• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Sistematika Penulisan...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Sistematika Penulisan..."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALISTAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian... 12

1.5 Sistematika Penulisan... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 15

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional ... 15

2.1.1.1 Terjadinya perdagangan internasional……. 15

2.1.2 Konsep Ekspor ... 17

2.1.3 Teori Produksi……… 19

2.1.4 Hubungan Produksi Terhadap Ekspor ... 20

2.1.5 Konsep Indeks Harga Perdagangan Besar... 21

2.1.6 Hubungan IHPB Terhadap Ekspor ... 22

2.1.7 Konsep Kurs Dollar ... 23

2.1.8 Hubungan Kurs Dollar Amerika Serikat Terhadap Ekspor... 24

2.2 Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 27

3.2 Lokasi Penelitian ... 27

3.3 Obyek Penelitian ... 27

3.4 Identifikasi Variabel ... 28

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 28

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 29

3.6.1 Jenis Data... 29

3.6.2 Sumber Data ... 30

3.7 Metode Pengumpulan Data... 30

3.8 Teknik Analisis Data ... 30

(2)

3.8.2 Uji Asumsi Klasik ... 31

1) Uji Normalitas... 31

2) Uji Multikolinearitas ... 32

3) Uji Autokolerasi ... 33

4) Uji Heteroskedastisitas . ... 34

3.8.3 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Secara Simultan ... 35

3.8.4 Uji Signifikan Koefisien Regresi Secara Parsial ... 36

3.8.5 Uji Variabel Bebas yang Berpengaruh Dominan ... 38

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah dan Deskripsi Data Hasil Penelitian... 39

4.1.1 Gambaran Umum Wilayah Negara Indonesia ... 39

4.1.2 Perkembang Ekspor kayu lapis ... 39

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 40

4.2.1 Analisis Regresi Linier Berganda ... 40

4.2.2 Uji Koefisien Regresi Secara Simultan ... 40

4.2.3 Uji Keofisien Regresi Secara Parsial ... 42

1) Pengaruh Produksi(X1) Terhadap Ekspor Kayu Lapis di Indonesia (Y) ... 43

2) Pengaruh Indeks harga Perdagangan besar (X2) terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia (Y) ... 45

3) Pengaruh Kurs Dollar Amerika Serikat (X3) Terhadap Ekspor kayu lapis di Indonesia (Y) ... 46

4.2.4 Variabel Bebas yang Berpengaruh Dominan ... 48

4.2.5 Uji Asumsi Klasik ... 49

1) Uji Normalitas... 49

2) Uji Multikolinearitas ... 50

3)Uji Autokolerasi ... 50

4) Uji Heteroskedastisitas ... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 54

(3)

DAFTAR RUJUKAN ... 56 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 61

(4)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1. Tabel Perkembangan Ekspor kayu lapis

di Indonesia tahun 1983-2013 ……….. 5

2 Tabel Produksi kayu lapis Indonesia tahun 1984-2013... 7

3 Indeks harga perdagangan besar kayu lapis di Indonesia tahun 1984-2013………. ... 8

4 Tabel Kurs dollar Amerika Serikat tahun 1984-2013……. 10

4.1 Hasil Uji Standardized Coefficient Beta... 48

4.2 hasil Uji Normalitas dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test... 49

4.3 Hasil Uji Multikoleniaritas ... 50

4.4 Hasil Uji Durbin Watson ... 52

(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

3.1 Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 dengan Uji F ... 36 3.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 untuk Variabel Xi 38 4.1 Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 dengan Uji F ... 42 4.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 untuk Variabel X1 44 4.3 Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 untuk Variabel X2 45 4.4 Daerah Penerimaan dan Penolakan H0 untuk Variabel X3 47 4.5 Daerah Pengujian Autokolerasi dengan Uji

