• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai

Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antar komponen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya. Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pengaruh bahan asing pada batas-batas tertentu masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan. Apabila suatu sungai menerima limbah dalam jumlah sedikit atau masih dalam batas toleransinya, maka limbah tersebut akan dapat dinetralisir oleh adanya dinamika ekologis tersebut (Barus, 2004).

Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat serta mempunyai populasi atau jenis maupun jumlah biota air sedikit. Sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh, aliran air lambat, dan populasi biota air di dalamnya termasuk banyak, tetapi jenis kurang bervariasi (Kordi dan Andi, 2007).

Ekosistem sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona

krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang berbentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan

(2)

beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal (Barus, 2004).

Pencemaran Perairan

Pencemaran perairan adalah masuknya bahan yang tidak diinginkan ke dalam air (oleh kegiatan manusia dan atau secara alami) yang mengakibatkan turunnya kualitas air tersebut sehingga tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran perairan tidak hanya menimbulkan dampak negatif terhadap makhluk hidup, tetapi juga mengakibatkan gangguan secara estetika. Bahan pencemar yang masuk ke suatu perairan biasanya merupakan limbah suatu aktivitas (Manik, 2009).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang dimaksud dengan pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Menurut (Azwir, 2006) yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut diatas adalah baku mutu air yang ditetapkan. Dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air. Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan, juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air).

(3)

Berdasarkan defenisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masukan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat ke dalam air yang menyebabkan kualitas air tercemar sehingga mengganggu fungsi air. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar (polutan) (Yuliastuti, 2011).

Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu perutukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya kelingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan) maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi, 2003).

Berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya, polutan air dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok yaitu : (1) padatan; (2) bahan buangan yang membutuhkan oksigen; (3) mikroorganisme; (4) komponen organik sintetik; (5) nutrient tanaman; (6) minyak; (7) senyawa anorganik dan mineral; (8) bahan radioaktif dan (9) panas (Yuliastuti, 2011).

(4)

Perairan yang mengalami pencemaran ditandai dengan menurunnya aktivitas ikan antara lain berupa gangguan pada pola berenang dan respirasi. Terganggunya proses-proses perkembangan ikan akan mengakibatkan hubungan antara panjang tubuh dan berat badan ikan tidak lagi mempunyai rasio yang terletak pada kisaran yang menunjukkan kondisi ikan yang sehat. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan nilai nutrisi ikan-ikan tersebut. Dengan demikian koefisien nilai nutrisi ikan dapat memberikan gambaran kasar mengenai kualitas air dengan tingkat ketersediaan nutrien bagi ikan atau tingkat daya dukung lingkungan perairan terhadap kehidupan ikan ditinjau dari sudut ketersediaan nutrien atau tingkat daya dukung lingkungan perairan terhadap fungsi normal organ sensorik ikan yang berfungsi deteksi (Pratiwi, 2010).

Menurut Azwir (2006), penentuan kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untuk membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi. Penetapan standar sebagai batas mutu minimal yang harus dipenuhi telah ditentukan oleh standar Internasional, standar Nasional, maupun standar perusahaan.

Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berupa sampah, air kakus (black water) dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water) (Purba, 2013). Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan limbah didefenisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.

(5)

Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan, pertambahan atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman (Yuliastuti, 2011).

Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi, yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), dan sumber industri. Salah satu limbah cair yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas adalah deterjen yang sering digunakan sebagai bahan pembersih sintesis. Dalam deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik bersifat kationik, anionik maupun non-ionik. Semakin banyaknya pemakaian surfaktan di kalangan masyarakat sebagai bahan utama pembersih maka risiko bagi kesehatan dan lingkungan pun makin rentan. Pembuangan air limbah ke badan sungai tidak selalu terus menerus sepanjang hari. Limbah yang dibuang baik kuantitas, kualitas maupun waktu pembuangannya berkaitan erat dengan kegiatan yang dilakukan baik oleh rumah tangga secara individu, tempat-tempat pelayanan dan fasilitas umum maupun oleh pabrik yang menghasilkan limbah tersebut (Purba, 2013).

