• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari kata latin Movere yang berarti dorongan atau daya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi berasal dari kata latin Movere yang berarti dorongan atau daya"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi

2.1.1 Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin “Movere’ yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada bawahan atau pengikut.

Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan.

Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras atau antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi.

Untuk memotivasi karyawan, manajer harus mengetahui motif dan motivasi yang diingikan karyawan. Orang mau bekerja adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari (conscius needs) maupun kebutuhan yang tidak disadari (unconscius needs), berbentuk materi atau nonmateri, kebutuhan fisik maupun rohani.

Peterson dan Plowman (dalam Hasibuan 2002 : 93) mengatakan bahwa orang yang mau bekerja karena faktor-faktor berikut:

1. The desire to live

Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, manusia bekerja untuk dapat makan dan makan untuk melanjutkan hidupnya.

(2)

2. The desire for posession.

Keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.

3. The desire for power

Keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang mau bekerja.

4. The desire for recognation

Keinginan akan pengakuan merupakan jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang untuk bekerja.

Dengan demikian jelas bagi kita bahwa setiap pekerja mempunyai motif (wants) tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil pekerjaannya. Dengan mengetahui perilaku manusia, apa sebabnya orang mau bekerja dan kepuasan-kepuasan apa yang dinikmatinya karena bekerja, maka seorang manajer akan lebih mudah memotivasi bawahannya.

2.1.2 Aspek, Pola Dan Tujuan Motivasi 2.1.2.1 Aspek Motivasi

Aspek motivasi dikenal sebagai aspek aktif atau dinamis dan aspek pasif atau statis.

Aspek aktif/dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.

Aspek pasif/statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang untuk dapat mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber daya manusia itu ke arah tujuan yang

(3)

2.1.2.2 Pola-pola Motivasi

David C. Mc. Clelland (Mangkunegara, 2005 : 74) mengemukakan pola motivasi sebagai berikut:

1. Achievment Motivation

Suatu keinginan untuk mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan, untuk kemajuan dan pertumbuhan.

2. Affiliation Motivation

Dorongan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan orang lain.

3. Competence Motivation

Dorongan untuk berprestasi baik dengan melakukan pekerjaan yang bermutu tinggi.

4. Power Motivation

Dorongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan dan adanya kecendrungan mengambil resiko dalam menghancurkan rintangan-rintangan yang terjadi.

Atas dasar teori Cleland (dalam Mangkunegara 2005 : 74) tersebut dapat disimpulkan ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi yaitu motif, harapan dan insentif. Ketiga dimensi tersebut diuruaikan secara singkat pada bahasan berikut:

a. Motif

Motif merupakan suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai, suatu dorongan di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk menempuh sesuatu.

(4)

b. Harapan.

Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila karyawan meyakini upaya tersebbut akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan memberikan ganjaran-ganjaran organisasional (memberikan harapan kepada karyawan) seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi, dan ganjaran ini akan memuaskan tujuan pribadi c. Insentif

Insentif yang diberikan kepada karyawan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan produktivitas kerja. Edwin Locke (dalam Mangkunegara, 2005 : 74) menyimpulkan bahwa insentif berupa uang jika pemberiannya diikat dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. Pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian insentif dalam bentuk uang yang memadai agar karyawan terpecut motivasi kerjanya dan mampu mencapai produktivitas kerjanya secara optimal.

2.1.2.3 Tujuan Pemberian Motivasi

1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan 2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan 3. Meningkatkan produktivitas karyawan

4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan 5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi

karyawan

(5)

7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik 8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan 9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya

11. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.1.3 Asas, Alat Dan Jenis-jenis Motivasi 2.1.3.1 Asas-asas Motivasi

Asas-asas motivasi terdiri dari :

1. Asas megikutsertakan, artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.

2. Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi.

3. Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.

4. Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan, dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan

(6)

kemampuan dan kreatifitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.

