• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kiranya Pedoman Pelaksanaan ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh semua pihak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kiranya Pedoman Pelaksanaan ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh semua pihak."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Tahun 2017 telah dapat diselesaikan.

Dalam mendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Tanaman Pangan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan pada tahun 2017, melalui sumber dana APBN mengalokasikan fasilitasi sarana pascapanen antara lain Combine Harvester, Corn Combine Harvester, Corn Sheller, Power Thresher Multiguna, Dryer,RMU Beras Organik, RMU untuk wilayah perbatasan dan beras organik, serta paket sarana sortir (grading)dan pengemasan (packaging), fasilitasi sertifikasi organik, sertifikasi beras non organik berbasis SNI, pengembangan informasi pasar dan stok serta pembinaan terhadap Unit Pengolahan Hasil (UPH) Tanaman Pangan.

Proses pencapaian swasembada dalam meningkatkan produksi, mutu dan nilai tambah sehingga tercipta daya saing yang kuat dan perlindungan bagi petani maupun konsumen. Penurunan susut hasil, kadar air dan peningkatan rendemen hasil produksi, serta pengembangan variasi produk yang sesuai standar menjadi issue penting yang harus dikelola sebagai indikator keberhasilan kinerja.

Dalam konteks ini, pemberian fasilitasi bantuan pemerintah dan pembinaan terkait peningkatan mutu dan nilai tambah produk tanaman pangan serta akses informasi dan jaringan pemasaran komoditas tanaman pangan menjadi sangat penting dalam mewujudkan daya saing komoditi tanaman pangan yang meliputi fasilitasi sarana pascapanen, fasilitasi sertifikasi jaminan mutu tanaman pangan dan informasi serta akses pasar.

Sasaran yang diharapkan dalam memberikan dukungan fasilitasi sarana pascapanen, standardisasi mutu, pembinaan sarana pengolahan dan informasi pemasaran antara lain dapat mendukung peningkatan produksi, pendapatan petani dan perlindungan terhadap konsumen.

Kiranya Pedoman Pelaksanaan ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh semua pihak.

Jakarta, Januari 2017

Direktur Jenderal Tanaman Pangan,

Hasil Sembiring NIP. 196002101988031001

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

...i

DAFTAR ISI .

...ii

DAFTAR GAMBAR

...

iii

DAFTAR TABEL

...

iv

BAB I.

PENDAHULUAN

...1

1.1. Latar Belakang

...6

1.2. Maksud

...6

1.3. Tujuan, Sasaran, Indikator

Keberhasilan

...6

1.4. Istilah & Pengertian

...7

BAB II.

DASAR HUKUM & RUANG LINGKUP

...

12

2.1. Dasar Hukum

...

12

2.2. Ruang Lingkup

...

14

BAB III.

FASILITASI SARANA PASCAPANEN

...

15

BAB IV.

PENINGKATAN PENGOLAHAN HASIL

TANAMAN PANGAN

...

24

BAB V.

PENERAPAN STANDARDISASI & MUTU

HASIL TANAMAN PANGAN

...

27

BAB VI.

FASILITASI PEMASARAN & INVESTASI HASIL

TANAMAN PANGAN

...

39

BAB VII. MONITORING, EVALUASI & PELAPORAN

...

53

BAB VIII. PENUTUP

...

55

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat PPHTP dalam

Upaya Peningkatan Daya Saing Produk Hasil

Tanaman Pangan

...2

2. Pola Pengembangan Optimalisasi Pengembangan

Sarana Pascapanen

...

15

3.

Pola Pengembangan Unit Pengolahan Hasil (UPH)

Tanaman Pangan

...

23

4. Penerapan Jaminan Mutu dan Keamanan

Pangan

...

26

5. Alur Fasilitasi Sertifikasi Sistem Pertanian

Organik

...

29

6. Alur Permohonan Proses Sertifikasi Organik

...

32

7. Alur Proses Pembinaan Jaminan Mutu melalui

Sertifikasi dan/atau Registrasi NonOrganik

...

34

8. Alur Permohonan Sertifikasi HACCP

...

36

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Alokasi anggaran Direktorat Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Tanaman Panga

...

5

2. Alokasi Sarana Pascapanen Pengadaan Pusat

Tahun 2017

...

16

3.

Indikator Kerja Sarana Alsintan Pascapanen

17

4. Alokasi Sarana Alsintan Pascapanen Tugas

Pembantuan Provinsi Tahun 2017

...

20

5. Parameter Uji Mutu Beras, Jagung dan Kedelai

...