Menurut Mudarisin (2004), berdasarkan sumbernya jenis limbah cair yang dapat mencemari perairan dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:

1. Limbah cair domestik, yaitu limbah yang berasal dari pemukiman, tempat-tempat komersial (perdagangan, perkantoran dan industri) dan tempat-tempat-tempat-tempat

(6)

rekreasi. Air limbah domestik yang dihasilkan dari pemukiman umumnya berupa buangan limbah cair dari kamar mandi, dapur, cucian mengandung 99,9 % air dan 0,1 % padatan. Zat padat tersebut terbagi atas 70 % zat organik (protein, karbohidrat, dan lemak) dan sisanya berupa zat anorganik sebanyak 30 % pasir, air limbah, garam-garam dan logam.

2. Limbah cair industri, yaitu limbah cair yang dikeluarkan oleh industri sebagai akibat dari proses produksi. Limbah cair ini dapat berasal dari air bekas pencuci, bahan pelarut ataupun air dari industri-industri tersebut. Pada umumnya limbah cair industri lebih sulit dalam pengelolaannya, hal ini disebabkan karena zat-zat yang terkandung didalamnya yang berupa bahan atau zat pelarut, mineral, logam berat, zat-zat organik, lemak, garam-garam, zat warna, nitrogen, sulfida, amoniak, dan lain-lain yang bersifat toksik. 3. Limbah pertanian, yaitu limbah yang bersumber dari kegiatan pertanian

seperti penggunaan pestisida, herbisida, fungisida dan pupuk kimia yang berlebihan.

4. Infiltrasi, yaitu limbah yang berasal dari perembesan air yang masuk kedalam dan luapan dari sistem pembuangan air kotor.

Parameter Fisika Perairan 1. Suhu Air

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme diperairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang ekstrim akan menggangu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat

(7)

terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga menyebabkan turunnya kelarutan oksigen di dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik sering kali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan respirasi (Silalahi, 2009).

Nilai suhu air pada sungai Diwak berada pada kisaran 25-27°C. Jika dilihat dari suhu air limbah yang masuk ke badan air adalah antara 28-29°C, maka suhu air limbah industri tidak banyak berpengaruh terhadap suhu air sungai. Kondisi ini sesuai dengan kondisi optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan yaitu antara 20-30°C. Suhu optimum untuk aktivitas bakteri pada proses dekomposisi adalah antara 25-35°C (Rahmawati, 2011).

2. TSS (Padatan Tersuspensi Total)

Padatan tersuspensi total (total suspended solid) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).

Tipe substrat akan sangat mempengaruhi morfologi fungsional dan tingkah laku hewan bentik. Levinton menyatakan bahwa tipe substrat adalah faktor utama yang mengendalikan distribusi benthos. Adaptasi terhadap substrat akan menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologi organisme benthos terhadap suhu, salinitas serta faktor kimia lainnya. Karakter dasar suatu perairan

(8)

yang sangat menentukan penyebaran makrozoobenthos adalah substrat dasar perairan seperti lumpur, pasir, liat, berkerikil, dimana masing-masing tipe menentukan komposisi makrozoobenthos. Penilaian tercemar atau tidaknya suatu ekosistem tidak mudah terdeteksi dari hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem yang stabil, dalam pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar bisa saja memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi aliran energi yang terdapat pada perairan tersebut (Setiawan, 2009).

TSS merupakan sifat fisik suatu perairan yang berkaitan dengan kekeruhan. Kandungan zat padat tersuspensi bervariasi pada keempat stasiun pengamatan. Konsentrasi TSS tertinggi terjadi pada musim penghujan yaitu 70 mg/L. Angka ini melebihi baku mutu kriteria air Kelas III sebesar 50 mg/L. Hal ini kemungkinan sebagai akibat dan kontribusi bahan pencemar dari air limbah oleh industri A sebesar 55 mg/L, serta akibat lain seperti erosi tanah di Sempadan Sungai. TSS terdiri dari lumpur, pasir halus serta jasat renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah yang terbawa ke badan air. Pada saat musim penghujan mudah terjadi erosi tanah dan memebentuk lumpur sehingga meningkatkan konsentrasi TSS pada air sungai (Sukadi, 1999).

Penetuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna

(9)

perairan (Marganof, 2007). Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai TSS disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan TSS

Nilai TSS (mg/L) Pengaruh Terhadap Kepentingan Perikanan

<25 Tidak ada pengaruh 25-80 Sedikit berpengaruh

81-400 Kurang baik untuk kepentingan perikanan >400 Tidak baik untuk kepentingan perikanan Sumber: Alabaster dan Lloyd 1982 diacu oleh Effendi 2003

3. TDS (Padatan Terlarut Total)

TDS mempengaruhi ketransparanan dan warna air. Sifat transparan air ada hubungannya dengan produktifitas. Transparan yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi. Cahaya tidak dapat tembus banyak jika konsentrasi bahan tersuspensi tinggi. Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air. Penentuan padatan terlarut total dapat cepat menentukan kualitas air, caranya dengan mengukur derajat konduktifitas air. Derajat konduktivitas air sebanding dengan padatan terlarut total dalam air tersebut. Pada umumnya suatu danau menjadi eutrofikasi bila padatan terlarut total melebihi 100 bpj (bagian per juta) (Sastrawijaya, 2000).

Parameter Kimia Perairan 1. pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH=7 adalah netral,

(10)

pH<7 dikarakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH>7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan. Dalam air yang bersih jumah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Sihaloho, 2009).

Derajat Keasaman air Sungai Diwak Semarang di 4 stasiun pengamatan pada musim penghujan berkisar antara 7,6-8,2 sedangkan musim kemarau antara 6,5-7. Sedangkan air limbah dari kegiatan industri yang masuk ke dalam badan air sungai memiliki pH antara 7,5-7,8 yang berarti masih dalam rentang baku mutu pH air limbah yang diijinkan yaitu antara 6-9. Hal ini menunjukan bahwa masuknya air limbah industri ke dalam aliran Sungai Diwak tidak banyak berpengaruh terhadap perubahan pH air sungai baik pada musim kemarau maupun penghujan. Derajat keasaman air Sungai Diwak ternyata masih memenuhi baku mutu kriteria kualitas air untuk semua kelas yang berada pada rentang nilai 6-9 (Rahmawati, 2011).

2. DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter penting untuk mengukur pencemaran air. Oksigen terlarut di dalam air berasal dari udara dan dari proses fotosintesa tumbuhan air. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada suhu. Pada

(11)

suhu tinggi kelarutan oksigen berkurang karena aktivitas bakteri meningkat. Kandungan oksigen dalam air diperlukan bagi kelangsungan kehidupan akuatik, tetapi ketesediannya akan terganggu oleh berlangsungnya pengurai bahan-bahan organik yang berasal dari air buangan (Sukadi, 1999).

Nilai oksigen terlarut di Sungai Tondano Manado berkisar antara 6,3-7,5 mg/L. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, Baku Mutu Air Kelas II, maka hasil pengukuran yang diperoleh masih dalam kondisi yang baik dimana nilai baku mutu untuk DO adalah 7,2. Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan, asimilasi makanan dan pemeliharaan keseimbangan osmotik. Jika persediaan oksigen di perairan sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan organisme akuatik lainnya (Lensun dan Sipriana, 2013).

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air atau fitoplankton. Pengaruh oksigen terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Konsentrasi oksigen terlarut hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya. Konsumsi oksigen bagi organisme air berfluktuasi mengikuti proses-proses hidup yang dilaluinya. Pada umumnya konsumsi oksigen bagi organisme air ini akan mencapai maksimum pada masa-masa reproduksi berlangsung. Konsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh konsentrasi okesigen terlarut itu sendiri

(12)

(Barus, 2004). Status kualitas air berdasarkan kadar oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut

No. Kadar Oksigen Terlarut (mg/L)

Status Kualitas Air

1. >6,5 Tidak tercemar sampai tercemar ringan

2. 4,5-6,5 Tercemar ringan

3. 2,0-4,4 Tercemar sedang

4. <2,0 Tercemar berat

Sumber: Jeffries dan Mills (1996) diacu oleh Effendi (2003)

3. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Kebutuhan oksigen biologi sutau badan air adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat di dalamnya untuk bernafas selama lima hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh ait (DO0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air

yang telah disimpan selama lima hari (DO5 hari). Selama dalam penyimpanan itu

harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis, dan selama lima hari itu semua organisme yang berada dalam contoh air itu bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Silalahi, 2009).

