• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. penting terhadap perilaku manusia dan benda-benda hasil kreativitas mereka.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. penting terhadap perilaku manusia dan benda-benda hasil kreativitas mereka."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia dalam rangka menjalani kehidupannya di dunia ini, menghasilkan dan berdasarkan kepada kebudayaan. Budaya ini menjadi identitas seseorang dan sekelompok orang yang menggunakan dan memilikinya. Kebudayaan tersebut muncul untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dalam rangka menjaga kesinambungan generasi yang diturunkan. Kebudayaan ini memainkan peran penting terhadap perilaku manusia dan benda-benda hasil kreativitas mereka. Kebudayaan juga mengatur siklus atau daur hidup manusia sejak dari janin, lahir, anak-anak, pubertas, dewasa, tua, sampai meninggal dunia. Demikian juga yang terjadi di dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat, yang wilayah kebudayaannya mencakup Provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Salah satu ekspresi kebudayaan adalah kesenian.

Dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat dikenal berbagai jenis seni, seperti seni rupa, musik (genderang), tari (tatak), dan seterusnya. Mereka memiliki musik vokal yang disebut nangen, yang terdiri dari beberapa jenis, seperti nangen mendedah (menidurkan anak), nangen merkemenjen (nyanyian sambil menyadap kemenyan), nangen nandorbin (nyanyian nasihat), tangis berru

sijahe, dan lain-lainnya.

Nangen nandorbin adalah nyanyian ungkapan hati seorang ibu untuk putri

tercinta. Nyanyian ini adalah berupa ekspresi kebahagiaan yang bersifat mendidik putrinya, agar menjadi wanita yang baik dan pantas menjadi menantu siapa pun

(2)

2

yang akan melamarnya, sehingga putrinya menjadi bahan sorotan kepada ibu-ibu serta orang tua yang ada di masyarakat Pakpak, untuk menjadikan putri yang terdidik dan telaten tersebut menjadi menantu nya.

Teks yang disajikan merupakan ungkapan perasaan dari si penyaji, yang strukturnya menggunakan unsur-unsur pantun tradisional Pakpak-Dairi dan Pakpak Bharat, yang di dalamnya ada bait yang umumnya terdiri dari empat baris, juga ada sampiran, isi, rima (persajakan), serta yang tidak kalah pentingnya unsur musikal dalam penyajiannya. Oleh karena itu, kata-kata yang diucapkan tidak boleh sembarangan atau tidak seperti bahasa sehari-hari tetapi ada aturan tersendiri dalam penyampaian kata-kata tersebut. Misalnya, jika seorang ibu menyanyikan nangen nandorbin untuk putrinya, maka pada waktu anaknya mengiyakan perkataan ibunya, maka ia tidak boleh langsung menggunakan kata ibu (bahasa Pakpak: inang), tetapi ditambah dengan kata inang ni beruna. Jika ibu yang menyanyikan juga tidak bisa mengatakan langsung kepada putrinya atau anak perempuannya ucapan anak perempuan (bahasa Pakpak berru) maka ketika ibunya menyanyikan dengan menggunakan kata berru maka diganti dengan tendi

ni inangna. Dengan demikian, ada aturan-aturan tertentu dalam penyampaian

kata-kata. Sedangkan untuk irama, ada suatu dinamika (tinggi rendah) dalam menyanyikannya pada setiap kata-kata tertentu.

Mengingat pentingnya nangen nandorbin ini, maka dahulu seorang gadis disarankan untuk belajar menyajikan nyanyian ini kepada orang yang pandai menyajikannya. Biasanya kepada kaum ibu-ibu yang sudah lanjut usia. Tujuannya adalah untuk melestarikan kebudayaan dan sebagai sarana ekspresi nilai-nilai yang dipegang teguh oleh orang Pakpak Bharat. Dalam tradisi Pakpak Bharat,

(3)

3

setiap orang khususnya keluarga dekat, apabila ingin menyajikan nyanyian ini kepada putrinya harus sesuai konteks. Jika orang yang menasehati putrinya tidak menggunakan nangen nandorbin ini, maka mereka dianggap tidak sayang dan tidak perduli kepada putrinya. Hal ini merupakan suatu tradisi pada masyarakat Pakpak ketika menasehati putrinya.

