puncak hasil tangkapan ikan biasanya terjadi pada bulan Juli – Desember, selebihnya ialah waktu sepi ikan (paceklik).

Dalam penggajian awak perahu, digunakan sistem bagi hasil. Biasanya sistem bagi hasil yang dilakukan ialah dengan perincian 60% untuk pemilik kapal dan 40% untuk awak kapal. Untuk awak kapal, nahkoda mendapat 2 bagian dan ABK mendapat 1 bagian.

Hasil tangkapan ikan dijual di tempat pelelangan ikan Binuangeun dengan sistem lelang, dengan harga tertinggi yang menjadi pembeli/pemenang. Ikan yang dilelang, biasanya hanya dijual untuk konsumsi lokal. Sedangkan untuk ikan dalam jumlah besar dan dengan kualitas yang baik, langsung dibeli oleh pedagang-pedagang besar tanpa melalui proses lelang. Pada saat hasil tangkapan melimpah, ikan langsung dijual ke Jakarta (Muara Baru, Muara Angke, dan Luar Batang). Biasanya yang menjadi pedagang besar ikan di daerah Binuangeun adalah para pemilik kapal/juragan.

2.2. Pola Pembiayaan

Pada umumnya, usaha di bidang perikanan tangkap, khususnya perikanan jaring insang hanyut belum ada yang memperoleh fasilitas kredit dari perbankan karena hasil tangkapan yang tidak pasti, serta kondisi musim yang berubah pada setiap tahunnya. Selain itu, kurangnya informasi kredit dan umumnya nelayan tidak memiliki agunan.

(15)

Ada beberapa hal mengapa lembaga keuangan formal belum tertarik untuk memberikan bantuan modal ke sektor perikanan tangkap di daerah Binuangeun, antara lain :

1. Masalah pemahaman karakteristik resiko. Belum adanya skim khusus untuk nelayan sehingga kredit untuk perikanan tangkap sulit disalurkan. Kebanyakan kredit disalurkan kepada pedagang ikan. Hal ini karena bank belum mempunyai metode khusus untuk menilai resiko kredit sektor perikanan tangkap, sehingga pihak perbankkan masih takut dalam menyalurkan kredit pada nelayan. Selain itu sektor perikanan tangkap mempunyai volatilitas yang tinggi sehingga dianggap penuh resiko.

2. Permasalahan pada pola pikir nelayan. Akibat sifat dari usaha perikanan tangkap yang cenderung fluktuatif, maka membuat nelayan takut untuk meminjam ke bank. Hal ini karena mereka tidak dapat mengetahui pasti tentang berapa yang akan mereka peroleh di hari depan. Ketakutan inilah yang membuat nelayan enggan meminta kredit dari bank.

3. Permasalahan agunan. Agunan yang ditetapkan bank, sistem dan metodenya masih mengkuti pola kredit umum. Hal ini jelas sangat memberatkan nelayan. Agunan yang diminta bank biasanya berbentuk surat tanah atau BPKB kendaraan bermotor, semantara perahu dan alat tangkapnya, yang merupakan asset terbesar nelayan tidak bisa diterima sebagai agunan.

Semua hal tersebut membuat sistem pembiayaan dan permodalan di daerah tersebut dibiayai oleh tengkulak ataupun pinjaman dari sanak saudara. Pinjaman dari Tengkulak ini “lebih disukai” oleh nelayan, karena mudah, tidak perlu agunan dan proses pencairannya cepat, selain itu faktor saling kenal juga sangat berpengaruh dalam mendapatkan modal.

(16)

Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

(17)

BAB III

ASPEK TEKNIK PRODUKSI

3.1. Daerah Penangkapan Ikan

Dalam pengoperasian jaring insang, peranan arus dalam suatu operasi penangkapan sangat penting, selain berhubungan dengan olah gerak kapal juga berpengaruh pada alat tangkap yang digunakan. Daerah penangkapan ikan untuk jaring insang umumnya dilakukan pada arus dengan kisaran 0,26– 0,28 meter/detik atau sekitar 1,7 knot – 1,8 knot.

Faktor lain yang sangat berpengaruh dalam penempatan jaring insang ini adalah kecerahan perairan. Semakin rendah kecerahan suatu perairan, biasanya hasil tangkapan ikan alat ini lebih banyak. Penangkapan ikan dengan jaring insang umumnya dilakukan pada malam hari karena erat hubungannya dengan daya lihat ikan terhadap jaring. Oleh sebab itu, untuk mengurangi kemungkinan terlihatnya jaring oleh ikan, maka warna jaring hendaknya serupa dengan warna air. Menurut Laevastu dan Hayes (1981), migrasi ikan yang hidup di laut dibagi dalam lima kelompok, yaitu :

1. Species pelagis yang berada sedikit di atas thermoklin; mengadakan migrasi ke lapisan permukaan pada saat matahari terbenam; tersebar pada lapisan diantara permukaan dengan thermoklin pada waktu malam hari; menyelam dan berada di atas thermoklin bersamaan dengan terbitnya matahari.

2. Spesies pelagis yang ada pada siang hari berada pada lapisan di bawah thermoklin; mengadakan migrasi dengan menembus lapisan thermoklin ke lapisan permukaan selama matahari terbenam; tersebar diantara permukaan dengan dasar pada waktu malam hari, dengan jumlah terbanyak waktu malam hari di atas lapisan thermoklin; menembus lapisan thermoklin menuju ke lapisan yang lebih dalam bila matahari terbit.

3. Spesies pelagis yang pada siang hari berada pada lapisan di bawah thermoklin; mengadakan migrasi di bawah lapisan thermoklin selama matahari terbenam; tersebar diantara thermoklin dasar pada waktu malam hari; turun ke lapisan yang lebih dalam selama matahari terbit.

4. Spesies demersal pada waktu siang hari berada di atas atau pada dasar perairan; mengadakan migrasi dan tersebar di dalam massa air di bawah (dan kadang-kadang di atas) thermoklin pada saat matahari terbenam; menuju ke dasar pada saat matahari terbenam; menuju ke dasar perairan pada saat matahari terbit.

(18)

Aspek Teknik Produksi

5. Spesies yang tersebar di seluruh kolom perairan pada waktu siang hari tetapi akan turun ke dasar selama malam hari.

Daerah penangkapan ikan nelayan Binuangeun dengan alat tangkap jaring insang hanyut disajikan dalam Tabel berikut ini.

Tabel 3. 1. Daerah Penangkapan Ikan dan Jarak dari Pantai Perairan Banten Bagian Selatan

NO DAERAH PENANGKAPAN JARAK DARI PANTAI

1 Perairan Selatan Bayah 1 – 3 mil

2 Perairan Binuangeun 1 – 5 mil

3 Perairan Panaitan 1 – 3 mil

Sumber : Diolah dari Data Primer, 2007

3.2. Unit Penangkapan Ikan

Usaha penangkapan ikan dengan jaring insang merupakan suatu unit penangkapan ikan yang terdiri dari kapal/perahu, alat tangkap, dan nelayan. Berikut ini dijelaskan masing-masing unit penangkapan sebagai berikut :

3.2.1. Kapal

Kapal yang digunakan untuk penangkapan ikan dengan jaring insang umumnya menggunakan kapal kayu berukuran 5 - 7 GT, yang memiliki umur teknis lebih dari 10 tahun. Dengan ukuran perahu yang hanya 7 GT, biaya perizinan yang dikenakan sebesar Rp. 5.000,- per bulan untuk biaya tambat labuh kapal. Kapal jaring insang yang terbuat dari kayu ini mempunyai konstruksi sebagai berikut:

a. Jenis/tipe : Kapal jaring insang b. Ukuran Perahu (L x B x D) : 12,0 m x 3,0 m x 1,2 m c. Tenaga Penggerak :