28

(6)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dua agenda penting dalam Nawacita adalah 1) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional serta 2) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik. Sejalan dengan kedua agenda tersebut dan dengan telah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak tanggal 31 Desember 2015, maka peningkatan daya saing produk hasil pertanian perlu diperhatikan dan ditumbuhkembangkan dengan pondasi rasa nasionalisme (keberpihakan) dan komitmen yang tegas (kejelasan strategi). Tanpa kedua hal ini, niscaya bangsa ini hanya sebagai pasar bagi negara lain.

Pembangunan tanaman pangan Indonesia memerlukan rangkaian usaha yang terintegrasi mulai dari hulu sampai ke hilir sehingga mampu menghasilkan produk nasional yang berdaya saing. Dalam hal ini, prioritas pembangunan tanaman panagn diarahkan dalam mendukung pemenuhan pangan nasional. Kekuatan daya saing itu sendiri sangat ditentukan oleh berbagai faktor antara lain peningkatan produktivitas, peningkatan kapasitas usaha, efisiensi usaha, peningkatan mutu, peningkatan nilai tambah, harga yang kompetitif, dan kontinuitas yang jelas.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pascapanen, pengolahan, standardisasi dan penerapan standar mutu serta pemasaran hasil tanaman pangan. Beberapa tugas dan fungsi yang diterjemahkan seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

(7)

Gambar 1. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat PPHTP Dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Produk Hasil Tanaman Pangan

Secara eksplisit, pencapaian produksi tidak sekedar dilihat dari aspek jumlah (volume). Dalam hal ini, alokasi anggaran pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi salah satu instrumen penting untuk mendorong

pencapaian keberhasilan diatas tersebut. Setiap tahun,

Pemerintah Pusat mengalokasikan APBN dengan harapan sasaran yang ditargetkan dapat tercapai baik pada anggaran tahun yang bersangkutan maupun tahun berikutnya. Proses alokasi anggaran ini tidak terlepas dari alokasi dari tahun-tahun sebelumnya.

Untuk itu, beberapa pokok-pokok tugas dan fungsi yang perlu dipahami sebagai berikut:

a. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan

- Penanganan pascapanen tanaman pangan merupakan

salah satu kegiatan strategis dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai menuju swasembada pangan yang berkelanjutan. Penggunaan mekanisasi pertanian (sarana alat dan mesin pertanian

atau sering disebut alsintan) pascapanen sangat

diperlukan sebagai upaya mengamankan produksi

(menurunkan susut hasil) dan sekaligus meningkatkan mutu hasil.

- Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Pertanian

dalam hal ini Direktorat Jenderal Tanaman Pangan c.q Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan memberikan fasilitasi sarana pascapanen padi, jagung dan kedelai kepada kelompok tani

(poktan)/gabungan kelompok tani (gapoktan)/Unit

(8)

Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA)/Lembaga Masyarakat/Pemerintah Daerah untuk membantu atau memberikan perlindungan bagi pelaku usaha tanaman

pangan. Pada akhirnya, penanganan pascapanen

tanaman pangan yang tepat tersebut mampu meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus dapat mendorong percepatan tanam.

- Sarana alsintan pascapanen yang telah dialokasikan pada tahun sebelumnya perlu untuk dioptimalkan pemanfaatannya. Hal ini diharapkan dapat mendorong efisiensi dan tambahan pendapatan bagi kelompok penerima sarana alsintan.

b. Penanganan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan

- Penanganan pengolahan hasil tanaman pangan merupakan rangkaian lanjutan yang perlu dilakukan untuk memperoleh nilai tambah. Penguatan nilai tambah melalui pengolahan dapat mendorong variasi produk berbasis sumber daya lokal.

- Pengolahan pangan melalui sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan perlu ditumbuhkembangkan dengan melakukan kluster-kluster yang terintegrasi dengan desain produk yang beragam.

- Proses sistem pertanian bioindustri memerlukan ketersediaan sarana yang memadai, dukungan teknologi, serta penguatan pilar sumber daya manusia melalui pelatihan dan/atau bimbingan teknis.

- Alokasi unit pengolahan tahun sebelumnya, perlu ditingkatkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan kontinuitas terjamin sesuai dengan permintaan pasar. Pengembangan UPH berbasis kelompok, pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani sekaligus meningkatkan kesempatan kerja/lapangan pekerjaan.

- Fasilitasi sarana pengolahan jagung dan kedelai yang sudah diberikan oleh Direktorat PPHTP pada tahun 2016 harus ditindaklanjuti dengan penguatan proses bisnis.

c. Penerapan Standardisasi dan Mutu Hasil Tanaman Pangan

- Memasuki era pasar bebas, penerapan standardisasi dan mutu dari hulu sampai hilir sangat penting dilaksanakan untuk mendorong keterjaminan mutu atas produk yang dihasilkan.