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1 Tabulasi data……….. 61

2 Regresi Linear Berganda ... 62

3 Uji Normalitas ... 63 4 Uji Multikolinearitas ... 64 5 Uji Autokolerasi ... 64 6 Uji Heteroskedastisitas ... 64 7 Tabel F ... 65 8 Tabel t ... 66

(7)

Judul : Pengaruh Produksi, Indeks Harga Perdagangan Besar dan Kurs Dollar Amerika Serikat Terhadap Ekspor Kayu Lapis di Indonesia Nama : A.A. Putu Yudha Putra

Nim : 1206105043

ABSTRAK

Kayu lapis atau sering disebut tripleks adalah sejenis papan pabrikan yang terdiri dari lapisan kayu (veneer) yang direkatkan bersama-sama sehingga arah serat vinirnya tegak lurus dan sejajar sumbu panjang panil. Kayu lapis merupakan salah satu produk kayu yang paling sering digunakan. salah satu komoditi yang diekspor adalah Kayu Lapis. Kayu Lapis Indonesia sempat mengalami peningkatan maupun penurunan (fluktuasi).

Penelitian ini bertujuan yang pertama untuk mengetahui pengaruh produksi, Indeks harga perdagangan besar dan kurs dollar Amerika Serikat terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia secara simultan. Kedua, untuk mengetahui pengaruh produksi, Indeks harga perdagangan besar dan kurs dollar Amerika Serikat terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia secara parsial. Ketiga, untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh dominan terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia.

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi non partisipan. Metode pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mempelajari beberapa uraian dari buku, artikel, skripsi dan jurnal serta melalui intansi yang terkait. Kemudian data diolah dengan teknik analisis regresi linier berganda yang sebelumnya dilengkapi dengan uji asumsi klasik.

Hasil uji dengan SPSS memperoleh hasil produksi, indeks harga perdagangan besar dan kurs dollar Amerika Serikatberpengaruh signifikan secara simultan terhadap ekspor kayu lapis. Secara parsial produksi berpengaruh signifikan terhadap ekspor kayu lapis, indeks harga perdagangan besar berpengaruh signifikan terhadap ekspor kayu lapis, kurs dollar Amerika serikat berpengaruh tidak signifikan terhadap ekspor kayu lapis. Dengan R2 sebesar 0,587 ini berarti sebesar 58,7 persen.

Kata kunci : ekspor, produksi, indeks harga perdagangan besar, kurs dollar Amerika Serikat

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara yang berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Menurut Sukirno (2005:10) pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Menurut Schumpeter dalam Sukirno (2006:251) pembangunan ekonomi bukan merupakan suatu proses yang bersifat harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada perekonomian terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi memiliki kaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi atas barang dan jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun (Suryana, 2000:55).

(9)

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara atau da erah dalam jangka panjang yang diikuti oleh perbaikan-perbaikan system kelembagaan. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses saling berkaitan dan berpengaru antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dan dianalisis, baik secara nasional maupun secara regional (Arsyad, 2010:374).

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah hutan yang cukup luas dan merupakan negara terpenting sebagai penghasil berbagai kayu bulat tropis dan kayu gergajian, kayu lapis dan hasil kayu lainnya, serta pulp untuk pembuatan kertas. Hasil produksi hutan Indonesia mempunyai comparative advantage (keunggulan komparatif) terhadap negara-negara lain dan sebagian dari hasil produksi produk hutan diekspor ke negara lain dan produk kayu merupakan penghasil devisa utama dari sektor non migas. Lebih dari setengah hutan di Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu. oleh karena itu, kayu tropis merupakan salah satu komoditi hasil hutan yang strategis sebagai bahan baku industri di dalam negeri dan penghasil devisa dari sektor non migas. Sebagian besar produksi kayu Indonesia digunakan untuk kepentingan domestik dan harganya umumnya jauh lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak terjadi penyelundupan kayu atau perdagangan kayu illegal (Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional,2006).