Pada perairan Sungai Tondano Manado kisaran nilai BOD adalah 15,5-44 mg/L. Nilai ini menunjukkan kondisi status cemar berat ditinjau dari baku mutu Kelas II PP No. 82 Tahun 2001 yang ditentukan yaitu 3 mg/L. Parameter BOD secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Aktivitas masyarakat dalam bentuk buangan limbah domestik,

(13)

pakan ikan dan industri di lokasi penelitian dan sekitarnya mempengaruhi BOD perairan (Lensun dan Sipriana, 2013).

Barus (2004) menyatakan, pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisma untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umunya terdapat dalam limbah rumah tangga. Untuk produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Oleh karena itu disamping mengukur nilai BOD perlu dilakukan pengukuran terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dikenal sebagai COD (Chemical Oxygen Demand) yang dinyatakan dalam mgO2/l. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai

BOD5 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 3. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5 No. Nilai BOD5 (ppm) Status Kualitas Air

1. ≤ 2,9 Tidak Tercemar 2. 3,0-5,0 Tercemar Ringan 3. 5,1-14,9 Tercemar Sedang 4. ≥ 15 Tercemar Berat Sumber : Lee dkk., (1978) 4. Nitrat (NO3)

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Keberdaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, piritehnik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat

(14)

menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen. Keberadaan senyawa nitrogen diperairan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi disuatu perairan dapat disebabkan olah limbah yang berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Kadar nitrogen yang tinggi dalam perairan dapat merangsang pertumbuhan algae secara tidak terkendali (blooming). Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan Nitrat

No. Kadar Nitrat (mg/l) Tingkat Kesuburan

1. 0-1 Perairan Oligotrofik

2. 1-5 Perairan Mesotrofik

3. 5-50 Perairan Eutrofik

Sumber: Volenweider (1969) diacu oleh Effendi (2003)

5. Fosfor (P)

Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor, misalnya ATP, yang terdapat di dalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Dalam ekosistem fosfor terdapar dalam tiga bentuk senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme (Barus, 2004).

Unsur fosfor merupakan salah satu parameter kualitas air karena keberdaannya yang berlebihan akan menurunkan kualitas suatu perairan. Selain

(15)

unsur nitrogen, fosfor juga merupakan penyebab utama pertumbuhan ganggang dalam air. Pertumbuhan ganggang yang pesat membutuhkan oksigen yang lebih banyak sehingga keperluan oksigen untuk biota perairan menjadi berkurang. Di samping itu, biomas ganggang yang telah mati akan menyebabkan penurunan kualitas iar. Fosfor dalam suatu perairan bersumber dari limbah industri, limbah domestik dan pertanian, hancuran bahan organik, dan mineral-mineral fosfat. Di dalam air, fosfor dalam bentuk padat maupun terlarut. Fosfor dalam bentuk padat berupa suspensi garam-garam yang tidak larut atau teradsorpsi pada bahan padat. Fosfor terlarut terdapat dalam bentuk senyawa organik terlarut. Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu perairan akan menunjukkan adanya bahan pencemar berupa senyawa-senyawa fosfat dalam bentuk organofosfat atau polifosfat (Manik, 2009).

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini merupakan faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi produktivitas perairan. Di perairan, bentuk unsur fosfor terus berubah secara terus-menerus akibat proses dekomposisi dan sintetis antar bentuk organik dan anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat (Effendi, 2003). Hubungan antara ortofosfat dengan kesuburan perairan dapat dilihat pada Tabel 5.