(9)

- Dalam hal ini, pasar yang terus berkembang saat ini sangat mengedepankan bukti sahih atas mutu tersebut sehingga tidak dapat dihindari. Penampilan (kemasan) yang menarik dan transparansi informasi sangat diperlukan. Hal ini sebagai konsekuensi atas perubahan perilaku konsumen saat ini.

- Penerapan jaminan mutu pangan terlihat sangat pasif oleh kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan), sementara itu disisi lain pelaku usaha lain sangat mengikuti dinamika perilaku pasar. Poktan/gapoktan sebagai produsen hasil tanaman pangan terkesan tidak terlihat dengan atribut yang jelas.

- Pengembangan mutu produk saat ini berkembang dalam dua pilihan yaitu produk organik atau produk non-organik, termasuk untuk pangan. Penerapan mutu pangan organik maupun non-organik harus bertumbuh secara selaras untuk memberikan jaminan kesehatan dan sekaligus keyakinan atas kualitas produk yang diperdagangkan.

- Untuk mendapatkan jaminan mutu tersebut dapat dilakukan melalui proses sertifikasi dan/atau registrasi. Proses sertifikasi dan/atau registrasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Pemasaran dan Investasi Tanaman Pangan

- Salah satu keberhasilan pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh kualitas penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan pemasaran yaitu ketersediaan informasi pasar yang aktual, akurat dan kontinyu. Untuk itu diperlukan pelayanan informasi pasar yang profesional, sehingga diharapkan akan dimanfaatkan sebagai penyusunan kebijakan yang tepat sesuai dengan perkembangan pasar.

- Rantai tata niaga pemasaran produk tanaman pangan masih panjang. Di satu sisi memberikan tekanan pada konsumen dalam bentuk harga yang tinggi dan berfluktuasi, di sisi lain tekanan pada produsen dalam bentuk proporsi harga yang diterima relatif rendah. Disamping itu, rendahnya kemampuan pelaku usaha pertanian untuk mengakses pasar dan informasi menjadi kendala pemasaran produk hasil tanaman pangan.

- Salah satu upaya peningkatan akses petani terhadap pasar adalah memperkuat ketersediaan informasi pasar melalui pengembangan pelayanan informasi pasar (PIP). Manfaat yang dapat diperoleh dari proses ini adalah meningkatkan daya tawar petani, memberikan masukan penyusunan kebijakan pemasaran (stabilisasi),

(10)

meningkatkan arus perdagangan antar daerah, dan memberikan masukan perencanaan usaha tani.

- Pemantauan stok gabah/beras di tingkat penggilingan dan rumah tangga petani yang semuanya dilaksanakan secara online sangat diperlukan untuk memantau ketersediaan di lapangan. Hal ini sangat bermanfaat untuk stabilisasi.

- Dalam hal ini, informasi tersebut dapat mendorong proses investasi bagi stakeholders. Untuk menjamin keberlanjutan swasembada yang ditargetkan, proses investasi menjadi sangat penting.

Pada tahun 2017, Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan dialokasikan anggaran sebesar Rp. 1.557.432.556.000,- dengan rincian alokasi kewenangansebagai berikut; Pusat sebesar Rp. 677.022.153.000,- (43,47%) dan Daerah (Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan) sebesar Rp. 880.450.443.000,- (56,53%). Alokasi anggaran diatas dapat dijelaskan menurut unit kerja dibawah Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil yaitu: a) Subdit Pascapanen Rp.

1.540.931.048.000,- (98,94%)

,

b) Subdit Pengolahan Rp. 2.835.665.000,- (0,18%), c) Subdit Standardisasi dan Mutu Rp. 5.808.835.000,- (0,37%), d) Subdit Pemasaran dan Investasi Rp. 6.957.108.000,- (0,45%), dan e) Subbag Tata Usaha Direktorat PPHTP Rp. 899.900.000,- (0,06%).

Tabel 1. Alokasi Anggaran Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan TA 2017

No. Alokasi Nilai (Rp. 000) %

A Berdasarkan Kewenangan 1.557.432.556 100,00

1 Pusat 677.022.113 43,47

2 Daerah 880.410.443 56,53

a Dekon 11.565.755 0,74

b Tugas Pembantuan 868.844.688 55,79

B Berdasarkan Unit Kerja Lingkup PPHTP 1.557.432.556 100,00

1 Subdit Pascapanen 1.540.931.048 98,94

2 Subdit Pengolahan 2.835.665 0,18

3 Subdit Standardisasi dan Mutu 5.808.835 0,37

4 Subdit Pemasaran dan Investasi 6.957.108 0,45

(11)

Untuk mewujudkan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil dapat terlaksana dengan baik serta sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan, maka dibutuhkan Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, sebagai gambaran proses pelaksanaan kinerja Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan.