5. Asas adil dan Layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan. Misalnya pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua karyawan harus adil dan layak kalau masalahnya sama.

6. Asas perhatian timbal balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik, maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

2.1.3.2 Alat-alat Motivasi

1. Materiil Insentif yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa uang atau barang yang mempunyai nilai pasar, jadi memberikan kebutuhan ekonomis. Misalnya: kendaraan, rumah dan lain-lainnya.

2. Nonmateriil Insentif yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa barang atau benda yang tidak ternilai, jadi hanya memberikan kepuasan atau kebanggaan rohani saja. Misalnya : medali, piagam, bintang jasa dan lainnya.

3. Kombinasi Materiil dan Nonmateriil Insentif yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa materiil (uang dan barang) dan

(7)

nonmateriil (medali dan piagam), jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan atau kebanggaan rohani.

2.1.3.3 Jenis-jenis Motivasi

Adapun jenis-jenis motivasi sebagai berikut:

1. Motivasi positif (Insentif positif), manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.

2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif), manejer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang perkerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut di hukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam praktek kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh manajer suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.

Yang jadi masalah ialah “kapan motivasi positif atau motivasi negatif” itu efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedang motivasi negatif efektif untuk jangka pendek saja. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

(8)

2.1.4 Teori Motivasi

Di kalangan para teoritikus dan praktisi manajemen telah lama diketahui bahwa masalah motivasi bukanlah masalah yang mudah, baik memahaminya apalagi menerapkannya. Tidak mudah karena berbagai alasan dan pertimbangan. Akan tetapi yang jelas ialah bahwa dengan motivasi yang tepat para karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, kepentingan-kepentingan pribadi para anggota organisasi tersebut akan terpelihara pula.

Begitu pentingnya teori motivasi diterapkan secara tepat sehingga makin banyak ilmuwan yang menekuni kegiatan pengembangan teori tersebut. Berikut adalah beberapa teori yang paling dikenal dewasa ini. Menurut Siagian (2006:287) ada beberapa teori motivasi yang paling dikenal dewasa ini yaitu:

1. Teori Abraham H. Maslow

Salah seorang ilmuwan yang dipandang sebagai pelopor teori motivasi adalah Abraham H. Maslow. Hasil-hasil pemikirannya tertuang dalam bukunya yang berjudul “Motivation and Personality”. Teori motivasi yang dikembangkannya pada tahun 40-an itu pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu:

(9)

b. Kebutuhan keamanan, tidak hanya dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual.

c. Kebutuhan sosial

d. Kebutuhan prestise yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status.

e. Aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama dan kedua kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas ialah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda dari satu orang ke orang lain karena manusia merupakan makhluk individu yang khas. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang pentingnya unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin disempurnakan. Bahkan dapat dikatakan mengalami, “koreksi”.

Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut diarahkan terutama pada konsep “hierarki kebutuhan” yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “heirarki” dapat diartikan sebagai tingakatan, atau secara analogi berarti

(10)

“anak tangga”. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua, dalam hal ini keamanan sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan dan papan terpenuhi, yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasannya sebelum seseorang merasa aman, demikian seterusnya (dalam Siagian, 2006 : 287)

2. Teori Clayton Alderfer

Bagi mereka yang senang mendalami teori motivasi, bukan merupakan hal baru apabila dikatakan bahwa teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG’. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu:

E = Existence R = Relatedness G = Growth

Jika makna ketiga istilah tersebut di dalami akan terlihat dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hieararki pertama dan kedua dalam teori Maslow. Relatedness senada dengan hieararki ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna yang sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer

(11)

menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.

Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan terlihat bahwa:

a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya.

b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.

c. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan pada sifat pragmatisme oleh manusia yaitu, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang mungkin dicapainya (dalam Siagian, 2006 : 289)

3. Teori Herzberg

Ilmuwan yang ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi karyawan adalah Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “Model Dua Faktor” dari motivasi yaitu faktor motivasional dan faktor higiene atau pemeliharaan.