 Ukuran mesin : 30 PK

 Merek : Yanmar TF 300 (3:1)

(19)

Tabel 3. 2 Dimensi Utama Kapal Gillnet

No. Uraian Keterangan

1. Panjang a. Loa b. Lpp 11,47 m 9,00 m 2. Lebar (B) 2,26 m 3. Dalam (D) 1,10 m 4. Draft (d) 0,83 m 5. Koefisien Blok (Cb) 0,44

(20)

Aspek Teknik Produksi

Gambar 3. 2 Perahu Jaring Insang Hanyut di Daerah Binuangeun

3.2.2. Jaring

Jaring insang berdasarkan metode penangkapan ikannya diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, yaitu:

a. Jaring insang hanyut (drift gillnet), merupakan insang yang pemasangannya dibiarkan hanyut dan salah satu ujungnya diikatkan ke perahu. Alat ini ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis.

b. Jaring insang lingkar (encircling gillnet), jaring insang yang dioperasikan dengan cara melingkarkan alat mengelilingi gerombolan ikan permukaan. Setelah terkumpul, ikan dikejutkan dengan membuat keributan di permukaan air sehingga ikan berenang berhamburan dan menabrak/tersangkut jaring. Cara melingkarkan jaring dilakukan dengan menebarkan jaring saat kapal membuat lingkaran.

c. Jaring klitik (shrimp gillnet), jaring insang yang dipasang menetap pada jangka waktu tertentu di dasar perairan untuk tujuan penangkapan udang.

d. Jaring insang tetap (set gillnet), Jaring insang yang dipasang menetap menghadang arus dengan menggunakan jangkar. Posisi pemasangan tergantung pada jenis-jenis ikan tujuan penangkapannya, yaitu permukaan (ikan pelagis), lapisan tengah (ikan pelagis) dan dasar perairan (ikan demersal).

e. Trammel net (trammel net), jaring insang yang terdiri atas tiga lapis jaring, yaitu 1 lapisan dalam (inner net) dan 2 lapisan luar (outer net). Ukuran mata jaring bagian luar lebih besar dari bagian dalam. Alat dioperasikan dengan cara ditarik oleh kapal atau didiamkan di dasar perairan. Tujuan penangkapan alat ini adalah jenis-jenis udang.

(21)

Alat tangkap jaring insang hanyut yang umum digunakan oleh nelayan Binuangen mempunyai konstruksi dengan umur teknis 5 tahun adalah sebagai berikut:

 Ukuran Jaring (P x L) : 1.500 m x 18 m  Bahan jaring : Polyamide (D12)  Ukuran mata (mesh size) : 5 inchi

 Panjang tali ris : 1.520 m bahan Polyethyline 0,8 cm  Panjang tali pemberat : 1.500 m bahan Polyethyline 0,6 cm

 Pelampung :

- Bentuk pelampung : pisang

- Pelampung besar : 30 bh dari PVC 30 cm

- Pelampung kecil : 525 bh dari sintetik Rubber 0,6 cm - Jarak antar pelampung : 60 cm

 Pemberat : 70 kg dari batu kali  Jarak antar pemberat : 20 cm

Nama Lokal Nama Inggris Hasil Tangkapan : : :

Jaring Insang Hanyut Drift Gillnet

Tongkol,Cakalang, Tenggiri, Tuna, Bawal, dll

Gambar 3.3 Rancangan Jaring Insang Hanyut

Kapal LBD 12 m x 2,26 m x 1,1 m HP 30 HP (TF) Gearbox 3: 1 6 1 2 3 4 5

(22)

Aspek Teknik Produksi

Keterangan Gambar:

No. Jenis Material Jumlah

1. Pelampung Besar PL30 cm 30 buah 2. Pelampung kecil PL10 cm/15 cm L 525 buah

3. Tali ris PE0,8 cm 1.520 m

4. Tali Pelampung PE0,6 cm 1.500 m 5. Badan Jaring PA d12 5” 18 m x 1500 m

6. Pemberat Batu 70 kg

3.2.3. Peralatan penunjang

Peralatan penunjang operasional yang ada di atas perahu terdiri dari pelampung keselamatan awak kapal, jangkar, lampu dan tenda untuk berlindung pada saat hujan. Selain itu juga terdapat peralatan lainnya yang harus ada seperti petromak, dan senter. Hal ini dikarenakan pada proses setting dari jaring insang hanyut ini dilakukan pada malam hari, sehingga diperlukan alat penerangan. Peralatan lain untuk keperluan makan ABK saat proses drifting, maka dibawa juga alat masak.

Gambar 3.4. Jaring Insang Hanyut di Daerah Binuangeun

3.3. Kebutuhan Operasi Penangkapan Ikan

Dalam melakukan operasi penangkapan terdapat beberapa sarana yang harus disiapkan untuk keperluan operasi seperti bahan bakar solar dan minyak tanah, es, air tawar dan kebutuhan makan-minum awak kapal selama operasi penangkapan. Dalam 1 trip perjalanan (rata-rata selama

(23)

1 hari) menghabiskan solar sebanyak 20-35 liter. Sementara minyak tanah yang digunakan sebagai campuran bahan bakar solar, penerangan dan untuk memasak sebanyak 15 – 20 liter. Agar mesin tetap dapat berjalan dengan lancar dibutuhkan oli sebanyak 1 – 2 liter.

Selain bahan bakar, kebutuhan operasi untuk penangkapan ikan yang juga penting adalah perbekalan makanan untuk awak kapal, baterai untuk senter, dan air tawar untuk minum.. Sementara untuk mempertahankan hasil tangkapan ikan tetap segar dibutuhkan es dalam jumlah yang cukup.

3.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam penangkapan ikan dengan jaring insang hanyut dengan perahu berukuran 5 – 7 GT berjumlah 3 – 4 orang, yang terdiri dari 1 orang nakhoda dan 2 – 3 orang ABK biasa. Tidak ada kriteria khusus dalam pencarian tenaga kerja untuk ABK biasa, yang penting dapat mengoperasikan jaring insang hanyut. Untuk posisi nakhoda, diwajibkan memiliki sertifikat ANKAPIN II yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan.

3.5. Teknologi

Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah suatu upaya terencana dalam menggunakan alat tangkap yang ditujukan untuk mengelola sumberdaya secara berkesinambungan (sustainable) tanpa menganggu atau merusak kondisi habitat serta sumberdaya ikan yang tersedia.

Beberapa kriteria teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan diantaranya: 1. Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target tangkapan dan meloloskan ikan

yang belum layak tangkap;

2. Mengurangi hasil tangkap sampingan (HTS);

3. Tidak merusak lingkungan sekitarnya pada waktu pengoperasian alat tangkap.

Penangkapan ikan dengan jaring insang secara umum memenuhi kriteria teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan. Ukuran dan jenis hasil tangkapan ikan untuk jaring insang lebih dipengaruhi oleh besar mata jaring yang digunakan, sehingga hanya ikan dengan jenis dan ukuran tertentu saja yang akan tertangkap. Kemampuan jaring insang untuk membiarkan ikan yang berukuran lebih kecil dari mata jaring yang digunakan tersebut dapat mengurangi hasil tangkapan sampingan. Komposisi ikan hasil tangkapan sampingan yang ditangkap oleh jaring insang tidak lebih dari 10% dari keseluruhan hasil tangkapan.

