• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAPATAN PETANI PELADANG BERPINDAH DI SEKITAR HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) PT. SUKA JAYA MAKMUR, KALIMANTAN BARAT SUSAN IKROSNAENI E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAPATAN PETANI PELADANG BERPINDAH DI SEKITAR HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) PT. SUKA JAYA MAKMUR, KALIMANTAN BARAT SUSAN IKROSNAENI E"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPATAN PETANI PELADANG BERPINDAH

DI SEKITAR HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH)

PT. SUKA JAYA MAKMUR, KALIMANTAN BARAT

SUSAN IKROSNAENI E14101010

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENDAPATAN PETANI PELADANG BERPINDAH

DI SEKITAR HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH)

PT. SUKA JAYA MAKMUR, KALIMANTAN BARAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

SUSAN IKROSNAENI E14101010

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Penelitian : Pendapatan Petani Peladang Berpindah Di Sekitar Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat

Nama Mahasiswa : Susan Ikrosnaeni

NIM : E14101010

Departemen : Manajemen Hutan

Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 131 412 316

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(4)

ABSTRAK

Susan Ikrosnaeni (E14101010). Pendapatan Petani Peladang Berpindah Di Sekitar Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS

Perladangan berpindah merupakan cara pertanian yang tertua dan banyak dijumpai di daerah tropika. Sistem perladangan bergilir (gilir balik) sering dikenal dengan metode 6 M, yakni menebas, menebang, membakar, menugal, merumput, menuai.

Tujuan yang diharapkan dalam kegiatan penelitian ini yaitu untuk: (1) Mengetahui tingkat pendapatan petani perladangan berpindah; (2) Mengetahui kontribusi pendapatan dari perladangan berpindah terhadap pendapatan petani; (3) Mengetahui potret perladangan berpindah.

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, tepatnya di lokasi yang telah dilakukan aktivitas kegiatan perladangan pada areal sekitar HPH PT. Suka Jaya Makmur. Data yang terkumpul diolah menggunakan sistem tabulasi sedangkan analisis datanya dilakukan secara analisis kuantitatif dan deskriptif.

Dari hasil penelitian dilapangan, rata-rata pendapatan petani peladang berpindah dari hasil ladang sebesar Rp 3.585.583/tahun, rata-rata pendapatan petani hasil di luar ladang sebesar Rp 5.320.766/tahun, rata-rata pengeluaran dari rumah tangga dan kegiatan berladang yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 8.432.316/tahun. Rata-rata pendapatan bersih petani sebesar Rp 474.033/tahun, sedangkan rata-rata pengeluaran petani dari kegiatan berladang saja setiap tahunnya sebesar Rp 535.000/tahun dan rata-rata pendapatan bersih petani dari hasil ladang berdasarkan luas ladang yang diolah sebesar Rp 2.542.048/tahun.

Pendapatan per kapita di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung untuk masyarakat miskin sekali berkisar antara 213,84-232,50 kg/kapita/tahun dengan persentase 10%, sedangkan untuk masyarakat miskin berkisar antara 245,50-317,86 kg/kapita/tahun dengan persentase 20% dan 70% masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung termasuk rumahtangga sejahtera dengan konsumsi beras berkisar antara 360,66-594,69 kg/kapita/tahun.

(5)

Hal ini menunjukkan bahwa di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung termasuk golongan masyarakat sejahtera.

Persentase kontribusi pendapatan hasil ladang dan luar ladang dapat dilihat bahwa pendapatan hasil ladang sebesar 41% dan hasil di luar ladang sebesar 59%. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat peladang berpindah dari hasil di luar ladang lebih besar dari hasil ladang sebagai kegiatan pokok masyarakat petani. Maka dari itu perladangan berpindah ini sudah menjadi keharusan bagi petani untuk menutupi pengeluaran mereka setiap tahunnya.

Potret perladangan berpindah di Kecamatan Nanga Tayap hampir sama dengan perladangan berpindah di daerah lain mulai dari kegiatan mencari lokasi untuk kegiatan perladangan sampai kegiatan memanen hasil ladang. Akan tetapi, ada sedikit perbedaan dalam hal kepercayaan yang dianut pada acara ritual kegiatan berladangnya.

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugrah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pendapatan Petani Peladang Berpindah Di Sekitar Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat”.

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan baik dalam penyusunan maupun dalam penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik membangun dari semua pihak.

Bogor, Februari 2006 Penulis

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam Penyusunan Skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan baik moril maupun materil, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Apa dan Mamah serta adik-adikku tercinta atas do’a dan kasih sayangnya.

2. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan serta ilmu selama penyelesaian skripsi ini.

3. Ir. T. R. Mardikanto, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Tutut Sunarminto, MSi selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberikan masukan dan saran. 4. Bapak Pimpinan dan seluruh staf karyawan di PT. Alas Kusuma Group,

Pontianak.

5. Bapak Ir. Purnomo Lusianto selaku Manager Camp Pawan Selatan, PT. Suka Jaya Makmur.

6. Seluruh staf IUPHH PT. Suka Jaya Makmur (Alas Kusuma Group) yang telah membantu dalam penelitian ini.

7. Suamiku tercinta atas perhatiannya, do’a serta kasih sayangnya. 8. Seluruh keluarga dan saudaraku yang paling kusayangi.

9. Teman-teman MNH’38 khususnya Lab sosek atas kebersamaan yang indah. 10. Isma CH atas bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi. 11. Keluarga besar Pondok Nauli atas kebersamaannya selama ini.

12. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas segala bantuan, bimbingan dan perhatiannya kepada penulis selama melakukan penelitian hingga skripsi ini selesai.

Semoga amal dan niat baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL .. ... v DAFTAR GAMBAR ... vi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 2 C. Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hutan ... 3

B. Pengertian Perladangan Berpindah ... 4

C. Dampak Kegiatan Perladangan Berpindah ... 6

D. Pendapatan Usahatani ... 7

E. Pendapatan Per Kapita . ... 8

III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

B. Alat dan Bahan ... 9

C. Data dan Informasi yang Diperlukan ... 9

D. Pengumpulan Data ... 9

E. Analisis Data ... 10

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Areal ... 11

B. Topografi ... 12

C. Jenis Tanah dan Iklim ... 13

D. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan ... 13

(9)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 16

B. Pendapatan Petani Ladang Berpindah ... 18

C. Kontribusi Pendapatan Perladangan Berpindah ... 22

D. Potret Perladangan Kecamatan Nanga Tayap ... 24

1. Pemanfaatan Hasil Ladang ... 24

2. Motivasi Ekonomi Perladangan Berpindah ... 24

3. Tata Cara Perladangan ... 26

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Luas Areal Kecamatan Nanga Tayap Berdasarkan Kelas Lereng ... 12

2. Luas Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Berdasarkan Kelas Lereng ... 12

3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur ... 17

4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 17

5. Pendapatan Petani Peladang Berpindah Per Tahun Kecamatan Nanga Tayap ... 19

6. Pendapatan Petani Peladang Berpindah Berdasarkan Luas Ladang Kecamatan Nanga Tayap ... 20

7. Pendapatan Per Kapita Petani Peladang Berpindah Per Tahun ... 22

8. Kontribusi Hasil Ladang dan Hasil di Luar Ladang Terhadap Pendapatan Kotor Petani Setiap Tahun ... 23

9. Motivasi Ekonomi Petani Peladang Berpindah ... 26

10. Tata Waktu Kegiatan Perladangan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung tahun 2005 ... 34

11. Jumlah Anggota Keluarga ... 41

12. Jenis-jenis Tanaman dan Luas Areal yang Dikelola ... 42

13. Biaya Pegelolaan Perladangan Berpindah ... 43

14. Pemanfaatan Hasil ... 43

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

1. Persentase Kontribusi Pendapatan Hasil Ladang dan Luar Ladang .... 24

2. Pembakaran Lahan Untuk Dijadikan Ladang ... 29

3. Pondok Peristirahatan di Ladang ... 29

4. Kegiatan Menugal ... 30

5. Kegiatan Menanam ... 30

6. Jenis Tanaman Padi di Ladang Paya ... 31

7. Jenis Tanaman Padi di Ladang Natai... 31

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki

multifungsi dan berperan penting dalam kehidupan manusia. Menurut Suhendang (2002), hutan memiliki fungsi lindung (konservasi), produksi dan sosial. Hutan berperan dalam memelihara tingkat kesuburan tanah, kualitas air segar serta pengendalian laju erosi tanah.

Keberadaan hutan dan ekosistem yang ada didalamnya harus tetap dijaga kelestariannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengelolaan hutan yang berkelanjutan sesuai dengan konsep hutan lestari. Pengelolaan hutan Indonesia dilaksanakan sejak tahun 70-an yang dikelola oleh BUMN (Perum Perhutani) dan pihak swasta yaitu Hak Pengusahaan Hutan (HPH) khususnya di luar Pulau Jawa, guna menghasilkan devisa untuk kegiatan pembangunan.

Adanya kegiatan pengelolaan hutan yang berkelanjutan adalah untuk menjaga fungsi dan peran hutan. Selain itu, kegiatan pengelolaan hutan diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat sekitar hutan. Tersedianya aksesibilitas yang memadai sebagai salah satu manfaat yang mendukung kegiatan masyarakat sekitar hutan.

