• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMIRIPAN KOMUNITAS TUMBUHAN BAWAH PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM PERKEBUNAN DI KABUPATEN LABUHAN BATU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMIRIPAN KOMUNITAS TUMBUHAN BAWAH PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM PERKEBUNAN DI KABUPATEN LABUHAN BATU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEMIRIPAN KOMUNITAS TUMBUHAN BAWAH  

PADA BEBERAPA TIPE EKOSISTEM PERKEBUNAN  

DI KABUPATEN LABUHAN BATU 

 

T. Alief Aththorick 

Staf Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU

Abstract

The similarity of ground vegetation had been studied on three plantations ecosystem in Labuhan Batu. Three ecosystems type was chosen purposively, i.e. palm oil plantation, peatland palm oil plantation and rubber plantation. The result showed that there were 56 species and 31 families of ground plant in whole location. Location I had 34 species and 23 families, while location II and III had 19 species, 15 families and 21 species, 15 families, respectively. Based on similarity indexes, location I and III had the highest similarity compared with location I and II, as well as location II and III. Edhapic factor determined strictly the community structure compared with major plant (biotic factor).

Key words: Similarity, Ground vegetation, Palm oil plantation, Rubber plantation

Kabupaten Labuhan Batu terkenal dengan perkebunan kelapa sawit dan karetnya. Sebagian besar daerah ini telah berubah menjadi kedua bentuk perkebunan tersebut. Di tinjau dari aspek ekologi, perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet yang sangat luas itu masing-masing membentuk sebuah ekosistem tersendiri yaitu ekosistem kebun kelapa sawit dan ekosistem kebun karet dengan sifat ekologi yang berbeda. Karet (Hevea brasiliensis) hidup di tanah keras, tidak tahan terhadap genangan air dan tidak dapat tumbuh pada tanah rawa sedangkan kelapa sawit (Elaeis

guinensis) tahan terhadap kondisi tanah

basah dan berawa. Hal ini mungkin disebabkan kelapa sawit memiliki daya evapotranspirasi yang sangat besar sehingga kelebihan kandungan air dapat segera dibuang ke atmosfer, bahkan pada akhirnya kondisi rawa dapat berubah menjadi tanah padat setelah bertahun-tahun ditanami kelapa sawit.

A. PENDAHULUAN

Tumbuhan bawah adalah komunitas tumbuhan yang menyusun stratifikasi bawah dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini umumnya berupa rumput, herba, semak atau perdu rendah. Jenis-jenis vegetasi ini ada yang bersifat annual, biannual atau perennial dengan bentuk hidup soliter, berumpun, tegak, menjalar atau memanjat. Secara taksonomi vegetasi bawah umumnya anggota dari suku-suku Poaceae, Cyperaceae, Araceae, Asteraceae, paku-pakuan dan lain-lain. Vegetasi ini banyak terdapat di tempat-tempat terbuka, tepi jalan, tebing sungai, lantai hutan, lahan pertanian dan perkebunan.

Di areal perkebunan kelapa sawit dan karet, vegetasi bawah tumbuh di sela-sela tanaman utama dan menjadi pengganggu jika terlalu dekat dengan tanaman tersebut sehingga perlu segera dibersihkan. Namun demikian di bagian-bagian tertentu dalam areal perkebunan, vegetasi ini tetap dipertahankan tumbuh meliar karena dapat berfungsi mencegah erosi, mengatur tata air, mengurangi evaporasi dan membentuk iklim mikro. Bahkan beberapa jenis tertentu seperti golongan kacang-kacangan sengaja ditanam untuk membantu dalam pengikatan nitrogen dalam tanah.

Arsitektur pohon dan bentuk daun kedua tanaman ini juga berbeda yang menghasilkan tingkat peneduhan yang berbeda pula. Arsitektur pohon dan bentuk daun kelapa sawit sangat maksimal menahan penetrasi cahaya sehingga kondisi di bawahnya sangat teduh sedangkan arsitektur pohon dan bentuk daun karet kurang maksimal menahan

(2)

penetrasi cahaya sehingga kondisi di bawahnya kurang teduh dibanding pada kebun sawit. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam faktor-faktor lingkungan lainnya seperti intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban udara. Perbedaan faktor-faktor lingkungan ini selanjutnya akan mempe-ngaruhi keberadaan jenis-jenis vegetasi bawah yang dapat hidup. Dengan demikian masing-masing perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet akan memiliki struktur dan komposisi vegetasi bawah yang khas pula.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kemiripan vegetasi bawah pada areal kebun kelapa sawit dan kebun karet. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang struktur dan komposisi vegetasi bawah pada areal perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet kepada pihak-pihak yang berkepentingan baik para peneliti maupun pemulia tanaman.

B. METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian meliputi 3 tipe ekosistem perkebunan yaitu kebun kelapa sawit tanah keras, kebun kelapa sawit tanah gambut dan kebun karet. Metode yang digunakan untuk menganalisis vegetasi adalah metode garis menyinggung (line intercept). Pada masing-masing areal kebun dibuat garis-garis transek dengan tali sepanjang 20 meter. Penempatan garis-garis transek ini dilakukan secara purposive dengan memperhatikan struktur dan komposisi vegetasi yang dianggap dapat mewakili. Selanjutnya garis transek tersebut dibagi atas 5 interval dengan panjang 2 m dan jarak antar interval 2 m. Pembuatan garis transek ini dilakukan sebanyak 5 kali untuk masing-masing areal perkebunan. Kemudian individu yang tersinggung garis transek dalam tiap interval dicatat jenis dan jumlahnya. Individu yang tidak diketahui jenisnya dikoleksi untuk diidentifikasi di laboratorium.

Analisis Data

Data lapangan yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mengetahui Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Dominasi (D), Dominasi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP), keanekaragaman vegetasi (Indeks Shanon-Wiener) dan derajat kesamaan kedua habitat (indeks kesamaan) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Krebs, 1985):

K = Jumlah suatu jenis yang terhitung Total panjang garis interval

KR = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis F = Jumlah interval suatu jenis Jumlah total seluruh interval FR = Frekuensi suatu jenis x 100% Frekuensi seluruh jenis

D = Panjang garis interval yg tersinggung Total panjang garis interval DR = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis INP = KR + FR + DR

Jenis yang mendominasi suatu habitat akan memiliki Indeks Nilai Penting (INP) yang tinggi dibandingan dengan jenis yang tidak dominan. Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener (Mason, 1980):

H’ = - ∑ pi ln pi

H’ = Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener Pi = proporsi suatu jenis dalam habitat

Jika nilai H’ ≥ 3 menunjukkan keanekaragaman vegetasi yang tinggi sedang jika nilai H’ < 1 menunjukkan keanekaragaman vegetasi rendah.

Indeks Kemiripan (Michael, 1984):

2 C

IS = --- X 100% A + B

IS = Indeks kemiripan

A = jumlah jenis pada habitat A B = Jumlah jenis pada habitat B

(3)

C = Jumlah jenis yang sama-sama dijumpai pada habiat A dan B

Jika nilai IS ≥ 75% berarti kedua habitat memiliki derajat kemiripan yang tinggi sedang bila nilai IS < 50% berarti kedua habitat memiliki derajat kemiripan yang rendah.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kekayaan Jenis

Seluruh tumbuhan bawah yang ditemukan pada areal kebun kelapa sawit dan karet adalah sebanyak 56 jenis yang tergolong ke dalam 31 suku. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan Armita (2000) yang mendapatkan 81 jenis dan 38 suku tumbuhan bawah pada beberapa umur tanaman kebun sawit di Tambunan A, Langkat. Hal ini mungkin berhubungan dengan pemeliharaan perkebunan. Kebun yang dipelihara dengan baik akan memiliki jumlah jenis tumbuhan bawah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kebun yang kurang pemeliharaannya. Pada lokasi I terdapat 34 jenis dengan 23 suku, lokasi II 19 jenis 15 suku dan lokasi III 21 jenis