1.2 Maksud

Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan sebagai acuan bagi petugas pusat, petugas daerah, dan instansi terkait lainnya dalam melaksanakan kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan.

1.3 Tujuan, Sasaran dan Indikator Keberhasilan

1.3.1. Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan daya saing produk hasil tanaman pangan dalam rangka mewujudkan swasembada pangan.

1.3.2. Sasaran

Sasaran dari kegiatan ini adalah:

a. Menurunnya susut hasil tanaman pangan untuk mendukung peningkatan produktivitas hasil produksi b. Meningkatnya nilai tambah hasil tanaman pangan c. Meningkatnya mutu hasil produk tanaman pangan d. Meningkatnya stabilitas harga dan pasokan hasil

produksi tanaman pangan 1.3.3. Indikator Keberhasilan

a. Output

Tersalurkannya bantuan sarana pasca panen tanaman

pangan sebanyak 6.224 unit

Terlaksananya pembinaan unit pengolahan hasil

(UPH) tanaman pangan di 21 provinsi

(12)

Terlaksananya proses sertifikasi/registrasi sebanyak 60 unit baik organik maupun non organik

Tersedianya pelayanan informasi pasar sebanyak 200

informasi

b. Outcome

Meningkatnya ketersediaan produk tanaman pangan yang memiliki daya saing baik di pasar domestik maupun pasar ekspor.

1.4 Istilah dan Pengertian

1) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

2) UPJA adalah lembaga ekonomi perdesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam maupun di luar kelompok tani/gapoktan.

3) Brigade adalah satuan mobilisasi sarana/alat mesin pertanianprapanen dan pascapanen yang dikelola dalam struktur organisasi yang jelas dan berfungsi mengkoordinir kegiatan prapanen dan pascapanen di wilayahnya.

4) e-Purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa

melalui sistem katalog elektronik.

5) Barang Milik Negara, yang selanjutnya disebut BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

6) Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, atau dari Pemerintah Pusat kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian.

7) Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan Gizi Pangan.

(13)

8) Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

9) Sistem Pertanian Organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem;

10) Pangan Organik adalah pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan, dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit, melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengolahan lahan dan penanaman serta penggunaan bahan hayati;

11) Lembaga Sertifikasi Organik yang selanjutnya disebut LSO adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk mensertifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel sebagai “organik” adalah diproduksi, ditangani, dan diimpor menurut Standar Nasional Indonesia Sistem Pertanian Organik dan telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. LSO tersebut bisa nasional maupun LSO asing yang berkedudukan di Indonesia;

12) Logo Organik Indonesia adalah lambang berbentuk lingkaran yang terdiri dari dua bagian, bertuliskan “Organik Indonesia” disertai satu gambar daun di dalamnya yang menempel pada huruf “G” berbentuk bintil akar;

13) Kelompok Tani atau poktan adalah kumpulan petani yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota, ditunjukkan dengan adanya administrasi kelompok.

(14)

Kelompok yang dimaksud telah dikukuhkan oleh instansi/pejabat yang berwenang.

14) Gabungan kelompoktani atau Gapoktan adalah kumpulan beberapa kelompoktani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha; ditunjukkan dengan adanya administrasi gabungan kelompok.

15) Bimbingan teknis adalah kegiatan pemberian bimbingan secara sistematis kepada individu maupun kelompok, agar tahu, paham, mau dan mampu mengembangkan, mengimplementasikan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Bimbingan teknis merupakan sarana manajemen sebagai proses berkesinambungan yang mempengaruhi perilaku.

16) Good Agriculture Practices (GAP) adalah serangkaian

kegiatan penerapan teknologi yang ramah lingkungan, penjagaan kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan penularan OPT dan menetapkan prinsip traceability (suatu produk dapat ditelusuri asal-usulnya, dari pasar sampai kebun).

17) Good Handling Practices (GHP) adalah serangkaian

kegiatan yang dilakukan setelah panen, penanganan pasca panen, standardisasi mutu, lokasi, bangunan,

peralatan dan mesin, bahan perlakuan, wadah dan pembungkus, tenaga kerja, Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3), pengelolaan lingkungan, pencatatan, pengawasan dan penelusuran balik, sertifikasi, dan pembinaan dan pengawasan.

18) Good Manufacturing Practices (GMP) adalah serangkaian

kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi suatu produk olahan antara lain mencakup lokasi, bangunan, ruang dan sarana pabrik, proses pengolahan, peralatan pengolahan, penyimpanan dan distribusi produk olahan, kebersihan dan kesehatan pekerja, serta penanganan limbah dan pengelolaan lingkungan.

19) Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP) adalah

suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya yang signifikan bagi keamanan pangan.