Bagi masyarakat di sekitar hutan yang memiliki tradisi berladang dapat juga merasakan manfaat tersebut. Kegiatan ladang berpindah ini dilakukan di lahan bekas pengelolaan ataupun disekitar areal HPH. Kegiatan ladang berpindah yang dilakukan masyarakat guna memenuhi tuntutan kebutuhan hidup yang semakin bertambah dan meningkatnya jumlah penduduk. Seperti yang disebutkan di atas, aksesibilitas yang tinggi dari lokasi sekitar HPH yang sudah ditinggalkan merupakan salah satu alternatif untuk membuka ladang baru. Hal ini menjadi salah satu penyebab berkurangnya lahan yang tidak bervegetasi di kawasan hutan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui seberapa besar pendapatan petani perladangan berpindah. Perlu juga diketahui bagaimana kegiatan perladangan berpindah ini dapat mempengaruhi ekonomi, sosial dan budaya di kalangan petani perladangan berpindah.

(13)

B. Perumusan Masalah

Ladang berpindah merupakan salah satu kegiatan mengelola lahan pertanian bahkan menjadi suatu keharusan bagi sebagian masyarakat sekitar hutan. Selama ini kegiatan ladang berpindah diyakini mampu menopang dan memenuhi kebutuhan keluarga petani ladang berpindah.

Kegiatan ladang berpindah ini banyak dilakukan oleh masyarakat yang berada di sekitar areal HPH. Mereka memanfaatkan aksesibilitas yang dibangun oleh HPH untuk kegiatan perladangan ini. Perladangan berpindah ini merupakan pekerjaan pokok bagi petani peladang berpindah sekitar HPH. Sampai saat ini belum banyak kajian yang menjelaskan bagaimana kegiatan ladang berpindah ini mempengaruhi pendapatan petani ladang berpindah dan potret perladangan berpindah seperti apa yang merupakan tradisi budaya masyarakat sekitar hutan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui tingkat pendapatan petani perladangan berpindah. 2. Mengetahui kontribusi pendapatan dari perladangan berpindah

terhadap pendapatan petani.

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hutan

Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Kalimantan Barat (1999) mangungkapkan bahwa pengertian hutan harus dapat dibedakan ke dalam pengertian kekayaan hutan, potensi hutan dan sumberdaya hutan.

1. Hutan sebagai kekayaan alam apabila eksistensi hutan tersebut belum diketahui potensinya, pemanfaatannya dan teknologi pemanfaatnnya. 2. Hutan merupakan suatu potensi apabila manfaatnya sudah diketahui,

teknologi pemanfaatannya sudah tersedia namun potensi dasarnya belum ada atau belum diketahui.

3. Hutan merupakan sumberdaya apabila komponen–komponen hayati maupun non–hayati serta jasa terdapat yang di dalam hutan tersebut telah diketahui potensi, manfaat dan teknologi pemanfaatannya serta pasarnya telah tersedia.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999) dalam Nurhidayati (2002) menyatakan bahwa hutan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan dunia. Oleh karena itu, keberadaan hutan sangat penting bagi kehidupan baik hutan sebagai hutan produksi, sebagai perlindungan sistem penyandang kehidupan, sebagai tempat pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, sebagai tempat pemanfaatan

(15)

secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya atau sebagai tempat wisata alam.

B. Pengertian Perladangan Berpindah

Sebagian besar penduduk Indonesia 70% tinggal di pedesaan, sedangkan 30% di perkotaan. Bagi masyarakat pedesaan kehidupan mereka sangat ditentukan oleh sumberdaya alam yaitu lahan dan lingkungan itu sendiri. Lahan merupakan satu-satunya sumberdaya yang tersedia dan dapat diperoleh masyarakat sehingga sebagian besar masyarakat pedesaan tegantung pada pertanian dalam arti luas. Kegiatan pertanian yang ada sekitar hutan masih dalam taraf tradisional seperti perladangan berpindah, peramu hasil hutan. Perpaduan berbagai faktor seperti teknologi, budaya dan lain-lain yang ada pada masyarakat di sekitar hutan tersebut membawa masalah kemiskinan (Darusman dan Bahruni, 1995).

Nair (1989) menjelaskan bahwa istilah perladangan berpindah mengacu pada sistem perladangan atau pertanian dengan kondisi lahan tanpa vegetasi alami, dengan tanaman pertanian untuk beberapa tahun dan kemudian dibiarkan sementara vegetasi alami setempat beregenerasi. Tahapan atau fase pengolahan biasanya pendek (2-3 tahun) namun fase regenerasi yang dikenal sebagai masa bera atau fase semak-semak jaraknya lebih panjang (10-20 tahun secara tradisional). Pembersihan selalu dilakukan dengan metode tebas dan bakar (slash and burn), menggunakan peralatan sederhana.

Nair (1989) menjelaskan bahwa perladangan berpindah masih

merupakan rangkaian sistem perladangan tradisional sepanjang areal yang luas dari daerah tropis dan sub tropis. Perkiraan luas areal sistem perladangan bermacam-macam. Salah satu estimasi yang masih digunakan (FAO, 1982) secara luas adalah bahwa luas areal bertambah mendekati rata-rata 360 juta hektar atau 30% dari total lahan tereksploitasi di seluruh dunia, dan membantu lebih dari 250 juta orang. Crutzen dan Andreas (1990) memperkirakan bahwa perladangan berpindah dipraktekan oleh 200 juta orang pada areal seluas 300-500 juta hektar pada daerah tropis.

(16)

Nair (1989) menjelaskan bahwa perladangan berpindah berperan untuk tujuan produksi dan pengolahan hasil pertanian sehari-hari, seperti padi, jagung, talas, kacang-kacangan dan lain-lain. Periode masa bera memberikan kontribusi untuk akumulasi dari elemen nutrien dalam produksi agrikultur. Dalam perladangan berpindah secara tradisional, masa bera itu sangat lama sehingga kesuburan tanah dapat diperbaiki secara efisien. Tetapi sekarang masa bera telah diperpendek, bahkan sudah ditinggalkan yang disebabkan oleh pertambahan penduduk dan meningkatnya kebutuhan rumah tangga. Sebagai hasilnya, terjadi kemunduran kondisi tanah secara drastis dan berkurangnya hasil panen.

Petani peladang berpindah melakukan aktivitas berladang dengan rotasi 5 tahun di lokasi yang mereka klaim sebagai hak ulayat, dapat mengkonversi lahan hutan menjadi lahan pertanian ladang dengan dasar hukum hak ulayat tersebut. Perladangan berpindah merupakan kegiatan membuka lahan (secara tradisional di areal berhutan) dengan menebang, membakar, menanam padi, jagung, sayuran dan sebagainya yang kemudian memanennya. Biasanya menanam hanya satu kali setahun atau maksimal tiga kali secara berulang ulang di lokasi yang sama. Pembukaan lahan dilakukan secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya dan dari tahun ke tahun dan adakalanya kembali ke lokasi tempat awalnya yang merupakan siklus berladang. Pembukaan lahan biasanya menggunakan areal berhutan atau kondisi pepohonan yang masih lebat untuk mendapatkan lapisan humus yang tebal (subur) pada dataran tinggi, perbukitan dan sebagainya (Nusa Hijau-WWF,2003).

Utomo (1994) menyatakan bahwa pada masyarakat yang masih menganut sistem berladang berpindah, maka ciri utamanya ialah masyarakat belum mengenal hak milik tanah yang menetap. Dalam komunitas seperti itu penguasaan tanah bersifat sementara karena setelah beberapa musim kemudian lahan tersebut ditinggalkan dan setelah menghutan kembali mungkin saja digunakan oleh orang lain lagi dengan seijin sipemakai pertama. Tanah atau lahan dimiliki secara bersama-sama sebagai tanah adat.

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan melakukan pertanian secara berladang berpindah yaitu dengan kegiatan penebangan (Juni-Juli),

(17)

pembakaran (Agustus) penanaman (Februari-Maret). Setelah itu berpindah lokasi dengan siklus kira-kira 5-15 tahun, tetapi apabila ladang pertama berasal dari hutan primer biasanya rotasi perladangan dapat terjadi kurang dari 5 tahun. Dari beberapa desa contoh, luas dan produktifitas ladang berpindah rata-rata adalah 1,12 ha dan 1,3 ton/ha/tahun. Hampir setiap rumahtangga yang ada memiliki tanah garapan. Kehidupan masyarakat sangat tergantung pada perladangan ini dan sebagian besar hasil ladang dikonsumsi sendiri (Nair, 1989).

C. Dampak Kegiatan Perladangan Berpindah

Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan, pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali. Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflase dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH (Dove,1988).

Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah (2001), dampak dari kegiatan perladangan berpindah yang paling banyak terjadi yaitu kebakaran hutan dan lahan. Beberapa kerugian yang dapat ditimbulkan dari kebakaran hutan adalah:

1. Penurunan nilai tegakan

2. Musnahnya kehidupan flora dan fauna 3. Rusaknya nilai estetika

4. Terganggunya tata air

5. Merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah 6. Perubahan iklim mikro maupun global

7. Munculnya dampak negatif terhadap lingkungan berupa kabut asap, yang imbasnya dapat menganggu kesehatan dan kegiatan transportasi.