15 suku. Jenis-jenis yang paling umum ditemukan adalah dari suku Adiantaceae, Athyriaceae dan Nephrolepidaceae dari golongan paku-pakuan serta Poaceae, Cyperaceae, Asteraceae, Euphorbiaceae, dan Papilionaceae dari golongan herba annual. Dari suku-suku tersebut yang memiliki jumlah jenis terbanyak adalah Poaceae sebanyak 8 jenis diikuti oleh Asteraceae 7 jenis dan Cyperaceae, Euphorbiaceae, Papilionaceae masing-masing 3 jenis. Namun demikian tumbuhan bawah golongan pakis-pakisan lebih melimpah pada kebun kelapa sawit tanah keras dan tanah gambut dibandingkan dengan kebun karet. Hal ini disebabkan keteduhan dan kelembaban lebih tinggi pada areal perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan areal perkebunan karet. Lingkungan yang teduh dan lembab sangat disenangi oleh golongan paku-pakuan (Holttum, 1969; Sastrapradja et al., 1980; Polunin, 1990). Jenis-jenis tumbuhan bawah pada areal kebun kelapa sawit dan karet dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis Tumbuhan Bawah pada 3 Lokasi Pengamatan

NO. SUKU JENIS L O K A S I

I II III

1. Adiantaceae Adiantum polyphyllum + - +

2. Adiantum trapeziformis + - -

3. Amaranthaceae Cyathula prostrata + - -

4. Araceae Colocasia esculenta - + -

5. Xantosoma sagittifolium + - -

6. Aspidiaceae Pleocnemia hemiteliformis - + -

7. Aspleniaceae Asplenium pellucidum + - -

8. Asteraceae Ageratum conyzoides + - -

9. Blumea myriochepala - + + 10. Enhydra fluctuans + - - 11. Erigeron linifolius + - - 12. Hyptis suaveolens - - + 13. Mikania sp + + - 14. Wedelia biflora - - +

15. Athyriaceae Diplazium esculentum + - -

16. Diplazium silvaticum + - -

17. Blechnaceae Stenochlaena palustris + - -

18. Convolvulaceae Ipomea hederatica - + -

(4)

20. Cyperus rotundus + - -

21. Kylinga sp + - -

22. Euphorbiaceae Euphorbia hirta + - -

23. Phylantus niruri + - -

24. Sauropus androgynus - - +

Lanjutan…

NO. SUKU JENIS L O K A S I

I II III

25. Flagellariaceae Flagellaria indica - - +

26. Gleicheiniaceae Gleicheinia linearis - + -

27. Malvaceae Sida rhambifolia - - +

28. Urena lobata + - -

29. Melastomataceae Clidemia hirta - - +

30. Melastoma sp + + +

31. Menispermaceae Tinospora crispa - - +

32. Nephrolepidaceae Nephrolepis biserrata + + +

33. Papilionaceae Calopogonium mucunoides + - -

34. Crotalaria verrucosa - + +

35. Desmodium triflorum + - -

36. Piperaceae Peperomia pellucida + - -

37. Poaceae Axonopus compressus + + +

38. Centotheca lappacea + - + 39. Cynodon dactylon - + - 40. Dichantium annulatum + - + 41. Imperata cylindrica - - + 42. Leersia hexandra + - - 43. Panicum repens - + - 44. Saccharum spontaneum - + - 45. Polygonaceae Fagopyrum sp + + -

46. Pteridaceae Pteris tripartita + - -

47. Rubiaceae Borreria hispida + - -

48. Schizaeaceae Lygodium flexuosum + - -

49. Lygodium salifolium - - +

50. Solanaceae Physalis minima - + +

51. Sterculiaceae Melochia corchorifolia - + -

52. Taenitidaceae Taenitis interupta + + +

53. Telypteridaceae Pronephrium triphyllum + - +

54. Ulmaceae Trema orientalis - + -

55. Umbiliferae Hydrocotyl asiatica + - -

56. Vittariaceae Vittaria elongata + - -

Keterangan:

I : Kebun Kelapa Sawit Tanah Keras II : Kebun Kelapa Sawit Tanah Gambut III : Kebun Karet

Suku Poaceae memiliki jumlah jenis tertinggi pada lokasi penelitian karena semua anggota suku ini merupakan tumbuhan

bawah, memiliki alat perkembangbiakan yang ringan sehingga mudah dipencarkan serta memiliki persyaratan hidup yang

(5)

sederhana sehingga mudah hidup pada berbagai tipe habitat. Sifat-sifat ini dimiliki pula oleh suku Asteraceae yang memiliki jumlah jenis tertinggi kedua. Holm (1978)

dalam Sastroutomo (1990) menyatakan dari

250 jenis tumbuhan bawah yang tumbuh di antara tanaman pokoknya 40% diantaranya termasuk ke dalam suku Poaceae dan Asteraceae. Cyperaceae memiliki sifat ekologi yang hampir sama dengan Poaceae tetapi karena sifat hidupnya yang berumpun menyebabkan penyebarannya tidak merata. Suku Poaceae dan Cyperaceae mamiliki daya adaptasi yang tinggi, distribusi luas, dan mampu tumbuh pada lahan kering maupun tergenang (Rukmana & Saputra, 1999).