(10)

Industri kayu lapis Indonesia dipasaran dunia mengalami perkembangan yang sangat pesat karena adanya peraturan larangan tentang ekspor kayu gelondongan, berdasarkan lampiran Peraturan Mentri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1132/KPTS-II/2001 Dan Mentri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 292/MPP/KP/10/2001, tentang penghentian ekspor kayu gelondongan merupakan barang yang dilarang ekspornya, sehingga teknologi pengolahan kayu yang semula hanya sampai dengan tahap penggergajian (Swan timber) kemudian dikembangkan menjadi industri kayu lapis (plywood). Selain itu terhentinya industri kayu lapis di negara-negara Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan akibat tertutupnya pasokan bahan baku kayu bulat (log) yang semula diperoleh di Indonesia turut serta dalam menunjang meningkatnya pangsa pasar kayu lapis Indonesia. Pemerintahan terus mendorong peningkatan ekspor produk bernilai tambah dengan adanya larangan ekspor komoditi mentah dimana ekspor kayu gelondongan nilai tambahanya relative kecil dibandingan dengan hasil olahan kayu yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dan meningkatkan nilai ekspor.

Kayu lapis atau sering disebut tripleks adalah sejenis papan pabrikan yang terdiri dari lapisan kayu (veneer) yang direkatkan bersama-sama sehingga arah serat vinirnya tegak lurus dan sejajar sumbu panjang panil. Kayu lapis merupakan salah satu produk kayu yang paling sering digunakan. Kayu lapis bersifat fleksibel, murah, dapat dibentuk, dapat didaur ulang, dan tidak memiliki teknik pembuatan yang rumit. Kayu lapis biasanya digunakan untuk kayu solid karena lebih tahan retak, susut, atau bengkok. Kayu lapis merupakan produk kehutanan yang menghasilkan devisa non-migas bagi negara yang paling besar sampai saat ini.

(11)

Kenyataan sejak tahun 1980-an menunjukan bahwa kebijakan pemerintah dibidan industri kehutanan lebih condong mengutamakan industri kayu lapis dibandingkan kayu gergajian, sehingga industri kayu lapis telah berkembang lebih pesat dibandingkan industri kayu gergajian.

Perdagangan Internasional dalam barang dan jasa memungkinkan bangsa untuk meningkatkan standar hidup mereka dengan mengekspor dan mengimpor barang dan jasa (Khan, 2011). Perdagangan internasional yang meliputi dua kegitan baik ekspor maupun impor. Ekspor adalah suatu kegiatan transaksi menjual barang dan jasa dari dalam negeri ke luar negeri, sedangkan impor merupakan suatu kegiatan transaksi membeli barang dan jasa dari luar negeri kedalam negeri. Ekspor maupun impor memiliki peran penting di dalam pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara. Karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi ekspor maupun impor bila suatu barang dan jasa mengalami pertambahan dari hasil produksi yang di miliki negara tersebut.

Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau jasa dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Penjualan barang oleh eksportir keluar negeri dikenai berbagai ketentuan dan pembatasan serta syarat-syarat khusus pada jenis komoditas kehutan tertentu termasuk cara penangan dan pengamanannya (Chandra, 2012). Setiap negara memiliki peraturan dan ketentuan perdagangan yang berbeda-beda. Khusus ekspor komoditi kehutanan sektor industri di Indonesia sebagian besar tidak

(12)

memiliki ketentuan dan syarat yang terlalu rumit bahkan pemerintah saat ini mempermudah setiap perusahaan untuk mengekspor hasil kehutanan keluar negeri.

Peluang yang ditawarkan dalam pasar dunia dari sektor industri yang berupa kayu lapis Indonesia yang cukup memanjanjikan dari sisi ekspor, yang artinya masyarakat luar negeri memproduksi hasil ekspor yang dimiliki cukup besar. Berikut ini tabel perkembangan ekspor kayu lapis Indonesia tahun 1984-2013 dapat dilihat di Tabel 1.1 tentang perkembangan Ekspor kayu lapis Indonesia, tahun 1984-2013 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor Kayu Lapis Indonesia tahun1984-2013

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014.