20) Laboratorium Pengujian adalah suatu institusi/ lembaga yang melakukan kegiatan pengujian terhadap contoh pangan hasil pertanian sesuai spesifikasi/metode uji. Laboratorium dimaksud adalah laboratorium yang

diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau laboratorium yang ditunjuk oleh Ditjen Tanaman Pangan

(15)

untuk ruang lingkup pengujian keamanan pangan hasil tanaman pangan.

21) Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP-P) adalah lembaga/institusi atau unit kerja di lingkup Kementerian Pertanian yang sesuai dengan tugas dan fungsinya diberikan kewenangan untuk melaksanakan pengawasan sistem jaminan mutu pangan segar hasil pertanian, dalam hal ini adalah Badan Ketahanan Pangan. 22) Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D)

adalah lembaga/institusi atau unit kerja di lingkup Pemerintah Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsinya diberikan kewenangan untuk melaksanakan pengawasan sistem jaminan mutu pangan segar hasil pertanian.

23) Pelaku Usaha Agribisnis dan/atau Agroindustri (PUA) adalah perorangan Warga Negara Indonesia, kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan) atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian.

24) Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) adalah pangan yang berasal dari tumbuhan dan belum mengalami pengolahan serta dapat dikonsumsi langsung dan/atau menjadi bahan baku pengolahan pangan.

25) Petugas Pengambil Contoh (PPC) adalah petugas/personel yang terampil dan kompeten memenuhi kriteria pedoman BSN 503:2004. Kriteria Petugas pengambil Contoh yang ditugaskan untuk melaksanakan pengambilan contoh sesuai prosedur/ketentuan.

26) Standard Operating Procedure (SOP) adalah prosedur

pendokumentasian, pengawasan, pemantauan dan tindakan koreksi terhadap kegiatan spesifik untuk setiap tahap produksi, yang terdapat pada suatu unit usaha.

27) Standard Sanitation Operation Procedure (SSOP) adalah

prosedur pendokumentasian pengawasan, pemantauan dan tindakan koreksi terhadap sanitasi yang spesifik untuk setiap lokasi tempat makanan yang diproduksi/unit produksi, yang harus dimiliki oleh setiap pelaku usaha.

28) Validasi adalah suatu tindakan yang membuktikan bahwa suatu proses/metode dapat memberikan hasil yang konsisten sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dan terdokumentasi dengan baik.

29) Verifikasi adalah evaluasi metode, sistem, prosedur, pengujian dan penilaian penerapan sistem jaminan mutu yang dilaksanakan oleh institusi terkait.

30) Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang atau jasa.

(16)

31) Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh Lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. 32) Sertifikasi mutu pangan adalah rangkaian kegiatan

penerbitan sertifikat terhadap pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

33) Nomor registrasi (pendaftaran) adalah nomor yang diberikan untuk pangan segar yang beredar di wilayah Negara Republik Indonesia.

34) Petugas Pelayanan Informasi Pangan (PIP) adalah Petugas PIP

atau Pejabat Fungsional Analis Pasar Hasil Pertanian (APHP) tingkat terampil dan ahli baik di provinsi maupun kabupaten yang

mempunyai tugas pokok menyiapkan, melaksanakan,

menganalisa dan mengkaji kebijakan dan mengembangkan pelayanan di bidang pemasaran hasil pertanian.

35) Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh pemerintah atau swasta seperti yang ada di pabrik, gudang, depo, lumbung petani/rumah tangga dan pasar/pedagang, yang dimaksud sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan.

(17)

II. DASAR HUKUM DAN RUANG LINGKUP

2.1. Dasar Hukum

1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

2)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

4)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani

5)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian

6)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2017

7)

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

8)

Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional Indonesia

9)

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2001 tentang Alat dan Mesin Budidaya Tanaman

10)

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi

11)

Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

12)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/ OT.140/1/2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pengujian dan Pemberian Sertifikat Alat dan Mesin Budidaya Tanaman

13)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 58/Permentan/ OT.140/8/2007 tentang Pelaksanaan Sistem Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian

14)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 25/Permentan/ PL.130/5/2008 tentang Pedoman Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian

15)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

39/Permentan/OT.140/6/2010 tentang Pedoman Perijinan Usaha Budidaya Tanaman Pangan

16)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20 Tahun 2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Hasil Pertanian

17)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

48/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Budidaya Tanaman Pangan yang Baik dan Benar

(18)

18)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 51/Permentan/OT.140/10/2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan

19)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

35/Permentan/OT.140/07/2008 tentang Persyaratan dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik (Good Manufacturing Practices)

20)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

22/Permentan/HK.140/4/2015 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

44/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian Asal Tanaman

(Good Handling Practices)