Nangen nandorbin ini juga bisa dikatakan sebagai sarana komunikasi untuk

memberitahukan atau sebagai tanda bahwa ada seorang putri yang telah bersedia di pinang oleh siapapun, dan apabila yang sudah di nasehati dengan nangen

nandorbin sudah menjadi pilihan terhadap orang -orang di sekitarnya. Dengan

mendengar nyanyian tersebut, maka secara otomatis orang-orang di sekitarnya akan mengetahui bahwa ada orang yang telah bersedia di pinang di sekitarnya.

Dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat nangen nandorbin ini tidak pernah disajikan oleh kaum pria. Hal ini memang tidak pernah berlaku pada masyarakat itu sendiri. Untuk menyajikan nangen nandorbin ini memang merupakan tugas dari kaum wanita. Menurut penjelasan para informan tidak pernah ditemukan kaum pria yang menyajikan nangen nandorbin tersebut, karena merupakan hal yang dianggap tabu bagi masyarakat Pakpak jika ada kaum pria yang menyajikan nangen nandorbin ini.

Tetapi setelah tahun 60-an nangen nandorbin telah digabungkan dengan alat musik, seperti kalondang, kecapi, lobat, taratoa yang dimainkan oleh pria, karena ketika mendengar nangen tersebut kaum pria langsung menirukan langsung kepada alat musik yang ada tersebut, sehingga disebut lah musik nangen.

Pada awalnya penulis berpikir bahwa teks atau lirik yang diungkapkan penyaji pada waktu menasehati putrinya tersebut hanya berkisar tentang

(4)

4

penjodohan putrinya tersebut saja, misalnya kelebihan-kelebihannya, sifat-sifatnya, serta pengalaman ibunya selama bersama putri tersebut. Namun setelah dikaji lebih mendalam, dalam kenyataannya setelah meneliti lebih lanjut ternyata teks yang diungkapkan penyaji tidak hanya itu saja, melainkan bercerita tentang pengalaman atau kegigihan seorang putri tersebut untuk menjalani hidup dan mampu berbagi suka maupun duka kepada keluarga yang akan meminang nya. Pada waktu menasehati putrinya tersebut, maka penyaji mengungkapkan segala pesan-pesan penting di dalam kehidupannya. Dalam hal ini ada istilah: “Sada

nandorbin ko buluh i bernoh idi nandorbin nandorbin,” artinya “Serumpun bambu yang di lembah sangat bagus digunakan untuk apa saja.” Jadi putri

tersebut diibaratkan tumbuhan bambu di antara rumpun tersebut terdapat satu yang betul-betul bagus dan dapat dipergunakan, karena pada zaman dahulu hingga saat ini tumbuhan bambu adalah tumbuhan yang serbaguna dan multifungsi. Jadi, melalui nangen nandorbin ini di lingkungan Pakpak Bharat semakin menyadari bahwa seorang putri tersebut menjadi putri terbaik dan dapat menjadi penyejuk kepada keluarga yang akan melamarnya.

Dengan melihat fakta sosial dan budaya seperti diurai di atas, maka dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang keberadaan nangen nandorbin dari dua sudut pandang utama yaitu: (a) tekstual dan (b) musikal yang merupakan salah satu musik vokal yang terdapat pada masyarakat Pakpak Bharat di Desa Sukaramai, Pakpak Bharat, yang disajikan dalam konteks pendidikan dan nasihat, dan secara umum nangen nandorbin semakin berkembang dan dipopulerkan karena adanya musik.

