• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan fenomena yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan fenomena yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pada bagian ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian dengan menjelaskan fenomena yang terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku penurunan kualitas audit, kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian dan diakhiri dengan manfaat penelitian.

1.1. Latar Belakang

Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang dikeluarkan oleh Transparency International dalam dua tahun terakhir (2012-2013) stagnan pada angka 32. Skor CPI dimulai dari skala 0 sampai 100, dimana skor 0 berarti suatu negara dianggap sangat korup dan skor 100 suatu negara dianggap sangat bersih. Peringkat Indonesia pada tahun 2012 berada di urutan 118, meningkat menjadi urutan 114 pada tahun 2013 dari 177 negara yang disurvei. Kenaikan peringkat bukan disebabkan menurunnya tingkat korupsi di Indonesia, namun karena terdapat empat negara yang korupsinya memburuk.

Pemerintah Indonesia mengadopsi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebagai tolok ukur pencapaian pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam Dokumen Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK). IPK yang ditargetkan Pemerintah Indonesia dalam Dokumen Stranas PPK untuk tahun 2014 adalah sebesar 50, sementara skor IPK yang diperoleh pada tahun 2014

(2)

adalah 34. Hal ini berarti Indonesia belum mampu memenuhi target yang tertuang dalam Stranas PPK. Korupsi di Indonesia tidak hanya terjadi pada pemerintahan pusat, namun juga pada pemerintah daerah. Korupsi tidak hanya dilakukan secara individu, namun juga berjamaah dan sistemik. Korupsi model berjamaah ataupun sistemik penyelesaiannya akan menjadi tantangan tersendiri bagi aparat penegak hukum maupun lembaga yang terkait. Kasus korupsi yang semakin marak dan menggurita membuat peran pengawasan dalam penggunaan anggaran harus lebih ditingkatkan. Korupsi sudah dapat digolongkan sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime (Kayo, 2013:2), sehingga dalam pemberantasannya dibutuhkan sinergitas antara aparat penegak hukum dengan auditor dengan menjunjung nilai-nilai profesional, integritas, pengawasan efektif dan penerapan sanksi tegas yang menimbulkan efek jera.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi adalah dengan mengoptimalkan kegiatan audit. Peran auditor pemerintah dalam pengungkapan kasus korupsi semakin penting di tengah modus korupsi yang semakin canggih dalam transaksi ekonomi yang beragam dan semakin kompleks. Auditor pemerintah harus memelihara dan meningkatkan kompetensinya secara terus-menerus agar mampu melaksanakan pekerjaannya secara profesional. Peran auditor pemerintah dengan keahliannya dalam mendeteksi adanya kecurangan sangat diperlukan. Seorang auditor harus selalu berusaha menghasilkan audit yang berkualitas dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut DeAngelo (1981) kualitas audit adalah probabilitas auditor dapat menemukan dan melaporkan kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi dalam

(3)

laporan keuangan yang diaudit. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil audit.

Beberapa kejadian yang terjadi di dunia internasional maupun di Indonesia telah membuat profesi auditor menjadi sorotan masyarakat yang membuat kredibilitas auditor semakin dipertanyakan. Kejadian di luar negeri diantaranya adalah kasus Enron Corporation dan Worldcom. Enron Corporation merupakan sebuah perusahaan pemasok energi terbesar di Amerika Serikat. Enron Corporation menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika perusahaan mengumumkan telah salah menyajikan laba sebesar hampir $600 juta sejak tahun 1997, sehingga mereka harus melakukan penyajian ulang atas laporan keuangan yang telah diaudit sejak empat tahun sebelumnya (Elder, et.al, 2011:199). Jatuhnya Enron Corporation melibatkan banyak pihak, diantaranya auditor Enron Corporation, yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen. KAP Arthur Andersen telah gagal melaporkan ketidaklayakan sistem akuntansi di Enron Corporation (Messier, et.al, 2006:3). Kasus Worldcom juga melibatkan KAP Arthur Andersen. Worldcom merupakan perusahaan penyedia layanan telpon jarak jauh terbesar kedua di Amerika. Worldcom telah melakukan praktik akuntansi yang tidak sehat untuk memanipulasi laporan keuangan perusahaan. Worldcom telah melebihsajikan aktiva tetap dan pendapatan bersih (Messier,

et.al, 2005:197). KAP Arthur Andersen sebagai auditor yang mengaudit

Worldcom mengetahuinya namun tidak mengungkapkan kecurangan tersebut dalam opini auditnya.

(4)

Indikasi yang terjadi di Indonesia adalah adanya pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP) atas laporan keuangan kementerian negara, padahal pada kementerian tersebut ditemukan adanya penyimpangan terhadap pengelolaan keuangan negara. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2013, opini atas Laporan Keuangan Kementerian Agama pada tahun 2011 dan 2012 adalah WTP DPP, Kepolisian Negara pada tahun 2011 meraih opini WTP DPP, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 memperoleh opini WTP. Berdasarkan berita dalam situs www.kpk.go.id, terdapat kasus atas pengadaan kitab suci Al-Qur’an pada Kementerian Agama untuk tahun anggaran 2011 dan 2012, terdapat kasus atas proyek pengadaan alat simulator mengemudi kendaraan bermotor untuk ujian Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas Polri tahun anggaran 2011, dan pada tahun anggaran 2011 sampai 2013 terdapat penyalahgunaan Dana Operasional Menteri pada Kementerian ESDM.

