• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI PEMBELIAN IMPULSIF ONLINE SHOPPING PADA INSTAGRAM (Analisis Deskriptif Motivasi Konsumen Dalam Melakukan Pembelian Online Pada Instagram)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MOTIVASI PEMBELIAN IMPULSIF ONLINE SHOPPING PADA INSTAGRAM (Analisis Deskriptif Motivasi Konsumen Dalam Melakukan Pembelian Online Pada Instagram)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 MOTIVASI PEMBELIAN IMPULSIF ONLINE SHOPPING PADA INSTAGRAM (Analisis Deskriptif Motivasi Konsumen Dalam Melakukan Pembelian Online Pada

Instagram)

Dewa Ayu Cistaning Astari/Catur Nugroho

1,2Program Studi S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom 1cistaning@gmail.com2mas_pirez@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi konsumen dalam melakukan aktivitas

online shopping yang berdampak langsung terhadap tingginya pembelian impulsif pada

instagram. Sampel dari penelitian ini adalah mahasiswi dari beragam universitas di Kota Bandung. Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitiatif guna mendeskripsikan secara menyeluruh dan mendalam mengenai motivasi pembelian impulsif dalam aktivitas online shopping pada instagram. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dan menggunakan tehnik wawancara mendalam serta observasi dalam proses pengumpulan hasil penelitan. Hasil penelitian menunjukan adanya motif utilitarian atau motif irrasional yang mendominasi argumentasi para informan yang kerap melakukan pembelian impulsif. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi adalah umur dan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup dan konsep diri. Sedangkan, faktor eksternal yang paling mempengaruhi adalah faktor lingkungan. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan motivasi pembelian impulsif dalam kegiatan online shopping adalah hadirnya hasrat hedonistik, kebutuhan self

esteem dan self actualization, persepsi konsumen terhadap pengambilan keputusan dan

persepsi konsumen terhadap keputusan. Selain itu, peneliti menemukan keberalihan cara pandang setiap konsumen terhadap suatu produk. Para konsumen tidak hanya melihat dari fungsinya saja sebagai suatu kebutuhan, namun, melihatnya sebagai alat pemenuhan kepuasaan dan pengaktualisasian diri.

Kata kunci: motivasi belanja, online shopping, pembelian impulsif, instagram

Abstract

This study aims to determine the motivation of consumers in conducting online shopping activities that have a direct impact on the high impulsive purchases on Instagram. The sample of this research is a student from various universities in Bandung. Researchers use a descriptive qualitative method to describe thoroughly and deeply about the motivation of impulsive purchases in online shopping activities on Instagram. This research uses constructivist paradigm and uses in-depth interview technique also observation in process of collecting research result.The results showed the existence of utilitarian motives or irrational motives that dominate the argument of informants who often make impulsive purchases. The personal characteristics that affect are age and life cycle, occupation, economic situation, lifestyle, and self-concept. Meanwhile, the most influencing external factors are environmental factors. Therefore, the researcher concludes impulsive buying motivation in online shopping activity is the presence of hedonistic desire, self-esteem requirement, and self actualization, consumer perception toward decision making and consumer perception to a decision. In addition, researchers found in the way consumers perceive a product. Consumers

(2)

2

not only see from function only as needs, however, see it as a means of fulfillment of satisfaction and self-actualization.

Keywords: shopping motivation, online shopping, impulse buying, Instagram

1. Pendahuluan

Perkembangan bisnis e-commerce di Indonesia melesat dalam lima tahun terakhir. Hasil riset yang diprakarsai oleh Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), Google Indonesia, dan TNS (Taylor

Nelson Sofres) memperlihatkan bahwa

tahun 2013 nilai pasar web e-commerce Indonesia mencapai US$8 miliar (Rp 94,5 triliun) dan di tahun 2016 diprediksi naik dua kali lipat menjadi US$25 miliar (Rp

295 triliun). Potensi ini dibarengi dengan jumlah pengguna internet yang mencapai angka 132,7 juta orang atau sekitar 51% dari total populasi penduduk di Indonesia yaitu 256,2 juta orang. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu lahan potensial untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya oleh para pemasar.