(24)

Aspek Teknik Produksi

Tujuan penangkapan ikan dengan jaring insang hanyut adalah ikan pelagis, yaitu dengan menempatkan jaring di dalam kolom air disekitar permukaan, sehingga ikan yang berada di dasar (demersal) tidak tertangkap. Selain itu, dalam pengoperasian alat tangkap jaring insang ini tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya dikarenakan alat ini termasuk pada jenis alat yang pasif. 3.6. Proses Penangkapan Ikan

Proses penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang secara berurutan meliputi persiapan di darat, navigasi menuju daerah penangkapan, setting jaring dalam kolom perairan, drifting (perendaman jaring insang hanyut) dan pengangkatan jaring insang dan hasil tangkapannya (hauling).

3.6.1. Persiapan di darat

Kegiatan persiapan di darat dimaksudkan untuk mempersiapkan diri untuk melaut. Hal-hal yang harus disiapkan antara lain :

 Perbaikan jaring, sebelum melaut harus dipastikan jaring siap untuk digunakan.

 Pengecekan mesin kapal, yaitu melakukan pengecekan apakah mesin mengalami gangguan atau tidak.

 Pengecekan kapal, artinya melakukan pengecekan apakah kapal siap untuk melaut.  Persiapan perbekalan bahan bakar, dan makanan serta peralatan lainnya.

Biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki jaring rata-rata adalah Rp. 20.000,- setiap habis operasi. Sedangkan perbaikan kapal dilakukan setiap bulan dengan melakukan pengecatan ataupun penggantian bagian badan perahu yang lepas atau rusak dengan biaya sekitar Rp. 100.000,- per bulannya. Sedangkan untuk perbaikan perahu secara besar-besaran dilakukan setiap tahun pada saat musim paceklik, sehingga tidak mengganggu aktifitas operasi penangkapan. Biasanya perbaikan kapal secara menyeluruh ini dilakukan selama 1 bulan dengan biaya sekitar Rp. 3.000.000,- sampai dengan Rp. 5.000.000,-.

3.6.2. Navigasi/melaut

Tahap yang kedua ialah tahapan navigasi/melaut, penangkapan dengan jaring insang biasanya meninggalkan pelabuhan asal pada siang hari, hal ini dilakukan agar sampai di daerah penangkapan ikan sekitar petang atau malam hari. Lama perjalanan menuju daerah penangkapan ikan biasanya sekitar 3 sampai 5 jam.

(25)

3.6.3. Setting Jaring

Setting yaitu melakukan penebaran jaring di daerah penangkapan ikan. Setelah sampai di daerah penangkapan ikan, maka yang dilakukan ialah melakukan persiapan dan penebaran jaring insang, diawali dengan melepas pelampung tanda dan diikuti dengan pelemparan pemberat yang dilakukan oleh 2 – 3 orang nelayan dengan kecepatan perahu sekitar 0,5 knot. Lama waktu kegiatan ini adalah 0,5 – 1 jam. Setelah jaring insang ditebar, bagian tali ris atas tetap terikat di perahu.

3.6.4. Drifting

Pada tahapan ini, perahu dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arus selama 2 – 3 jam dalam kondisi mesin perahu dimatikan. Setelah ikan terjaring, biasanya pada pagi hari maka barulah jaring insang diangkat.

3.6.5. Hauling

Tahap yang terakhir ialah kegiatan hauling/pengangkatan jaring. Metode pengangkatan yang dilakukan nelayan tanpa menggunakan alat bantu artinya diangkat dengan menggunakan tenaga manusia sehingga waktu yang dibutuhkan pada tahapan ini adalah 1 – 2 jam. Pada saat hauling, mesin perahu dihidupkan kembali, dan kapal berjalan dengan kecepatan 0,5 knot sambil dilakukan pengangkatan badan jaring oleh 2 – 3 orang nelayan. Pada saat badan jaring naik ke atas dek, 1 orang nelayan melakukan pemisahan ikan. Lalu ikan tersebut disimpan di tempat penyimpanan ikan (palka).

3.7. Jenis dan Jumlah Hasil Tangkapan

Ikan yang diperoleh dari jaring insang beraneka ragam, ikan yang dominan tertangkap adalah ikan tongkol, selain itu tertangkap juga jenis ikan cakalang, dan layaran. Hasil tangkapan ikan tongkol sangat dominan lebih dari 90% dari total hasil tangkapan. Sedangkan 10% hasil tangkapan lainnya sangat beragam, antara lain jenis ikan cakalang, kembung, dan tuna. Biasanya nelayan senang mendapatkan jenis ikan selain tongkol, hanya saja jaring insang yang mereka gunakan menjadi rusak/sobek.

(26)

Aspek Teknik Produksi

Gambar 3.5 Ikan Tongkol Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut di Binuangeun

Jumlah hasil penangkapan dengan jaring insang sangat fluktuatif tergantung dari musimnya. Musim puncak ikan biasanya dari bulan Juli – Desember, sedangkan musim paceklik ikan biasanya dari bulan Januari – Juni. Pada bulan Februari – Mei, biasanya nelayan tidak melakukan operasi penangkapan dengan jaring insang hanyut dikarenakan pada musim tersebut ikan tongkol sangat sedikit yang tertangkap. Ketika musim puncak, hasil tangkapan ikan tongkol setiap trip rata-ratanya adalah 200 kg, sedangkan pada musim paceklik rata-rata hasil tangkapan ikan tongkol hanya 50 kg. Dari data tersebut terlihat sekali perbedaan hasil tangkapan ikan pada musim puncak dan paceklik.

3.8. Hasil Tangkapan Optimum

Hasil tangkapan ikan tongkol dengan menggunakan jaring insang hanyut ini akan optimum jika dilakukan dengan menambah peralatan bantu penangkapan berupa fish finder ataupun dengan bantuan alat navigasi lainnya seperti GPS atau kompas agar lebih mudah menentukan posisi atau arah menuju daerah penangkapan. Harga alat bantu ini berkisar Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 3.000.000,-.

Alat bantu penangkapan lainnya yang belum diterapkan adalah dengan menggunakan rumpon yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ikan tujuan penangkapan, sehingga nelayan tidak harus mencari dan mengejar pergerakan ikan. Dengan adanya rumpon ini, nelayan akan lebih pasti dalam menentukan daerah penangkapannya dengan posisi yang tidak jauh dari pelabuhan asal. Biaya pembuatan rumpon dengan bahan alami adalah Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 2.000.000,-

(27)

Dengan merekayasa dan melengkapi unit penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan, hasil tangkapan ikan yang diharapkan akan optimum dan stabil, selain itu, biaya operasi penangkapan akan lebih murah, karena ditempatkan tidak jauh dari pelabuhan asal.

3.9. Kendala Produksi

Dalam operasi penangkapan ikan dengan jaring insang terdapat beberapa kendala, baik teknis, maupun non teknis, setidaknya ada beberapa hal, yaitu :

1. Tingkat pengoperasian alat masih menggunakan tenaga manusia, sehingga proses pengangkatan dan pengambilan ikan memakan waktu yang cukup lama.

2. Penentuan daerah penangkapan masih berdasarkan kebiasaan, sehingga banyak mengeluarkan biaya operasi dan tidak ada kepastian jumlah hasil tangkapan.

3. Kemudahaan mencari ketersediaan bahan alat penangkap ikan yang rendah 4. Harga BBM yang tinggi

5. Harga ikan yang selalu berubah-ubah.

6. Daya jangkau operasi penangkapan terbatas. Umumnya kapal-kapal yang dioperasikan oleh nelayan selatan Banten masih berukuran kecil, hal ini membatasi jangkauan operasi penangkapan.