(16)

Tabel 5. Hubungan Antara Ortofosfat Dengan Kesuburan Perairan

No. Ortofosfat (mg/l) Kriteria

1. 0,003-0,01 Perairan Oligotrofik 2. 0,011-0,03 Perairan Mesotrofik

3. 0,031-0,1 Perairan Eutrofik

Sumber: Wetzwl (1979) diacu oleh Effendi (2003)

6. Kadar Organik Substrat

Semua bahan organik mengandung karbon (C) berkombinasi dengan satu atau lebih elemen lainnya. Bahan organik berasal dari tiga sumber utama yaitu alam, sintesis dan fermentasi (Effendi, 2003). Kandungan C (karbon) organik pada substrat menunjukkan banyaknya kandungan bahan organik hasil dekomposisi maupun bahan organik yang terbawa oleh arus air dan mengendap ke dasar perairan. Umumnya dasar perairan yang berlumpur mengandung C-organik yang lebih banyak dibandingkan dengan tipe sedimen yang tidak berlumpur (Agnitasari, 2006).

Bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi hewan bentos. Bahan tersebut berasal dari dekomposisi organisme yang masuk ke sungai. Substrat yang kaya bahan organik dapat melimpahkan hewan bentos yang didominasi oleh deposit feeder. Karakter substrat suatu perairan sangat menentukan keberadaan makrozoobentos di perairan tersebut. Substrat dasar perairan berupa batuan-batuan didominasi oleh makrozoobentos yang mampu menempel dan melekat (Lubis, 2013).

(17)

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa baku mutu lingkungan hidup didefenisikan sebagai ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup, sedangkan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air.

Berdasarkam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dimana baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaanya di dalam air. Kriteria mutu air dan penetapan kelas sebagai berikut :

1. Kelas Satu : Bahan baku air minum dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air sama.

2. Kelas Dua : Prasarana/sarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman, dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama.

3. Kelas Tiga : Pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama. 4. Kelas Empat : Mengairi pertanaman dan peruntukan lain dengan syarat

(18)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2015 dengan interval waktu pengambilan sampel 2 minggu. Pengambilan sampel dilakukan di Sungai Belawan, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun berbeda yaitu stasiun kontrol, stasiun pengerukan pasir dan stasiun MCK. Sampel air diidentifikasi di Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PUSLIT-SDAL) Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Sungai Belawan, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

(19)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, GPS (Global Positioning System), pH meter, botol sampel, alat tulis, kamera digital, kertas label, eckman grab, ember 5L, plastik, botol winkler, erlenmayer, jarum suntik, pipet tetes, dan coolbox. Alat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air yang diukur parameter fisika kimia, substrat, dan larutan MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3,

amilum.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam menentukan stasiun penelitian adalah

Purpossive Random Sampling yaitu dengan cara memilih 3 stasiun penelitian berdasarkan aktivitas di sekitar sungai. Stasiun 1 kontrol, stasiun 2 terdapat aktivitas pengerukan pasir dan stasiun 3 terdapat aktivitas rekreasi (permandian) dan MCK. Dokumentasi kegiatan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Deskripsi Area Penelitian

Stasiun I : Merupakan bagian perairan sungai yang tidak terdapat aktivitas dengan koordinat 3º 28.8' 31.01" LU dan 98º 34.8' 8.58" BT. Lokasi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.

(20)

Stasiun II : Merupakan bagian perairan sungai yang terdapat aktivitas

pengerukan pasir. Stasiun ini secara geografis terletak pada 3º 29.4' 34.77" LU dan 98º 35.4' 14.7" BT. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun II (Aktivitas Pengerukan Pasir)

Stasiun III : Merupakan bagian perairan sungai yang terdapat limbah yang dihasilkan dari aktivitas permandian atau rekreasi dan MCK (mandi, cuci, kakus) dengan koordinat 3º 29.4' 3.67" LU dan 98º 35.4' 11.24" BT. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 5.