Dari Tabel 1 diketahui bahwa ada 4 jenis tumbuhan yang terdapat pada ketiga lokasi penelitian yaitu Melastoma sp., N. biserrata,

A. compressus dan T. interupta. Hal ini

menunjukkan bahwa jenis-jenis ini lebih toleran hidup pada berbagai tipe habitat yang berbeda. Meskipun demikian

Melastoma sp. dan T. interupta memiliki

nilai INP yang rendah pada ketiga lokasi

yaitu tidak sampai 10% untuk Melastoma

sp. dan tidak sampai 11% untuk T. interupta. Hal ini berarti kedua jenis

tersebut memiliki jumlah individu dan basal area yang rendah. Sebaliknya N. biserrata dan A. compressus memiliki nilai INP yang tinggi pada ketiga lokasi, berarti kedua jenis ini hidup dengan nyaman dan dapat memanfaatkan sumber-sumber kehidupan dengan sebaik-baiknya.

2. Kemiripan Antar Komunitas

Kemiripan komunitas menunjukkan keadaan yang hampir sama antara dua komunitas terhadap komponen biotiknya. Kemiripan komponen biotik ini akan didukung pula oleh kemiripan komponen abiotiknya. Berdasarkan hasil analisis vegetasi didapatkan beberapa parameter ekologi dari ketiga komunitas yang diteliti seperti yang tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Vegetasi Ketiga Lokasi Penelitian LOKASI I : Kebun Sawit Tanah Keras

1. Jumlah Jenis 34

2. Jumlah Suku 23

3. Indeks Shanon - Wiener 3,206 4. Daftar 5 Nilai INP Tertinggi

JENIS KR(%) DR(%) FR(%) INP(%) Axonopus compressus 15,31 12,57 12,01 39,89 Nephrolepis biserrata 7,03 10,44 6,68 24,15 Mikania sp 6,53 9,03 7,40 22,96 Vittaria elongata 3,92 12,68 5,63 22,24 Diplazium esculentum 4,56 10,52 7,04 22,12

LOKASI II : Kebun Sawit Tanah Gambut

1. Jumlah Jenis 19

2. Jumlah Suku 15

3. Indeks Shanon - Wiener 2,394 4. Daftar 5 Nilai INP Tertinggi

JENIS KR(%) DR(%) FR(%) INP(%) Nephrolepis biserata 26,63 37,47 17,12 81,22 Cynodon dactylon 24,39 31,70 13,52 69,61 Physalis minima 4,88 6,32 5,41 16,61 Cyperus malaccensis 8,13 1,80 5,41 15,33 Pleocnemia hemiteliformis 4,88 3,11 5,41 13,40

LOKASI III : Kebun Karet

1. Jumlah Jenis 21

2. Jumlah Suku 15

3. Indeks Shanon - Wiener 2,380 4. Daftar 5 Nilai INP Tertinggi

(6)

JENIS KR(%) DR(%) FR(%) INP(%) Flagellaria indica 20,17 27,21 13,24 60,61 Axonopus compressus 22,28 14,74 19,48 56,50 Diplazium esculentum 19,46 12,94 16,54 48,94 Adiantum polyphyllum 13,63 18,41 6,25 38,29 Nephrolepis biserrata 5,84 11,83 4,69 22,36

Dari Tabel 2 di atas diketahui bahwa jumlah jenis tertinggi terdapat pada lokasi I yaitu kebun kelapa sawit tanah keras sebanyak 34 jenis kemudian diikuti secara berturut oleh lokasi III sebanyak 21 jenis dan lokasi II 19 jenis. Kekayaan jenis pada lokasi I banyak disumbang dari jenis paku-pakuan. Dari 34 jenis tumbuhan bawah 12 jenis di antaranya adalah jenis paku-pakuan. Sedangkan pada lokasi II dan III hanya dihuni oleh 3 dan 6 jenis paku-pakuan secara berurutan. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat peneduhan, kelembaban serta variasi habitat lokal pada lokasi I yang cukup tinggi (Holttum, 1969; Sastrapradja et

al., 1980; Polunin, 1990). Keberadaan jenis

paku-pakuan ini menjadi ciri dari struktur komunitas lokasi I yang terlihat sangat beragam dan rapat ditumbuhi oleh vegetasi bawah. Irwan (1997) menyatakan bahwa jenis yang mengendalikan suatu komunitas dapat menentukan keanekaragaman dan aspek struktur komunitas.