21)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

64/Permentan/OT.130/12/2013 tentang Sistem Pertanian Organik

22)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

43/Permentan/OT.010/8/2015 tanggal 3 Agustus 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian

23)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

56/Permentan/RC.040/11/2016 tentang Pedoman Kawasan Pertanian

24)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

62/Permentan/RC.110/12/2016 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian

25)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

63/Permentan/RC.120/12/2016 tentang Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur dalam Pelaksanaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Pengelolaan Dana Dekonsentrasi Kementerian Pertanian

26)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

64/Permentan/RC.130/12/2016 tentang Penugasan kepada Gubernur dalam Pelaksanaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Pengelolaan Dana Tugas Pembantuan Provinsi

27)

Peraturan Menteri Pertanian Nomor

65/Permentan/RC.130/12/2016 tentang Penugasan kepada Bupati/Walikota dalam Pelaksanaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Pengelolaan Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota

28)

Keputusan Menteri Pertanian Nomor

830/Kpts/RC.040/12/2016 tentang Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional

29)

KeputusanMenteriPertanianNomor

(19)

Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan TA 2017

30)

SNI CAC/RCP-1: 2011 tentang Rekomendasi Nasional Kode Praktis-Prinsip Umum Higiene Pangan

31)

SNI 6729:2016 tentang Sistem Pertanian Organik

32)

SNI 4483:2013 tentang Jagung Bahan Pakan Ternak

33)

SNI 6128:2015 tentang Beras

34)

SNI 01-3922:1995 tentang Kedelai

2.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan TA 2017 meliputi:

a. Fasilitasi Sarana Pascapanen Tanaman Pangan b. Peningkatan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan

c. Fasilitasi Penerapan Standarisasi dan Mutu Hasil Tanaman Pangan

d. Fasilitasi Pemasaran dan Investasi Hasil Tanaman Pangan

(20)

III.

FASILITASI SARANA PASCAPANEN TANAMAN PANGAN

3.1. Satker Pusat

Kegiatan penanganan pascapanen tanaman pangan di pusat lebih bersifat pada pembinaan dan pengawalan kegiatan secara makro serta perumusan kebijakan-kebijakan yang dapat memenuhi target prioritas nasional dari Kementerian Pertanian. Dalam hal ini, kebijakan fasilitasi sarana alsintan pascapanen mengacu pada optimalisasi pemanfaatan baik yang berada di masyarakat maupun pemerintah.

Gambar 2. Pola Pengembangan Optimalisasi Sarana Pascapanen

Beberapa komponen utama kegiatan di satuan kerja pusat sebagai berikut:

a. Pengadaan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Pusat Penggunaan bantuan sarana pascapanen yang diberikan kepada petani merupakan stimulan penerapan pascapanen yang baik dan benar, sehingga diharapkan mampu mendukung peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas, efisiensi kerja, dan peningkatan kualitas.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mengalokasikan APBN

(21)

Pusat TA 2017 untuk penyediaan sarana pascapanen tanaman pangan sejumlah 1.910 unit terdiri dari combine

harvester kecil 110 unit, combine harvester besar 1.300 unit,

corn combine harvester 100 unit, corn sheller 200 unit, dan

power thresher multiguna 200 unit dilakukan melalui

e-purchasing.

Bantuan sarana pascapanen tanaman pangan dialokasikan untuk memfasilitasi kebutuhan brigade dan/atau permintaan masyarakat yang belum terpenuhi dalam program Tugas Pembantuan Provinsi APBN Tahun 2017. Sasaran penerima bantuan adalah Poktan/Gapoktan/ UPJA/Lembaga Lainnya/ Pemerintah Daerah yang memenuhi kriteria sebagai calon penerima sebagaimana telah ditetapkan dalam Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis Bantuan Pemerintah Tahun Anggaran 2017.

Tabel 2. Alokasi Sarana Pascapanen Pengadaan Pusat Tahun 2017

No. Jenis Sarana Jumlah (Unit)

1 Combine Havester Kecil 110

2 Combine Harvester Besar 1.300

3 Corn Combine Harvester 100

4 Corn Sheller 200

5 Power Thresher Multiguna 200

Total 1.910

b. Optimalisasi Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2012-2017

Bantuan sarana pascapanen yang diberikan kepada Poktan/Gapoktan/UPJA semakin banyak, untuk itu perlu dikawal agar pemanfaatan dan pendayagunaan sarana bantuan tersebut lebih optimal sehingga dapat mendukung pencapaian program swasembada pangan nasional.

Optimalisasi pendayagunaan bantuan sarana pascapanen yang diterima Poktan/Gapoktan/UPJA/Lembaga lainnya /Pemerintah Daerah diarahkan pada pengorganisasian operasional sarana pascapanen berdasarkan wilayah

kerjanya mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. Melalui pengorganisasian tersebut, maka

(22)

operasional sarana pascapanen dapat dimobilisasi secara bersama untuk panen serempak.