Pertumbuhan Teknologi Internet di Indonesia

Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) (diakses pada 4 November 2016 pukul 19.19) Menurut Asosiasi Penyelenggara

Jasa Internet Indonesia (APJII), berdasarkan perkerjaan, mahasiswa mendapatkan tempat tertinggi sebagai pengakses internet paling sering. Disusul kemudian pekerja, ibu rumah tangga dan lainnya. Online shopping adalah salah satu kegiatan jual beli yang menggunakan sistem yang terintegrasi atau terhubungkan dengan media online. Pasar belanja online diprediksi juga akan mengalami peningkatan, seiring dengan berkembang nya industri smartphone di Indonesia. Beberapa keuntungan dari berbelanja

online yang membuat sistem online

shopping ini menjadi cara belanja favorit para calon pembeli, termasuk juga wanita

yang menyukai hobi berbelanja. Pembeli dengan mudah menemukan barang – barang yang diincarnya tanpa perlu mencarinya hingga seluruh pelosok kota.Perkembangan teknologi yang meningkat pesat pada tahun belakangan telah membawa dampak yang kuat pada beberapa aspek kehidupan termasuk perkembangan dalam dunia bisnis. Salah satu konsep yang dimulai sebagai paradigma baru adalah kehadiran bisnis online. Metode pemasaran pada online

shopping semakin melakukan rekonstruksi

dari waktu ke waktu, dimana metode pemasaran konvensional dinilai sudah tidak efektif untuk digunakan para pemasar. Saat ini, para pemasar melakukan

(3)

3 gerakan yang baru sebagai tuntutan zaman

dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai metode pelengkap dan penyempurnaan dalam melakukan kegiatan pemasaran/penyebarluasan produk. Dengan memanfaatkan teknologi informasi atau lazim dikenal dengan internet, mampu menciptakan suatu potensi pasar guna meningkatkan penjualan secara signifikan. Adanya niat beli akan menciptakan suatu potensi pasar baru. Dimana niat beli ini tentunya melalui internet yang mendorong terciptanya pasar cyber, dengan mengetahui sejauh mana potensi pasar

cyber yang ada dapat menjadikan

peluang-peluang baru dalam memulai dan menjalankan bisnis berbasiskan internet.

Kadence Internasional Indonesia pada 2015 menemukan data bahwa 28% orang Indonesia memiliki kebiasaan gaya hidup konsumtif yang tidak sehat. Artinya, pengeluaran mereka lebih besar daripada penghasilannya. Adanya pergeseran makna dalam pengkonsumsian suatu barang dimana bukan lagi sebagai pemenuhan kebutuhan dasar manusia namun sebagai alat pemuas keinginan yang di dalamnya terdapat berbagai simbol mengenai peningkatan status, prestise, kelas, gaya, citra-citra yang ingin ditampilkan melalui pengkonsumsian suatu barang merupakan adanya indikasi perilaku konsumtif. Pada awalnya, transaksi bisnis pada internet

(e-bisnis/e-commerce) membentuk perilaku

konsumen untuk melakukan pembelian secara rasional. Namun ternyata tidak sepenuhnya demikian. Perilaku konsumen erat kaitanya dengan konsep motivasi oleh dalam diri konsumen. Motivasi mampu menggerakan keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang dimiliki tiap konsumen sangat berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Motivasi yang dimiliki oleh konsumen secara garis besar terdapat dua kelompok, yaitu motivasi berdasarkan rasional dan motivasi berdasarkan emosional. Motivasi berdasarkan rasional akan menentukan

pilihannya dengan pertimbangan yang matang. Walaupun demikian, faktanya tidak semua konsumen bertindak secara rasional dan logis ketika bertransasksi secara online. Pada motif emosional, konsumen juga akan menggunakan perasaan dalam mengonsumsi barang/jasa. Konsumen akan terkesan terburu-buru untuk membeli produk dengan tidak mempertimbangkan kemungkinan untuk jangka panjang. Oleh sebab itu, muncul istilah pembelian impulsif. Menurut Rook (dalam Herabadi, 2003) belanja impulsif dapat didefinisikan perilaku belanja tanpa perencanaan, diwarnai oleh dorongan kuat untuk membeli yang muncul secara tiba-tiba dan seringkali sulit untuk ditahan, yang dipicu secara spontan pada saat berhadapan dengan produk, dan diiringi oleh perasaan menyenangkan serta penuh gairah

Impulse buying atau biasa disebut

juga unplanned purchase adalah perilaku dimana seseorang tidak merencanakan sesuatu dalam berbelanja. Konsumen melakukan impulse buying tidak berpikir untuk membeli suatu produk atau merek tertentu. Impulse buyer langgsung melakukan pembelian karena ketertarikan pada merek atau produk pada saat itu juga. Pembelian impulsif ini dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Termasuk pada saat seorang pemasar menawarkan suatu produk kepada calon konsumen dimana sebenarnya terkadang tidak terpikirkan dalam benak konsumen sebelumnya.