7. Belum tersedia galangan kapal perikanan. Dengan tidak adanya industri penunjang ini dapat memperlambat penambahan dan perbaikkan perahu jaring insang, sehingga jumlah trip operasi dapat terhambat karena terjadi kerusakan pada perahu yang digunakan.

(28)

Aspek Teknik Produksi

(29)

BAB IV

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

4.1. Aspek Pasar 4.1.1. Permintaan

Permintaan akan ikan setiap tahunnya selalu meningkat. Hal ini dilihat dari dua hal. Yang pertama ialah peningkatan populasi penduduk Kabupaten Lebak dan daerah lain yang menjadi tujuan pasar dari hasil tangkapan jaring insang. Semakin banyaknya jumlah penduduk menuntut semakin besarnya supply ikan yang harus disediakan. Pada tahun 2002 jumlah penduduk 1.065.784, naik menjadi 1.202.909 pada tahun 2006.

Tabel 4.1. Produksi Ikan Kabupaten Lebak

No Uraian 2002 2003 2004 2005 2006 1 produksi ikan sendiri 7,816,900 8,790,400 7,427,100 10,660,700 13,321,100

2

produksi ikan yang

keluar 5,080,985 2,637,120 3,834,400 5,473,400 4,810,100

3

produksi ikan yang

masuk 10,692,963 8,437,504 11,600,100 11,634,600 11,866,600 4 Perkiraan penduduk 1,065,784 1,122,368 1,125,475 1,176,350 1,202,909

5

Konsumsi ikan

perkapita 12.60 13.00 13.50 14.30 16.94 Sumber :DKP Kab. Lebak

Kedua, selain dari peningkatan jumlah penduduk, potensi pasar yang semakin tinggi juga terlihat dari peningkatan konsumsi ikan perkapita masyarakat Kabupaten Lebak. Pada tahun 2002 konsumsi ikan perkapita ialah 12,6 kg/tahun, jumlahnya terus meningkat 16.94 kg/tahun.

4.1.2. Penawaran

Produksi ikan dengan jaring insang di Kabupaten Lebak, mayoritas berasal dari daerah Binuangeun. Terlihat dari data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak bahwa produksi ikan pelagis, terus mengalami peningkatan. Ikan pelagis seperti tongkol, cakalang, tuna dan kembung terus mengalami peningkatan. Ikan tongkol misalnya yang merupakan ikan pelagis yang menjadi komoditas utama mengalami kenaikan hampir 3 kali lipat selama 5 tahun terakhir.

(30)

Aspek Pasar dan Pemasaran

Tabel 4.2. Produksi Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Lebak

No. Jenis Ikan Tahun (ton)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 1. Tongkol 369.4 571.7 588.1 442.7 761 918.2 2. Cakalang 515.3 593.8 596 492.5 715.2 923 3. Tuna 125.9 241.6 176.7 133.8 260.3 221.6 4. Kembung 112.3 292.5 376 197 196.2 234.5 Sumber : DKP kab Lebak.

Jumlah tersebut dapat meningkat, karena daerah penangkapan ikan pelagis mayoritas masih berasal dari perairan selatan Banten, yaitu daerah Pulau Tinjil dan Pulau Panaitan, serta Perairan Bayah. Masih banyak daerah yang masih potensial untuk menjadi daerah penangkapan ikan dengan jaring insang.

Tabel 4.3. Penggunaan alat tangkap Jaring insang hanyut Jenis Alat Tahun (unit)

2001 2002 2003 2004 2005 2006 Jaring insang hanyut 116 116 116 116 115 123

Sumber : DKP kab Lebak.

Dari data di atas juga menunjukan adanya pertambahan jumlah dari alat tangkap jaring insang hanyut. Pada tahun 2001 – 2004 jumlah alat tangkap jaring insang hanyut adalah sebanyak 116 unit, akan tetapi pada tahun 2005 akibat resesi ekonomi karena kenaikan harga BBM, jumlah tersebut menurun menjadi 115 unit. Pada tahun 2006 penambahan unit penangkapan jaring insang hanyut mulai menunjukkan peningkatan.

4.1.3. Persaingan dan Peluang Pasar

Persaingan dalam penangkapan ikan dengan jaring insang hanyut yang utama terjadi karena adanya kesamaan daerah penangkapan ikan dengan alat tangkap lainnya. Alat tangkap yang memiliki daerah penangkapan ikan yang sama dengan jaring insang hanyut ini antara lain alat tangkap payang dan purse seine, dengan tujuan hasil tangkapannya berupa ikan pelagis.

Hal lain yang membatasi perkembangan usaha perikanan jaring insang hanyut adalah daya angkut yang terbatas dan proses penanganan ikan di atas perahu belum dilakukan dengan baik, karena keterbatasan modal dan pengetahuan, sehingga kualitas hasil tangkapan tidak sebaik alat tangkap lainnya seperti payang ataupun purse seine. Dengan kualitas hasil tangkapan yang lebih rendah dari alat tangkap lainnya, berakibat nilai jual ikan tersebut rendah.

(31)

Dengan pengetahuan dan teknologi penentuan daerah penangkapan ikan serta memperbaiki cara penanganan di atas perahu akan meningkatkan hasil tangkapan karena daerah penangkapan lain yang ada di selatan Banten masih belum dilakukan, selain itu biaya operasional akan bisa dikurangi dengan adanya kepastian daerah pengkapan.

4.2. Aspek Pemasaran 4.2.1. Harga

Perkembangan harga untuk ikan pelagis selama 4 tahun belakangan mengalami kenaikan yang cukup pesat (year on year). Bahkan kenaikan harga ikan jumlahnya selalu diatas inflasi. Khusus untuk harga ikan tongkol, rata-rata mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibanding ikan pelagis lainnya.

Tabel 4.4. Perkembangan harga 3 jenis ikan pelagis utama

Jenis Ikan Tahun (Rupiah)

2004 2005 2006 2007 Tongkol 2500 3000 4000 4500 Perubahan y-o-y (%) 20 33.33 12.5 Cakalang 2600 3000 3500 4000 Perubahan y-oy (%) 15.38 16.67 14.29 Tuna 2650 3500 5000 5000 Perubahan y-o-y (%) 32.08 42.86 0.00 Sumber : Data olahan, 2007

Ikan tongkol merupakan hasil utama dari penangkapan ikan dengan jaring insang hanyut. Kenaikkan yang pesat dari harga dan produksi menunjukan bahwa sektor penangkapan ikan dengan jaring insang hanyut merupakan usaha yang prospektif.

Penentuan harga ikan ditentukan oleh mekanisme lelang di TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Penawar dengan harga penawaran yang tertinggi maka akan menjadi pemenang. Penawar ikan yang ikut lelang di TPI umumnya merupakan pedagang pengumpul, pengolah ikan atau pedagang pengecer.

Untuk ikan yang dipasarkan ke Jakarta umumnya oleh pedagang pengumpul, harga ikan ditentukan oleh agen ikan di Jakarta. Dalam hal ini pedagang pengumpul tidak mempunyai posisi tawar harga sehingga berperan sebagai price taker. Namun pedagang pengumpul telah memahami kapan harus dijual ke Jakarta atau lokal saja.