(5)

5

Nangen nandorbin adalah nyanyian nasihat mendidik putrinya agar menjadi

wanita terbaik, untuk dapat menjadi menantu terbaik bagi masyarakat Pakpak. Disajikan pada saat si putri tersebut masih berada di hadapan ibunya. Teks nya berisi hal-hal perilaku yang paling berkesan untuk di pelajari oleh putrinya kelak di dalam hidupnya, kebaikan dan kelebihan-kelebihannya, serta kemungkinan kesukaran hidup yang akan dihadapi putrinya. Melalui nangen ini pula, orang-orang yang mendengar dapat lebih mengetahui dan mengenal sifat-sifat dari orang-orang yang dinasehati tersebut. Melalui nangen ini para orang tua yang ada dalam masyarakat Pakpak merasa tertarik dan menaruh perhatian kepada putri yang telah terdidik tersebut. Kilas baliknya seorang ibu menyanyikan nangen nandorbin tersebut karena sudah ingin menimang cucu, dan sudah memantapkan bahwa usia putrinya sudah siap untuk dipinang orang.

Pada awalnya Nangen nandorbin adalah nyanyian logogenik yang mengutamakan teks dari pada musik, tetapi banyak perubahan di era sekarang ini bahwa nangen sudah berhubungan dengan musik, bahkan sekarang musik lebih diutamakan dari pada teks.1 Wawancara dengan Bapak Atur Pandapotan Solin, Januari 2015 di Desa Sukaramai, Pakpak Bharat. Dengan melihat uraian dari bapak tersebut menggambarkan kepada kita bahwa menyajikan nangen nandorbin adalah sebuah aktivitas total dari penyajinya yang dilatarbelakangi oleh

1Logogenik adalah sebuah penyajian music dalam konteks kebudayaan yang

mengutamakan teks atau lirik, sehingga berkaitan erat dengan seni sastra dan bahasa. Di dalam kebudayaan masyarakat Sumatera Utara, sebagai contoh dalam budaya Angkola dan Mandailing dikenal musik onang-onang dan jeir, dalam kebudayaan Pesisir dikenal sikambang, di dalam masyarakat Melayu ditemukan syair, gurindam, nazam, sinandong, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sebaliknya terdapat pula sajian musik melogenik, yaitu mengutamakan sajian musik itu sendiri dalam bentuk ritme, melodi, harmoni, atau gabungan keseluruhannya. Dalam tekik sajian demikian, unsur teks (lirik) lagu tidak diutamakan. Di dalam kebudayaan masarakat Sumatera Utara, sajian seperti ini contohnya adalah gordang sambilan, gordang tano (Angkola dan Mandailing), ensambel genderang sipitu-pitu (Pakpak dan Dairi), gondang sabangunan (Batak Toba), dan lain-lainnya.

(6)

6

kebudayaan. Ini juga memberikan gambaran tentang begitu pentingnya keberadaan nangen nandorbin di dalam kebudayaan Pakpak Bharat.

Melodi disajikan secara strofik, yaitu teksnya berubah-ubah tetapi melodinya sama atau hampir sama (Naiborhu, 2004:150). Sesuai dengan perjalanan waktu dalam konteks kebudayaan Pakpak, maka institusi adat nangen

nandorbin ini, mengalami perubahan-perubahan. Di antara penyebab perubahan

itu adalah berkembang pesatnya kemajuan tekhnologi, juga agama yang datang ke dalam kehidupan masyarakat Pakpak Bharat. Jika melihat keberadaannya saat ini, nyanyian ini mengalami penurunan pembelajarannya kepada generasi muda. Walaupun secara agama “dilarang,” namun secara kultural tetap dilaksanakan dan menjadi suatu kebiasaan atau tradisi yang turun-temurun dilaksanakan.