Nugraha (2005) menjelaskan bahwa dalam konteks kerusakan, terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap kerusakan praktek pertanian ladang berpindah. Pertama, perkembangan demografi dan penyempitan lahan sebagai akibat pertambahan penduduk. Faktor tersebut telah mengakibatkan masa bera menjadi semakain menurun yang berdampak terhadap tingkat

(18)

kesuburan lahan. Jelas, hasil panen jauh berkurang. Kedua, faktor budaya tanam tinggal. Dengan semakin menurun tingkat kesuburan, maka pertanian ladang membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Dengan budaya tanam tinggal mengakibatkan sistem perladangan semakin tidak ekonomis di tengah berkembangnya paham dan budaya masyarakat yang kian berorientasi pada aspek-aspek ekonomi.

D. Pendapatan Usahatani

Soekartawi (2002) menyatakan Bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya. Dalam banyak hal jumlah total penerimaan ini selalu lebih besar bila analisis ekonomi yang dipakai, dan selalu lebih kecil bila analisis finansial yang dipakai. Oleh karena itu, setiap kali melakukan analisis, perlu disebutkan analisis apa yang digunakan. Soekartawi (1986) menyatakan Bahwa pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun, dan mencakup semua produk yang: 1. Dijual.

2. Dikonsumsi rumahtangga petani.

3. Digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak. 4. Digunakan untuk pembayaran.

5. Disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun.

Menghindari perhitungan ganda, maka semua produk yang dihasilkan sebelum tahun pembukuan tetapi dijual atau digunakan pada saat tahun pembukuan, tidak dimasukkan dalam pendapatan kotor.

Soekartawi (1986) menyatakan Bahwa dalam menaksir pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Tanaman dihitung dengan cara mengalikan produksi dengan harga pasar. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani.

Soekartawi (1986) menyatakan Bahwa pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total

(19)

usahatani adalah pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.

E. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan perkapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.

Menurut Sajogyo, dkk (1991) penentuan kemiskinan absolut merupakan garis kemiskinan. Konsep-konsep garis kemiskinan untuk daerah pedesaan diantaranya:

1. Miskin : Pendapatan 240-320 kg/kapita/tahun setara beras. 2. Miskin sekali : Pendapatan 180-240 kg/kapita/tahun setara beras. 3. Paling Miskin : Pendapatan < 180 kg/kapita/tahun setara beras.

(20)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat, tepatnya di lokasi yang telah dilakukan aktivitas kegiatan perladangan pada areal sekitar HPH PT. Suka Jaya Makmur. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan September sampai bulan Oktober 2005.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa daftar pertanyaan (kuisioner), komputer dengan software Microsoft Excel, alat tulis, alat hitung dan kamera. Bahan yang digunakan berupa data dan informasi mengenai kegiatan peladang berpindah di sekitar HPH PT. Suka Jaya Makmur.

C. Data dan Informasi yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa:

1. Karakteristik rumahtangga peladang meliputi nama, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan mata pencaharian.

2. Data potensi ekonomi keluarga (kepemilikan modal) meliputi luas areal perladangan berpindah serta sarana dan prasarana yang dimiliki.

3. Pendapatan rumah tangga.

4. Kondisi demografi meliputi jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk serta sarana dan prasarana lingkungan.

5. Keadaan fisik lingkungan meliputi letak, keadaan tanah, topografi dan kelerengan lahan.

6. Kalender musiman atau hasil tanam.

7. Jenis tanaman yang digunakan oleh peladang. 8. Jarak tempuh dari tempat tinggal ke ladang.

D. Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara terstruktur

menggunakan daftar pertanyaan maupun wawancara bebas terhadap pemilik ladang dan tokoh masyarakat, pengisian kuisioner dan observasi lapang. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang dilakukan dengan

(21)

mempelajari arsip-arsip yang ada di instansi yang terkait dengan kegiatan perladangan berpindah.

E. Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah menggunakan analisis sistem tabulasi. Analisis data untuk menghitung pendapatan rata-rata petani perladangan berpindah setiap tahunnya adalah sebagai berikut:

1. Pengeluaran (Rp/thn) merupakan pengeluaran dari kegiatan berladang dengan pengeluaran di luar hasil ladang (pengeluaran rumahtangga dan menyadap karet).

2. Pendapatan bersih petani (Rp/thn) didapat dari penjumlahan hasil dari ladang dan hasil di luar ladang dikurangi pengeluaran.

3. Pendapatan rata-rata petani pertahun merupakan selisih jumlah total pendapatan bersih petani dengan jumlah seluruh responden.

Analisis data untuk menghitung rata-rata pendapatan petani perladangan berpindah berdasarkan luas setiap tahunnya adalah sebagai berikut:

1. Pengeluaran (Rp/thn) merupakan pengeluaran dari kegiatan berladang mulai dari kegiatan menebas sampai memanen.

2. Pendapatan bersih hasil ladang (Rp/ha/thn) berdasarkan luas didapat dari selisih pendapatan hasil ladang setelah dikurangi pengeluaran dengan luasan lahan ladang.

3. Pendapatan rata-rata petani berdasarkan luas merupakan selisih jumlah total pendapatan bersih petani jumlah seluruh responden.

Kontribusi pendapatan petani ladang berpindah dari hasil ladang adalah besarnya persentase selisih antara pendapatan petani dari hasil ladang terhadap pendapatan kotor petani setiap tahunnya sedangkan kontribusi pendapatan petani ladang berpindah dari hasil di luar ladang adalah besarnya persentase selisih antara pendapatan petani dari hasil di luar ladang terhadap pendapatan kotor petani setiap tahunnya.

(22)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Tepatnya di lokasi yang telah dilakukan perladangan di sekitar HPH PT. Suka Jaya Makmur.

A. Letak dan Luas Areal

Secara geografis, Kecamatan Nanga Tayap terletak di antara Garis Lintang 1o12"24 LS - 1o38"00 LS dan Garis Bujur 110o 15' 24" BT - 110o 52' 00 " BT dengan keluasan Kecamatan Nanga Tayap 1.728,1 ha dari 9 desa dan 49 dusun. Batas wilayah Kecamatan Nanga Tayap:

Utara : Sandai Selatan : Tumbang Titi

Timur : Kalimantan Tengah

Barat : Matan Hilir

Dalam Rencana Kerja Pengusahaan Hutan (RKPH) PT. Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabung dalam kelompok Alas Kusuma Group berdasarkan Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan No. 106/KPTS-II/2000 tanggal 29 Desember 2000. Luas areal berdasarkan SK Menhut No 106/Kpts-II/2000 adalah seluas 171.340 ha, dimana luas Hutan Produksi Terbatas seluas 158.340 ha dan Hutan Produksi Tetap seluas 13.000 ha.

Menurut pembagian wilayah Administrasi Pemerintahan, areal PT. Suka Jaya Makmur meliputi Kecamatan Tumbang Titi, Nanga Tayap, Sandai, Matan Hilir Selatan dan Sokan, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan pembagian Administrasi Kehutanan, areal Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Suka Jaya Makmur termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ketapang dan Sintang Selatan, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Barat.

Secara geografis, areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur merupakan areal kompak yang terletak di antara 110o 20’ BT - 111o 20’ BT dan 01o 20’ LS – 01o 55’ LS. Batas areal PT. Suka Jaya Makmur :

(23)

Utara : IUPHHK PT. Duaja II dan PT. Wanasokan Hasillindo. Timur : Hutan Lindung dan Hutan Negara

Selatan : IUPHHK PT. Wanakayu Batuputih dan Hutan Negara Barat : HPT PT. Triekasari, PT. Kawedar dan Hutan Negara

B. Topografi

Topografi areal Nanga Tayap datar, landai hingga sangat curam dengan persentase kemiringan lapangan seperti pada Tabel 1. Dan topografi areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur umumnya bergelombang, datar dan landai hingga agak curam dengan persentase kemiringan lapangan seperti pada Tabel 2. Areal tersebut memiliki ketinggian minimum 300 m dpl dan maksimum 700 m dpl.

Tabel 1. Luas Areal Kecamatan Nanga Tayap Berdasarkan Kelas Lereng

Klasifikasi Kelerengan (%) Luas (ha) Persentase (%)

(1) (2) (3) (4) Datar 0-2 24,816 14,36 Landai 3-14 94,347 54,60 Curam 15-40 8,750 5,06 Sangat Curam >40 44,897 25,98 Jumlah 172,810 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Ketapang 2003

Tabel 2. Luas Areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur Berdasarkan Kelas Lereng

Klasifikasi Kelerengan (%) Luas (ha) Persentase (%)

(1) (2) (3) (4) Datar 0-8 13,433 7,84 Landai 8-15 43,794 25,56 Agak Curam 15-25 108,766 63,48 Curam 25-40 2,861 1,67 Sangat Curam >40 2,486 1,45 Jumlah 171,340 100,00

Sumber : Rencana Kerja Pengusahaan Hutan Tahun 2004

C. Jenis Tanah dan Iklim

Menurut peta tanah Propinsi Dati I Kalimantan Barat, jenis tanah yang terdapat di sekitar areal pengusahaan hutan PT. Suka Jaya Makmur hampir seluruhnya terdiri atas jenis tanah Podsolik Merah Kuning. Sebagian besar

(24)

jenis tanah di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur adalah Podsolik Merah Kuning (PMK), Latosol, Litosol dengan batuan induknya adalah batuan sedimen, batuan beku dan batuan metamorf.

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson 1951, kondisi iklim di wilayah Nanga Tayap dan areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q = 0,4. Curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.761 mm/tahun.

