• Tidak ada hasil yang ditemukan

kontribusinya dalam perekonomian Indonesia, terutama jika dilihat dari aspek-aspek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "kontribusinya dalam perekonomian Indonesia, terutama jika dilihat dari aspek-aspek"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

P

PE

ER

RA

AN

NC

CA

AN

NG

GA

AN

N

F

F

R

R

A

A

M

M

E

E

W

W

O

O

R

R

K

K

B

B

U

U

S

S

I

I

N

N

E

E

S

S

S

S

C

C

O

O

N

N

T

T

I

I

N

N

U

U

I

I

T

T

Y

Y

P

P

L

L

A

A

N

N

N

N

I

I

N

N

G

G

(

(B

BC

CP

P)

)

U

U

NT

N

TU

UK

K

M

ME

EN

NG

GA

AT

TA

AS

SI

I

A

AN

NC

CA

AM

MA

AN

N

B

BE

EN

N

CA

C

AN

NA

A

P

PA

AD

DA

A

I

IN

ND

D

US

U

ST

TR

RI

I

K

KE

EC

CI

IL

L

(

(S

St

tu

ud

di

i

K

Ka

as

su

us

s

S

Se

en

nt

tr

ra

a

I

In

nd

du

us

st

tr

ri

i

G

Ge

er

ra

ab

ba

ah

h

P

Pr

ro

ov

vi

in

ns

si

i

D

D.

.I

I.

.Y

Yo

og

gy

ya

ak

ka

ar

rt

ta

a)

)

Anindita, Sri Gunani Pratiwi dan Nani Kurniati,

Program Studi Magister Bidang Keahlian Rekayasa Kualitas

Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: aneen_moty@yahoo.com

ABSTRAK

Industri Kecil sebagai salah satu wujud usaha ekonomi kerakyatan sangat besar kontribusinya dalam perekonomian Indonesia, terutama jika dilihat dari aspek-aspek seperti peningkatan kesempatan kerja, sumber pendapatan, pembangunan ekonomi pedesaan, dan peningkatan ekpor non-migas. Namun berbagai keterbatasan yang dimiliki Industri Kecil sering kali membuat industri tersebut tidak memperhatikan/menyadari bahwa bencana dapat memiliki potensi untuk mengganggu atau menghentikan operasional Industri Kecil secara serius. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah formulasi sistem yang dapat mengidentifikasikan risiko terjadinya bencana, mengelompokkan risiko terkait dan kemudian memberikan prosedur, strategi dan taktik yang ditujukan baik untuk mengurangi atau menghilangkan risiko tersebut. Sistem ini disebut dengan Business Continuity Planning (BCP). BCP adalah sekumpulan prosedur yang terintegrasi dan sumber informasi yang dapat digunakan perusahaan untuk pulih dari bencana yang menyebabkan gangguan terhadap operasional bisnis (Barnes, 2001). BCP memiliki fokus utama terhadap: bagaimana menjamin kontinyuitas dari bisnis ketika kehilangan akses terhadap manusia, fasilitas, sistem informasi, layanan dan sumber daya.

Penelitian ini dilakukan untuk merancang framework BCP untuk Industri Kecil (Sentra Industri Gerabah Provinsi D.I. Yogyakarta) berdasarkan BCP Generic Framework yang didapatkan dari kajian terhadap banyak framework yang sudah dihasilkan oleh lembaga atau para peneliti sebelumnya. Namun sebelum itu perlu dilakukan identifikasi terhadap karakteristik Industri Kecil, identifikasi faktor kritis pada Industri Kecil dan evaluasi kesiapan Industri Kecil terhadap bencana. Framework BCP baru untuk sentra industri gerabah kasongan yang dihasilkan dari perancangan pada tahap sebelumnya kemudian dianalisa untuk mengetahui apakah framework tersebut dapat digunakan pada Industri Kecil di Indonesia secara umum yang tentu saja perlu dilakukan penyesuaian pada bagian tertentu. Dari hasil analisa ini diharapkan dapat dihasilkan sebuah Framework BCP baru yang dapat digunakan pada Industri Kecil di Indonesia sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk perancangan BCP nantinya.