Di dalam tulisan Lothar Screiner dikatakan bagaimana hubungan adat dan agama. Segala sesuatu yang mempunyai kebiasaan, baik golongan maupun perorangan, itu mempunyai suatu adat. Juga kecenderungan-kecenderungan yang merupakan kebiasaan yang tidak disadari, bahkan naluri-naluri, orang sebutkan sebagai adat. Oleh karena itu, adat merangkum semua lapangan kehidupan, agama, dan peradilan, hubungan-hubungan keluarga, kehidupan, dan kematian. Adat dan agama janganlah dianggap sebagai dua hal yang berdiri satu di samping yang lain dan saling terikat. Selain itu, jangan pula orang menganggap bahwa agama berada di atas adat. Tetapi adat itu harus dipahami sebagai keberagaman totaliter dari manusia yang diliputi oleh tradisi mitisnya. Sifat khas keberagaman ini terdapat dalam dijaminnya keselamatan melalui kesetiaan yang kokoh kepada apa yang orang anut. Adat bukanlah agama itu sendiri, melainkan pelaksanaannya

(7)

7

secara menyeluruh, yang diperlukan untuk memberlakukan peristiwa keselamatan dari zaman purbakala.

Selain faktor agama, faktor lain yang menyebabkan memudarnya nyanyian ini adalah masyarakat Pakpak yang menganggap hal tersebut merupakan tradisi yang tidak perlu lagi dilestarikan, seiring dengan perkembangan tekhnologi yang sudah semakin maju, maka nyanyian ini, tidak mendapat perhatian lagi. Dengan memperhatikan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam bentuk karya ilmiah dengan pendekatan etnomusikologis.

Etnomusikologi adalah sebuah ilmu yang mengkaji musik dalam konteks kebudayaan. Karena nangen nandorbin ini adalah ilmu yang dimana di dalamnya ada kajian musik di dalam konteks kebudayaan, seperti yang didefinisikan oleh Merriam, sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusico-logy, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies

(8)

8

have been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).2

Apa yang dikemukakan oleh Merriam seperti kutipan di atas, bahwa para pakar atau ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, yaitu musikologi dan antropologi. Selanjutnya dalam memfusikan kedua disiplin ini, maka dalam etnomusikologi akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu, tentu saja setiap etnomusikolog akan berada dalam fokus keahlian ilmu pada salah satu bidangnya saja, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih

2Di dalam hal aplikasi disiplin etnomusikologi di Indonesia dan dunia, terdapat sebuah

buku yang terus populer sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” di antara karya-karya yang berciri khas etnomusikologis.

(9)

9

luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara bertahap oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya.

Secara khusus, mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi

(10)

10

etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.3

Dari semua penujelasan tentang apa itu etnomusikologi, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa etnomusikologi adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang merupakan hasil fusi dari antropologi (etnologi) dan musikologi, yang mengkaji musik baik secara struktural dan juga sebagai fenomenal sosial dan budaya manusia di seluruh dunia. Para ahlinya (lulusan sarjana etnomusikologi atau peringkat magister dan doktoral) disebut sebagai etnomusikolog. Ilmu ini sangat relevan dalam mengkaji musikal dan tekstual

nangen nandorbin dalam kebudayaan masyarakat Pakpak Bharat.

Dengan memperhatikan secara seksama semua latar belakang di atas, maka dengan demikian kajian ini akan melihat bagaimana struktur tekstual, dan musikal yang disajikan dalam nangen nandorbin sehingga nyanyian tersebut dapat mempengaruhi atau membawa orang lain larut dalam suasana bangga yang mendalam. Maka penulis meneliti lebih lanjut dan membuat ke dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Analisis Tekstual dan Musikal Nangen Nandorbin

3Buku tersebut ini disunting oleh seorang etnomusikolog dari Institut Seni Indonesia (ISI)

Surakarta, yaitu R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan judul ringkas Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti

Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku

antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.

(11)

11

Pada Masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.” Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan tentang kebudayaan yang terdapat pada masyarakat Pakpak Bharat. 1.2 Pokok Permasalahan

Sesuai dengan judul skripsi ini dan juga fokus perhatian kepada masalah yang akan diteliti, maka penulis menentukan dua pokok masalah (atau pertanyaan masalah), yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana struktur dan makna tekstual yang terkandung dalam nangen

nandorbin pada masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan

Pakpak Bharat?