Bulan-bulan basah curah hujan >100 mm/bulan yang merupakan musim penghujan terjadi hampir sepanjang tahun sedangkan bulan kering curah hujan < 60 mm/bulan. Suhu udara rata-rata tahunan berkisar antara 26oC - 28oC, kelembaban udara rata-rata 85% - 95%.

D. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan

Desa-desa yang terdapat di sekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur secara administratif meliputi: Desa Beginci, Kecamatan Sandai; Desa Kayung Sekayu, Kecamatan Nanga Tayap. Wilayah Kabupaten Ketapang terdiri dari 2 desa dan 7 dusun yaitu dengan jumlah 916 KK dan jumlah penduduk 3.268 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.733 jiwa (53%) dan perempuan 1.536 jiwa (47%).

Penduduk desa yang berada di Kecamatan Nanga Tayap dan sekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur hampir seluruhnya merupakan Etnis Dayak dan sisanya merupakan Suku Melayu, Cina dan Jawa. Etnis dayak yang berdomisili asli di desa-desa di wilayah Kabupaten Ketapang adalah Dayak Beginci dan Dayak Kayung.

Tingkat pendapatan penduduk mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat pendidikan meskipun hal tersebut tidaklah mutlak. Keberadaan fasilitas sekolah di desa akan memudahkan penduduk desa tersebut untuk memperoleh pendidikan formal. Semakin tinggi fasilitas pendidikan yang ada di desa akan memberikan kecenderungan yang lebih baik pada tingkat pendidikan penduduk desa tersebut. Desa-desa yang berada di wilayah Kabupaten Ketapang memiliki angka tingkat pendidikan yang lebih tinggi yaitu 69,31%. Selain itu angka yang tidak selesai atau belum mengenyam

(25)

pendidikan formal adalah 30,69%. Rendahya tingkat pendidikan dimungkinkan oleh beberapa sebab seperti :

1. Aksesibilitas dan motivasi penduduk desa untuk bersekolah masih rendah.

2. Rendahnya tingkat pendapatan penduduk desa.

3. Keadaan atau kondisi lingkungan dan cara atau metode belajar. 4. Fasilitas (sarana dan prasarana) pendidikan yang kurang memadai. Pada kenyataannya motivasi penduduk desa yang berada di Kecamatan Nanga Tayap dalam memberikan pendidikan anaknya relatif cukup tinggi, namun kendala yang dihadapi adalah ketidakmampuan untuk membiayai anaknya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Menanggulangi kesulitan penduduk desa tersebut IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur telah memberikan beasiswa dari tingkat SD sampai dengan perguruan tinggi serta pendirian sekolah menengah pertama yang menginduk ke SMP Kemala Bhayangkari guna menampung lulusan siswa sekolah dasar, sedikit banyaknya telah membantu anak-anak desa dalam mencapai cita-citanya.

Pada umumnya sarana dan prasarana di setiap desa terdiri dari Sarana pendidikan mulai dari tingkat TK sebanyak 1 unit, SD sebanyak 7 unit, SLTP sebanyak 1 unit sedangkan untuk SMU ada di Ketapang. Sarana kesehatan terdiri dari puskesmas pembantu sebanyak 1 unit, posyandu sebanyak 7 buah, polindes 2 buah, klinik 1 buah sedangkan untuk sarana ibadah Gereja/Kapel untuk Katolik 6 buah, untuk Protestan 3 buah, Surau/mesjid 1 buah, dan untuk pertemuan antara penduduk terdapat rumah adat/balai pertemuan 7 buah.

Mata pencaharian penduduk Nanga Tayap pada umumnya mayoritas adalah petani tradisional yang lebih dikenal sebagai peladang berpindah, sisanya bekerja di bidang lain sebagai karyawan, guru dan pedagang. Selain berladang sebagian penduduk desa juga mempunyai aktifitas di kebun karet, sawah dan mengumpulkan biji Tengkawang pada musim buah. Rata-rata kepemilikan lahan di wilayah Kabupaten Ketapang seperti kebun Karet 1,28 ha/kk, areal perladangan 1,24 ha/kk dan sawah 0,7 ha/kk.

(26)

Penduduk yang berada di Nanga Tayap dan sekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur mempunyai kesempatan untuk menjadi karyawan PT. Suka Jaya Makmur baik sebagai operasional di lapangan maupun tenaga administrasi sesuai dengan spesifikasi dan kriteria yang dibutuhkan pihak perusahaan serta kemampuan dari penduduk desa untuk memenuhi persyaratan yang diminta. Selain itu peluang berusaha penduduk sekitar IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur cukup besar di dalam pemenuhan bahan makanan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan untuk keperluan karyawan camp yang selama ini sebagian besar dipasok langsung dari Kabupaten Ketapang.

E. Aksesibilitas

Kecamatan Nanga Tayap memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi. Areal tersebut dapat dilalui dua macam rute, yaitu :

1. Jalan darat yang melalui ruas jalan Ketapang - Sinduk (60 km). Sinduk – Desa Sei Kelly (61 km), dan Desa Sei Kelly – Kecamatan Nanga Tayap (24 km). Sebagian besar keadaan jalan darat tersebut dapat dilalui kendaraan pada musim kemarau.

2. Jalan air melalui Sungai Pawan antara Ketapang – Sei Kelly di Desa Sei Kelly (± 3 jam) dengan speed boat dan jalan darat antara Sei Kelly – Nanga Tayap (24 km).

Daerah Ketapang memiliki Lapangan Udara Rahardi Oesman yang menghubungkan daerah Ketapang dengan Pontianak, Jakarta dan Semarang. Jenis pesawat yang dipakai seperti Twin Otter. Hubungan antara Ketapang dengan Pontianak dilaksanakan oleh perusahaan penerbangan Deraya dan Dirgantara Air Sevice (DAS) dengan frekuensi penerbangan dua kali sehari dalam seminggu, sedangkan dari Jakarta dan Semarang, hubungan udara tersebut hanya dilayani oleh Merpati Nusantara Airways (MNA) dengan frekuensi tiga kali seminggu. Pelabuhan laut yang terdapat di Ketapang dapat dikunjungi jenis kapal untuk pelayaran samudera, nusantara, lokal, rakyat dan khusus.

(27)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perladangan berpindah (swidden cultivation) merupakan cara pertanian yang tertua dan banyak dijumpai di daerah tropika. Sistem perladangan bergilir (gilir balik) sering dikenal dengan metode 6 M, yakni menebas, menebang, membakar, menugal, merumput, menuai (Nugraha, 2005). Coklin (1957) dalam Nugraha (2005) menyatakan bahwa perladangan adalah sistem pertanian yang sifatnya tidak berkesinambungan. Lahan ladang yang yang sudah tidak subur setelah ditanami 1-2 tahun akan diistirahatkan (fallow). Sambil menunggu suksesi secara alami dengan terbentuknya hutan sekunder berupa padang rumput dan pohon liar, maka peladang pindah ke lahan lain. Mereka akan kembali ke lahan awal, jika lahan yang ditinggalkan telah cukup mengalami masa bera sekitar 5 tahun.

Perladangan berpindah yang berada di lokasi penelitian berada di wilayah hutan milik masyarakat. Lahan yang dijadikan sebagai ladang berasal dari hutan utuh dan hutan belukar. Jarak tempuh dari rumah petani ke ladang sekitar 3 km -10 km mereka menempuhnya dengan jalan kaki dan menggunakan motor. Petani akan memilih jarak lahan ladang dengan tempat tinggal yang relatif dekat dan mudah ditempuh. Jarak yang dekat dan akses yang mudah berarti peladang tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga, sehingga bisa dimanfaatkan untuk pekerjaan lain di rumah. Setiap petani ladang berpindah memiliki luas ladang sekitar 0,8 ha-1,5 ha.

A. Karakteristik Responden

Jumlah responden yang terpilih dalam penelitian ini sebanyak 30 orang kepala keluarga. Dengan tingkat umur responden berkisar antara 20 sampai 60 tahun ke atas.

(28)

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

(1) (2) (3) 20 – 30 5 16,67 31 - 40 11 36,66 41 - 50 8 26,67 51 - 60 5 16,67 > 60 1 3,33 Jumlah 30 100,00

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Tingkat pendidikan responden tergolong sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari banyaknya responden dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 23 orang sedangkan tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 4 orang. Dan terdapat pula yang tidak mengenyam dunia pendidikan sebanyak 3 orang.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

(1) (2) (3)

Tidak Sekolah 3 10,00

SD 23 76,67

SLTP 4 13,33

Jumlah 30 100,00

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Dari seluruh jumlah responden mereka menganut agama Kristen Katolik dan Kristen Protestan dengan persentase Katolik 63,33% dan Protestan 36,67%. Untuk suku bangsanya hampir seluruhnya bersuku bangsa Dayak Kayung dengan persentase 96,67% dan 3,33% Dayak Kalimantan Tengah.

Pekerjaan utama responden adalah berladang dan pekerjaan sampingan yang mereka lakukan yaitu berburu hewan dan menyadap getah karet serta ada pula yang membuat kerajinan dari rotan maupun bambu. Pekerjaan sampingan petani ladang berpindah dilakukan selama menunggu hasil dari ladang para petani.