Badan Pengawas Pasar Modal dalam siaran pers tanggal 27 Desember 2002 menyatakan Kasus PT Kimia Farma tbk, yaitu menyajikan laba bersih terlalu tinggi karena adanya penggelembungan nilai persediaan dan pencatatan ganda atas penjualan pada laporan keuangan tahun 2001, dan KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma tidak berhasil mendeteksi kecurangan tersebut meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

(5)

Auditor pemerintah terdiri atas auditor eksternal dan auditor internal. Auditor internal dalam pemerintahan disebut sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Peran APIP dalam perspektif yang lebih luas adalah mendorong terwujudnya layanan publik yang berkualitas, proses manajemen pemerintahan yang lebih baik, dan pemberantasan korupsi yang efektif. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merupakan salah satu Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) menegaskan bahwa BPKP merupakan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). BPKP sebagai APIP yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden berkomitmen untuk berkinerja tinggi melalui nilai-nilai luhur yang dianut, yaitu PIONIR (Profesional, Integritas, Orientasi pengguna, Nurani dan akal sehat, Independen, dan Responsibel). Selain berperan dalam kegiatan assurance dan consulting, BPKP juga berperan represif membantu aparat penegak hukum dalam bentuk audit investigatif dan penghitungan kerugian keuangan negara. Peran represif BPKP tidak hanya terbatas melakukan audit investigatif dari pengembangan audit reguler dan pengaduan masyarakat, BPKP juga menjadi pendukung Sistem Peradilan Pidana (criminal justice system). BPKP berkoordinasi dengan Kejaksaan RI, Kepolisian Negara RI dan KPK atau instansi lain yang meminta untuk dilakukannya audit investigasi. Peran strategis BPKP dalam memberantas korupsi membuat BPKP harus menjaga kualitas auditnya dengan meningkatkan kinerjanya.

Kalbers & Fogarty (1995) dalam Rustiarini (2013) menyatakan kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugasnya

(6)

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Bonner & Sprinkle, (2002) menyatakan kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor individu (motivasi, kepribadian, kepercayaan diri, pengetahuan, dan kemampuan), tugas (kompleksitas dan struktur tugas), dan lingkungan (tekanan waktu, akuntabilitas, tujuan penugasan, dan umpan balik). Seorang auditor dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan audit yang berkualitas. Kualitas audit selain ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki oleh auditor, juga dipengaruhi oleh perilaku auditor. Kegiatan audit tidak terlepas dari masalah keperilakuan, seperti adanya kemungkinan seorang auditor melakukan penyimpangan perilaku (dysfunctional behavior) sehingga akan dapat menurunkan kualitas audit. Penyimpangan perilaku ini disebut dengan perilaku audit disfungsional (dysfunctional audit behavior). Perilaku audit disfungsional adalah setiap tindakan yang dilakukan auditor dalam pelaksanaan program audit yang dapat mereduksi atau menurunkan kualitas audit secara langsung maupun tidak langsung (Otley dan Pierce, 1996a). Salah satu perilaku audit disfungsional adalah perilaku penurunan kualitas audit (Otley dan Pierce, 1996a).

Perilaku penurunan kualitas audit adalah setiap tindakan yang dilakukan auditor selama pelaksanaan prosedur audit yang dapat mereduksi efektivitas bukti-bukti audit yang dikumpulkan (Malone dan Robert, 1996). Perilaku penurunan kualitas audit diantaranya adalah penghentian prematur atas prosedur audit, menerima penjelasan klien yang lemah, membuat ulasan dokumen klien secara dangkal, gagal meneliti kesesuaian prinsip akuntansi yang diterapkan klien, dan mengurangi pekerjaan audit dari yang seharusnya dilakukan (Malone dan

(7)

Robert, 1996; Otley dan Pierce, 1996a). Perilaku-perilaku tersebut merupakan ancaman serius terhadap kualitas audit karena bukti audit yang kompeten dan cukup untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang diaudit tidak dapat diperoleh (Herrbach, 2001). Perilaku penurunan kualitas audit yang dilakukan oleh seorang auditor disebabkan antara lain karena faktor situasional, dan karakteristik individual auditor. Faktor situasional yang diuji dalam penelitian ini adalah tekanan anggaran waktu dalam pelaksanaan audit. Karakteristik individual auditor yang dikaji dalam penelitian ini adalah locus of control dan komitmen profesional.