Kata kunci : Framework Business Continuity Planning (BCP), Industri Kecil

PENDAHULUAN

Industri Kecil sebagai salah satu wujud usaha ekonomi kerakyatan sangat besar kontribusinya dalam perekonomian Indonesia, terutama jika dilihat dari aspek-aspek

(2)

seperti peningkatan kesempatan kerja, sumber pendapatan, pembangunan ekonomi pedesaan, dan peningkatan ekpor non-migas. Jumlah Industri Kecil di Indonesia cukup besar dan bergerak diberbagai sektor ekonomi serta tersebar diseluruh wilayah Indonesia.

Industri Kecil telah tumbuh dan berkembang dengan cepat dari waktu ke waktu. Pertumbuhan Industri Kecil terjadi hampir di semua sektor ekonomi, jumlah unit usaha Industri Kecil dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, selain itu Industri Kecil juga berperan sebagai penyeimbang pemerataan dan penyerapan tenaga kerja karena Industri Kecil terpusat pada sektor-sektor yang padat karya sehingga dapat meningkatkan/memperluas kesempatan kerja (KADIN, 2007).

Berdasarkan uraian tersebut, maka Industri Kecil dipilih sebagai obyek yang akan diteliti berkaitan dengan peran Industri kecil sebagai salah satu bentuk strategis alternatif untuk mendukung perekonomian daerah maupun nasional. Industri Kecil memiliki potensi dalam pembangunan di Indonesia dengan berbasis pada kemandirian, kekuatan, dan kemampuan kompetitif dari industri di Indonesia (Herwidayatmo, 2002). Perannya cukup besar terhadap pemerataan dan kesempatan kerja bagi masyarakat, walaupun dengan berbagai keterbatasan, sejak dari terciptanya iklim usaha, aspek bahan baku, aspek produksi, aspek manajemen, aspek permodalan, aspek pemasaran dan lain sebagainya.

Industri Kecil penting memahami tipe strategi yang dipandang mampu meningkatkan kinerja usahanya dalam menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian (Darmawan, 2004). Berbagai keterbatasan yang dimiliki Industri Kecil sering kali membuat industri tersebut tidak memperhatikan/menyadari bahwa situasi penuh ketidakpastian ini dapat ditimbulkan dari adanya bencana yang dapat memiliki potensi untuk mengganggu atau menghentikan operasional Industri Kecil secara serius. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Suryadharma Ali mengatakan, bencana menjadi salah satu kendala dalam pengembangan Industri Kecil. Ia mencontohkan, pengembangan Industri Kecil yang sudah dirintis lama hancur akibat bencana alam yang terjadi dalam hitungan menit bahkan detik baik itu gempa bumi, banjir, longsor dan yang lainnya (Ali, 2008). Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, telah mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami suatu resesi ekonomi yang besar. Krisis ini sangat berpengaruh negatif terhadap hampir semua lapisan/golongan masyarakat dan hampir semua kegiatan-kegiatan ekonomi di dalam negeri, tidak terkecuali industri yang dilakukan dalam skala kecil dan menengah (Darmawan, 2004). Berbagai peristiwa bencana yang terjadi karena bencana alam maupun non alam, atau perpaduan keduanya tidak mungkin dihindari (http://www.indonesia.go.id/id - REPUBLIK INDONESIA).

Bencana adalah gangguan serius yang disebabkan oleh alam, sosial atau tecnological hazard, dari fungsi sebuah masyarakat, dengan konsekuensi manusia, kerugian material, lingkungan yang melampaui kemampuan masyarakat yang tertimpa bencana untuk bisa menanggulangi dengan hanya menggunakan sumber dayanya sendiri (Graham, 2001). Menurut NFPA 1600, bencana dapat berupa: Natural Events (banjir, gempa bumi, badai), Human-Caused Events (ledakan, malfunction, kecelakaan, dll) dan Technological-Caused Events (telekomunikasi, energi, utilitas). Dampak yang ditimbulkan dari terjadinya bencana ini dapat berupa kerugian material, kerusakan sarana prasarana, kehilangan data, lingkungan, luka-luka, trauma, sampai dengan kehilangan nyawa. Bencana juga dapat berdampak pada terganggunya fungsi utama organisasi, seperti proses pelayanan terlambat, tidak bisa produksi, sampai dengan kehilangan kesempatan. Bencana dapat terjadi kapan saja pada saat yang tidak dapat

(3)

Identifikasi Karakteristik Industri Kecil

Identifikasi Faktor Kritis Pada Industri Kecil Gerabah Kasongan

Evaluasi Kesiapan Industri Kecil Gerabah Kasongan Terhadap Bencana

Pembuatan BCP Generic Framework

Perancangan Framework BCP untuk Industri Kecil Gerabah Kasongan

Analisa dan Interpretasi Hasil

Kesimpulan dan Saran

diperkirakan secara pasti. Setiap organisasi/sistem dapat mengalami bencana (incident/unexpected event) yang dapat mengganggu operasi normal organisasi.

Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah formulasi sistem yang dapat mengidentifikasikan risiko terjadinya bencana, mengelompokkan risiko terkait dan kemudian memberikan prosedur, strategi dan taktik yang ditujukan baik untuk mengurangi atau menghilangkan risiko tersebut. Sistem ini adalah Business Continuity Planning (BCP). BCP adalah sekumpulan prosedur yang terintegrasi dan sumber informasi yang dapat digunakan perusahaan untuk pulih dari bencana yang menyebabkan gangguan terhadap operasional bisnis (Barnes, 2001). BCP memiliki fokus utama terhadap: bagaimana menjamin kontinyuitas dari bisnis ketika kehilangan akses terhadap manusia, fasilitas, sistem informasi, layanan dan sumber daya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dibutuhkansuatu perencanaan yang terintegrasi (Business Continuity Planning) agar kegiatan operasional Industri Kecil tidak terganggu atau dapat cepat pulih kembali serta menjamin kontinyuitas bisnis pada saat terjadinya bencana, namun terlebih dahulu harus dilakukan perancangan terhadap framework BCP sebagai acuan dalam perancangan BCP. Dengan adanya perancangan framework BCP untuk Industri Kecil diharapkan dapat memudahkan pengrajin untuk membuat BCP untuk menjaga kontinyuitas operasi bisnis dengan infrastruktur terbatas sehingga berjalan seperti pada keadaan normal dan kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya bencana/gangguan dapat dibatasi.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam tujuh tahapan, yaitu tahap identifikasi karakteristik Industri Kecil, tahap identifikasi faktor kritis pada Industri Kecil, tahap evaluasi kesiapan Industri Kecil terhadap Bencana, tahap pembuatan BCP generic framework, tahap perancangan framework BCP untuk Industri Kecil dengan studi kasus sentra industri gerabah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tahap analisa dan interpretasi dan tahap terakhir adalah tahap penarikan kesimpulan.

(4)

HASIL DAN DISKUSI

Identifikasi Karakteristik Industri Kecil

Peranan identifikasi karakteristik industri kecil dalam pembuatan framework BCP adalah untuk membantu menentukan apakah BCP benar-benar dibutuhkan oleh obyek penelitian yang dalam hal ini adalah industri kecil gerabah kasongan, serta membantu menentukan langkah yang diperlukan dalam perencanaan kontinuitas bisnis. Dari hasil identifikasi karakteristik industri kecil secara umum dan industri kecil gerabah kasongan secara khusus dapat diketahui bahwa terdapat ancaman mengenai potensi bencana yang dapat mengganggu/menghentikan operasional industri kecil, oleh karena itu dibutuhkan suatu perencanaan yang dapat menjaga kontinuitas bisnis industri kecil gerabah kasongan apabila terjadi bencana baik bencana yang diakibatkan oleh faktor alam, manusia dan teknologi. Dengan adanya framework BCP untuk industri kecil gerabah kasongan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perancangan business continuity planning yang dapat membantu pengrajin mengatasi masalah yang berkaitan dengan bencan serta dapat membantu mereduksi dampak ataupun kerugian yang dapat ditimbulkan dari bencana tersebut.