(4)

4 Survei Para Pengguna Instagram yang mengikuti akun online shop

Sumber: http://www.duniaku.net/2016/02/26/akun-Instagram-online-shop/ (diakses pada 4 November 2016 pukul 19.19)

Dalam sesi conference yang bertajuk “Social Media Week Jakarta 2016” yang menghadirkan Paul Webster selaku Brand Developement Lead Asia

Pacific, dari Instagram menjelaskan bahwa

para audience di Indonesia sejak tahun 2015 lebih suka menggunakan instagram sebagai salah satu referensiatau platform untuk memenuhi kebutuhan dalam belanja online. Untuk mendukung penelitian, peneliti melakukan pengamatan pada beberapa pola perilaku pembelanjaan impulsif. Dari hasil pengamatan tersebut, peneliti menemukan para pengguna media sosial instagram yang aktif dalam mengikuti/mem-follow akun-akun toko online dan juga memiliki keterlibatan dengan akun tersebut terutama dalam aktivitas belanja online. Fokus peneliti dalam penelitian ini adalah memahami dan mengetahui secara mendalam motivasi konsumen dalam melakukan pembelian impulsif melalui online shopping pada Instagram. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memahami secara mendalam mengenai “Motivasi Pembelian Impulsif Melalui Kegiatan Online Shopping pada Instagram”

2. Tinjauan Teori

Menurut American Encyclopedia,

motivasi konsumen merupakan kecenderungan (suatu sifat yang

merupakan pokok pertentangan) dalam diri seseorang yang membangkitkan tindakan yang meliputi kebutuhan biologis dan emosional yang didapat dari pengamatan tingkah laku manusia. Motivasi juga dapat diartikan keadaan didalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan guna mencapai suatu tujuan.

Motivasi yang dimiliki tiap konsumen sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil. Secara garis besar, motivasi yang dimiliki konsumen terbagi atas dua kelompok besar yaitu motivasi yang berdasarkan rasional dan motivasi berdasarkan emosional. Motivasi berdasarkan rasional atau seringjuga disebut dengan motif utilitarian akan menentukan pilihan terhadap suatu produk dengan memikirkan secara matang serta dengan pertimbangan tertentu. Sedangkan motivasi berdasarkan emosional atau sering desebut dengan motif hedonik, konsumen terkesan terburu-buru untuk membeli produk dengan tidak mempertimbangkan kemungkinan yang terjadi pada jangka panjang. Sedangkan menurut Sadirman (2009), dilihat dari arah datangnya, motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

(5)

5 a. Motivasi Intrinsik, didefinisikan

sebagai motif-motif yang menjadi aktif berfungsinya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena sudah ada rangsangan/dorongan dalam diri individu.

b. Motivasi Ekstrinsik, merupakan motif-motif yang menjadi aktif-berfungsi karena adanya rangsangan dari faktor eksternal (lingkungan/kelompok

acuan/keluarga/kelas sosial/kebudayaan)

2.1 Kharakteristik Pribadi Perilaku Konsumen Yang Mendorong Proses Motivasi

Keputusan membeli dipengaruhi oleh kharakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup dan konsep diri pribadi.

a. Umur dan tahap Daur Hidup Individu mengubah barang atau jasa yang dibeli semasa hidupnya. Selera akan makan, pakaian, perabot dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur.

b. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang dalam mempengaruhi pada seorang konsumsi barang atau jasa setiap periodenya. Pekerjaan kasar cenderung membeli lebih banya pakaian untuk bekerja, wanita karier cenderung membeli kemeja, tas, aseksoris untuk kebutuhan pekerjaannya juga.

c. Situasi Ekonomi

Besarnya pemasukan dan pengeluaran setiap individu juga berpengaruh kuat terhadap proses motivasi. Ketika individu memiliki pendapatan yang lebih, maka cenderung

akan menghabiskan sisa uangnya untuk kebutuhan yang tersier. Sebaliknya, jika pengeluaran seseorang lebih besar, maka ia cenderung akan lebih berhati-hati saat mengonsumsi sebuah produk. d. Gaya Hidup

Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana seseorang dapat menghabiskan waktu atau aktivitas, apa yang dianggap penting (interest/ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka dan juga dunia sekitar(opini/pendapat). e. Konsep Diri

Cooley dalam Rakhmat (2005) menyebut gejala konsep diri dengan Looking Glass Self (cermin diri). Seakan-akan individu menaruh cermin didepannya, bahkan individu atau pun konsumen menilai bagaimana diri mereka dalam memandang diri mereka sendiri. Konsep diri yang ada pada konsumen berhubungan dengan sifat seperti bahagia, keberuntungan, modern, bahkan praktis, atau energetis, serius, pengendalian diri, kesuksesan, sestitif dan agresif. Secara umum, konsep diri diatur oleh dua prinsip yaitu keinginan untuk mencapai konsistensi dan keinginan unruk meningkatkan harga diri(self-actualization). 2.2 Faktor Eksternal Perilaku Konsumen Yang Mendorong Proses Motivasi

Kelompok acuan atau Kelompok Referensi adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai sasaran individu atau bersama. Beberapa merupakan kelompok primer yang mempunyai interaksi reguler tapi informal

(6)

6 seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan

sekerja. Beberapa merupakan kelompok sekunder, yang mempunyai interaksi lebih formal dan kurang reguler. Menurut Kotler dan Armstrong (1997:161) adalah kelompok -kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung pada sikap dan perilaku seseorang.