Menurut teori ini yang dimaksud dengan faktor motivasional adalah hal-hal pendorong prestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik

(12)

yang berarti bersumber dari luar diri seseorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan kekaryaannya.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kersempatan bertumbuh, kemajuan dalam karir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor higiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungann seorang karyawan dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan kekaryaan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukan yang bersifat ekstrinsik (dalam Siagian, 2006 : 290).

4. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima. Artinya apabila seseorang karyawan mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi yaitu:

(13)

a. Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar. b. Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam pelaksanaan tugas

yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang karyawan biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu:

a. Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi diri pribadi seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya.

b. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri.

c. Imbalan yang diterima oleh karyawan lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis.

d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para karyawan (dalam Siagian, 2006 : 291).

5. Teori Harapan

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work and

Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori

Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan nampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

(14)

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya pun utnuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan para ilmuwan dan praktisi menajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para karyawan dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para karyawan tidak mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya (dalam Siagian, 2006 : 292).

6. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan sendiri. Berarti sifatnya sangat subyektif, perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.

Dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa perilaku seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi eksternal dari

(15)

perilaku dan tindakannya. Artinya berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan bahkan pengubah perilaku.

Dalam hal ini berlakulah apa yang dikenal dengan hukum pengaruh yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekuensi yang merugikan.

7. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus-menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakatan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengkaitkan imbalan dengan prestasi kerja seorang karyawan.

Menurut model ini, motivasi seorang karyawan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal.

Faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang antara lain:

a. Persepsi seseorang mengenai diri sendiri b. Harga diri

c. Harapan pribadi d. Kebutuhan

(16)

e. Keinginan f. Kepuasan kerja

g. Prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi motivasi seseorang antara lain ialah:

a. Jenis dan sifat pekerjaan

b. Kelompok kerja di mana seseorang bergabung c. Organisasi tempat bekerja

d. Situasi lingkungan pada umumnya

e. Sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.

Interaksi positif antara kedua kelompok faktor tersebut pada umumnya menghasilkan tingkat motivasi yang tinggi (dalam Siagian, 2006 : 294).

8. Teori X dan Teori Y dari Douglas Mc. Gregor

Douglas Mc. Gregor adalah seorang guru besar Manejemen pada Lembaga Teknik Massachusetts (Massachusetts Institute of Technology) dan juga seorang psikolog sosial Amerika yang memimpin suatu varietas proyek dalam hal motivasi dan tingkah laku umum dari para anggota organisasi.

Mc. Gregor terkenal dengan teori X dan teori Y nya, dalam bukunya

The Human State of Enterprise (Segi Manusiawi Perusahaan). Teori ini

didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia manusia penganut teori X (Teori Tradisional) dan manusia penganut teori Y (Teori Demokrasik).

(17)

Teori X terdiri atas, yaitu;

1. Rata-rata karyawan itu malas dan tidak suka bekerja.

2. Umumnya karyawan tidak terlalu berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu menghindarkan tanggung jawabnya dengan cara mengkambinghitamkan orang lain.

3. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaannya.

4. Karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan tujuan organisasi.

Menurut teori X ini untuk memotivasi harus dilakukan dengan cara yang ketat, dipaksa dan diarahkan supaya mereka mau bekerja secara sungguh-sungguh. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung pada motivasi yang negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas. Tipe kepemimpinan teori X adalah otoriter sedang gaya kepemimpinannya berorientasi pada prestasi kerja.

Teori Y terdiri atas, yaitu:

1. Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja sama wajarnya dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak karyawan yang tidak betah dan merasa kesal jika tidak bekerja.

2. Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi kerja yang optimal. Mereka kreatif dan inovatif mengembangkan dirinya untuk memecahkan

(18)

persoalan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan pada pundaknya. Jadi mereka selalu berusaha mendapatkan metode kerja yang terbaik.

3. Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengembangkan dirinya untuk mencapai sasaran itu. Organisasi seharunya memungkinkan karyawan untuk mewujudkan potensinya sendiri dengan memberikan sumbangan pada tercapainya sasaran perusahaan.

Menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakuan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan, kerja sama dan keterikatan pada keputusan. Tegasnya, dedikasi dan partisipasi akan lebih menjamin tercapainya sasaran. Mc. Gregor memandang suatu organisasi efektif sebagai organisasi bila menggantikan pengawasan dan pengarahan dalam integrasi dan kerja sama serta karyawan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Jenis motivasi yang diterapkan adalah motivasi positif, sedang tipe kepemimpinannya adalah kepemimpinan partisipasif.

2.2. Pengalaman Kerja

2.2.1. Pengertian Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik (Foster, 2001 : 40).

(19)

Pendapat lain menyatakan bahwa pengalaman kerja adalah lamanya seseorang melaksanakan frekuensi dan jenis tugas sesuai dengan kemampuannya (Syukur, 2001 : 74).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa pengalaman kerja adalah tingkat penguasaan pengetahuan serta keterampilan seseorang dalam pekerjaannya yang dapat diukur dari masa kerja dan dari tingkat pengetahuan serta keterampilan yang dimilikinya.

2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengalaman Bekerja

Mengingat pentingnya pengalaman bekerja dalam suatu perusahaan, maka dipikirkan juga tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman kerja.

Menurut Djauzak (2004:57), faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pengalaman kerja seseorang adalah waktu, frekuensi, jenis, tugas, penerapan, dan hasil. Dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Waktu

Semakin lama seseorang melaksanakan tugas akan memperoleh pengalaman bekerja yang lebih banyak.

b. Frekuensi

Semakin sering melaksanakan tugas sejenis umumnya orang tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih baik

(20)

c. Jenis tugas

Semakin banyak jenis tugas yang dilaksanakan oleh seseorang maka umunya orang tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak.

d. Penerapan

Semakin banyak penerapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam melaksanakan tugas tentunya akan dapat meningkatkan pengalaman kerja orang tersebut.

e. Hasil

Seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih baik.

Ada beberapa hal juga untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja menurut (Foster, 2001 : 43) yaitu :

a. Lama waktu/ masa kerja.

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

b. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan.

(21)

Sedangkan keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan. c. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek – aspek tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan.

2.2.3 Pengukuran Pengalaman Kerja

Pengukuran pengalaman kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk mengukur pengalaman kerja seseorang adalah sebagai berikut:

1. Gerakannya mantap dan lancar.

Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.

2. Gerakannya berirama

Artinya terciptanya dari kebiasaan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

3. Lebih cepat menanggapi tanda-tanda

Artinya tanda-tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja.

4. Dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya

Karena didukung oleh pengalaman kerja dimilikinya maka seorang pegawai yang berpengalaman dapat menduga akan adanya kesulitan dan siap menghadapinya.

(22)

5. Bekerja dengan tenang

Seorang pegawai yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya diri yang cukup besar.

Selain itu ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi pengalaman kerja karyawan. Beberapa faktor lain mungkin juga berpengaruh dalam kondisi – kondisi tertentu, tetapi adalah tidak mungkin untuk menyatakan secara tepat semua faktor yang dicari dalam diri karyawan potensial, beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan, kursus, latihan, bekerja. Untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang lalu.

2. Bakat dan minat untuk memperkirakan minat dan kapassitas atau kemampuan seseotang.

3. Sikap dan kebutuhan (attitudes and needs) untuk meramalkan tanggung jawab dan wewenang seseorang.

4. Kemampuan-kemapuan analitis dan manipulatif untuk mempelajari kemampuan penilaian dan penganalisaan.

5. Keterampilan dan kemampuan tehnik, untuk menilai kemampuan dalam pelaksanaan aspek-aspek tehnik pekerjaan (Handoko, 2003 : 241).