Identifikasi Faktor Kritis Pada Industri Kecil Gerabah Kasongan

Peran identifikasi faktor kritis pada industri kecil gerabah kasongan dalam pembuatan framework BCP industri kecil gerabah kasongan adalah untuk membantu mengetahui sejauh mana kepedulian/kesiapan pihak industri kecil mengenai masalah yang berkaitan dengan bencana. Dari hasil identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan checklist dapat diketahui bahwa para pengrajin kasongan masih belum menaruh perhatian khusus pada masalah yang berkaitan dengan bencana, hal ini dapat diidentifikasi dari belum adanya prosedur yang mendukung respon pra, tran, dan pasca bencana serta operasi pemulihan. Hal ini baru terpikir setelah kejadian gempa yang terjadi dua tahun lalu. Namun karena masih dalam masa pemulihan, para pengrajin masih membenahi masalah operasional industri kecil, sedangkan untuk masalah respon pra, tran, dan pasca bencana, belum ada tanggapan lebih lanjut. Oleh karena itu perlu dilakukan peracangan framework BCP industri kecil gerabah kasongan untuk membantu para pengrajin mengatasi masalah bencana yang berakibat pada kontinuitas industri mereka dengan BCP.

Evaluasi Kesiapan Industri Kecil Gerabah Kasongan Terhadap Bencana

Setelah diketahui faktor-faktor kritis dalam industri kecil gerabah kasongan, kemudian dilakukan evaluasi terhadap kesiapan pihak industri kecil terhadap kemungkinan terjadinya bencana yang diakibatkan oleh hazard yang merupakan faktor kritis. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan check list. Check list digunakan untuk mengetahui kesiap-siagaan dan kepedulian pihak manajemen terhadap bencana yang mungkin timbul. Standar yang digunakan dalam pembuatan check list ini adalah CAR (Capability Assessment for Readiness) Emergency Management Functions. CAR check list dibagikan kepada Ketua Koperasi Industri Seni Kerajinan Gerabah Kasongan yang juga merupakan pengrajin gerabah Kasongan serta beberapa pengrajin gerabah di kasongan. Hasilnya rata-rata persentase jawaban diatas 75 % terdapat pada jawaban Tidak Diaplikasikan. Hal ini menunjukkan masih banyak prosedur ataupun peraturan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana belum dirancang dan diaplikasikan oleh pihak industri kecil gerabah kasongan.

(5)

Pembuatan BCP Generic Framework

BCP Generic Framework dibuat berdasarkan pengkajian terhadap beberapa framework yang dibuat oleh beberapa lembaga ataupun peneliti. Untuk pembuatan generik framework ini akan dilakukan kajian terhadap lima BCP framework, yaitu:

• M. Braverman (2006) merancang suatu framework BCP yang diaplikasikan pada sekolah di U.S. Framework tersebut adalah:

1. Perencanaan untuk pencegahan (prevention) dan mitigasi (mitigation) 2. Prosedur respon terhadap keadaan darurat (emergency response procedures) 3. Manajemen krisis (crisis management), restorasi (restoration), dan recovery 4. Program maintenance: review, testing, validation

• John Williamson (2002) merancang suatu framework BCP untuk manajemen dan personel IT, framework tersebut adalah:

1. Inisiasi (Initiation)

2. Business Impact Analysis (BIA) 3. Disaster Readiness Strategies

4. Pengembangan dan implementasi rencana

5. Pemeliharaan dan Pengujian (maintenance and testing)

• Sistem informasi USAID (United States Agency International Development) pada referensi terbarunya tahun 2006 untuk pemilik sistem, information system security officer, dan administrator sistem, menyatakan bahwa framework BCP terdiri dari:

1. Identifikasi dan memprioritaskan sistem kritis, fungsi dan sumber daya dari bisnis

2. Identifikasi sumber daya yang kritis

3. Identifikasi ancaman potensial dan kontrol pencegahan untuk mitigasi risiko 4. Pemberian tanggung jawab

5. Implementasi dan pemeliharaan BCP 6. Validasi BCP

• Tamal Dasgupta (2004) merancang BCP framework perusahaan Wipro Technologies India untuk kontinuitas data dan perlindungan terhadap IP, telekomunikasi dan infrastruktur, serta integrasi sistem. Framework tersebut adalah: 1. Define Scope

2. Impact Analysis 3. Recovery Strategy 4. Plan Development 5. Testing

• General Accounting Office (GAO) U.S. yang merupakan Divisi Manajemen Informasi dan Akuntansi tahun 1998 membuat suatu panduan (BCP framework) untuk membantu agensi federal dalam business continuity dan contingency planning. Framework tersebut adalah:

1. Initiation

2. Business Impact Analysis (BIA) 3. Contingency Planning

4. Testing

Kelima framework ini dipilih karena kelimanya sama-sama merupakan framework BCP tetapi diaplikasikan pada obyek yang berbeda-beda, tentu saja terdapat perbedaan walaupun diciptakan untuk tujuan yang sama yaitu menjamin kontinyuitas dari bisnis ketika kehilangan akses terhadap manusia, fasilitas, sistem informasi,

(6)

Initiation Disaster Response Strategy Maintain, review, testing

and validate the

plan Develop and implement Business Impact Analysis Disaster Readiness Strategy Disaster Recovery Strategy

layanan dan sumber daya dengan mengurangi fungsi waktu yang dapat terganggu dan untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan agar pulih pada operasi normal. Oleh karena itu dari keseluruhan framework yang ada tentu dapat dibuat suatu generic framework untuk BCP secara umum di mana didalamnya terdapat fase-fase apa saja yang harus ada dalam suatu business continuity planning yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan framework BCP suatu obyek penelitian, dengan kata lain generic framework tersebut harus ada dalam setiap BCP walaupun perlu adanya pengembangan sesuai dengan obyek atau kasus yang akan diteliti. Berdasarkan hasil kajian terhadap kelima framework yang ada, maka didapatkan generic framework untuk BCP, yaitu:

Perancangan Framework BCP untuk Industri Kecil Gerabah Kasongan

Framework BCP untuk industri kecil gerabah kasongan dirancang mengikuti bentuk generik framework yang telah dihasilkan terlebih dahulu yang berdasar pada kajian terhadap framework yang dihasilkan oleh lembaga dan para peneliti mengingat banyak hal yang masih belum dimiliki pihak industri kecil berkaitan dengan respon pra, tran, dan pasca bencana. Hal ini dilakukan karena kesadaran para pengrajin kasongan terhadap pentingnya melakukan kajian terhadap bencana masih sangat rendah. Hal ini terbukti pada kejadian gempa bumi yang terjadi pada 27 Mei 2006 silam. Potensi industri gerabah kasongan berjumlah 474 unit usaha, menyerap tenaga kerja 2.299 orang, dengan omzet perbulan Rp. 3,165 milyar, mengalami kerugian sebesar Rp. 22,733 milyar, baik berupa produk jadi, ½ jadi, peralatan produksi, bangunan tempat produksi maupun pembatalan pesanan. Kapasitas produksi tahun 2006 mengalami penurunan sampai 70 % dari kapasitas produksi normal, atau bekerja pada kapasitas 30 %. Selain kejadian bencana alam, bencana yang diakibatkan oleh kesalahan teknis akibat kurangnya aktivitas inspeksi pada awal pengolahan bahan baku berdampak pada seluruh output yang dihasilkan tidak dapat dipergunakan lagi karena rusak/pecah. Hal ini juga berlaku pada kejadian bencana lainnya. Namun kejadian bencana ekonomi yang melanda indonesia beberapa tahun lalu (krisis moneter) tidak berpengaruh terhadap kegiatan industri gerabah kasongan, melemahnya nilai tukar rupiah justru memberikan peluang ekspor yang lebih baik karena semakin tingginya pemasaran gerabah ke luar negeri. Framework BCP diharapkan dapat menghasilkan sekumpulan prosedur yang terintegrasi dan sumber informasi yang dapat digunakan pengrajin untuk pulih dari bencana yang menyebabkan gangguan terhadap operasional industri kecil gerabah kasongan.

(7)

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hasil identifikasi terhadap industri kecil menunjukkan bahwa industri kecil

memiliki karakteristik sebagai berikut: • Jumlah pekerja antara 1 hingga 19 orang

• Unit usaha dengan aset < Rp 200.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan), dan penjualan tahunan < Rp 1.000.000.000,00.

• Berbentuk usaha perseorangan, tidak atau berbadan hukum • Lebih fleksibel daripada usaha besar

• Bahan bakunya mudah diperoleh, utamanya karena tersedia di daerah • Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi • Keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun temurun

• Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak

• Peluang pasar cukup luas, sebagian besar produknya terserap di pasar lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor serta memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam mengantisipasi dinamika perubahan pasar

• Beberapa komoditi tertentu memiliki ciri khas terkait dengan karya seni budaya daerah setempat

• Melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat • Secara ekonomis menguntungkan