2.3 Teori Interaksi Simbolik

George Herbert Mead menjelaskan bahwa manusia termotivasi untuk bertindak berdasarkan pemaknaan yang mereka berikan kepada orang lain, benda, dan kejadian. Pemaknaan ini diciptakan melalui bahasa yang digunakan oleh manusia ketika berkomunikasi dengan pihak lain yakni dalam konteks komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal dan komunikasi intrapersonal atau self-talk atau dalam ranah pemikiran pribadi mereka. Bahasa sebagai alat komunikasi memungkinkan manusia mengembangkan

sense of self dan untuk berinteraksi dengan

pihak lain dalam suatu masyarakat.

Cara manusia mengartikan dunia dan dirinya sendiri berkaitan erat dengan masyarakatnya. Mead melihat pikiran (mind) dan dirinya (self) menjadi bagian dari perilaku manusia, yaitu bagian interaksinya dengan orang lain. Interaksi tersebut membuat Ia mengenal dunia dan dirinya sendiri. Mead mengatakan bahwa pikiran (mind) dan aku (self) berasal dari masyarakat (society) atau proses-proses interaksi. Bagi Mead, tidak ada pikiran yang lepas bebas dari situasi sosial. Berpikir adalah hasih internalisasi proses interaksi dengan orang lain. Mead menganalisa pengalaman dari sudut pandang komunikasi sebagai esensi dari tatanan sosial. Bagi Mead, proses sosial adalah yang utama dalam struktur dan proses pengalaman individu. Berdasarkan bukunya, maka dalam interaksionisme simbolik terdapat tiga konsep kunci utama yaitu mind, self, dan society.

- Mind

Mind adalah proses yang

dimanifestasikan ketika individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan menggunakan simbol-simbol signifikan yaitu simbol-simbol atau gestur dengan interpretasi atau makna. Mind juga merupakan komponen individu yang menginteruspsi tanggapan terhadap stimuli atau rangsangan.

- Self

Self diartikan melalui interaksi

dengan orang lain. Pada Self, agar seseoranf mampu melihat dirinya maka Ia harus dapat mengambil peran sebagai orang lain untuk dapat merefleksikan dirinya.

- Society

Society atau masyarakat dibentuk

melalui interaksi antar individu yang terkoordinasi. Menurut Mead, interaksi yang tejadi pada manusia menempati tingkatan tertinggi bila dibandingkan makhluk lainnya. Hal ini dikarenakan digunakannya berbagai macam simbol signifikan yaitu bahasa.

2.4 Motivasi Pembelian Impulsif

Adanya kebutuhan dan keinginan merupakan awal dari proses motivasi seorang konsumen dalam melakukan proses pengambilan keputusan, termasuk dalam pembelian. Motivasi yang berbeda antar tiap konsumen juga mempengaruhi perilaku pembeliannya, baik pembelian terencana (planned buying) maupun tidak terncana (unplanned buying). Secara garis besar, perilaku pembelian impulsidf didasarkan pada lima motivasi, terlepas dari pembelian online maupun offline oleh Hausman (dalam Ilmalana, 2012 ; 23) yaitu:

a. Hasrat hedonistik

Motivasi pertama adalah keingina hedonis. Menurut Piron (1991), perilaku pembelian impulsif dapat memberikan keuasan tersendiri

(7)

7 bagi konsumen dan secara

langgsung memenuhi kebutuhan hedonis. Hal ini diperkuat oleh Rook (1987) yang menyatakan bahwa seorang konsumen akan merasakan kesenangan dan merasa lebih bersemangat ketika berbelanja. Oleh sebab itu terdapat hubungan yang positif antara kebutuhan hedonis dengan perilaku pembelian impulsif.

b. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial meliputi interaksi sosial yang dialami seorang individu ketika ia berbelanja. Interaksi sosial yang terjadi tersebut juga dapat memberikan pemuasan kebutuhan oleh konsumen, terutama dalam hal emosional/afeksi. Perasaan yang dialami seseorang ketika berinteraksi dengan individu lain guna memenuhi kebutuhan sosoal ini memiliki tendensi yang dapat membuat seseorang untuk melakukan pembelian impulsif. c. Kebutuhan esteem dan

self-actualization

Perilaku pembelian impulsif tidak terlepas dari individu sebagai pelaku, yang juga berkaitan dengan aspek psikologisnya. Seseorang cenderung untuk mengekspresikan self-esteem untuk memperoleh pengakuan dari orang lain. Kebutuhan ini terkait dengan penghargaan atau apresiasi dari lingkungan maupun status sosial. d. Persepsi terhadap pengambilan

keputusan yang akurat

Menurut Rook & Fisher (1995), perilaku pembelian impulsif tidak terlepas dengan persepsi yang dianggap sebagai perilaku yang negatif, sia-sia dan beresiko. Jika dilihat secara umum, evaluasi negatif melekat pada pembelian impulsif ini tidak sepenuhnya salah terutama jika dikaitkan dengan dengan proses pengambilan

keputusan yang instan dan tidak ada pertimbangan secara rasional. e. Persepsi terhadap keputusan

Pesepsi terhadap proses pengambilan keputusan juga menjadi salah satu motivasi yang mendasari perilaku pembelian impulsif. Menurut Bethmen et al (1991), konsumen seringkali merasa binggung dan frustasi ketika berhadapan dengan sejumlah informasi yang sangat banyak dan kompleks. Herbig & Kramer (1994) juga menyatakan bahwa hal ini merupakan sebuah tahapan proses pengolahan informasi dan jumlah berlebihan yang menyebabkan kekhawatiran dan ketidaknyamanan dari segi konsumen, terutama dalam proses pengambilan keputusan. Ketika konsumen dihadapkan dengan situasu seperti ini, kemungkinan besar akan terjadi pengambilan keputusan yang tidak akurat. Sehingga dalam kondisi tertentu, pengambilan keputusan yang diambil justru bukanlah pilihan yang tepat.

3. Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini, Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif menurut Patton (dalam Ahmadi, 2014:5-6) adalah metode yang digunakan untuk memahami fenomena yang terjadi secara alamiah (natural) dalam keadaan-keadaan yang sedang terjadi secara alamiah.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan perspektif atau paradigma konstruktivisme. Paradigma ini yang memandang bahwa kenyataan atau realitas merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan.Penelitian kualitatif yang berlandaskan paradigma konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan

(8)

8 hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi

juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Konstruktuvisme sosial meneguhkan asumsi bahwa individu-individu selalu berusaha memahami dunia dimana mereka hidup dan bekerja. Peneliti menggunakan penelitian deskriptif kualitatif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang lengkap sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah. ujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami (to understand) fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitikberatkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi variabel-variabel yang saling terkait.

4. Pembahasan

Para informan mengungkapkan bahwa faktor kemudahaan akses dan keunggulan visual pada sosial media instagram lebih baik dibandingkan sosial media lainnya. Peneliti mengamati, setiap individu cenderung ketika menginginkan sesuatu maka Ia akan menggunakan pikiran bawah sadar lalu menggambarkan apa yang didambakan itu. Dengan cara memvisualisasikannya terlebih dahulu, terciptalah banyak sekali pemikiran-pemikiran/tindak lanjut jika Ia memang betul-betul memiliki produk tertentu. Sehingga pikiran pun ikut bereaksi dengan mengerahkan seluruh potensi yang sebelumnya tidak pernah digunakan, dalam bentuk tindakan. Visual/gambar lebih menarik atensi publik dibandingkan dengan tulisan. Peneliti mengamati dan merasakan sendiri bahwa kekuatan gambar lebih cepat dalam mendorong/menekan khalayak untuk segera memutuskan terhadap pembelian suatu produk.

Ketika ditanya oleh peneliti mengenai apakah produk yang dibeli merupakan kebutuhan atau hanya ketertarikan semata saja, kelima informan menjawab ketertarikanlah yang lebih besar. Peneliti mengamati dan berasumsi, kekuatan visual itulah yang menyebabkan pembelian irrasional ini. Kekuatan visual berhasil memasuki pemikiran para individu sehingga mendorong pembelian secara impulsif. Kekuatan visual juga dapat merangsang respon positif emosi para informan. Mood atau suasana hati ikut andil dalam mendorong para informan dalam penentuan sikap pembelian seorang konsumen. Para informan mengaku bahwa mood atau suasana hati memiliki pengaruh terhadap pemutusan perilaku pembelian impulsif. Berikut peneliti jabarkan dengan pembahasaan dibawah ini mengenai motif rasional dan motif emosional.