2. Bagaimana struktur musikal yang terkandung di dalam nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat?

Pokok masalah pertama, yaitu akan dijabarkan dengan sejauh apa makna-makna yang terdapat dalam lirik nangen nandorbin dengan pendekatan kajian kebudayaan. Kemudian untuk pokok masalah kedua yaitu bagaimana struktur musikal nangen nandorbin dalam kebudayaan masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat akan diurai dengan unsur utamanya yaitu melodi yang mencakup tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, nada-nada yang digunakan, distribusi interval, pola-pola kadensa, dan kontur. Dengan fokus pada dua pokok masalah dan unsur-unsur yang akan dikaji, maka diharapkan dalam penelitian ini akan ditemukan hal-hal baru dalam konteks penelitian etnomusikologis.

(12)

12

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam rangka penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana struktur dan makna tekstual yang terdapat pada nyanyian nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak Di desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.

2. Untuk mengetahui dan memahami struktur musikal yang terkandung di dalam nyanyian nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak Di desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat.

Secara umum tujuan akhir dalam penelitian ini adalah dengan mengetahui dan memahami struktur dan makna tekstual dan struktur musikal nangen nandorbin pada masyarakat Pakpak di Desa Sukaramai Kecamatan Kerajaan Pakpak Bharat memahami manusia Pakpak Bharat yang memiliki budaya nangen nandorbin sedemikian rupa. Secara etnomusikologi, tujuan akhir menganalisis musik adalah memahami manusia yang menghasilkan musik sedemikian rupa itu (lebih jauh lihat Merriam 1964).

1.4 Manfaat Penelitian

Sebagai usaha untuk memperluas informasi mengenai kebudayaan Pakpak, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:

a. Sarana untuk memperluas pengetahuan tentang nangen nandorbin terhadap kesenian Pakpak Bharat.

b. Bermanfaat bagi pembaca khususnya yang bergelut di bidang disiplin ilmu etnomusikologi.

(13)

13

d. Sebagai data etnografi yang akan memperkaya khasanah keilmuan tentang budaya Pakpak Bharat.

1.5 Konsep

Nangen Nandorbin adalah salah satu nyanyian atau musik vokal yang

terdapat pada masyarakat Pakpak yang disajikan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Nangen artinya nyanyian, dan nandorbin artinya putri yang terdidik. Jadi,

nangen nandorbin adalah nyanyian yang disajikan untuk seorang putri yang

terdidik. Nyanyian merupakan bagian dari musik, secara umum musik terbagi atas tiga bagian yaitu: (1) musik vokal, (2) musik instrumental, dan (3) gabungan antara instrumental dan vokal. Yang dimaksud dengan musik vokal adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ujar manusia seperti mulut, bibir, lidah, dan kerongkongan yang memiliki irama, nada, ritem, dinamik, melodi dan mempunyai pola-pola serta aturan untuk bunyi tersebut.

Musik vokal dapat juga disebut nyanyian. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Poerwadarminta (1985:680), bahwa nyanyian adalah sesuatu yang berhubungan dengan suara/bunyi yang berirama yang merupakan alat/media untuk menyampaikan maksud seseorang atau tanpa iringan musik.. Berdasarkan uraian di atas maka nangen nandorbin dapat disebut juga sebagai musik vokal atau nyanyian, karena menghasilkan bunyi yang memiliki irama, nada, dinamik, dan pola-pola melodi. Analisis dapat diartikan menguraikan atau memilah-milah suatu hal atau ide ke dalam setiap bagian-bagian sehingga dapat diketahui bagaimana sifat, perbandingan, fungsi, maupun hubungan dari bagian-bagian tersebut. Analisis yang penulis maksud disini adalah menguraikan struktur musikal, struktur teks serta makna yang terkandung dalam teks tersebut. Sebagai

(14)

14

landasan penelitian ini, tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu nyanyian. Istilah teks dalam musik vokal berarti syair.

Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna. Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang terkandung arti tambahan sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan makna sebenarnya (Keraf,1991:25). Istilah musikal menunjukkan kata sifat yang artinya bersifat musik, memiliki unsur-unsur musik seperti melodi, tangga nada, modus, dinamika, interval, frasa, serta pola ritem.

1.6 Kerangka Teori

Teori dapat digunakan sebagai landasan kerangka berpikir dalam membahas permasalahan (Nasution, 1982:126). Dalam tulisan ini yang menjadi pokok permasalahannya adalah mengetahui unsur-unsur tekstual serta musikal yang terkandung dalam nangen nandorbin tersebut. Sesuai dengan dua pokok masalah dalam penelitian ini, yaitu: tekstual, dan musikal, maka dipergunakan juga dua teori utama. Untuk mengkaji struktur dan makna tekstual digunakan teori

semiotika. Selanjutnya untuk mengkaji struktur musikal yang berupa melodi

nangen nandorbin digunakan teori weighted scale. 1.6.1 Teori Semiotika

Untuk mengkaji struktur dan makna tekstual nangen nandorbin , penulis menggunakan teori semiotika. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem

(15)

15

simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound

image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa

mempunyai lambang bunyi tersendiri. Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1)

representatum, (2) pengamat (interpretant), dan (3) objek.

Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Semiotika atau semiologi adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotika, yaitu pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de Sausurre. Menurutnya semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.”

Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17 yaitu John Locke, gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu,

(16)

16

dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru muncul ke permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce. Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik ini, ia menumpukan perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan tanda sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.” Salah satu sumbangannya yang besar bagi semiotika adalah pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a) ikon, yang disejajarkan dengan referennya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya bebatuan); (b) indeks, yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda adanya api) dan (c) simbol, yang berkaitan dengan referentnya dengan cara penemuan(seperti dengan kata-kata atau signal trafik). Ketiga aspek tanda ini penulis pergunakan untuk mengkaji teks nangen nandorbin.

1.6.2 Teori Weighted Scale

Untuk mengkaji aspek musikal nangen nandorbin yang disajikan secara melodis, penulis berpedoman kepada teori yang dikemukakan oleh Malm yang dikenal dengan teori weighted scale. Pada prinsipnya teori weighted scale adalah teori yang lazim dipergunakan di dalam disiplin etnomusikologi untuk menganalisisi melodi baik itu berupa musik vokal atau instrumental. Ada delapan parameter atau kriteria yang perlu diperhatikan dalam menganalisis melodi, yaitu: (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada (range), (4) jumlah nada (frequency of note), (5) jumlah interval, (6) pola-pola kadensa

(cadence patterns), (7) formula melodi (melody formula), dan (8) kontur (contour)

(17)

17

Dalam rangka penelitian ini, sebelum menganalisis melodi nangen

nandorbin yang disajikan oleh narasumber penulis, maka terlebih dahulu data

audio ditranskripsi ke dalam notasi balok dengan pendekatan etnomusikologis. Setelah dapat ditransmisikan ke dalam bentuk notasi yang bentuknya visual, barulah notasi tersebut dianalisis. Dalam kerja ini juga penulis melakukan penafsiran-penafsiran.

1.7 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena pendekatan ini lebih berupa kata-kata secara detail dan bukan berupa angka-angka. Sejalan dengan itu, Bogdan dan Taylor (dalam Maleong 1988:3), mengungkapkan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku masyarakat yang dapat diamati.