Dalam pengelolaan sarana bantuan tersebut, maka prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan sebagai berikut:

1) Sarana pascapanen milik Poktan/Gapoktan/UPJA dikelola dalam satu kesatuan manajemen

2) Pemanfaatan sarana pascapanen dikelola secara optimal baik di wilayah maupun di luar wilayahnya; 3) Operasional pemanfaatan sarana pascapanen diperkuat

dengan Brigade di Dinas Pertanian;

4) Proses pengelolaan sarana pascapanen dilakukan dengan administrasi yang tertib, tercatat dan transparan; 5) Pengawasan operasional pemanfaatan bantuan sarana

pascapanen dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Untuk menilai kinerja bantuan yang diterima Poktan/Gapoktan/ UPJA/Lembaga lainnya/ Pemda telah dimanfaatkan secara optimal atau belum optimal perlu dilakukan evaluasi pemanfaatan sarana bantuan oleh petugas Pusat dan Daerah. Hasil evaluasi pemanfaatan alsintan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merealokasi bantuan alsintan kepada Poktan/Gapoktan yang lebih membutuhkan.

Tabel 3. Indikator Kinerja Sarana Pascapanen Tanaman Pangan

No. Jenis Sarana Alsintan Minimal Total Kinerja *) Kerja

1 Combine Harvester Besar 1 ha/hari 80 %x 365 hari x 1 ha = 290 ha/tahun

2 Combine Harvester 0,5 ha/hari 80 %x 365 hari x 0,5 ha = Kecil/Sedang 146 ha/tahun

3 RMU **) 2 ton/hari 80 %x 365 hari x 0,5 ha = 146 ha/tahun

4 Dryer **) 1 ton/hari 80 %x 365 hari x 1 ton = 292 ton/tahun

5 Power Theser/Power 0,5 ton/hari 80 %x 365 hari x 0,5 ha = Treser Multiguna 146 ha/tahun

6 Corn Sheller 1 ton/hari 80 %x 365 hari x 1 ton = 292 ton/tahun

7 Corn Combine Harvester 0,8 ha/hari 80 %x 365 hari x 0,8 ha = 234 ha/tahun

Keterangan:

*) Apabila kinerja alsintan dibawah kapasitas minimalnya, maka akan

dilakukan relokasi alsintan kepada Poktan/Gapoktan lain dalam satu wilayah kecamatan atau antar kecamatan

(23)

**) Khusus untuk Dryer dan RMU yang tidak optimal kinerjanya, diambil alih pengelolaannya, sedangkan aset tetap milik poktan yang bersangkutan. Indikator kinerja untuk menilai bantuan sarana pascapanen dengan memperhatikan minimal kerja dan batas total kinerja seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

c. Dukungan Penerapan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan

Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sarana pascapanen yang telah disalurkan kepada Poktan/Gapoktan/ UPJA/Lembaga Lainnya/Pemda diperlukan pendataan sarana pascapanen yang telah disalurkan. Pendataan dilakukan untuk mengetahui ketersediaan dan kebutuhan sarana pascapanen tanaman pangan yang ada di masing-masing kabupaten/kota. Data dan informasi terkini mengenai Poktan dan Gapoktan penerima bantuan sarana sangat diperlukan untuk menunjang database sarana. Database tersebut memuat data poktan/gapoktan penerima sarana pascapanen tanaman pangan. Data tersebut menjadi masukan penting untuk perencanaan penyebaran sarana pascapanen di tahun yang akan datang.

d. Pengelolaan Brigade Alsintan

Dalam rangka mendukung pengembangan mekanisasi pertanian terpadu dengan penerapan teknologi yang tepat, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memberikan bantuan sarana pascapanen kepada pemerintah daerah (Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota) yang dikelola melalui Brigade alsintan.

1) Penerima dan Pengelola Bantuan

- Calon Penerima dan Pengelola bantuan sarana pascapanen tanaman pangan adalah Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam hal ini Dinas Pertanian Provinsi/ Kabupaten/Kota

- Sarana Pascapanen yang diterima oleh Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota dikelola dalam bentuk Brigade dan dilengkapi struktur organisasi pengelolaan Brigade

- Untuk kelancaran operasional pelaksanaan brigade baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dapat didukung dana APBD antara lain: gudang

(24)

penyimpanan sederhana, perawatan, alat untuk memobilisasi alsin dan biaya operasional alsin

- Pengelolaan Brigade di Dinas Pertanian Provinsi dimaksudkan untuk memobilisasi alsintan antar Kabupaten/Kota guna memenuhi permintaan bantuan kabupaten/kota dalam melakukan percepatan panen