Peneliti menemukan hadirnya motif emosional atau motif hedonik yang lebih dominan dari para informan. Motif tersebut muncul secara tiba-tiba berdasarkan mood atau suasana hati dalam keaadaan tertentu. Ketika informan merasaakan mood yang bagus, Ia akan melakukan pembelian secara intens pada instagram. Begitu juga pada saat sedang badmood, untuk meningkatkan kegairahan para informan dalam rangka memperbaiki mood, para informan cenderung akan melampiaskannya dengan berbelanja secara impulsif pada toko online di Instagram. Hasrat emosional menjadi lebih besar dibandingkan logika berpikir karena hadirnya perasaan gengsi, cemas dan pemikiran irasional jangka panjang lainnya.

4.1 Karakteristik Pribadi dan Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Proses Motivasi

Kaitannya dengan karakteristik pribadi para konsumen yang mempengaruhi proses motivasi, peneliti menemukan beberapa

(9)

9 faktor :

a. Umur dan Tahap Daur Hidup Pada masa remaja menuju dewasa adalah usia paling produktif dalam proses pencarian informasi terhadap pembelian. Generasi baru para pembeli online di Indonesia menjadi semakin loyal belanja di situs belanjaonline. Menurut survei, hampir separuh dari para pembeli online (48 persen) berusia 18 sampai 30 tahun

b. Pekerjaan

Pekerjaan para informan sebagai mahasiswa sebetulnya tidak menuntut para informan untuk selalu berganti pakaian yang digunakannya setiap harinya. Namun, menurut wawancara mendalam peneliti dengan para informan, kelima informan berpendapat bahwa ada tuntutan secara implisit berpenampilan yang selalu berganti akan membawa gairah atau semangat baru untuk para informan. Tidak seperti zaman SMA yang mewajibkan untuk berseragam setiap harinya, pada era perkuliahan ini para informan dibebaskan untuk berekspresi seluas-luasnya salah satunya dari segi berpakaian. Oleh karena itu, faktor pekerjaan menjadi faktor mengapa para informan kerap melakukan pembelian impulsif pada instagram.

c. Situasi Ekonomi

Keaadaan ekonomi atau dalam ranah ini adalah uang jajan yang diberikan orang tua kepada para informan berpengaruh terhadap aktivitas belanja online. Peneliti mengamati, para informan memiliki daya beli yang kuat sehingga situasi ekonomi orang tua pun berimplikasi terhadap situasi ekonomi para informan. Dampaknya, para informan tidak telalu memikirkan biaya saat berbelanja.

d. Gaya Hidup

Trend belanja online dan ragam model fashion yang muncul memicu para informan untuk semakin menyukai aktivitas belanja online ini, seperti, gaya hidup wanita yang ingin terlihat

fashionable dan hasrat untuk mampu menarik perhatian di lingkungannya. Peneliti mengamati mereka bahwa pembelanjaan mereka secara online adalah sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern orang Indonesia karena dirasakan lebih nyaman serta menawarkan pilihan harga yang kompetitif, juga memungkinkan untuk pengiriman barang langsung ke rumah dan tidak banyak membuang waktu dan tenaga. e. Konsep diri

Konsep diri didefinisikan bagaimana setiap individu dapat memandang dirinya sendiri. Setiap individu tentu menginginkan yang terbaik dalam dirinya dari segi berpakaian khususnya. Para informan akan lebih percaya diri dan bergairah saat telah membeli dan menggunakan pakaian yang Ia beli. Menurut Charles Horton Cooley, setiap individu boasanya pempersepsikan dirinya sendiri. Setiap individu melakukannya dengan membayangkan diri sendiri sebagai orang lain; dalam benak setiap individu. Cooley menyebut gejala ini dengan looking glass self (cermin diri) ; seakan setiap individu menaruh cermin didepannya. Pertama, individu membayangkan bagaimana ia tampak pada orang lain; Ia melihat sekilas seperti dalam cermin. Kedua, individu membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilannya dan ketiga, individu memiliki perasaan bangga atau kecewa terhadap dirinya sendiri

(10)

10 Selain itu, faktor eksternal yang

mempengaruhi adalah faktor lingkungan. Faktorlingkungan berpengaruh lebih dominan dibandingkan yang lainnya. Lingkungan menjadikan para informan memiliki tekanan yang mendorong diri untuk melakukan pembelian. Pembelian ini merupakan hasil saran atau rekomendasi dari perbincangan dengan individu-individu yang berada disekitar para informan dan membentuk individu dalam mengambil keputusan pembelian.