Menurut Tabel 1.1 menunjukan bahwa ekspor kayu lapis Indonesia dari tahun 1984-2013. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa ekspor kayu lapis Indonesia tertinggi berada pada tahun 1993 yang menunjukkan ekspor kayu lapis sebesar 4.220.971 US$ dan nilai ekspor kayu lapis terendah terjadi tahun 1984 sebesar

Tahun Ekspor Kayu lapis (US$) Perkembangan (%) Tahun Ekspor Kayu lapis (US$) Perkembangan (%) 1984 667.859 - 1999 2.256.286 0,08 1985 824.718 0,23 2000 1.988.927 -0,12 1986 1.002.379 0,22 2001 1.837.915 -0,07 1987 1.594.841 0,59 2002 1.748.300 -0,05 1988 2.077.109 0,30 2003 1.662.900 -0,05 1989 2.351.927 0,13 2004 1.576.900 -0,05 1990 2.725.581 0,16 2005 1.374.700 -0,13 1991 2.870.834 0,05 2006 1.506.700 0,10 1992 3.230.214 0,13 2007 1.524.600 0,01 1993 4.220.971 0,37 2008 1.527.300 0,00 1994 3.716.437 -0,16 2009 1.189.500 -0,22 1995 3.461.986 -0,07 2010 1.635.400 0,37 1996 3.595.387 0,04 2011 1.953.300 0,19 1997 3.410.575 -0,05 2012 2.011.400 0,03 1998 2.077.938 -0,39 2013 2.176.200 0,08

(13)

667.859 US$. Ekspor kayu lapis mengalami fluktuasi dari tahun 1994, dilihat dari tingkat ekspor ditahun 1994 hingga 2013, Karena inefisiensi pada komoditas kayu sebagai bahan pokok yang menjadi kendala utama yang belum bisa teratasi meskipun berbagai upaya telah ditempuh (Marbun Lodewik, 2013).

Menurut Erwan (2011) kayu lapis merupakan salah satu hasil produksi di Indonesia yang berada di wilayah Kalimantan dimulai dengan diberikannya ijin-ijin konsesi kayu dan penggergajian kayu (saw mill) yang memproduksi papan dan balok kayu dengan berbagai dimensi ukuran oleh pemerintah Hindia Belanda pada awal abad 20. Hal ini ditandai dengan didirikannya industri penggergajian kayu mekanis dengan menggunakan mesin uap pada tahun 1900 an di Samarinda Kalimantan Timur, saw mill ini beroperasi dengan baik hingga tahun 1933. Kemudian pada tahun 1914 di wilayah Kalimantan Timur juga berdiri beberapa konsesi dan industri saw mill seperti; Nederlands Indische Exploitastie Mij Nunukan dengan luas konsesi 100.000 ha di Bulungan, J MacDonald Cameron dengan luas konsesi 200.000 ha juga di Bulungan, NV Java and Borneo Olie en Rubber Syndicaat seluas 4.900 ha di kawasan Sambaliung Gunung Tabor, NV Seliman Landbouw Mij seluas 22.000 ha di Sambaliung Gunung Tabor perusahaan ini merupakan perusahaan Amerika dengan industri saw mill nya yang memilki kapasitas produksi 150 m3 per hari. Berikut ini adalah jumlah hasil sektor industri kayu lapis periode 1984-2013 dapat dilihat Tabel 1.2 Sebagai berikut:

(14)