Tekanan anggaran waktu dari pihak manajemen merupakan faktor utama yang dapat mengurangi kualitas audit dan kinerja auditor (Willett dan Page, 1996). Alokasi waktu audit yang tidak tepat akan dapat mengakibatkan munculnya perilaku yang mengancam kualitas audit. Penetapan anggaran waktu audit yang terlalu pendek maupun terlalu panjang akan berdampak pada efektivitas pelaksanaan audit. Cook dan Kelley (1988) menyatakan anggaran waktu audit yang ketat dapat mendorong auditor melakukan tindakan audit disfungsional karena dapat mengakibatkan auditor merasakan tekanan dalam melaksanakan prosedur audit karena ketidakseimbangan antara waktu yang tersedia dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas audit. Hasil penelitian McNamara dan Liyanarachchi (2008) adalah berkurangnya anggaran waktu menyebabkan perilaku penurunan kualitas audit meningkat secara signifikan.

(8)

Locus of control merupakan tingkat keyakinan yang dimiliki oleh seseorang tentang sejauh mana mereka sebagai penentu nasib mereka sendiri (Robbins, 2008:138). Locus of control terdiri atas locus of control internal dan locus of control eksternal. Daft (2011: 300) menyatakan individu dengan locus of control internal adalah individu yang meyakini bahwa tindakan yang mereka lakukan mempengaruhi apa yang terjadi pada diri mereka, sedangkan individu dengan locus of control eksternal adalah individu yang meyakini kejadian yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar, seperti kesempatan atau keberuntungan. Hasil penelitian Hastuti (2013) menunjukkan locus of control internal berpengaruh negatif terhadap perilaku penurunan kualitas audit, sementara locus of control eksternal berpengaruh positif terhadap perilaku penurunan kualitas audit. Hasil penelitian Donnelly, et al (2003) menunjukkan adanya hubungan positif antara locus of control eksternal dengan penerimaan perilaku audit disfungsional.

Karakteristik individual lainnya yang diteliti adalah komitmen profesional. Komitmen profesional adalah komitmen para profesional terhadap profesinya. Komitmen profesional mengacu pada kekuatan relatif terhadap keterlibatan individu dalam suatu profesi tertentu, serta kemauan untuk mengerahkan usaha atas nama profesi dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalamnya (Aranya dan Ferris, 1984). Komitmen seseorang terhadap profesinya diwujudkan dalam tiga karakteristik, yaitu penerimaan atas tujuan-tujuan dan nilai-nilai profesi, kemauan untuk melakukan usaha sekuat tenaga demi kepentingan profesi dan adanya keinginan untuk memelihara dan mempertahankan keanggotaan dalam

(9)

profesi (Aranya dan Ferris, 1984). Hasil penelitian Hastuti (2013) menunjukkan komitmen profesional afektif, kontinu, dan normatif berpengaruh negatif dengan perilaku penurunan kualitas audit. Hasil penelitian Silaban (2009) menunjukkan komitmen profesional afektif dan normatif berpengaruh negatif dengan perilaku penurunan kualitas audit.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi motivasi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu, Locus of Control, dan Komitmen Profesional pada Perilaku Penurunan Kualitas Audit. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Hastuti (2013). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan objek yang berbeda.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1) Apakah tekanan anggaran waktu berpengaruh pada terjadinya perilaku penurunan kualitas audit?

2) Apakah locus of control berpengaruh pada terjadinya perilaku penurunan kualitas audit?

3) Apakah komitmen profesional berpengaruh pada terjadinya perilaku penurunan kualitas audit?

(10)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk mendapatkan bukti secara empiris pengaruh tekanan anggaran waktu pada terjadinya perilaku penurunan kualitas audit.

2) Untuk mendapatkan bukti secara empiris pengaruh locus of control pada terjadinya perilaku penurunan kualitas audit.

3) Untuk mendapatkan bukti secara empiris pengaruh komitmen profesional pada terjadinya perilaku penurunan kualitas audit.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis untuk berbagai pihak yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, yaitu:

1) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang lebih luas mengenai pengaruh tekanan anggaran waktu, locus of control, dan komitmen profesional pada perilaku penurunan kualitas audit, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian terkait di masa mendatang.

2) Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah pada umumnya, dan BPKP pada khusunya mengenai pengaruh

(11)

tekanan anggaran waktu, locus of control, dan komitmen profesional pada perilaku penurunan kualitas audit oleh auditor pemerintah, sehingga nantinya diharapkan dapat membantu dalam mengurangi atau mencegah kemungkinan terjadinya praktik penurunan kualitas audit.

Referensi

Dokumen terkait

(3) bukti memilikiilmu pengetahuan dinilai dari keterampilannya, bukan dari sert ifikatnya, (4) biasanya tidak terlalu terikat dengan ketentuan yang ketat, (5) isi, staf

Hasil penelitian ini menyajikan gambaran status gizi anak dengan diare di Puskesmas Tanjung Pinang Kota

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Penegakan s Penegakan sanksi anksi pidana pidana pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Tabel 3 menunjukkan bahwa setengah dari responden pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Mandau Kabupaten Bengkalis memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang tinggi , dan

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Ilham (2016) yang berlokasi di Pasar Ibuh Payakumbuh dan penelitian yang dilakukan oleh Roberson.. Namun, sejauh yang peneliti