Seperti telah disebutkan diatas bahwa penelitian ini menggunakan format penelitian deskriptif. Yang dimaksud penelitian dekriptif (descriptive research) yang biasa juga disebut dengan penelitian taksonomik, dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Jenis pendekatan ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel yang ada. Tidak dimaksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelaskan variabel-variabel anteseden yang menyebabkan sesuatu gejala atau kenyataan sosial. Oleh karena itu, pada penelitian yang menggunakan format

(18)

18

penelitian deskriptif, tidak menggunakan dan melakukan pengujian hipotesis, seperti yang dilakukan pada penelitian dengan format eksplanasi. Berarti tidak dimaksudkan untuk membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori. Dalam pengolahan dan analisis data , lazimnya menggunakan statistik yang bersifat deskriptif. Selanjutnya yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini, adalah mengutip pendapat Denzin, et al. (2009:6) yang menjelaskan bahwa peneliti kualitatif menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dan tekanan situasi yang membentuk penelitian. Para peneliti semacam ini mementingkan sifat penelitian yang sarat nilai. Mereka mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti cara munculnya pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya.

Penelitian kualitatif merupakan bidang antar-disiplin, lintas-disiplin, dan kadang-kadang kontradisiplin. Penelitian kualitatif menyentuh humaniora, ilmuilmu sosial, dan ilmu-ilmu fisik. Penelitian ini teguh dengan sudut pandang naturalistik sekaligus kukuh dengan pemahaman interpretif mengenai pengalaman manusia (Nelson, dkk., dalam Denzin dan Lincoln, 2009:5). Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah mencakup:

(a) studi kepustakaan, (b) observasi, (c) wawancara, dan (d) kerja laboratorium. Keempat teknik ini dapat dijabarkan sebagai berikut.

1.7.1 Studi Kepustakaan

Sebelum melakukan kerja lapangan, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan. Penulis mencari informasi dan referensi untuk mendapat

(19)

19

pengetahuan dasar tentang objek yang diteliti. Dalam hal ini, penulis menggunakan referensi berupa buku dan sebagian besar dari beberapa skripsi yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu juga buku-buku yang berkait dengan kebudayaan Pakpak Bharat, tentang siklus hidup manusia terutama ritus peralihan antara dunia nyata dan kehidupan pernikahan, tentang sistem religi yang berkaitan dengan pernikahan, dan lain-lain.

Selain itu juga dalam studi kepustakaan ini penulis melakukan survei terhadap tulisan-tulisan di jejaring sosial internet, terutama yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Di dalamnya terdapat data yang diunggah melalui blok dan juga laman web. Data-data ini membantu memahami latar belakang kajian terhadap nangen nandorbin sebagai prilaku sosial, budaya, dan musikal.

1.7.2 Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi adalah metode yang digunakan dengan menggunakan pengamatan dan pengindraan untuk menghimpun data penelitian. Menurut Bungin (2007:115), metode observasi merupakan kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera lainnya. Dalam meneliti nyanyian ini, penulis meneliti langsung ke lapangan. Sebelum melakukan penelitian penulis melakukan pengamatan lokasi, tempat penelitian serta mencari beberapa narasumber yang betul-betul menguasai nangen nandorbin tersebut, setelah melakukan observasi maka penulis dapat melakukan penelitian. Adapun lokasi penelitian ini adalah di desa Sukaramai, kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Penulis tinggal selama beberapa hari disana untuk melakukan penelitian.

(20)

20

1.7.3 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah dengan teknik wawancara. Adapun teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu membuat pertanyaan yang berpusat terhadap pokok permasalahan. Selain itu juga melakukan wawancara bebas (free