(32)

Aspek Pasar dan Pemasaran

4.2.2. Jalur Pemasaran Produk

Tata niaga hasil-hasil perikanan secara umum sangat sederhana. Ikan hasil tangkapan di bawa langsung ke Tempat Pelelangan Ikan untuk dilelang. Di sana sudah menunggu pedagang bakul untuk melakukan pelelangan. Lalu ikan dilelang dan jatuh ke tangan pembeli dengan harga tertinggi. Retribusi yang berlaku di TPI sebesar 2,5% dari nilai jual saat lelang.

Pedagang bakul/tengkulak biasanya menjual ikan tersebut di pasar Binuangeun yang letaknya bersebelahan dengan TPI. Di sanalah pembeli ikan dari daerah Binuangeun (konsumen lokal) membeli ikan. Tapi ada juga ikan yang dijual ke daerah lainnya, seperti ke daerah Malingping, Rangkasbitung dan Jakarta. Khusus untuk tujuan pemasaran Jakarta ikan yang dijual biasanya saat musim banyak ikan. Untuk menjual ikan ke Jakarta akan menambah beban Rp. 400,- per kg yang digunakan untuk biaya pengangkutan ikan.

Untuk pemasaran ke luar daerah seperti ke Jakarta, dilakukan oleh pedagang pengumpul yang dimodali oleh pedagang dari Jakarta. Setelah sampai di Jakarta, ikan tersebut dijual kepada industri-industri pengolahan, sedangkan hasil tangkapan yang masih baik kondisinya dijual langsung kepada eksportir.

Gambar 4.1 Rantai Pemasaran Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut

4.2.3. Kendala Pemasaran

Kendala yang dihadapi oleh usaha perikanan jaring insang hanyut lebih banyak disebabkan oleh harga ikan yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang sama yang ditangkap dengan alat tangkapan lain, karena lebih cepat terjadi penurunan mutu.

Kondisi harga hasil penangkapan cenderung berfluktuasi dikarenakan tidak adanya fasilitas penyimpanan ikan di lokasi pelabuhan asal. Kondisi ini menyebabkan nelayan tetap menjual hasil tangkapannya sampai habis walaupun dengan harga yang sangat rendah. Selain itu jarak antara

Nelayan Pengumpul Kecil Pengumpul Besar Eksportir/ Industri Pengolahan Tengkulak Pedagang

(33)

pelabuhan asal dengan daerah pemasaran yang jauh serta keterbatasan fasilitas transportasi juga mempengaruhi turunnya kualitas ikan yang akan dipasarkan.

Standar mutu ikan segar sampai saat ini belum ada ketetapan yang jelas dari Dinas Perikanan dan Kelautan setempat, sehingga nelayan belum mempunyai posisi tawar yang baik terhadap pembeli hasil tangkapan mereka.

(34)

Aspek Pasar dan Pemasaran

(35)

BAB V

ASPEK KEUANGAN

5.1. Pemilihan Pola Usaha

Usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang hanyut yang ada di daerah Binuangeun, Kabupaten Lebak Banten mayoritas menggunakan kapal dengan ukuran 7 GT. Oleh sebab itu dalam aspek keuangan ini, analisis akan dilakukan terhadap usaha penangkapan dengan skala ukuran kapal 7 GT.

5.2. Asumsi Dan Penentuan Waktu Analisa Keuangan

Analisis keuangan, proyeksi penerimaan dan biaya didasarkan pada asumsi yang terangkum dalam Tabel 5.1. Periode proyek adalah 5 tahun. Tahun ke nol sebagai dasar perhitungan nilai sekarang (present value) adalah tahun ketika biaya investasi awal dikeluarkan. Dengan menggunakan ukuran kapal, jumlah tenaga kerja serta biaya variabel dan biaya tetap seperti yang tercantum dalam tabel asumsi, rata-rata mampu memperoleh hasil tangkapan sebanyak 200 kg ikan tongkol dalam setiap tripnya pada musim puncak dan 50 kg/trip pada musim paceklik.

Tabel 5. 1 Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan Tabel 5.1.

Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan

No Asumsi Satuan Jumlah/ Nilai Keterangan 1 Periode proyek tahun 5

2 Hari kerja

a. Per bln hari 20 b. Bulan per thn bulan 8 c. Hari kerja (trip) Per tahun hari 160 3 Skala Produksi Per trip a. Musim ikan trip 120

- Tongkol kg/trip 150 120 trip = 18000 kg - Cakalang kg/trip 15 120 trip = 1800 kg - Tuna kg/trip 7 120 trip = 840 kg b. Musim paceklik trip 40

- Tongkol kg/trip 50 40 trip = 2000 kg - Cakalang kg/trip 2 40 trip = 80 kg - Tuna kg/trip 5 40 trip = 200kg

4 Produksi per tahun musim ikan (120 trip) kg/tahun 20,640 musim paceklik (40 trip) kg/tahun 2,280

(36)

Aspek Keuangan Total kg/tahun 22,920 5 Harga produk a. Musim ikan - Tongkol Rp/kg 5,000 - Cakalang Rp/kg 3,000 - Tuna Rp/kg 16,000 b. Musim paceklik - Tongkol Rp/kg 7,000 - Cakalang Rp/kg 20,000 - Tuna Rp/kg 16,000 6 Bagi hasil a. Pimpinan orang 60%

b. Nahkoda orang 16% 2 orang @ 16% per orang

c. Abk orang 8% 3 orang masing @ 2% per orang

7 Perahu 7 GT Rp/unit 20,000,000 9 Mesin 20 PK Rp/unit 20,000,000 9 Jaring Tangkap Rp/unit 20,170,000 10 Alat Bantu Rp/unit 340,000 11 Retribusi % per trip 2,5% 11 Discount Factor % 15

5.3. Komponen Dan Struktur Biaya Investasi Dan Biaya Operasional 5.3.1. Biaya Investasi

Biaya investasi termasuk komponen biaya tetap yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Biaya investasi untuk usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang terdiri dari : biaya pembelian kapal 7 GT, jaring insang¸ mesin/motor dan peralatan pendukung lainnya serta biaya perizinan. Jenis, nilai pembelian dan penyusutan dari masing-masing biaya investasi yang dibutuhkan untuk memulai usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang disajikan pada Tabel 5.2 .

Pada tahun-tahun tertentu dilakukan reinvestasi untuk pembelian mesin atau peralatan yang umur ekonomisnya kurang dari 5 tahun. Jumlah biaya investasi keseluruhan pada tahun 0 adalah Rp 60.540.000,- yang seluruhnya dibiayai dari dana sendiri pengusaha (pemilik kapal).

(37)

Tabel 5.2. Biaya Investasi Usaha Penangkapan Ikan Pelagis dengan Jaring insang

No Jenis Biaya Nilai Penyusutan 1 Perahu 7 GT 20,000,000 4,000,000 2 Mesin 20 PK 20,000,000 4,000,000 3 Jaring Tangkap 20,170,000 4,034,000 4 Alat Bantu 370,000 74,000 Jumlah Biaya Investasi 60,540,000 12,108,000 Jml biaya investasi dibulatkan 61,000,000

5 Sumber Dana Investasi dari % Rp Kredit 70% 42,700,000 Dana Sendiri 30% 18,300,000

Komponen terbesar untuk biaya investasi ini adalah pembelian jaring insang yang mencapai 33,33% dari total biaya investasi pada awal usaha. Komponen terbesar kedua adalah biaya pembelian Kapal 7 GT dan mesin yang mencapai 33,04% dari total biaya investasi, kemudian disusul oleh biaya pembelian peralatan pendukung sebesr 0,61% dari total biaya investasi

5.3.2. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan penjumlahan dari biaya variabel dan biaya tetap. Besar biaya variabel sangat tergantung pada jumlah produksi, dalam hal ini banyaknya trip. Komponen dari biaya operasional antara lain: bahan bakar, perbekalan, retribusi serta bagi hasil kepada nakhoda dan ABK. Sementara itu, besar biaya tetap tidak dipengaruhi oleh banyaknya trip. Komponen biaya yang termasuk ke dalam kelompok biaya tetap ini adalah : biaya penyusutan, biaya perawatan kecil, dan biaya perawatan besar.