2. Faktor kritis pada industri kecil gerabah kasongan yang dapat mengganggu/menghentikan operasional industri tersebut adalah:

a. Bahan Baku  Tanah Liat

b. Mesin pencampur atau penggiling bahan baku c. Listrik

d. Bencana Alam

3. Hasil evaluasi kesiapan industri kecil gerabah kasongan terhadap risiko terjadinya bencana dengan menggunakan checklist menunjukkan bahwa, dari 106 pertanyaan yang diajukan kepada para pengrajin dapat diketahui bahwa rata-rata persentase jawaban diatas 75 % terdapat pada jawaban Tidak Diaplikasikan. Hal ini menunjukkan masih banyak prosedur ataupun peraturan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana (manajemen keadaan darurat) belum dirancang dan tentu saja tidak dapat diaplikasikan oleh pihak industri kecil gerabah kasongan.

4. Hasil perancangan framework BCP yang disesuaikan dengan karakteristik Industri Kecil pada sentra industri gerabah Provinsi D.I.Y adalah sebagai berikut:

Fase 1: Inisiasi

 Pengumpulan informasi  Identifikasi bencana

 Penilaian terhadap risiko bencana yang mungkin terjadi  Pengurangan dampak risiko bencana

Fase 2: Analisa Dampak Bisnis

 Identifikasi proses bisnis, data, peralatan yang vital

 Identifikasi fungsi/faktor kritis dari industri kecil gerabah kasongan  Menentukan prioritas

 Analisa dampak operasional  Analisa dampak finansial Fase 3: Rencana Kesiagaan

(8)

 Evaluasi kesiap-siagaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana  Evaluasi fasilitas pengaman

 Evaluasi prosedur/aturan yang berkaitan dengan kejadian bencana  Pembuatan prosedur atau aturan

 Perancangan sistem informasi

 Perancangan sistem penyimpanan data  Perancangan sistem peringatan

 Perancangan tempat penyimpanan gerabah  Perancangan sistem perawatan peralatan Fase 4: Rencana Respon

 Mekanisme Respon

 Evaluasi prosedur/aturan yang berkaitan dengan kejadian bencana  Pembuatan prosedur atau aturan

Fase 5: Rencana Pemulihan

 Identifikasi alternatif proses dan backup data/dokumen penting

 Identifikasi alternatif sistem komunikasi, pembangkit energi dan infrastruktur  Prosedur penilaian kerugian

 Prosedur koordinasikan sukarelawan

 Perencanaan manajemen sumber dana pasca bencana  Perencanaan basis sumber daya pasca bencana

 Evaluasi prosedur atau aturan evakuasi pasca bencana  Pembuatan prosedur atau aturan

Fase 6: Pengembangan dan Implementasi Rencana  Pengembangan rencana

 Kerangka Kerja Institusional  Implementasi rencana

Fase 7: Program Pemeliharaan Rencana  Knowledge Management  Pengujian dan validasi rencana  Pemeliharaan dan peninjauan rencana

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Suryadharma. (2008). Pengembalian Kredit UKM Korban Bencana Diperingan.

http://antara.co.id/arc/2008/1/4.

Barnes, J.C. (2001). A Guide to Business Continuity Planning. John Wiley & Sons, Chichester, UK.

Braverman, M. (2006, Summer). Planning for Human Continuity. Disaster Recovery Journal, 19(3), pp.36-42. http://www.drj.com/articles/sum06/1903-06.html. Croy, M., and Geis, J.E. (2005, Summer). Acronym soup: BCP, DR, EBR—what does it

all mean?. Disaster Recovery Journal, 18(3).

http://www.drj.com/articles/sum05/1803-03p.html.

Darmawan, I Putu Sugi. (2004). Analisis Tipe Strategi Industri Kecil dan Menengah Di Kawasan Sarbagita, Bali. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Malang. Dasgupta, Tamal. (2004). Business Continuity Planning. Wipro Technologies.

(9)

Datamonitor. (2002). Business Continuity Planning & Disaster Recovery Solutions - Achieving Continuous Availability. http://www.datamonitor.com.

EM-DAT. The Emergency Management Data Base. The OFDA/CRED international disaster database. Université Catholique de Louvain – Brussels – Belgium.

http://www.em-dat.net.

FFIEC. (2003). Business Continuity Planning Booklet. United States.