4.2 Motivasi Pembelian Impulsif

Pada kaitan dengan motivasi pembelian impulsif, peneliti menemukan:

a. Hasrat Hedonistik

Tingginya hasrat memiliki lebih besar daripada logika berpikir atau rasionalitas para informan. Para informan sudah tidak lagi memandang fungsi, melainkan nilai. Nilai sebuah barang menjadikan kepuasan tersendiri bagi para konsumen setelah memiliki sebuah barang tertentu. b. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial berkaitan dengan hadirnya interaksi-interaksi dari luar diri yang secara tidak langgsung mempengaruhi alam bawah sadar para informan untuk membeli sebuah produk. Contohnya dalam penelilitian ini peneliti mendapati interaksi tersebut muncul dari faktor lingkungan.

c. Kebutuhan Self-esteem dan Self

Actualization

Terlepas butuh atau tidaknya sebuah produk, para konsumen akan membeli atas alasan yang tidak rasional. Para konsumen lebih mementingkan kesenangan dan kepuasaan untuk mencapai pengaktualisasian diri saat sudah membeli produk tertentu.

d. Persepsi Terhadap Pengambilan Keputusan

Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi, di mana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang dapat mengembirakan. Sensasi dapat didefinisikan sebagai tanggapan yang cepat dari indra penerima setiap individu terhadap stimuli dasar seperti cahaya, model, suara dan warna. Dengan adanya itu semua, maka akan timbul persepsi. Pengertian dari persepsi yaitu proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasikan untuk kemudian diinterpretasikan. e. Persepsi Tehadap Keputusan

Saat telah membeli sebuah produk, para informan yang tidak terlalu merasakan adanya penyesalan dalam mengkonsumsi produk. Para konsumen (diwakili oleh para informan) menggangap pembelian impulsif merupakan sebuah perilaku yang sah-sah saja.

4.3 Teori Interaksi Simbolik

Peneliti mengamati saat para informan membayangkan dirinya (self) tampak pada orang lain, maka akan memunculkan persepsi yang positif ketika diri sendirilah yang menggunakan produk tersebut. Para informan akan membayangkan ketika dirinya mampu membeli produk tersebut, misalnya Ia akan merasa lebih percaya diri dan menarik perhatian sehingga nantinya akan memunculkan respon dari buah pikiran paran informan. Selanjutnya saat individu membayangkan oranglain (Society) menilai penampilannya, Ia akan melakukan percakapan intrapersonal atau dalam hati apakah produk yang dibelinya cocok dan pantaskah Ia beli dan gunakan. Pada tahap akhir, Ia tentu akan membayangkan pula perasaan bangga atau sebaliknya rasa kecewa pada saat menggunakan produk tersebut (Mind)

(11)

11 Secara keseluruhan, para informan

yang peneliti wawancarai, akan membayangkan dirinya ketika menggunakan produk tersebut. Pada tahap kedua, ada tipe kepribadian informan yang tidak terlalu

memikirkan respon

khalayak/lingkungan dan ada yang memikirkannya. Para informan yang melalui tahapan ini, berpikir bahwa lingkungan sekitar pun juga akan menyukai atau menolak penampilannya ketika Ia sedang menggnakan produk tersebut. Atau sebaliknya, informan lainnya mengungkapkan, tidak terlalu memikirkan respon lingkungan terhadap produk yang dibelinya. Selama para informan merasakan kenyamanan dan merasa cocok (tanpa memperdulikan respon lingkungan), Ia akan membeli produk tersebut. Terakhir, para informan tentu akan merasakan bahagia atau akan timbul semangat ketika produk yang Ia inginkan sesuai dengan harapannya dan merasakan kecewa terhadap barang yang tidak sesuai dengan yang diharapkannya.

5. Simpulan

Dalam penelitian ini, motif emosional atau motif hedonik menjadi isu utama dalam kaitannya dalam pembelian online. Konsumsi hedonik disimpulkan sebagai aspek perilaku yang berhubungan dengan multi indrawi, fantasi, dan aspek emosi konsumsi. Pandangan ini menunjukkan bahwa konsumsi didorong oleh kesenangan yang dialami konsumen dalam menggunakan produk seperti merasakan pengalaman menyenangkan, hiburan, dan fantasi. Nilai belanja hedonis mengacu pada rasa kenikmatan dan kesenangan yang konsumen. Faktor pribadi yang paling mempengaruhi yaitu pekerjaan dan gaya hidup. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi didominasi oleh faktor lingkungan. Kemudian, peneliti mengamati munculnya keberalihan fungsi

sebuah produk menjadi nilai. Setiap konsumen tidak lagi mamandang sebuah produk berdasarkan kebutuhan utama, melainkan ditunjukan untuk pemenuhan dari dalam rangka pemuasan dan pengaktualisasian diri.

5.1 Saran Praktis

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian mengenai pembelian impulsif melalui objek yang lebih luas seperti situs e-commerce dan dilakukan pada informan dengan cakupan kategori latar belakang yang lebih beragam, baik secara demografis maupun psikografis.