(29)

B. Pendapatan Petani Ladang Berpindah

Sumber pendapatan petani di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung di dapat dari hasil ladang berpindah dan hasil dari luar ladang (berburu dan menyadap karet). Setiap petani ladang memiliki luas ladang antara 0,8 – 1,5 ha. Di setiap lahan ladangnya mereka menanam tanaman pokok seperti padi dan jagung serta ada pula sayuran. Hasil dari ladang mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Petani peladang berpindah tidak hanya mengandalkan hidupnya dari hasil berladang karena pendapatan dari hasil ladang tidak bisa mencukupi untuk kehidupan rumahtangga mereka per bulannya. Maka, untuk menutupi kebutuhan rumah tangga petani peladang berpindah melakukan penyadapan karet sebagai hasil di luar ladang.

Petani peladang berpindah ini melakukan kegiatan berladang ini karena tradisi yang sudah menjadi adat istiadat masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung bagi setiap anggota keluarga. Hal ini dilakukan karena sudah merupakan adat istiadat dimana dalam kegiatan berladang ini didukung oleh sistem sosial budaya masyarakat yang relatif kuat, sehingga sampai sekarang sebagian kegiatan ladang berpindah sarat akan makna sosial, budaya dan religiusitas masih dipraktekkan oleh para peladang.

Masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung melaksanakan praktek perladangan berpindah disebabkan oleh 2 faktor, yaitu (1) faktor ekonomi dan (2) faktor budaya. Faktor ekonomi adalah semua kegiatan perladangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga petani, sedangkan faktor budaya merupakan kegiatan perladangan merupakan salah satu bentuk pembelajaran budaya yang diperoleh dari nenek moyang leluhurnya dan diyakini paling sesuai dengan kondisi

ekosistem wilayah Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung. Kegiatan

pembukaan ladang ini dilakukan secara tolong menolong. Dalam kegiatan pembukaan ladang ini terdapat 30-60 orang, mereka melaksanakan kegiatan ini dalam waktu satu hari. Setiap petani yang membuka ladang harus menyediakan makanan dalam kegiatan ini sebesar Rp 300.000-Rp 600.000,-.

Pendapatan petani perladangan berpindah per tahun Kecamatan Nanga Tayap dapat dilihat pada Tabel 5. Setiap tahunnya petani peladang berpindah memiliki rata-rata dari pendapatan hasil ladang sebesar Rp

(30)

3.585.583/tahun, rata-rata dari pendapatan di luar hasil ladang sebesar Rp 5.320.766/tahun, rata-rata pengeluaran dari rumahtangga dan kegiatan berladang yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 8.432.316/tahun dan

untuk rata-rata pendapatan bersih petani setiap tahunnya sebesar Rp

474.033/tahun.

Tabel 5. Pendapatan Petani Peladang Berpindah Per Tahun Kecamatan Nanga Tayap No Responden (1) Pendapatan Hasil Ladang (Rp/thn) Pendapatan di Luar Hasil Ladang (Rp/thn) Pengeluaran (Rp/thn) Pendapatan Bersih Petani (Rp/thn) (2) (2) (3) (4) 1 4.115.000 8.616.000 12.255.000 476.000 2 2.791.000 4.580.000 6.955.000 416.000 3 3.600.000 5.300.000 8.162.500 737.500 4 2.986.000 4.090.000 6.830.000 246.000 5 2.677.500 5.876.000 7.872.000 681.500 6 2.327.500 7.056.000 8.695.000 688.500 7 8.462.500 5.016.000 12.660.000 818.500 8 4.420.000 5.910.000 10.040.000 290.000 9 5.805.000 3.919.000 8.940.000 784.000 10 4.160.000 7.330.000 9.800.000 1.690.000 11 4.020.000 5.210.000 9.055.000 175.000 12 3.530.000 5.985.000 9.260.000 255.000 13 3.890.000 6.980.000 10.270.000 600.000 14 3.000.000 4.393.000 7.285.000 108.000 15 2.040.000 3.760.000 5.560.000 240.000 16 3.141.000 5.056.000 8.040.000 157.000 17 2.325.000 4.616.000 6.830.000 111.000 18 3.935.000 4.699.000 8.395.000 239.000 19 4.465.000 7.076.000 10.460.000 1.081.000 20 3.105.000 4.335.000 6.950.000 490.000 21 4.720.000 5.116.000 9.065.000 771.000 22 2.425.000 4.710.000 7.015.000 120.000 23 3.285.000 4.571.000 7.280.000 576.000 24 3.210.000 6.284.000 9.360.000 134.000 25 3.190.000 5.770.000 8.765.000 195.000 26 4.139.000 5.930.000 9.475.000 594.000 27 3.319.000 3.990.000 6.655.000 654.000 28 3.504.000 4.914.000 8.060.000 358.000 29 2.190.000 4.393.000 6.150.000 433.000 30 2.790.000 4.142.000 6.830.000 102.000 Jumlah 107.567.500 159.623.000 252.969.500 14.221.000 Rata-rata 3.585.583 5.320.766 8.432.316 474.033

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Pengeluaran petani hanya dari kegiatan berladang setiap tahunnya sebesar Rp 535.000/tahun dan pendapatan bersih rata-rata petani dari hasil

(31)

ladang berdasarkan luas ladang yang diolah sebesar Rp 2.542.048/tahun dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pendapatan Petani Peladang Berpindah Berdasarkan Luas Ladang Kecamatan Nanga Tayap

No Responden

(1)

Pendapatan Hasil Ladang (Rp/thn)

Luas

(ha) Pengeluaran(Rp/thn)

Pendapatan Bersih Hasil Ladang (Rp/ha/thn) (2) (3) (4) (5) 1 4.115.000 1,5 800.000 2.210.000 2 2.791.000 0,8 300.000 3.113.750 3 3.600.000 1,2 750.000 2.375.000 4 2.986.000 1 300.000 2.686.000 5 2.677.500 1,3 600.000 1.598.077 6 2.327.500 1 600.000 1.727.500 7 8.462.500 1,5 1.500.000 4.641.667 8 4.420.000 1,3 500.000 3.015.385 9 5.805.000 1,5 500.000 3.536.667 10 4.160.000 1,5 1.000.000 2.106.667 11 4.020.000 1,5 600.000 2.280.000 12 3.530.000 1,2 800.000 2.275.000 13 3.890.000 1,2 1.000.000 2.408.333 14 3.000.000 1,3 500.000 1.923.077 15 2.040.000 1 300.000 1.740.000 16 3.141.000 1,2 300.000 2.367.500 17 2.325.000 1 300.000 2.025.000 18 3.935.000 1 300.000 3.635.000 19 4.465.000 1,3 600.000 2.973.077 20 3.105.000 1,3 300.000 2.157.692 21 4.720.000 1,5 600.000 2.746.667 22 2.425.000 0,8 300.000 2.656.250 23 3.285.000 1,2 500.000 2.320.833 24 3.210.000 1,2 300.000 2.425.000 25 3.190.000 1 300.000 2.890.000 26 4.139.000 1,3 600.000 2.722.308 27 3.319.000 1,2 600.000 2.265.833 28 3.504.000 1,2 400.000 2.586.667 29 2.190.000 0,8 300.000 2.362.500 30 2.790.000 1 300.000 2.490.000 Jumlah 107.567.500 16.050.000 76.261.450 Rata-rata 3.585.583 535.000 2.542.048

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Sajogyo menyatakan bahwa untuk mengukur pendapatan per kapita dapat menggunakan ukuran ekivalen beras kurang dari 240 kg dikategorikan miskin sekali dan 320 kg dikategorikan miskin. Seseorang yang berada di

(32)

bawah garis kemiskinan tersebut diklasifikasikan sebagai penduduk miskin atau rumah tangga miskin.

Pendapatan per kapita di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung dapat dilihat pada Tabel 7. Masyarakat miskin sekali berkisar antara 213,84-232,50 kg/kapita/tahun dengan persentase 10%, sedangkan untuk masyarakat miskin berkisar antara 245,50-317,86 kg/kapita/tahun dengan persentase 20% dan 70% masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung termasuk rumahtangga sejahtera dengan konsumsi beras berkisar antara 360,66-594,69 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung termasuk golongan masyarakat Sejahtera.