Tabel 1.2 Produksi kayu lapis Indonesia tahun 1984-2013 Tahun Jumlah produksi kayu lapis (m3) Perkembangan (%) Tahun Jumlah produksi kayu lapis (m3) Perkembangan (%) 1984 2.400.111 - 1999 4.611.878 -35,54 1985 4.322.443 80,09 2000 3.711.097 -19,53 1986 5.312.842 22,91 2001 2.101.485 -43,37 1987 6.385.350 20,18 2002 1.694.405 -19,37 1988 6.026.678 -5,61 2003 6.110.556 260,6 1989 8.843.000 46,73 2004 4.514.392 -26,12 1990 9.415.000 6,46 2005 4.533.749 0,43 1991 9.123.500 -3,09 2006 3.811.794 -15,92 1992 9.874.000 8,22 2007 3.454.350 -9,38 1993 9.924.000 0,56 2008 3.353.479 -2,92 1994 8.066.400 -18,71 2009 3.004.950 -10,93 1995 9.122.401 13,09 2010 3.324.889 10,65 1996 10.270.230 12,58 2011 3.302.843 -0,67 1997 6.709.835 -34,66 2012 5.178.252 56,78 1998 7.154.729 16,01 2013 3.261.970 -37,01

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014.

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa produksi kayu lapis tahun 1984-2013. Produksi kayu lapis terendah pada tahun 2002 sebesar 1.694.405 m3 dan produksi terbesar pada tahun 1996 yaitu sebesar 10.270.230 m3. mengalami penurunan dari tahun 1997 sampai 2002 sebesar 6.709.835 m3 sampai 1.694.405 m3.Pada tahun 2003 tingkat produksi naik sebesar 6.110.556 m3. Terjadi penuruan produksi pada tahun 2004 hingga 2013 sebesar 4.514.392 m3 hingga 3.261.970 m3.

Selain Produksi, Indeks Harga Perdagangan Besar juga mempengaruhi Ekspor Kayu lapis di Indonesia. Indeks harga perdagangan besar adalah indeks yang mengukur rata-rata perubahan harga antar waktu dari suatu paket jenis barang pada tingkat perdagangan besar atau penjualan secara partai besar. Indeks harga ini

(15)

merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan perekonomian secara umum serta sebagai bahan dalam analisa pasar dan moneter, dan disajikan dalam bentuk indeks umum dan juga sektoral yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, impor, dan ekspor. Jumlah besar artinya tidak atau bukan eceran, disini memang sulit untuk menentukan tentang batasan jumlah besar di dalam suatu perdagangan, karena biasanya dilihat dari dua matra yang kadang-kadang tidak selalu dapat dipertemukan. kuantitas dan nilai, merupakan jumlah besar tidak dapat diukur dengan kuantitas karena kuantitas yang besar belum tentu menjamin tingkat perdagangan besar (BPS, 2015).

Tabel 1.3 Indeks Harga Perdagangan Besar Kayu lapis di Indonesia Tahun 1984-2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014. Tahun Indeks Harga Perdagangan Besar Perkembangan (%) Tahun Indeks Harga Perdagangan Besar Perkembangan (%) 1984 105 - 1999 275 -0,45 1985 107 0,01 2000 299 0,08 1986 112 0,04 2001 315 0,05 1987 121 0,08 2002 109 -0,65 1988 127 0,32 2003 112 0,02 1989 168 0,46 2004 121 0,08 1990 184 0,09 2005 136 0,12 1991 192 0,04 2006 166 0,22 1992 198 0,03 2007 191 0,15 1993 205 0,03 2008 203 0,06 1994 277 0,35 2009 149 -0,36 1995 291 0,05 2010 149 0,00 1996 318 0,09 2011 152 0,02 1997 334 0,05 2012 160 0,05 1998 503 0,50 2013 164 0,02

(16)