5.2 Saran Praktis

Peneliti menyarankan agar para pemilik toko online di Instagram memperhatikan konten pemasaran produknya dengan strategi yang unik dan menarik. Seperti memperhatikan kualias foto dan penggunaan tata letak baik foto dan video yang mampu menarik perhatian konsumen. DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ahmadi, Rulam. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media

Bajari, Atwar. 2015. Metode Penelitian

Komunikasi: Prosedur, Tren, dan

Etika. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu,

Teori, dan Filsafat Komunikasi.

Bandung: PT. Citra Adtya Bakti Evans, W. D. 2008.Social Marketing

Campaigns and Children’s Media Use, The Future of

Children 181-203

Kriyantono, Rachmat, 2008. Teknik Praktis

Riset Komunikasi. Jakarta:

(12)

12 Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone.

(2006) .Handbook od New Media:

Social Shaping and Social Consequences of ICTs. London:

Sage Publications

Littlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi (Theories

of Human Communication) edisi 9.Jakarta: Salemba Humanika.

Mufid, Muhamad. 2009. Etika dan Filsafat

Komunikasi. Jakarta: Kencana

Mulyana,Deddy, 2005. Ilmu Komunikasi:

Suatu Pengantar. Bandung:

Remaja Rosdakarya

McQuail, Denis. (2010) .Teori Komunikasi

Massa. Jakarta : Salemba

Humanika

Nasrullah, Dr. Rulli. (2015).Media Sosial:

Perspektif Komunikasi Budaya dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Peter, Paul, Jerry Olson. 1999.

ConsumerBehavior: Perilaku

Konsumen dan Strategi

Pemasaran. Jakarta Erlangga.

Rakhmat, Jalaludin. 2012. Psikologi

Komunikasi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Satori, Komariah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

Alfabeta

Sangadji, Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen (Pendekatan Praktis).

Yogyakarta: CV Andi Offset Schiffman, Leon, G.,Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior: Seventh

Edition. Prentice-Hall:New

Jersey

Setiadi, Nugroho. 2008. Perilaku

Konsumen (Perspektif

Kontemporer pada Motif, Tujuan

dan Keinginan Konsumen).

Jakarta: Kencana

Q-Anees, Elvinaro. 2009. Filsafat Ilmu

Komunikasi. Bandung: Rekatama

Media

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&B.

Bandung: Alfabeta

Solis, Brian. (2010) .Engage: The Complete Guide for Brands and Businesses to Build, Cultivate, and Measure Success in The New Web. New Jersey: John Wiley&

Sons, Inc.

Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku

Konsumen: Teori dan

Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia

Sunyoto, Danang. 2013. Perilaku Konsumen (Panduan Riset Sederhana untuk Mengenali Konsumen). Yogyakarta: Center of Academic Publishing Service Yuniarti, Sri. 2015. Perilaku Konsumen:

Teori dan Praktik. Bandung : Pustaka Setia

MAJALAH

Majalah Business Horizons 2010 halaman 68-69

SKRIPSI

Sulistiyono. 2015. Studi Kualitatif Deskriptif Perilaku Konsumen

Rilisan Fisik VINYL Di

Yogyakarta. Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta Ilmalana. 2012. Analisis Motivasi

Konsumen Online Dalam

(13)

13

Transaksi C2C Commerce (Studi Pada Forum Jual Beli

Kaskus). Jakarta: Universitas Indonesia

Rohma, Fitriatur. 2013. Analisis Perilaku

Konsumen Dalam memutuskan

Membeli

Helk Merk KYT Pada Masyarakat

Sumbersari Jember (Studi Di

kecamatanSumbersari Jember).

Referensi

Dokumen terkait

Kedatangan banyaknya para wisatawan ke pulau ini menyebabkan munculnya beragam jenis akomodasi dengan berbagai penawaran yang menarik di Bali dengan berbagai macam

Hasil kuisioner aspek strategidigambarkan pada tabel 2.dengannilai 3 baik dan nilai 4 sangat baik.Nilai yang diperoleh untuk aspek strategi yaitu baik, guru dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakso ikan yang dikemas dalam Retortable pouch, tanpa dipasteurisasi sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi setelah penyimpanan 3 hari, dan

Pada penelitian ini yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran pada materi ekosistem adalah tentang bagaimana cara mengetahui kualitas perairan Sungai Raman baik dari faktor

Untuk hasil keluaran yang berbeda untuk penelitian sekarang membahas mengenai aplikasi edukasi pengenalan rafting safety procedure berbasis android yang menjadi salah satu

Tingkat cadangan devisa merupakan faktor penting dalam penilaian kelayakan kredit dan kredibilitas kebijakan secara umum, sehingga negara dengan tingkat cadangan devisa yang

Selain itu keuntungan dari kecanggihan teknologi yang ada pada saat ini adalah bahwa aktivitas produksi dan konsumsi informasi fashion hijab yang dilakukan oleh

Abul