Berdasarkan wawancara di lapangan, biaya operasional yang diperlukan selama satu tahun mencapai Rp 91.047.600,-. Biaya variabel menyerap sebesar 98,6% dari total biaya operasional per tahun dan biaya tetap hanya 1,4% dari total biaya operasional tersebut.

Tabel 5.3. Biaya Operasional Usaha Penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang per Tahun

No Jenis Biaya Nilai (Rp)

1 Biaya variable 89,787,600

2 Biaya tetap 1,260,000

(38)

Aspek Keuangan

5.4. Kebutuhan Dana Investasi Dan Modal Kerja

Kebutuhan investasi maupun modal kerja sebenarnya tidak harus dipenuhi sendiri. Jumlah modal yang dibutuhkan untuk memulai usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang sebesar Rp 91.047.600,-. Seluruh kebutuhan dana untuk investasi tersebut berasal dari dana pengusaha sendiri. Hal ini berdasarkan fakta bahwa pada saat dilakukan survei lapangan, tidak ada satupun pengusaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang di daerah Binuangeun Kabupaten Lebak yang memperoleh kredit investasi dari lembaga keuangan.

Besarnya kredit modal kerja ditentukan ditetapkan berdasarkan kebutuhan dana awal untuk satu kali trip. Usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang mempunyai siklus produksi (dari persiapan trip sampai memperoleh penerimaan dari penjualan) kurang lebih selama 1 hari. Sehingga jumlah kredit modal kerja yang dibutuhkan adalah :

Kebutuhan modal kerja = (siklus produksi/hari kerja dalam setahun) x biaya operasional selama 1 tahun

= (1/160) x Rp 91.047.600,- = Rp 569.048.-

Seluruh kebutuhan dana untuk modal kerja tersebut berasal dari dana pengusaha sendiri. Hal ini berdasarkan fakta bahwa pada saat dilakukan survei lapangan, tidak ada satupun pengusaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang di daerah Binuangeun Kabupaten Lebak yang memperoleh kredit modal kerja dari lembaga keuangan. Perincian jumlah dan sumber dana untuk usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang disajikan dalam Tabel 5.4. berikut di bawah.

Tabel 5.4. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja

Rincian Biaya Proyek Total Biaya Dana investasi yang bersumber dari

a. Kredit 42,700,000 b. Dana sendiri 18,300,000 Jumlah dana investasi 61,000,000 Dana modal kerja awal yang bersumber dari

a. Kredit 420,000

b. Dana sendiri 180,000 Jumlah dana modal kerja 600,000 Total dana proyek yang bersumber dari

a. Kredit 43,120,000 b. Dana sendiri 18,480,000 Jumlah dana proyek 61,600,000

(39)

5.5. Produksi Dan Pendapatan

Jumlah rata-rata bobot hasil tangkapan jenis ikan pelagis dalam sekali tripnya adalah 150 kg Ikan Tongkol pada saat musim puncak, dan 50 kg pada saat musim paceklik. Jumlah ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pengusaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang di daerah Binuangeun Kabupaten Lebak. Dalam setiap bulannya rata-rata dilakukan 20 kali trip. Harga rata-rata per kg untuk masing-masing musim adalah Rp. 5.000,- pada musim puncak, dan Rp. 7.000,- pada musim paceklik. Oleh sebab itu, total pendapatan kotor per tahun adalah sebesar Rp 123.669.000,-. Secara lebih rinci penerimaan kotor seperti Tabel 5.5. berikut:

Tabel 5.5. Produksi dan Pendapatan Kotor per Tahun

No Uraian Satuan Jumlah Harga Nilai (Rp)

satuan

1 Hasil tangkapan per trip * a. Musim ikan  Tongkol kg 150 5,000 731,250  Cakalang kg 15 3,000 43,875  Tuna kg 7 16,000 109,200 Sub total 884,325 b. Musim paceklik  Tongkol kg 50 7,000 341,250  Cakalang kg 2 5,000 9,750  Tuna kg 5 18,000 87,750 Sub total 438,750 2 Penjualan per tahun trip 160

a. Musim ikan trip 120 884,325 106,119,000 b. Musim paceklik trip 40 438,750 17,550,000 Jumlah penjualan Rp 123,669,000 *) Produksi tiap trip dipotong retribusi 2,5%

Dari Tabel 5.5. di atas diketahui bahwa aliran penerimaan usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang adalah Rp 123.669.000,- per tahun. Sedangkan untuk aliran biaya terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.

5.6. Proyeksi Laba Rugi Dan Break Event Point

Tingkat keuntungan atau profitabilitas dari usaha yang dilakukan merupakan bagian sangat penting dalam analisis keuangan dari rencana kegiatan investasi. Keuntungan dihitung dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran tiap tahunnya. Keuntungan bersih yang diterima pemilik kapal

(40)

Aspek Keuangan

pada tahun pertama Rp.13.210.774,-. Rata-rata keuntungan bersih Rp 16.296.730,- dan rata-rata profit margin yaitu 13.18% dapat dilihat pada Tabel 5.6. Sedangkan pada tahun pertama BEP penjualan Rp. 309.065.103,- yang dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.6. Proyeksi Laba Rugi

Tabel 5.7. Break Event Point

(41)

5.7. Proyeksi Arus Kas Dan Kelayakan Proyek

Berdasarkan analisis arus kas, dilakukan perhitungan B/C ratio, Net B/C ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). Sebuah usaha berdasarkan kriteria investasi di atas dikatakan layak jika B/C ratio atau Net B/C ratio > 1, NPV > 0 dan IRR > discount rate. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang layak dilaksanakan, bahkan menguntungkan, karena pada tingkat suku

bunga (discount rate) 15% per tahun, net B/C ratio sebesar 1,63 (> 1) dan NPV sebesar Rp 38.774.255,- (> 0). Dengan nilai IRR 39,69% (> discount rate), artinya: proyek ini layak

dilaksanakan meskipun tingkat suku bunga (discount rate) mencapai 39,69% per tahun.

Tabel 5. 2. Kelayakan Usaha Penangkapan Ikan dengan Jaring insang

No Kriteria Kelayakan Nilai 1 Net B/C ratio pada DF 15% 1,63 2 NPV pada DF 15% (Rp) 38,773,513

3 IRR (%) 39.69%

4 PBP (usaha) 2,63 tahun

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh biaya investasi usaha (PBP usaha) adalah 2,63 tahun. Dengan demikian usaha ini layak dilaksanakan karena jangka waktu pengembalian investasi lebih pendek dari periode proyek.

5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha

Dalam analisis proyek investasi penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang tentulah terdapat ketidakpastian yang akan mempengaruhi hasil perhitungan. Analisis sensitivitas akan dilakukan untuk menguji seberapa jauh proyek yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan jumlah dan harga-harga input dan output. Dalam analisis sensitivitas ini digunakan 3 skenario, yaitu :

(42)

Aspek Keuangan

Pendapatan proyek mengalami penurunan sedangkan biaya investasi dan biaya operasional dianggap tetap. Penurunan pendapatan bisa diakibatkan oleh penurunan harga penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang, jumlah permintaan yang menurun ataupun jumlah produksi yang menurun.