Menurut Tabel 1.3 Indeks Harga Perdagangan Besar kayu lapis di Indonesia pada tahun 1984-2013 dengan rata-rata perkembangan pertahun 1,55 persen. Indeks harga perdagangan besar Pada tahun 1998 tertinggi sebesar 503. Tahun 1984 hingga 1996 mengalami peningkatan sebesar 105 hingga 318. Pada tahun 1997 meningkat sebesar 334 dan tahun 1999 mengalami penurunan sebesar 275. Tahun 2000 hingga 2001 terjadi penigkatan sebesar 299 hingga 315 dan Pada tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 109. Tahun 2003 hingga 2008 mengalami peningkatan sebesar 112 sampai 203. Tahun 2009 hingga 2010 mengalami penurunan sebesar 149. Pada tahun 20011 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan. Pramono Hariadi dalam Pramana (2013) mengungkapkan bahwa naiknya IHPB akan memberikan dampak pada naiknya biaya produksi dan harga jual produk. Apabila hal itu terjadi, maka harga barang-barang yang diproduksi dalam negeri menjadi mahal sehingga permintaan akan impor meningkat. Maka dari itu, hubungan IHPB dengan impor adalah positif. Kenaikan IHPB sangat mempengaruhi jumlah ekspor maupun impor.

Selain Indeks harga perdagangan besar, kurs dollar juga mempengaruhi ekspor kayu lapis di Indonesia. Perkembangan ekonomi internasinoal yang semakin pesat, mengakibatkan hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan meningkatkan arus perdagangan barang maupun uang serta modal antarnegara. Nilai tukar (kurs) diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang negar.a lain sudah secara luas diakui bahwa stabilitas dalam nilai tukar menjamin stabilitas makro ekonomi yang berdampak pertumbuhan ekonomi positif (Khan dan Qayyum, 2008).

(17)

Apabila nilai valuta asing mengalami kenaikan terhadap mata uang dalam negeri, hal ini dapat meningkatan ekspor. Sebaliknya apabila nilai valuta asing mengalami penurunan terhadap mata uang dalam negeri, maka hal ini dapat menurunkan ekspor (Saunders dan Schumacher, 2002). Nilai tukar atau kurs bisanya berubah-ubah, perubahan kurs dapat berupa depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri, sedangkan apresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat adalah kenaikan harga rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih mahal bagi pihak luar negeri (Triyono, 2008). Tabel 1.4 Kurs Dollar Amerika Serikat tahun 1984-2013 sebagai berikut:

Tabel 1.4 Kurs DollarAmerika Serikat tahun 1984-2013

Tahun Kurs Amerika Serikat (Rp/US$) Perkembangan (%) Tahun Kurs Amerika Serikat (Rp/US$) Perkembangan (%) 1984 1.076 - 1999 7.100 -13,93 1985 1.125 4,55 2000 9.595 34,14 1986 1.641 31,44 2001 10.400 -14,04 1987 1.650 0,55 2002 8.940 -5,31 1988 1.729 4,78 2003 8.465 9,75 1989 1.795 3,81 2004 9.290 5,81 1990 1.901 5,90 2005 9.830 5,81 1991 1.992 4,78 2006 9.020 -8,24 1992 2.062 3,51 2007 9.419 4,42 1993 2.110 2,32 2008 10.950 16,25 1994 2.200 4,26 2009 9.400 -14,16 1995 2.308 4,90 2010 9.500 1,06 1996 2.383 3,24 2011 8.500 -10,53 1997 4.650 95,13 2012 9.850 15,88 1998 8.250 77,41 2013 12.300 24,87

(18)

Dapat dilihat pada Tabel 1.4 Kurs Dollar Amerika Serikat pada tahun 1984-2013 kurs dollar Amerika Serikat mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 sampai 2007 kurs rupiah terhadap dollar lebih stabil walaupun pada tahun 2008 melemah sebesar Rp 10.950 per US$. Walapun demikian setelah tahun 2008 kurs rupiah tehadap dollar mengalami menguat yaitu pada tahun 2009 sebesar Rp 9.400 per US$ dan tahun 2010 menguat sebesar Rp 9.500 per US$. Namun akibiat dari adanya krisis global dalam perekonomian dunia nilai kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat melemah kembali secara beturut-turut pada tahun 2011 sebesar Rp 8.500 per US$, pada tahun 2012 menguat sebesar Rp 9.850 per US$ dan puncaknya pada tahun 2013 kurs rupiah terhadap kurs dollar Amerika melemah paling tinggi sebesar Rp 12.300per US$. Hal ini dikarenakan kondisi Indonesia yang kondusif baik dibidang ekonomi, politik, dan keamanan yang terkendali (Adi Putra, 2015).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan bahasan yang telah di uraikan tersebut. maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah sebagai berikut.