(33)

Tabel 7. Pendapatan Per Kapita Petani Peladang Berpindah Per Tahun No Pendapatan dari Hasil Ladang Pendapatan di Luar Hasil Ladang Pendapatan Kotor Petani Luas Jumlah Anggoa Keluarga Pendapatan perkapita Konversi dengan harga beras Responden (1) (Rp/thn) (2) (Rp/thn) (3) (Rp/thn) (4) (ha) (5) (org) (6) (Rp) (7) (Kg/kapita/tahun) (8) 1 4.115.000 8.616.000 12.731.000 1,5 8 1.591.375 397,84 2 2.791.000 4.580.000 7.371.000 0,8 5 1.474.200 368,55 3 3.600.000 5.300.000 8.900.000 1,2 7 1.271.428 317,86 4 2.986.000 4.090.000 7.076.000 1 3 2.358.666 589,67 5 2.677.500 5.876.000 8.553.500 1,3 10 855.350 213,84 6 2.327.500 7.056.000 9.383.500 1 5 1.876.700 469,18 7 8.462.500 5.016.000 13.478.500 1,5 6 2.246.416 561,60 8 4.420.000 5.910.000 10.330.000 1,3 6 1.721.666 430,42 9 5.805.000 3.919.000 9.724.000 1,5 6 1.620.666 405,17 10 4.160.000 7.330.000 11.490.000 1,5 7 1.641.428 410,36 11 4.020.000 5.210.000 9.230.000 1,5 6 1.538.333 384,58 12 3.530.000 5.985.000 9.515.000 1,2 4 2.378.750 594,69 13 3.890.000 6.980.000 10.870.000 1,2 6 1.811.666 452,92 14 3.000.000 4.393.000 7.393.000 1,3 4 1.848.250 462,06 15 2.040.000 3.760.000 5.800.000 1 3 1.933.333 483,33 16 3.141.000 5.056.000 8.197.000 1,2 4 2.049.250 512,31 17 2.325.000 4.616.000 6.941.000 1 3 2.313.666 578,42 18 3.935.000 4.699.000 8.634.000 1 4 2.158.500 539,63 19 4.465.000 7.076.000 11.541.000 1,3 8 1.442.625 360,66 20 3.105.000 4.335.000 7.440.000 1,3 8 930.000 232,50 21 4.720.000 5.116.000 9.836.000 1,5 5 1.967.200 491,80 22 2.425.000 4.710.000 7.135.000 0,8 7 1.019.285 254,82 23 3.285.000 4.571.000 7.856.000 1,2 8 982.000 245,50 24 3.210.000 6.284.000 9.494.000 1,2 5 1.898.800 474,70 25 3.190.000 5.770.000 8.960.000 1 9 995.555 248,89 26 4.139.000 5.930.000 10.069.000 1,3 5 2.013.800 503,45 27 3.319.000 3.990.000 7.309.000 1,2 8 913.625 228,41 28 3.504.000 4.914.000 8.418.000 1,2 7 1.202.571 300,64 29 2.190.000 4.393.000 6.583.000 0,8 4 1.645.750 411,44 30 2.790.000 4.142.000 6.932.000 1 6 1.155.333 288,83

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

C. Kontribusi Pendapatan Perladangan Berpindah

Kontribusi dari hasil berladang terhadap pendapatan kotor petani setiap tahunnya berkisar antara 24,804% - 62,785%, sedangkan kontribusi hasil diluar ladang terhadap pendapatan kotor petani setiap tahunnya berkisar antara 37,215% - 75,196%. Rata-rata kontribusi dari hasil ladang terhadap pendapatan kotor setiap tahunnya sebesar 40,401% dan rata-rata kontribusi untuk hasil di luar ladang sebesar 59,599% dapat dilihat pada Tabel 8.

(34)

Tabel 8. Kontribusi Hasil Ladang dan Hasil diluar Ladang Terhadap Pendapatan Kotor Petani Setiap Tahun

No Responden (1) Pendapatan dari Hasil Ladang (Rp/thn) Pendapatan di Luar Hasil Ladang (Rp/thn) Pendapatan Kotor Petani (Rp/thn) Kontribusi Hasil Ladang terhadap pendapatan kotor (%) Kontribusi Hasil diluar Ladang terhadap pendapatan kotor (%) (2) (3) (4) (5) (6) 1 4.115.000 8.616.000 12.731.000 32,323 67,677 2 2.791.000 4.580.000 7.371.000 37,865 62,135 3 3.600.000 5.300.000 8.900.000 40,449 59,551 4 2.986.000 4.090.000 7.076.000 42,199 57,801 5 2.677.500 5.876.000 8.553.500 31,303 68,697 6 2.327.500 7.056.000 9.383.500 24,804 75,196 7 8.462.500 5.016.000 13.478.500 62,785 37,215 8 4.420.000 5.910.000 10.330.000 42,788 57,212 9 5.805.000 3.919.000 9.724.000 59,698 40,302 10 4.160.000 7.330.000 11.490.000 36,205 63,795 11 4.020.000 5.210.000 9.230.000 43,554 56,446 12 3.530.000 5.985.000 9.515.000 37,099 62,901 13 3.890.000 6.980.000 10.870.000 35,787 64,213 14 3.000.000 4.393.000 7.393.000 40,579 59,421 15 2.040.000 3.760.000 5.800.000 35,172 64,828 16 3.141.000 5.056.000 8.197.000 38,319 61,681 17 2.325.000 4.616.000 6.941.000 33,497 66,503 18 3.935.000 4.699.000 8.634.000 45,576 54,424 19 4.465.000 7.076.000 11.541.000 38,688 61,312 20 3.105.000 4.335.000 7.440.000 41,734 58,266 21 4.720.000 5.116.000 9.836.000 47,987 52,013 22 2.425.000 4.710.000 7.135.000 33,987 66,013 23 3.285.000 4.571.000 7.856.000 41,815 58,185 24 3.210.000 6.284.000 9.494.000 33,811 66,189 25 3.190.000 5.770.000 8.960.000 35,603 64,397 26 4.139.000 5.930.000 10.069.000 41,106 58,894 27 3.319.000 3.990.000 7.309.000 45,410 54,590 28 3.504.000 4.914.000 8.418.000 41,625 58,375 29 2.190.000 4.393.000 6.583.000 33,268 66,732 30 2.790.000 4.142.000 6.932.000 40,248 59,752

Jumlah Kontribusi Hasil Ladang dan Luar Ladang 1195,283 1804,717 Rata-rata Kontribusi Hasil Ladang dan Luar Ladang 40,259 59,741

(35)

Gambar 1. Persentase kontribusi pendapatan hasil ladang dan luar ladang Dari Gambar 1 dapat dilihat besar kontribusi pendapatan hasil ladang sebesar 41% dan hasil di luar ladang sebesar 59%. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat peladang berpindah dari hasil di luar ladang lebih besar dari hasil ladang sebagai kegiatan pokok masyarakat petani.

D. Potret Perladangan Kecamatan Nanga Tayap 1. Pemanfaatan Hasil Ladang

Di setiap lokasi penelitian orientasi produk dan pemanfaatan hasil dari ladang berbeda-beda. Hasil yang didapat dari ladang hanya untuk dikonsumsi oleh sendiri dan jarang untuk dijual. Pohon yang mereka tebang di lokasi ladang mereka gunakan untuk membuat pondok peristirahatan, jarang dijual dan untuk kayu bakar mereka gunakan untuk memasak di pondokan ladang. Kayu bakar ini jarang mereka bawa ke rumah, hal ini dikarenakan jarak tempuh yang jauh antara rumah petani dengan ladang.

Hasil getah karet mereka akan jual ke tengkulak-tengkulak dengan harga Rp 4.000/kg dan buah-buahan (durian, rambutan, jambu, lengkeng hutan, dukuh dan lain-lain) mereka jual sendiri ke rumah-rumah penduduk. Dari tiga lokasi penelitian (Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung) hasil yang dapat dimanfaatkan diantaranya buah, daun, kayu, dan getah karet.

2. Motivasi Ekonomi Perladangan Berpindah

Menurut Effendi (1984) dalam Gumilar (2004) menyatakan bahwa motivasi ekonomi merupakan suatu kondisi, kekuatan atau dorongan yang menggerakkan organisasi atau individu untuk mencapai tujuan dari tingkat tertentu. Motivasi ekonomi berkaitan erat dengan hasil-hasil panen

41%

59%

(36)

yang diperoleh dimana dengan dorongan motivasi ini membuat responden berusaha keras untuk mengelola lahannya dengan baik supaya dapat memperoleh hasil panen yang melimpah dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

Motivasi ekonomi petani dalam melakukan kegiatan perladangan berpindah dilakukan untuk membuka lahan hutan guna menanam padi dan tanaman pangan lainnya, responden yang menyatakan setuju sebanyak 70% dan sangat setuju sebanyak 30%. Kegiatan perladangan berpindah di areal kawasan hutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, responden yang menyatakan setuju sebanyak 80% dan sangat setuju 20%. Semua responden 100% menyatakan tidak setuju apabila hasil yang diperoleh dari perladangan berpindah untuk memenuhi permintaan pasar. Perladangan berpindah merupakan suatu pekerjaan utama petani, responden yang menyatakan setuju sebanyak 76,67% dan sangat setuju 23,33%. Kegiatan berladang memberikan keuntungan yang besar dibandingkan dengan pekerjaan lain (berburu, menyadap, karet), semua responden 100% tidak setuju. Perladangan berpindah merupakan modal hidup yang menyediakan tanaman pangan untuk mencukupi kebutuhan keluarga, responden menyatakan setuju sebanyak 83,33% dan sangat setuju 16,67%. Dari kegiatan membuka ladang dapat menyediakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk kebutuhan sehari-hari, responden yang menyatakan setuju sebanyak 93,33% dan sangat setuju 6,67%.

(37)

Tabel 9. Motivasi Ekonomi Petani Peladang Berpindah

No Jenis Pertanyaan Ekonomi

Distribusi jawaban responden Tidak setuju Setuju Sangat setuju n % n % n % 1

Kegiatan dari perladangan berpindah dilakukan untuk membuka lahan hutan guna menanam padi dan tanaman pangan lainnya.

21 70 9 30

2 Kegiatan perladangan berpindah di areal kawasan

hutan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 24 80 6 20

3 Hasil dari perladangan berpindah dilakukan untuk

memenuhi permintaan pasar. 30 100

4 Apakah kegiatan perladangan berpindah merupakan

suatu kegiatan utama. 23 76,67 7 23,33

5

Apakah perladangan berpindah memberikan kuntungan yang besar dibandingkan dengan pekerjaan lain (berburu, menyadap karet).