Ada beberapa hal juga untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja yaitu:

(23)

1. Lama waktu atau masa kerja

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

2. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan ketermapilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

3. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.

Tingkat penguasaan seseorang dalam melaksanakan aspek-aspek tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan (Foster, 2001 : 43).

Dari uraian tersebut dapat diketahui, bahwa seorang karyawan yang berpengalaman akan memiliki gerakan yang mantap dan lancar, gerakannya berirama, lebih cepat menanggapi tanda – tanda, dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap menghadapinya, dan bekerja dengan tenang serta dipengaruhi faktor lain yaitu : lama waktu/masa kerja seseorang, tingkat pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki dan tingkat penguasaan terjadap pekerjaan dan peralatan. Oleh karena itu seorang karyawan yang mempunyai pengalaman kerja adalah seseorang yang mempunyai kemampuan

(24)

jasmani, memiliki pengetahuan, dan keterampilan untuk bekerja serta tidak akan membahayakan bagi dirinya dalam bekerja.

2.2.4. Cara Memperoleh Pengalaman Kerja

Pengalaman cukup penting artinya dalam proses seleksi pegawai karena suatu organisasi atau perusahaan akan cenderung memilih pelamar yang berpengalaman, mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas yang nanti akan diberikan.

Syukur (2001: 83) menyatakan bahwa cara yang dapat dilaksanakan untuk memperoleh pengalaman kerja adalah melalui pendidikan, pelaksanaan tugas, media informasi, penataran, pergaulan, dan pengamatan. Penjelasan dari cara memperoleh pengalaman kerja adalah sebagai berikut : a. Pendidikan

Berdasarkan pendidikan yang dilaksanakan oleh seseorang, maka orang tersebut dapat memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak dari sebelumnya.

b. Pelaksanaan tugas

Melalui pelaksanaan tugas sesuai dengan kemampuannya, maka seseorang akan semakin banyak memperoleh pangalaman kerja.

c. Media informasi

Pemanfaatan berbagai media informasi, akan mendukung seseorang untuk memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak.

(25)

d. Penataran

Melalui kegiatan penataran dan sejenisnya, maka seseorang akan memperoleh pengalamanan kerja untuk diterapkan sesuai dengan kemampuannya.

e. Pergaulan

Melalui pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, maka seseorang akan memperoleh pengalaman kerja untuk diterapkan sesuai dengan kemampuannya

f. Pengamatan

Selama seseorang mengadakan pengamatan terhadap suatu kegiatan tertentu, maka orang tersebut akan dapat memperoleh pengalaman kerja yang lebih baik sesuai dengan taraf kemampuannya.

2.2.5. Manfaat Pengalaman Kerja

Suatu perusahaan akan cenderung memilih tenaga kerja yang berpengalaman dari pada yang tidak berpengalaman. Hal ini disebabkan mereka yang berpengalaman lebih berkualitas dalam melaksanakan pekerjaan sekaligus tanggung jawab yang diberikan perusahaan dapat dikerjakan sesuai dengan ketentuan atau permintaan perusahaan. Maka dari itu pengalaman kerja mempunyai manfaat bagi perusahaan maupun karyawan.

Manfaat pengalaman kerja adalah untuk kepercayaan, kewibawaan, pelaksanaan pekerjaan, dan memperoleh penghasilan. Berdasarkan manfaat masa kerja tersebut maka seseorang yang telah memiliki masa kerja lebih

(26)

lama apabila dibandingkan dengan orang lain akan memberikan manfaat seperti :

a. Mendapatkan kepercayaan yang semakin baik dari orang lain dalam pelaksanaan tugasnya.

b. Kewibawaan akan semakin meningkat sehingga dapat mempengaruhi orang lain untuk bekerja sesuai dengan keinginannya.

c. Pelaksanaan pekerjaan akan berjalan lancar karena orang tersebut telah memiliki sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

d. Dengan adanya pengalaman kerja yang semakin baik, maka orang akan memperoleh penghasilan yang lebih baik.