GAO. (1998). Year 2000 Computing Crisis: Business Continuity and Contingency Planning. Accounting and Information Management Division. United States. Graham, Angus. (2001). Gender Mainstreaming Gidelines For Disaster Management

Programmes. International Strategy for Disaster Reduction, Ankara, Turkey. Gulachek, Bernard. (2005). Business Continuity Planning: Process, Impact, and

Implications. http://www.educause.edu/ecar.

Herwidayatmo. (2002). Mendorong Pemanfaatan Pasar Modal sebagai Alternatif Pembiayaan Usaha Kecil Menengah di Indonesia. Jakarta.

IFPMA. (2007). Pandemic Influenza Preparedness: Business Continuity Planning for the Global Healthcare Industry. Geneva, Switzerland.

KADIN. (2007). Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia. Ketterer, John J., Price, Barrie Jo., McFadden, Anna C. (2007). The Business Continuity

Plan: Outline for School Disaster Recovery. International Management Review Vol. 3 No. 4. Jacksonville State University, AL, USA and The University of Alabama, AL, USA.

Letak Geografis Indonesia Rentan Terhadap Bencana. http://www.indonesia.go.id/id - REPUBLIK INDONESIA.

McMillan M. A, Sitko T. D. (2003). Managing University Business Continuity. San Francisco.

Media Indonesia. Senin, 17 Juni 2002. Perbankan Tetap Fokus Salurkan Kredit UKM.

http://www.els.bappenas.go.id/upload/other/Perbankan%20tetap.htm

NFPA 1600. (2007). Standard on Disaster/Emergency Management and Business Continuity Programs. http://www.nfpa.org.

Niagara Region Public Health. (2006). Business Continuity Planning Tool Kit for Pandemic Influenza Response Plan. Niagara.

Odermatt. John T. (2006). Preventing Disaster and Minimizing Their Consequences: Business Continuity Planning for Pandemics For Business Preparedness. Harvard School of Public Health Global Symposium. New York City, NY United States of America.

Office of Critical Infrastructure Protection and Emergency Preparedness. A Guide to Business Continuity Planning. Government of Canada.

(10)

www.habibiecenter.or.id/download/Makalah_Adi_Sasono.pdf.

St. Paul Travelers Companies, Inc. (2006). Strategy Guide for Business Continuity Planning. http://stpaultravelers.com/riskcontrol

State of Arizona Department of Administration. (2005). Business Continuity Planning Guidelines.

UNDP/UNDRO. (1992). Program pelatihan Manajemen Bencana, Tinjauan Umum Manajemen Bencana (Edisi ke-2).

Unisys Design Build and Relocation Services Corporation. (2003). Business Continuity Planning.

USAID. (2006). Business Continuity Planning Procedures and Guidelines (A Mandatory Reference for ADS Chapter 545). United States.

Williamson, John. (2002). Business Continuity Planning A Primer for Management and IT Personnel. The AnyKeyNow Group. www.anykeynow.com.

Zsidisin, George A, Ragatz Gary L, and Melnyk, Steven A. (2003). Effective Practices in Business Continuity Planning for Purchasing and Supply Management. Michigan StateUniversity.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Metodologi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara pemakaian tabir surya dengan derajat keparahan melasma (Skor MASI) pada wanita di

Kajian-kajian tersebut dipicu oleh beberapa faktor seperti untuk merespons secara positif perspektif negatif masyarakat dunia yang senantiasa menilai Islam sebagai tidak

Penurunan kemampuan harus diperhatikan saat menggunakan konverter frekuensi pada tekanan udara rendah (ketinggian), pada kecepatan rendah, dengan kabel motor yang panjang, kabel

Dibandingkan dengan perlakuan donor PGC- sirkulasi segar, donor PGC-sirkulasi beku mendapatkan hasil yang kurang memuaskan karena Sampai dengan pengamatan

Pada kondisi tertentu, unsur-unsur kohesi menjadi kontributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren, sedangkan pemakaian koherensi antara lain adalah bertujuan agar

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk setiap aset baru

Usaha pengendalian penyakit pada tanaman kedelai secara terpadu dapat dilakukan melalui integrasi beberapa komponen pengendalian secara kultur teknis (varietas tahan, rotasi

Dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang isu perubahan iklim dan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), PMR Indonesia menyelenggarakan program peningkatan kapasitas untuk industri