30 100

6

Perladangan berpindah merupakan modal hidup yang menyediakan tanaman pangan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

25 83,33 6 16,67

7

Dari kegiatan membuka ladang dapat menyediakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk kebutuhan sehari-hari

28 93,33 2 6,67

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Dalam kegiatan perladangan berpindah perusahaan harus ikut andil dalam memberikan pengetahuan mengenai cara pembakaran yang baik supaya tidak melebar sampai ke lahan lain, pengetahuan mengenai aspek-aspek konservasi serta jenis-jenis tanaman yang bermutu tinggi sehingga memberikan hasil panen yang baik. Perladangan berpindah ini sudah menjadi keharusan bagi petani untuk menutupi pengeluaran mereka setiap tahunnya.

3. Tata Cara Perladangan

Kecamatan Nanga Tayap yang terletak di lembah bukit berhutan mempunyai keterkaitan yang kuat dengan sistem perladangan berpindah. Melalui sistem ini masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung terbukti mampu mengarungi perjalanan hidup dan membangun sistem sosial ekonomi budaya yang kokoh. Aktifitas perladangan berpindah yang sarat dengan muatan nilai ekonomi, sosial, budaya, dan religi masih dipraktekkan dalam aktifitas perladangan masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung. Hal ini tercermin dari beragam aktifitas perladangan berpindah mulai dari tata cara perladangan, pembuatan pondok, tata waktu berladang, rotasi perladangan dan sistem kepercayaan perladangan.

(38)

Aktifitas perladangan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung layaknya perladangan di wilayah lain. Menurut Nugraha (2005) tata cara dalam kegiatan perladangan berpindah diantaranya: memilih lokasi, menebas, membakar, membuat pondok, menugal-menanam, merumput, dan memanen.

2.1. Memilih Lokasi (Nyari)

Seorang peladang yang akan memilih lokasi haruslah berkonsultasi dengan tetanggga atau kerabatnya. Mereka menginformasikan masing-masing lokasi yang akan diladangi pada tahun ini. Tujuan musyawarah ini agar tidak salah memilih lokasi ladang yang telah dimiliki oleh petani yang lain sebelumnya dan tidak terjadi lahan ladang yang masa beranya belum lama. Idealnya sebuah lahan dapat diladangi adalah waktu bera 5-10 tahun dengan ketebalan humus 5 cm.

Dalam menentukan lahan yang akan dijadikan ladang masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung memiliki beberapa pertimbangan yaitu:

1. Pertimbangan masa bera lahan, yaitu lahan yang melewati masa bera yang cukup lama akan memiliki tingkat kesuburan tanah yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan lahan masa bera pendek, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil panen yang akan diperoleh.

2. Pertimbangan jarak, yaitu peladang akan memilih jarak lahan ladang dengan tempat tinggal yang relatif dekat dan mudah ditempuh. Jarak yang dekat dan akses yang mudah berarti peladang tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga, sehingga bisa dimanfaatkan untuk pekerjaan lain di rumah. 3. Pertimbangan jumlah tenaga kerja yang ada dalam keluarga.

Bagi keluarga yang memiliki anggota rumah tangga banyak dapat membantu pekerjaan ladang, maka mereka akan memilih lahan yang memiliki kualitas lahan yang baik dengan ukuran besar.

4. Pertimbangan intensitas pekerjaan rumah dan sekitar rumah. Adanya aktifitas bersawah pada sebagian masyarakat Dusun

(39)

Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung, turut pula menentukan letak lokasi ladang.

2.2. Menebas (Nuimo)

Nuimo atau menebas adalah aktifitas pemotongan tumbuhan bawah atau tanaman yang berdiameter kecil yang membentuk belukar di bawah pohon-pohon besar. Alat yang digunakan dalam pekerjaan menebas adalah parang. Tujuan utama menebas, yaitu (1) mematikan tumbuh-tumbuhan agar kering dan dapat dibakar dengan mudah apabila tiba saatnya membakar ladang, dan (2) mempersiapkan tempat yang terbuka dan bebas dari semak belukar, sehingga peladang bisa bekerja menebang pohon-pohon besar dengan aman.

2.3. Menebang (Nong)

Setelah nuimo selesai dikerjakan, maka mereka akan melaksanakan tahapan kegiatan nong atau menebang. Proses penebangan dilakukan pada bulan Juni dan Juli.

2.4. Membakar (Nutung)

Tujuan pembakaran pasca penebangan lahan secara umum adalah: (1) mengubah tumbuh-tumbuhan yang telah ditebas dan ditebang menjadi abu, sehingga akan mudah diserap oleh akar-akar tanaman ladang, (2) mematikan tumbuhan hidup yang masih ada di ladang, termasuk pohon-pohon yang sulit ditebang pada tahap

nong, dan (3) mencegah tumbuhnya pohon-pohon baru, sehingga

akan menghilangkan persaingan bagi tanaman padi ladang untuk mendapatkan sinar matahari, embun, dan zat besi. Keberhasilan proses pembakaran lahan ladang setidaknya dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu (1) jenis hutan, (2) pengaruh kelembaban, (3) pengaruh angin, (4) pengaruh sinar matahari, dan (5) keterampilan manusia. Gambar lahan ladang yang baru di bakar dapat dilihat pada Gambar 2.

(40)

Gambar 2. Pembakaran Lahan untuk dijadikan Ladang

2.5. Membuat Pondok

Pembuatan pondok merupakan salah satu tahapan penting dalam tata cara perladangan masyarakat. Pondok ladang digunakan oleh para peladang untuk istirahat, menyimpan peralatan, memasak, dan memelihara hewan ternak. Ruangan pondok ladang terbagi dalam 4 ruangan, yaitu ruangan tengah untuk ruang makan, satu ruang untuk memasak, satu ruang untuk tidur istirahat, dan satu ruang untuk menyimpan barang-barang peralatan.

Gambar 3. Pondok Peristirahatan di Ladang 2.6. Menugal dan Menanam (Nubuja dan Nanam)

Kegiatan manugal dan menanam dilaksanakan setelah satu atau dua minggu masa pembakaran selesai. Tepatnya dilakukan

(41)

pada awal musim hujan, karena sistem pengairan perladangan berpindah sangat bargantung pada air hujan (sistem pengairan tadah hujan). Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama pada bulan Agustus-September oleh semua masyarakat yang berladang. Pada waktu tugal tanam berjumlah antara 30-65 orang tergantung besar kecilnya lahan. Gambar kegiatan menugal dan menanam dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Kegiatan Menugal

Gambar 5. Kegiatan Menanam

Jenis tanaman yang ditanam di ladang komoditi utamanya adalah padi dan jagung serta terdapat juga singkong, umbi-umbian, palawija dan sayuran (sawi, kangkung, cabe, kencur, kunyit, bayam, labu, timun, gambas). Padi ditanam di dua tempat yaitu di sawah yang dialiri oleh air dari sungai atau air hujan (tadah hujan) dan juga

(42)

ditanam diladang. Sistem ladang ini disebut ladang Paya (lembab dan terdapat air) dan ladang Natai (tempat kering). Gambar sistem

ladang Paya yang ditanami tanaman padi dapat dilihat pada

Gambar 6 dan ladang Natai yang ditanami tanaman padi dan jagung (tumpang sari) Gambar 7.

Gambar 6. Jenis Tanaman Padi di Ladang Paya

Gambar 7. Jenis Tanaman Padi di Ladang Natai

Selain itu juga terdapat pula buah-buahan (durian, rambutan, jambu, lengkeng hutan, dukuh dan lain-lain), kopi dan karet akan tetapi di lahan yang berbeda. Lahan yang ditanami buah-buahan, kopi dan karet adalah lahan yang dulunya dipakai sebagai lahan untuk berladang dan mereka tinggalkan apabila lahan tersebut

(43)

sudah tidak produktif lagi untuk kegiatan berladang baru ditanami oleh tanaman keras seperti buah-buahan, kopi dan karet. Hal ini dilakukan sebagai tanda bahwa lahan tersebut sudah ada yang memilikinya, sehingga lahan ini tidak boleh digunakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari petani yang pertama kali mengelola lahan sebelumnya.

Kegiatan menyadap karet dilakukan pada waktu menunggu masa panen dari ladang dan pada saat penyiapan lahan untuk pembukaan ladang biasanya dilakukan oleh perempuan karena pada waktu penyiapan lahan untuk pembukaan lahan ladang laki-laki bekerja di ladang untuk menebas dan menebang pohon. Kegiatan menyadap karet sering dilakukan pada setiap musim panas. Pada musim kemarau hari efektif untuk menyadap karet adalah 3 bulan biasanya dalam satu bulannya hanya menyadap 15-20 hari, sedangkan pada waktu musim hujan, hari efektif untuk menyadap karet adalah 2 bulan setiap bulannya mereka hanya menyadap 5-10 hari saja.

Gambar 8. Kegiatan Menyadap Karet 2.7. Merumput (Nguru)

Merumput merupakan satu tahap dalam pemeliharaan ladang. Pemeliharaan ladang meliputi penyiangan rumput dan pemberantasan hama penyakit. Penyiangan rumput dilakukan pada bulan ketiga dari penanaman. Pekerjaan merumput ialah kegiatan mencabut tanaman pengganggu yang tumbuh di sela-sela padi

(44)

ladang. Dalam pekerjaan merumput, biasanya cukup melakukan dengan tangan. Tujuan utama merumput adalah mencabut tanaman pengganggu sampai keakar-akarnya. Oleh karena itu teknik pencabutan harus dengan genggaman tangan sampai ke batang terdekat dengan tanah untuk menghindari putusnya batang tanaman pengganggu dari akarnya, sehingga tanaman pengganggu tidak dapat tumbuh kembali. Dalam pemberantasan hama penyakit yang menyerang tanaman ladang mereka biarkan begitu saja karena kurangnya pengetahuan mengenai cara pemberantasan hama tersebut.