Karyawan yang sudah berpengalaman dalam bekerja akan membentuk keahlian dibidangnya, sehingga dalam menyelesaikan suatu produk akan cepat tercapai. Produktivitas kerja karyawan dipengaruhi oleh pengalaman kerja karyawan, semakin lama pengalaman kerja karyawan akan semakin mudah dalam menyelesaikan suatu produk dan semakin kurang berpengalaman kerja karyawan akan mempengaruhi kemampuan berproduksi, karyawan dalam menyelesaikan suatu produk.

(27)

2.3. Produktivitas Karyawan

2.3.1. Pengertian Produktivitas Kerja

Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai berikut “produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input).

Menurut Blunchor dan Kapustin (dalam Hasibuan, 2005 : 126) “Produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan insentif terhadap sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisiensi”. Dari pandangan di atas tampaknya mereka berpegangan pada pendapat yang memisahkan produktivitas dari intensitas tenaga kerja, karena ketika produktivitas tenaga kerja mencerminkan manfaat tenaga kerja, intensitas menunjukkan jumlah atau ketegangan dan dapat dianggap sebagai percepatan kerja.

Produktivitas menurut Hasibuan (2005 : 126) adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya.

Sedang mengenai produktivitas per kapita yang dihasilkan oleh setiap karyawan lebih lanjut dikemukakan oleh Hasibuan (2005 : 127) sebagai berikut:

(28)

“Produktivitas per capita (PPC) adalah besarnya produksi yang dihasilkan per jiwa, per satu jam kerja (Productivity per man hour)”.

Rumusnya sebagai berikut:

PPC =

Pendapatan Individu

N x H atau

Produksi ∶ Hasil N x H Di mana:

N = Jam/hari kerja nyata H = Jumlah tenaga kerja

International Labour Organization (ILO) (dalam Hasibuan, 2005 : 127) mengungkapakan bahwa “Produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung”.

Sumber-sumber itu dapat berupa: 1. Tanah

2. Bahan baku dan bahan pembantu 3. Pabrik, mesin-mesin dan alat-alat 4. Tenga kerja manusia.

Jadi secara umum, Menurut Sinungan (dalam Hasibuan, 2005 : 127) bahwa pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, yaitu:

1. Perbandingan-peerbandingan antara pelaksana sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelakasanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah

(29)

2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian secara relative.

3. Perbandingan pelakasanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik, sebab memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.

2.4. Peneliti Terdahulu

Damayanti (2009), melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Motivasi Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan CV. Bening Natural Furniture di Semarang”. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan ada pengaruh motivasi kerja terhadap produktivitas kerja karyawan CV. Bening Natural Furniture Semarang. Hasil deskriptif menunjukkan bahwa motivasi kerja karyawan bagian produksi termasuk tinggi, yang ditunjukkan dari minat, sikap positif yang tinggi, meskipun sikap aspek rangsangan masih kurang. Dengan adanya motivasi yang tinggi ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Dari hasil deskriptif menunjukkan efisiensi dan produksinya dalam kategori yang tinggi.

Iskandar (2010), melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Motivasi Kinerja Karyawan Pada PT. Kawasan Industri Medan (Persero). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa variabel yang terdiri dari Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan, sehingga dapat di pakai untuk mengestimasi kinerja karyawan pada PT. Kawasan Industri Medan (Persero). Variabel kinerja

(30)

karyawan pada PT. Kawasan Industri Medan (Persero) yang memiliki pengaruh positif dan signifikan adalah variabel lingkungan kerja, sedangkan variabel motivasi kerja tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan pada PT. Kawasan Industri Medan (Persero).