(21)

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan selama tiga periode yang masing-masing tiga kali ulangan per stasiun. Pengambilan sampel pada setiap stasiun dilakukan pada tiga titik. Dengan rentang waktu selama 2 minggu. Sampel dijadikan menjadi sampel komposit. Langkah-langkah pengukuran parameter Fisika dan Kimia dapat dilihat pada Lampiran 3. Alat dan satuan pengukuran parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Parameter Fisika dan Kimia Perairan yang Diukur

Parameter Satuan Alat/ Metode Tempat Analisis Fisika

Suhu oC Thermometer In Situ

Kekeruhan (TSS) mg/l Timbangan Analitik /Gravimetrik Ex Situ TDS mg/l Timbangan Analitik /Gravimetrik Ex Situ Kimia

DO mg/l Metode Winkler In Situ

pH - pH meter In Situ

BOD5 mg/l Alat titrasi/Winkler Ex Situ

Nitrat (NO3-N) mg/l Spektrofotometer/ Brucine

Ex Situ

Phosphate (PO4-P) mg/l Spektrofotometer/ Stannous chloride

Ex Situ

Kadar Organik Substrat

% Metode Abu Ex Situ

Analisis Data

(22)

Nilai parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No. 82/2001

Parameter Satuan

Kelas

I II III IV

Fisika

Suhu oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Kekeruhan (TSS) TDS mg/l mg/l 50 1000 50 1000 400 1000 400 2000 Kimia DO mg/l ≥6 ≥4 ≥3 ≥0 pH - 6-9 6-9 6-9 5-9 BOD5 mg/l 2 3 6 12 Nitrat (NO3¯-N) mg/l 10 10 20 20 Fosfat (PO4³¯ -P) mg/l 0.2 0.2 1 5 Metode Storet

Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode Storet dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip, metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan

(23)

sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan sebagai berikut :

1. Skor = 0  memenuhi baku mutu 2. Skor = -1 s/d -10  tercemar ringan 3. Skor = -11 s/d -30  tercemar sedang 4. Skor = ≤ -31  tercemar berat

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Lakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air

Jumlah Contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia < 10 Maksimum -1 -2 Minimum -1 -2 Rata-rata -3 -6 ≥ 10 Maksimum -2 -4 Minimum -2 -4 Rata-rata -6 -12

(24)

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

Gambar

Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut  No.  Kadar  Oksigen  Terlarut
Tabel 3. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD 5  No.  Nilai BOD 5  (ppm)  Status Kualitas Air
Tabel 5. Hubungan Antara Ortofosfat Dengan Kesuburan Perairan   No.  Ortofosfat (mg/l)  Kriteria
Gambar 3. Lokasi Stasiun I (Kontrol)
+5

Referensi

Dokumen terkait

o Mahasiswa mampu mengerjakan soal MEDIAN untuk data berkelompok o Mahasiswa mampu mengerjakan soal MODUS untuk data tersebar o Mahasiswa mampu mengerjakan soal MEDIAN untuk

menjalin kerjasama, interaksi, dan berbagi pengalaman antara lembaga yang bersangkutan dengan pihak universitas. Lokasi kegiatan PPL yaitu di Lembaga Penjaminan Mutu

PENDALAMAN MATERI BIDANG STUDI BAB I HAKIKAT FUNGSI DAN TUJUAN PPKN BAB II SUBSTANSI PKN. BAB III PANCASILA

Asisten Praktikum/Responsi WAJIB untuk menemui Dosen Pengampu Mata Kuliah. praktikum/responsi untuk berkonsultasi dan sekaligus mengisi Lembar

Hasrat Raja untuk menjadikan Negara Brunei Darussalam sebagai sebuah Negara Zikir dan mengutamakan aspek-aspek keagamaan dan amalan beragama, maka Kerajaan KDYMM Paduka

Dapatan kajian menunjukkan bahawa pemahaman mentor terhadap pelaksanaan program mentoring melalui persepsi mentee (min 3.75), pemahaman mentor dalam melaksanakan

As with astrology from other cultures, a horoscope is created using the position of the stars and planets for each of the twelve signs of the zodiac based on the year of birth..

[r]