2.8. Memanen (Ngotom)

Memanen adalah tahap paling penting dari praktek perladangan, sebab dari hasil panen dapat diukur keberhasilan jerih payah pekerjaan selama satu tahun. Pada tahap panen masyarakat bersuka ria dan bersujud syukur kepada Tuhan atas karunia pemberian hasil panen padi serta melakukan ritual simbah jamu yaitu upacara untuk para leluhur mereka yang telah meninggal. Pesta panen di masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung dikenal dengan istilah bergendang.

Masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung dalam melaksanakan kegiatan berladang memiliki tata sebaran waktu. Kegiatan perladangan paling awal adalah pemilihan lokasi ladang yang dikerjakan selama satu bulan, yaitu di bulan Mei. Pemilihan bulan Mei sebagai waktu memilih lokasi ladang, sebab dikaitkan dengan masa panen yang sudah usai. Setelah pemilihan lokasi dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan proses penebasan di areal lahan yang dipilih untuk berladang. Tata waktu kegiatan perladangan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung disajikan pada Tabel 10.

(45)

Tabel 10. Tata Waktu Kegiatan Perladangan di Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung tahun 2005

KEGIATAN PERLADANGAN BULAN DALAM TAHUN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Memilih lolasi 2. Menebas 3. Menebang 4. Membakar 5. Membuat pondok 6. Menugal-Menanam 7. Merumput 8. Memanen

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian

Penebasan dilakukan untuk membersihkan semak belukar dan pohon kecil-kecil di areal ladang. Setelah penebasan selesai kemudian diteruskan dengan penebangan pohon-pohon besar di lahan ladang. Penebasan dilakukan selama dua bulan berturut-turut, yaitu dari bulan Juni sampai Juli. Waktu ini sangat relevan untuk proses penebasan dan pembakaran, sebab diperkirakan belukar yang ditebas dan pohon yang ditebang akan mengalami pengeringan sebelum proses pembakaran pada bulan Agustus.

Pembakaran dilakukan pada bulan Agustus, sebab pada bulan ini musim kemarau mengalami puncaknya sehingga memudahkan proses pembakaran. Pembakaran yang dilakukan secara baik akan berdampak pada sempurnanya hasil panen ladang. Abu pembakaran merupakan sumber kesuburan tanah. Waktu pembakaran hanya satu bulan, yaitu bulan Agustus. Menunggu matinya api pembakaran, maka peladang membangun pondok ladang di tepi ladang dekat dengan aliran sungai. Pondok ladang digunakan untuk menyimpan perlengkapan berladang dan tempat istirahat. Pengerjaan pembuatan pondok bersamaan dengan pembakaran, yakni bulan Agustus.

Setelah pembakaran usai, kemudian dilanjutkan pengerjaan menugal dan menanam. Bibit padi yang ditanam di ladang adalah padi lokal yang dipanen sekitar 5 bulan, mereka mendapatkan bibit dari sisa panen tahun lalu yang disimpan untuk bibit yang akan ditanam di ladang selanjutnya jadi mereka tidak pernah membeli bibit untuk ladangnya. Penugalan dan penanaman dilakukan antara bulan Agustus dan September yang dikerjakan secara bersama-sama. Selesai menugal dan menanam kemudian dilanjutkan dengan merumput, yaitu

(46)

pembersihan rumput maupun hama pengganggu. Waktu merumput berlangsung selama dua bulan antara bulan November dan Desember.

Setelah itu baru masuk tahap akhir perladangan, yaitu proses pemanenan yang berlangsung 2 bulan, yakni dari bulan Februari sampai dengan Maret. Setelah perladangan berakhir sampai memanen, maka pola perladangan kembali berotasi menurut tata urutan perladangan tahun sebelumnya. Selama satu tahun rotasi kerja perladangan, maka di setiap waktu yang longgar oleh masyarakat dimanfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan di luar ladang. Masyarakat peladang Dusun Batubulan, Tanjung Asam, dan Betenung memanfaatkan waktu kosong ini untuk melakukan pekerjaan menyadap karet, dan berburu di hutan.

Rotasi perladangan memegang peranan penting dalam sistem perladangan, sebab berkaitan erat dengan kelangsungan siklus ekosistem dalam suatu wilayah. Rotasi perladangan merupakan masa antara pembukaan lahan dengan waktu terakhir kali ladang dikerjakan. Masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung mempunyai waktu rotasi ladang antara 5-10 tahun. Tujuan rotasi ladang yang panjang adalah untuk menjaga kesuburan lahan ladang, sehingga dapat menghasilkan padi ladang yang melimpah. Tata rotasi perladangan di tiap tempat berbeda, tergantung tingkat kesuburan lahan dan ketersediaan lahan untuk perladangan.

(47)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Sumber pendapatan petani perladangan berpindah berasal dari kegiatan berladang dan kegiatan di luar ladang (menyadap karet, berburu serta membuat kerajinan dari bambu dan rotan).

2. Rata-rata pendapatan petani perladangan berpindah dari pendapatan hasil ladang sebesar Rp 3.585.583/tahun, rata-rata dari pendapatan di luar hasil ladang sebesar Rp 5.320.766/tahun, rata-rata pengeluaran dari rumah tangga dan kegiatan berladang yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 8.432.316/tahun dan untuk rata-rata pendapatan bersih petani setiap tahunnya sebesar Rp 474.033/tahun. Untuk pengeluaran petani hanya dari kegiatan berladang setiap tahunnya sebesar Rp 535.000/tahun dan rata-rata pendapatan bersih petani dari hasil ladang berdasarkan luas ladang yang diolah sebesar Rp 2.542.048/tahun. Pendapatan per kapita di Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung untuk masyarakat miskin sekali berkisar antara 213,84-232,50 kg/kapita/tahun dengan persentase 10%, sedangkan untuk masyarakat miskin berkisar antara 245,50-317,86 kg/kapita/tahun dengan persentase 20% dan 70% masyarakat Dusun Batubulan, Tanjung Asam dan Betenung termasuk rumahtangga sejahtera dengan konsumsi beras berkisar antara 360,66-594,69 kg/kapita/tahun.

3. Persentase kontribusi pendapatan dari kegiatan berladang sebesar 41%, lebih kecil dari hasil di luar ladang yaitu 59% terhadap pendapatan total kotor petani.

4. Kegiatan perladangan berpindah merupakan suatu keharusan bagi petani ladang berpindah untuk menutupi pengeluaran mereka setiap tahunnya. 5. Potret perladangan berpindah di Kecamatan Nanga Tayap hampir sama

dengan perladangan berpindah di daerah lain, akan tetapi ada sedikit perbedaan dalam hal kepercayaan yang dianut pada acara ritual kegiatan berladangnya.

(48)

B. Saran

1. Perlu adanya penyuluhan mengenai pemberantasan hama penyakit dalam kegiatan pemeliharaan perladangan berpidah.

2. Perlu adanya lembaga desa yang menampung hasil getah karet.

3. Perlu adanya penelitian mengenai pendapatan nature (yang tidak diperhitungkan) seperti kayu log, kayu bakar, bibit tanaman yang digunakan.

4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pendapatan masyarakat dari hasil perkebunan karet menyangkut prospek dan kendalanya.

5. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai informasi mengenai bibit yang digunakan oleh petani perladangan berpindah.

Gambar

Gambar 1. Persentase kontribusi pendapatan hasil ladang dan luar ladang  Dari Gambar 1 dapat dilihat besar kontribusi pendapatan hasil ladang  sebesar 41% dan hasil di luar ladang sebesar 59%

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai paparan peraturan yang mengatur terkait dengan BUM Desa diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa klasifikasi pembentukan BUM Desa terpolarisasi menjadi BUM

3 Pelajar-pelajar Tahun Akhir Sarjana Muda Teknologi Serta Pendidikan (Kemahiran Hidup) Sebagai bakal pendidik pada masa akan datang, ia adalah perlu untuk membantu pelajar

Dari contoh fget dan fread diatas diperlihatkan bahwa dengan menggunakan fget data akan diabca perbaris, sedangkan dengan menggunakan fread data akan dibaca sebanyak jumlah data

1. a) aspek tampilan: komposisi dan tata letak pada cover seimbang, penampilan pop-up colour full, huruf yang digunakan jelas dan mudah dibaca, ilustrasi gambar

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan pembahasan dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam

Tuturan di atas merupakan kalimat deklaratif, yaitu tuturan yang disampaikan ibu Aisyah mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada Ibu Rasunah.Kalimat tersebut termasuk

Menimbang, bahwa tanpa mengulang menguraikan unsur-unsur tersebut diatas, Pengadilan Tinggi sependapat dengan pendapat Hakim Anggota I yang pada pokoknya menyatakan bahwa

Oleh karena munculnya pemahaman yang menyatakan bahwa praja tidak lebih dari sebatas perkara bid‟ah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah S.a.w., ditambah