Dari Tabel 2 tampak bahwa nilai indeks keragaman Shanon – Wiener tertinggi juga terdapat lokasi I yaitu 3,206 dibandingkan dengan lokasi II 2,394 dan lokasi III 2,380. Nilai indeks Shanon–Wiener menggambarkan keanekaragaman tumbuhan bawah pada lokasi I termasuk dalam kategori tinggi dan pada lokasi II dan III kategori sedang sesuai dengan Mason (1980). Hal ini berarti komunitas tumbuhan pada ketiga lokasi dapat dikatakan berada dalam kadaan stabil karena proporsi jenis-jenis dalam keadaan seimbang atau tidak ada jenis yang mendominasi.

Dari Tabel 2 juga dapat diketahui 5 jenis tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting tertinggi pada ketiga lokasi. Indeks nilai penting menggambarkan peranan suatu jenis dalam komunitas, semakin tinggi nilainya berarti semakin penting peranannya dan semakin baik penyesuaian

dan pemanfaatan sumber-sumber energinya dalam komunitas tersebut. Lokasi I dan III memiliki banyak kesamaan jenis dibandingkan dengan lokasi I dan II ataupun lokasi II dan III. Jenis-jenis dominan yang terdapat baik pada lokasi I maupun lokasi III ada 3 jenis yaitu A. compressus, N. biserrata dan D.

esculentum, sedangkan jenis dominan yang

sama-sama terdapat pada lokasi I dan II serta lokasi II dan III hanya 1 jenis yaitu N.

biserrata. Berdasarkan hasil di atas tampak

secara umum komunitas tumbuhan bawah pada lokasi I lebih mirip dengan lokasi III.

3. Indeks Kemiripan (IS)

Kemiripan jenis antar komunitas ditunjukkan oleh Indeks Kemiripan. Nilai ini meng-gambarkan tingkat variasi atau kesamaan komunitas antar lokasi. Nilai indeks kemiripan antar lokasi pada daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Indeks Kemiripan Antar Lokasi dari Ketiga Lokasi Pengamatan

LOKASI IS (%)

I dan II 34,227

I dan III 75,473

II dan III 34,727

Dari Tabel 3 di atas tampak nilai Indeks kemiripan terbesar terdapat antara lokasi I dan III sebesar 75,227% sedangkan indeks kemiripan antar lokasi I dan II serta antar lokasi II dan III sangat kecil yaitu 34,227% dan 34,727% secara berurutan. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas tumbuhan bawah pada lokasi I memiliki kemiripan yang tinggi dengan lokasi III dan memiliki kemiripan yang rendah dengan lokasi II. Demikian juga komunitas tumbuhan bawah pada lokasi II memiliki kemiripan yang rendah dengan lokasi III. Hal ini mungkin lebih disebabkan oleh faktor jenis tanah (edafik) dibanding faktor tegakan tumbuhan utama (biotik). Lokasi I dan III adalah kebun sawit dan kebun karet yang memiliki jenis

(7)

tanah keras sedangkan lokasi II adalah kebun sawit yang memiliki jenis tanah gambut. Dengan demikian dapat dikatakan juga bahwa faktor jenis tanah lebih menentukan struktur komunitas tumbuhan bawah dibandingkan dengan faktor tumbuhan utamanya.

D. KESIMPULAN

1. Jumlah jenis tumbuhan bawah pada seluruh lokasi penelitian adalah 56 jenis yang termasuk ke dalam 31 suku, lokasi I terdiri dari 34 jenis 23 suku, lokasi II 19 jenis 15 suku dan lokasi III 21 jenis 15 suku.