2. Skenario II

Biaya operasional mengalami kenaikan sedangkan biaya investasi dan penerimaan proyek investasi tetap. Kenaikan biaya operasional bisa terjadi akibat kenaikan harga input untuk operasional; seperti bahan baku, peralatan operasional, dll.

3. Skenario III

Skenario ini merupakan gabungan dari skenario I dan skenario II, yaitu: diasumsikan penerimaan proyek mengalami penurunan dan biaya operasional mengalami kenaikan, sedangkan biaya investasi tetap.

Hasil analisis sensitivitas disajikan dalam Tabel berikut:

Tabel 5.9. Hasil Analisis Sensitivitas Skenario I

No Kriteria Kelayakan Pendapatan Turun 9%

Pendapatan Turun 10% 1 Net B/C ratio pada DF 15% 1,02 0.96

2 NPV pada DF 15% (Rp) 1,463,323 -2,682,254

3 IRR (%) 16,01% 13,12%

4 PBP (usaha) 4,84 tahun > 5 tahun

Pada skenario I, dengan penurunan pendapatan usaha sebesar 9%, usaha penangkapan ikan dengan jaring insang ini masih layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada discount rate 15%) sebagai berikut : net B/C sebesar 1,02 (> 1), NPV sebesar Rp 1.463.323,- (> 0), nilai IRR 16,01% (> discount rate), PBP (usaha) adalah 3,72 tahun (< periode proyek).

(43)

Tabel 5.10. Hasil Analisis Sensitivitas Skenario II

No Kriteria Kelayakan Biaya Operasional Naik 11%

Biaya Operasional Naik 12%

1 Net B/C ratio pada DF 15% 1,02 0.95

2 NPV pada DF 15% (Rp) 1,051,463 -2,845,443

3 IRR (%) 15,73% 13.00%

4 PBP (usaha) 4,88 tahun > 5 tahun

Pada skenario II, dengan kenaikan biaya total sebesar 11%, usaha Penangkapan ikan dengan jaring insang ini masih layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada discount rate 15%) sebagai berikut : net B/C sebesar 1,02 (> 1), NPV sebesar Rp 1.051.463,- (> 0), nilai IRR 15,73% (> discount rate), PBP (usaha) adalah 3,7 tahun (< periode proyek).

Tabel 5.11. Hasil Analisis Sensitivitas Skenario III

No Kriteria Kelayakan Pendapatan turun 5% dan Biaya Operasional Naik 5% Pendapatan turun 6% dan Biaya Operasional Naik 6%

1 Net B/C ratio pada DF 15% 1,03 0,91

2 NPV pada DF 15% (Rp) 1,982,173 -5,581,160

3 IRR (%) 16.37% 11.04%

4 PBP (usaha) 4,79 tahun > 5 tahun

Pada skenario III, pada saat terjadi penurunan pendapatan sebesar 5% sekaligus kenaikan total biaya operasional sebesar 5%, usahax penangkapan ikan dengan jaring insang ini masih layak dilaksanakan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan sejumlah kriteria kelayakan investasi (pada discount rate 15%) sebagai berikut : net B/C 1,03 (> 1), NPV sebesar Rp 1.982.173,- (> 0), nilai IRR 16,75 (> discount rate), PBP (usaha) adalah 3,75 tahun(< periode proyek).

Hasil analisis sensitivitas di atas menunjukkan bahwa proyek ini lebih sensitif dengan penurunan pendapatan daripada kenaikan biaya operasional. Dengan memperhatikan kriteria jangka waktu pengembalian investasi (pay back period usaha), proyek ini sensitif pada penurunan pendapatan sebesar 9% (dengan asumsi biaya operasional dan investasi tetap), artinya jika penurunan pendapatan lebih besar dari 9% tiap tahunnya, proyek ini menjadi tidak layak/merugi. Sedangkan jika dilihat dari perubahan biaya operasional, proyek ini sensitif pada kenaikan biaya operasional sebesar 11% (dengan asumsi pendapatan dan biaya investasi tetap), artinya jika

(44)

Aspek Keuangan

keniakan biaya operasional lebih dari 11%, proyek ini menjadi tidak layak/merugi. Analisis sensitivitas gabungan menunjukkan bahwa proyek ini sensitif pada kondisi terjadi penurunan pendapatan sebesar 5% sekaligus kenaikan biaya operasional sebesar 5%.

Hasil analisis aspek keuangan di atas menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan dengan jaring insang memberikan pendapatan yang tinggi sehingga proyek ini layak dilaksanakan dan dibiayai oleh bank.

(45)

BAB VI

ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN

6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial

Usaha perikanan tangkap pada umumnya dan perikanan jaring insang khususnya merupakan sektor perekonomian yang penting di Binuangeun. Sektor perikanan tangkap menjadi tulang punggung perekonomian Binuangeun. Selain itu sektor ini tentunya menjadi daya serap utama tenaga kerja di Binuangeun. Sektor perikanan tangkap juga mempunyai pengaruh yang besar dalam struktur politik dan sosial di Binuangeun.

Mayoritas masyarakat Binuangeun mengandalkan perikanan tangkap sebagai pekerjaan utama. Dengan demikian, jelas bahwa sektor perikanan tangkap mempunyai keterkaitan yang besar. Ketika produksi dan pendapatan dari sektor ini meningkat, maka perekonomian wilayah Binuangeun akan meningkat dan bergerak cepat. Begitu pula sebaliknya, ketika produksi dan pendapatan sedang lesu, maka ekonomi akan lesu pula.

Usaha laut akan membuat/menciptakan industri pendukung usaha tersebut di darat. Pengusaha yang sukses di Binuangeun secara karakteristik harus mempunyai dua bidang usaha. Usaha darat dan laut. Hal ini dikarenakan oleh dua hal. Pertama sebagai penunjang usaha utama, yaitu usaha perikanan tangkap. Kedua ialah untuk diversifikasi usaha guna mengurangi resiko di laut.

Selain mempunyai dampak ekonomi. Perikanan tangkap juga mempengaruhi faktor sosial masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari struktur sosial yang ada. Ketika menjadi pengusaha ikan yang sukses pasti kedudukan sosialnya akan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, sektor perikanan tangkap menjadi sektor yang amat vital bagi wilayah Binuanguen. Hal ini menyebabkan pos-pos politik setempat kebanyakan di isi oleh pengusaha perikanan ataupun kerabat-kerabatnya yang sukses. Hal ini membuat penduduk dengan mata pencaharian di darat (pertanian dan perkebunan) sedikit cemburu. Isu pemekaran wilayah menjadi isu yang hangat di wilayah Binuangeun. Fokus kebijakan desa juga sangat bersudut pandang sektor perikanan.

6.2. Dampak Lingkungan

Sampai saat ini, beroperasinya usaha perikanan tangkap untuk ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang di daerah Binuangeun, Kabupaten Lebak tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Hal ini karena usaha perikanan tangkap untuk ikan pelagis dengan alat tangkap

(46)

Aspek Ekonomi, Sosial dan Dampak Lingkungan

jaring insang ini tidak menimbulkan limbah ataupun merusak ekosistem laut di sekitar daerah penangkapan ikan.

(47)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Usaha perikanan tangkap untuk ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang yang dilakukan di daerah Binuangeun, Kabupaten Lebak merupakan usaha dengan skala kecil.