Zakiyah (2012), melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Motivasi Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT Pegadaian (Persero) Cabang Cibinong”. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil uji validitas menunjukkan nilai r-hitung masing-masing indikator penelitian ≥ di banding dengan nilai r -tabel sehingga indikator tiap-tiap penelitian valid, hasil uji reliabilitas diperoleh nilai cronbach

alpha masing-masing variabel penelitian > 0,6, sehingga indikator tiap-tiap

variable penelitian dapat dikatakan realibel atau konsisten sebagai alat ukur, dari beberapa uji yang dilakukan dapat di simpulkan bahwa faktor motivasi berpengaruh terhadap produktivitas kerja, sedangkan faktor pengalaman kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas kerja, nilai koefisien determinasi (R Square) menunjukkan 52,3% variabel produktivitas di PT Pegadaian Cabang Cibinong dipengaruhi oleh variabel motivasi dan pengalaman kerja.

2.5. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan penjelasan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan di teliti (Sugiyono, 2008 : 47). Pada umumnya perusahaan akan berusaha meningkatkan produktivitas karyawan dalam perusahaannya. Ada

(31)

banyak faktor yang dapat meningkatkan produktivitas tersebut, diantaranya dapat melalui pengalaman kerja dan motivasi kerja.

Motivasi kerja dan pengalaman kerja karyawan adalah merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkah laku para karyawan. Dengan adanya motivasi, semangat kerja atau gairah kerja karyawan akan meningkat. Begitu juga dengan pengalaman kerja, semakin banyak pengalaman kerja seseorang maka semakin terampil dan lebih bertanggung jawab dalam melakukan tugas-tugasnya. Oleh karena itu pengalaman kerja karyawan dan motivasi kerja harus seiring dengan tujuan organisasi sehingga setiap karyawan di dalam melakukan pekerjaan akan tercapai secara maksimal sehingga produktivitas karyawan dapat tercapai dengan baik. Secara skematis, kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Sumber: Malthis (2002:275), Syukur (2001:74), Veitzal (2009:837) diolah penulis Kerangka Koseptual

Gambar 2.1 Motivasi (X1)

Pengalaman Kerja (X2)

(32)

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun oleh peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan (Kuncoro, 2009 : 59). Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual maka hipotesis yang dirumuskan adalah Motivasi dan pengalaman Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas kerja karyawan PTPN IV Bandar Pasir Mandoge.

Gambar

Gambar 2.1 Motivasi (X1)

Referensi

Dokumen terkait

Oktober 2009, indeks harga yang diterima petani (It) meningkat sebesar 1,32 persen bila dibandingkan dengan sebelumnya, yaitu dari 124,42 menjadi 126,07 yang dipicu akibat

Pemahaman makan sepuasnya atau all you can eat merupakan suatu konsep rumah makan dimana tamu yang datang dapat mengambil dan memilih sendiri dengan sepuasnya

Dengan demikian, apabila ada perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian, maka yang harus dibuktikan selain adanya perbuatan yang melawan hukum, harus

The research aimed to describe politeness strategy of Request are employed by the characters in the film entitled “You’ve got mail” and describe the factors influence

Karakter-karakter seperti umur panen, jumlah cabang produktif/tanaman, jumlah polong berisi/tanaman, jumlah biji /tanaman, bobot biji kering/tanaman, bobot 100 biji/tanaman

Berdasarkan keseluruhan hasil perhitungan dari pengolahan data yang telah dilakukan dan pengujian hipotesis maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa mahasiswa memberikan respon

Saran dalam penelitian ini adalah Dosen sebaiknya menggunakan model pembelajaran tutor sebaya pada mata kuliah yang ada pada Prodi Tata Kecantikan, karena dengan model

Gambaran Penggunaan Botol Susu Dalam Pemberian Susu Formula Berdasarkan hasil penelitian melalui kuesioner pada batita di Desa Candirejo Kecamatan Ungaran Barat