Piggott, A.G., 1988, Ferns of Malaysia in

Colour, Tropical Press SDN, BHD,

Kuala Lumpur, P. 21 – 223.

2. Komunitas tumbuhan bawah pada lokasi I (kebun kelapa sawit tanah keras) lebih mirip dengan tumbuhan bawah pada lokasi III (kebun karet) dibandingkan dengan tumbuhan bawah pada lokasi II (kebun kelapa sawit tanah gambut) ataupun dibandingkan antara lokasi II dan III .

3. Faktor jenis tanah (edafik) lebih menentukan struktur komunitas tumbuhan bawah dibandingkan dengan faktor biotik (tanaman utama).

E. DAFTAR PUSTAKA

Holttum, R. E.,0 1969, Flora of Malay,.

Second Edition, Government Printing Office, Singapura, P. 305 – 311.

Krebs, C. J., 1985, Ecology, Third Edition, Harper & Row, Publisher, New York. Lawrence, G. H. M., 1958, Taxonomy of

Vascular Plants, The Macmilan

Company, New York, P. 49 – 52.

Mason, C. F., 1980, Ecology, Second Edition, Longman Inc, USA, New York, P. 4 – 23.

McNaughton, SJ. & L. L. Wolf., 1990,

Ekologi Umum, Edisi Kedua, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta, Hlm. 71, 629. 632.

Michael, P., 1984, Metode Ekologi untuk

Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium, Terjemahan Yanti R.

Koestoer, UI Press, Yogyakarta, Hlm. 36

Moenandir, H. J., 1993, Persaingan

Tanaman Budidaya dengan Gulma,

Rajawali Press, Jakarta, Hlm. 6 - 7. Mueller, D. Dumbois & H. Ellenberg., 1974,

Aims and Methods of Vegetation Ecology, Wiley International Edition,

New York, P. 277.

Nasution, U., 1986, Gulma dan

Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh, Penerbit

PT Gramedia, Jakarta, Hlm. 7, 112 - 115, 146, 207, 247 – 248.

Rukmana, H.R. & U. S. Saputra., 1999,

Gulma dan Teknik Pengendalian.,

Penerbit Kanisius, Jakarta, Hlm. 30 - 35.

Sastrapradja, S., J.J. Afriastini, D. Darnaedi & E. A. Widjaja., 1980, Jenis Paku

Indonesia, Lembaga Biologi Nasional

– LIPI, Bogor.

Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo & J. Wiroatmodjo., 1984, Pengelolaan

Gulma di Perkebunan, Penerbit P.T.

Gambar

Tabel 1.  Jenis-jenis Tumbuhan Bawah pada 3 Lokasi Pengamatan
Tabel 2.   Hasil Analisis Vegetasi Ketiga Lokasi Penelitian    LOKASI I  :  Kebun Sawit Tanah Keras
Tabel  3.  Nilai Indeks Kemiripan Antar  Lokasi dari Ketiga Lokasi Pengamatan

Referensi

Dokumen terkait

Aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijual adalah aset keuangan non-derivatif yang ditetapkan untuk memiliki selama periode tertentu, dimana akan dijual dalam rangka

Tema peringatan HSN tahun ini adalah “ Kerja Bersama dengan Data ” yang merupakan seruan bagi seluruh elemen bangsa untuk bekerja bersama,. membangun Indonesia,

Penulisan ini membahas tentang pembuatan program wallpaper yang dapat berubah secara otomatis menggunakan bahasa pemrograman Java 2 Micro Editon dan TextPad sebagai text editornya

Meskipun dokumen ini telah dipersiapkan dengan seksama, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memetakan sebaran bijih limonit secara lateral yang mengandung Ni lebih besar dari nilai kadar batas (Cut-off Grade), dan

Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Keinginan Untuk Sembuh pada Penyalahguna Napza di Pemasyarakatan Wirogunan Kota Yogyakarta.. Jurnal KES MAS

Halaman 68 dari 70 halaman putusan Nomor 498/PDT/2016/PT BDG Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor : 100/Setia Asih tersebut adalah cacat hukum; --- - Bahwa putusan Majelis

WorldCom mengajukan kebangkrutan tak lama sebelum 9 malam terakhir di Pengadilan Distrik Federal di Manhattan. Operasi internasional , yang meliputi perusahaan di Brasil dan Meksiko