1. Apakah Produksi, IHPB dan kurs dollar Amerika Serikat secara simultan berpengaruh terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia ?

2. Bagaimana Pengaruh Produksi, IHPB dan kurs dollar Amerika Serikat secara parsial terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia ?

3. Variabel bebas manakah diantara Produksi, IHPB dan kurs dollar Amerika Serikat yang berpengaruh dominan terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia ?

(19)

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui produksi, IHPB dan kurs dollar Amerika Serikat Secara simultan berpengaruh signifikan terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia ?

2. Untuk mengetahui pengaruh produksi, IHPB dan kurs dollar Amerika Serikat secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia ?

3. Untuk mengetahui Variabel yang dominan diantara produksi, IHPB dan kurs dollar Amerika Serikat terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia ?

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah refernsi, informasi dan wawasan khususnya bagi mahasiswa mengenai pengaruh produksi, IHPB, dan kurs dollar Amerika Serikat, terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia.

2. Kegunaan praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai pengaplikasian teori yang telah diperoleh terutama mengenai pengaruh produksi, IHPB, dankurs dollar Amerika Serikat terhadap ekspor kayu lapis di Indonesia.

Gambar

Tabel 1.1 Perkembangan Ekspor Kayu Lapis Indonesia tahun1984-2013
Tabel 1.2 Produksi kayu lapis Indonesia tahun 1984-2013  Tahun  Jumlah  produksi kayu  lapis (m 3 )  Perkembangan (%)  Tahun  Jumlah  produksi kayu lapis (m3)  Perkembangan (%)  1984  2.400.111  -  1999  4.611.878  -35,54  1985  4.322.443  80,09  2000  3.7
Tabel 1.3 Indeks Harga Perdagangan Besar Kayu lapis di Indonesia Tahun  1984-2013
Tabel 1.4 Kurs DollarAmerika Serikat tahun 1984-2013

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 29 adalah tampilan dari isi bukti digital menggunakan wireshark, dengan data yang dilihat pada data link di frame 21 yang berisi MAC Address perangkat yang

desa seringkali mementingkan pembangunan yang menampakkan wujud fisiknya agar dapat diperlihatkan kepada tingkat pemerintah yang lebih tinggi dan masyarakat bahwa pembangunan

Sekitar 79 persen masyarakat menilai kurang wajar atau tidak wajar terhadap perilaku pegawai negeri yang bepergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan dinas

Diskusi kelompok Kolaborasi adalah dilakukkan untuk membahas hasil kerja berpasangan sesuai dengan permasalahan yang telah dibahas dari hasil kerja berpasangan, dalam kegiatan

Indikator ini dimunculkan untuk menjawab kebijakan intervensi dari hulu dalam upaya penurunan AKI dan AKB.Sehingga, pada awalnya (tahun 2015) cakupan Puskesmas

Orang yang ingkar adalah orang yang tidak mau mengikuti aturan kebenaran yang telah ditentukan dalam agama, sehingga al-Gurūr adalah suatu tantangan bagi masyarakat

114 CIBITUNG SINDANGKERTA 03 AHMAD SAEPUDIN L KP.TAMANSARI.. 115 CIBITUNG SINDANGKERTA 03 OPIK

Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti bahwa faktor lingkungan dan keimanan terhadap keyakinan seseorang yang termuat dalam religiusitas dan kontrol diri