interview) yaitu pertanyaan yang tidak hanya berfokus pada pokok permasalahan

saja tetapi pertanyaan berkembang ke pokok permasalahan lainnya yang bertujuan untuk memperoleh data lainnya namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (Koentjaraningrat, 1985:139). Dengan melakukan teknik wawancara tersebut, maka penulis mendapatkan banyak informasi tentang objek yang diteliti. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara terhadap beberapa informan yaitu: bapak Atur Pandapotan Solin. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Pakpak Bharat dan selanjutnya diterjemahkan oleh penulis sendiri, karena penulis adalah keturunan Pakpak Asli dari ibu penulis sehingga penulis tidak mengalami kesulitan dalam berbahasa Pakpak di Desa Sukaramai. 1.7.4 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang diperoleh penulis dari berbagai sumber yaitu hasil pengamatan di lapangan, hasil wawancara selanjutnya akan ditelaah dan diolah dalam kerja laboratorium. Penulis juga akan menstranskripsikan musik tersebut. Transkripsi dilakukan dengan menggunakan notasi balok dengan bantuan perangkat lunak program sibellius agar memperjelas kualitas notasi balok di dalam tulisan ini. Hasilnya dapat dilihat dalam Bab IV skripsi ini. Langkah berikutnya adalah menganalisis aspek melodinya. Untuk melengkapi analisis melodis ini, penulis juga melakukan analisis struktur teks dari nyanyian tersebut.

(21)

21

Setelah melakukan kerja laboratorium, maka penulis membuatnya ke dalam sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan teknik-teknik penulisan karya ilmiah yang berlaku di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara di Medan. Sesuai dengan pendekatan di bidang etnomusikologi, maka dalam menganalisis nangen nandorbin dengan dua fokus pokok masalah yaitu: tekstual dan musikal maka perlu dilihat dalam konteks multidisiplin ilmu.

Dalam kaitannya dengan studi multidisiplin tersebut di atas, maka untuk menganalisis dan mengkaji bidang tekstual nangen nandorbin diperlukan melihatnya dalam multidisiplin seperti melihatnya dari aspek sastra, linguistik, dan semiotika namun dengan tekanan utama pada etnomusikologi. Demikian pula dalam mengkaji musikal perlu dilihat melalui musikologi dan prosodi. Musikologi berkait erat dengan aspek-aspek seperti: melodi dan ritme. Melodi sendiri tersdiri dari berbagai unsurnya seperti: tangga nada (scale), wilayah nada, nada dasar, interval dan distribusinya, nada-nada ang digunakan, motif, frase, bentuk melodi, formula melodi, kontur, dan sejenisnya. Demikian juga dalam aspek ritme (waktu) musik tersebut disusun oleh beberapa unsurnya seperti: meter atau metrum, motif dan frase ritme, cepat dan lambatnya lagu disajikan, aksentuasi, siklus kolotomik, poliritme (hemiola), dan lain-lainnya.

Dengan demikian, tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan pengetahuan di bidang etnomusikologi.

Referensi

Dokumen terkait

Matakuliah ini mengkaji teori pendukung (rumus kimia dan persamaan reaksi yang membahas tentang lambang unsur, rumus empiris, bilangan oksidasi, rumus struktur dan persamaan

kerja adalah hukuman manusia sebenarnya hidup bahagia tanpa kerja di taman firdaus, tetapi karena ia jatuh kedalam dosa, maka ia dihukum untuk bisa hidup

Studi ini mengkaji model karakteristik pekerjaan dari Oldham dan Hackman yang diukur berdasarkan dimensi-dimensi task identity, task significant, feedback, skill variety dan

Dengan mempelajari corak khas dari kebudayaan Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang yang dalam penelitian ini dibatasi pemahaman akan habitat, lingkungan

Cell Group adalah kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang mempunyai waktu khusus untuk berkumpul bersama tiap minggu dan ada ikatan kuat di antara para

is a type of bond instrument where the proceeds will be to finance / refinance activities that support / have an impact on social improvement, eg poverty program, gender issue, Micro

Berbagai kisah sedih kembali mencuat pada 2011, dari mulai hukuman pancung untuk Ruyati hingga nasib Tuti Tursilawati, TKI asal Majalengka, yang kini nyawanya terancam di ujung

Fungsi Manajemen Controling Memonitor aktivitas Mengawasi dan supervisi Memeriksa laporan Mengevaluasi kemajuan pencapaian Mengendalikan dan mengoreksi Actuating Memimpin,