2. Belum adanya pengaturan dari pemerintah untuk usaha perikanan tangkap skala kecil.

3. Kegiatan usaha yang dilakukan sudah sesuai dengan teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan.

4. Dana untuk investasi dan modal kerja berasal dari modal sendiri.

5. Permintaan ikan pelagis hasil tangkapan relatif tinggi dengan konsumen dari berbagai wilayah dan lapisan masyarakat.

6. Bila dikelola secara optimal, usaha perikanan tangkap untuk ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan.

7. Dari segi metode penangkapan ikannya, usaha perikanan tangkap untuk ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang sangat mudah dan cepat diadopsi oleh para nelayan karena prosedur operasional penangkapannya cukup sederhana.

8. Belum adanya aturan khusus yang pertimbangan keselamat kerja untuk tenaga kerja yang bekerja di atas kapal/pekerja laut

9. Usaha penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang layak dilaksanakan, bahkan menguntungkan, karena pada tingkat suku bunga (discount rate) 15% per tahun, net B/C ratio sebesar 1,63 (> 1) dan NPV sebesar Rp 38,773,513 (> 0). Dengan nilai IRR 39,69% (> discount rate), artinya: proyek ini layak dilaksanakan meskipun tingkat suku bunga (discount rate) mencapai 39,69% per tahun. jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh biaya investasi usaha (PBP usaha) adalah 2,53 tahun.

10. Analisis sensitivitas terhadap perubahan pendapatan, dengan asumsi biaya operasional dan investasi konstan, menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap penurunan pendapatan sebesar 9%. Artinya, jika penurunan pendapatan lebih besar dari 9% tiap tahunnya, proyek ini menjadi tidak layak diusahakan (merugi).

(48)

Kesimpulan dan Saran

11. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya operasional, dengan asumsi pendapatan proyek dan biaya investasi tetap, menunjukkan bahwa proyek ini sensitif pada kenaikan biaya operasional sebesar 11%. Artinya, jika kenaikan biaya operasional lebih besar dari 11% tiap tahunnya, proyek ini menjadi tidak layak diusahakan (merugi).

12. Analisis sensitivitas terhadap penurunan pendapatan usaha dan kenaikan biaya operasional sekaligus, proyek ini sensitif pada penurunan pendapatan sebesar 5% dan kenaikan biaya operasional sebesar 5%. Artinya, jika penurunan pendapatan lebih besar dari 5% dan kenaikan biaya operasional lebih besar dari 5% tiap tahunnya, proyek ini menjadi tidak layak diusahakan (merugi).

7.2. Saran

Dengan kondisi usaha perikanan tangkap jaring insang yang dilakukan masyarakat, perlu dilakukan perbaikan dan penambahan dari beberapa aspek. Dari aspek teknologi penangkapan dan penanganan hasil tangkapan, perlu dilakukan peningkatan, baik berupa mekanisasi alat bantu penangkapan maupun pengetahuan penanganan ikan di atas kapal. Untuk mengurangi biaya operasi, perlu dirancang jenis rumpon yang paling sesuai diterapkan di wilayah Binuangeun, sehingga BBM yang digunakan dan ikan hasil tangkapan dapat sampai ke pelabuhan asal dalam kondisi yang masih baik dan segar, yang akhirnya akan menaikkan nilai jual dari hasil tangkapan.

Selain faktor tersebut di atas, perlu peningkatan kesadaran pengusaha dan para tenaga kerja terhadap aspek sanitasi (kebersihan) pada saat melakukan operasi penangkapan, sehingga produk penangkapan ikan pelagis dengan alat tangkap jaring insang yang dihasilkan akan lebih baik.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa. 1998. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 97 hal.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan. Diktat Kuliah (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 87 ahl.

Mahisworo, Wudianto dan Wijopriono. 1989. Pengaruh Ukuran Mata Jaring Terhadap Hasil Tangkapan. Jurnal Penelitian Perikanan Perikanan Laut. No.51. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Hal. 59 – 64.

Nomura, M dan T. Yamazaki. 1977. Fishing Technique (I). Japan International Cooperation Agency, Tokyo. 206 p.

Uktoselja, J. C. N. 1973. Survey Samudra Indonesia. Laporan Penelitian Perikanan Laut No. 21. Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian, Jakarta. Hal 77 – 130.

Wyrtki, K. 1961. Physical Oseanography of The Southest Asian Water. Naga Report. The University of California, La Jolla. Vol. 2. 195 p.

(50)

Daftar Pustaka

(51)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Asumsi dan Parameter

No Asumsi Satuan Jumlah/ Keterangan

Nilai

1 Periode proyek tahun 5

2 Hari kerja

a. Per bln hari 20 b. Bulan per thn bulan 8 c. Hari kerja (trip) Per tahun hari 160 3 Skala Produksi Per trip

a. Musim ikan Musim ikan 120 trip

- Tongkol kg/trip 150 120 trip = 24000 kg (musim ikan) - Cakalang kg/trip 15 120 trip = 1800 kg (musim ikan) - Tuna kg/trip 7 120 trip = 840 kg (musim ikan) b. Musim paceklik Musim paceklik 40 trip

- Tongkol kg/trip 50 40 trip = 2000 kg (musim paceklik) - Cakalang kg/trip 2 40 trip = 80 kg (musim paceklik) - Tuna kg/trip 5 40 trip = 280 kg (musim paceklik) 4 Produksi per tahun

- musim ikan (120 trip) kg/tahun 20,640 - musim paceklik (40 trip) kg/tahun 2,280 Total kg/tahun 22,920 5 Harga produk a. Musim ikan - Tongkol Rp/kg 5,000 - Cakalang Rp/kg 3,000 - Tuna Rp/kg 16,000 b. Musim paceklik - Tongkol Rp/kg 7,000 - Cakalang Rp/kg 20,000 - Tuna Rp/kg 16,000 6 Perahu Rp/unit 20,000,000 7 Mesin Rp/unit 20,000,000 8 Jaring Tangkap Rp/unit 20,170,000 9 Alat Bantu Rp/unit 340,000 10 Discount Factor % 15

Gambar

Gambar 2. 1  Kawasan Pelabuhan Binuangeun, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten
Tabel 3. 1. Daerah Penangkapan Ikan dan Jarak dari Pantai Perairan Banten Bagian Selatan
Gambar 3.1  Rancangan Kapal Gillnet
Gambar 3. 2  Perahu Jaring Insang Hanyut di Daerah Binuangeun
+7

Referensi

Dokumen terkait

kesimpulan yang diambil dari bukti audit yang didapat, apakah laporan keuangan secara keseluruhan disusun sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan pelafalan dalam percakapan bahasa Inggris peserta didik kelas XI SMA

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Herawati, menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dan saponin yang terkandung dalam getah tanaman Euphorbia milii Des Moulins mempunyai

% Jumlah Partisipasi masyarakat yang hadir dalam musrenbang kecamatan dibagi jumlah. masyarakat yang diundang

Sama halnya pada plot I, semut yang paling banyak ditemukan pada plot II adalah semut dari genus Camponotus, yaitu Camponotus sp.. 6 merupakan semut non predator

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana membangun suatu sistem pendukung keputusan dengan metode ANP dan TOPSIS yang dapat membantu pengambil keputusan

(4) Kepala Dinas Peternakan Kabupaten/Kotamadya Dati II atau Kepala Dinas peternakan Propinsi Dati I menyampaikan Rencana kerja tahunan pengawasan obat hewan

Pada tahap design , kegiatan design dilakukan untuk memecahkan permasalahan kurang optimalnya pelayanan fakultas dalam hal penerbitan dokumen formal akademik berupa