- Pengelolaan Brigade di Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dilaksanakan berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi. Pemanfaatan alsintan disamping untuk Kabupaten/Kota sebagai lokasi brigade dimungkinkan dimanfaatkan dilokasi sekitarnya

- Operasional pemanfaatan alsintan dapat dibebankan kepada pengguna jasa (petani/poktan/gapoktan/ UPJA) atau sesuai dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku dimasing-masing wilayah. Biaya penggunaan tersebut tidak melebihi biaya sewa alsintan yang berlaku dimasing-masing lokasi

- Biaya yang dibebankan kepada pengguna Brigade antara lain bahan bakar, oli, biaya/upah operator, biaya pengangkutan alsintan, biaya perawatan untuk alsintan yang rusak/hilang setelah pemakaian

- Pengelola Brigade diharapkan dapat melakukan pemeliharaan/ perawatan alsintan secara regular

- Pengelolaan sarana pascapanen oleh Brigade diatur lebih lanjut oleh Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/ Kota sesuai peraturan yang berlaku.

2) Mekanisme Pengusulan

Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota mengajukan usulan/proposal tentang kebutuhan Brigade yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan.

3) Pendistribusian

- Bantuan sarana pascapanen didistribusikan sampai titik bagi di Kantor Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/ Kota.

- Penyaluran bantuan tersebut harus dinyatakan dalam Berita Acara Pemeriksaan dan Serah Terima Hasil Pekerjaan (BAP-STHP) dari penyedia kepada Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Provinsi/ Kabupaten/Kota yang diketahui Kepala Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota.

(25)

- Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota menerbitkan Surat Pernyataan bersedia menerima bantuan sarana pascapanen yang ditandatangani Kepala Dinas atas nama Pemerintah Daerah.

- Surat Pernyataan bersedia menerima hibah segera disampaikan ke Direktorat Jenderal Tanaman Pangan c.q Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan untuk penyelesaian proses hibah.

3.2. Satuan Kerja Tugas Pembantuan Provinsi

a. Fasilitasi Pengadaan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan

Fasilitasi pengadaan sarana pascapanen yang berada pada DIPA Satker Direktorat Jenderal Tanaman Pangan c.q Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan yang dialokasikan pada DIPA Tugas Pembantuan Provinsi. Fasilitasi sarana pascapanen antara lain Combine Harvester,

Corn Sheller, Power Thresher Multiguna, Dryer, RMU serta

Sarana Grading dan Packaging.

Pemberian fasilitasi tersebut diharapkan dapat mendukung percepatan tanam dan panen serempak, sehingga mampu meningkatkan produksi. Dalam rangka optimalisasi diperlukan terobosan-terobosan pengelolaan sarana pascapanen melalui penguatan UPJA dan/atau pengembangan brigade panen.

Tabel 4. Alokasi Sarana Pascapanen

Tugas Pembantuan Provinsi Tahun 2017

No. Jenis Sarana Aslintan Jumlah (Unit)

1 Combine Harvester Kecil 500

2 Combine Harvester Sedang 672

3 Combine Harvester Besar 1.402

4 Corn Sheller 1.306

5 Power Thresher Multiguna 405

6 Vertical Dryer (kapasitas 3,5-6 2

ton/proses)

7 RMU Wilayah Perbatasan 20

8. RMU Beras Organik 1

9. Sarana Grading dan Packaging 6

Total 4.314

Jumlah dan jenis bantuan sarana pascapanen tanaman pangan untuk masing-masing provinsi telah dialokasikan pada

(26)

DIPA Tugas Pembantuan Provinsi pada Dinas Pertanian Provinsi seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

b. Pengembangan Kompetensi Petugas Pengelola Sarana Pascapanen Tanaman Pangan

Untuk mengintroduksi teknologi baru dibidang mekanisasi

pertanian maka diperlukan pengembangan kompetensi

operator sarana pascapanen tanaman pangan, agar petugas dan petani mampu untuk mengoperasikan sarana pascapanen

dengan baik dan aman, serta untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan petugas dan petani sehingga dapat mengembangkan diri di sub sektor lain maupun dibidang agroindustri, serta memajukan cara berpikir petani.

Peserta pengembangan kompetensi petugas pengelola sarana

pascapanen tanaman pangan adalah operator

Poktan/Gapoktan penerima bantuan sarana pascapanen, dan petugas provinsi/kabupaten/kota yang menangani sarana pascapanen tanaman pangan dengan narasumber produsen atau penyedia barang.

Kegiatan pengembangan kompetensi operator sarana

dilaksanakan dengan melakukan pertemuan dengan pemberian materi dan praktek di lapangan terkait cara penggunaan dan perawatan alat. Operator yang telah mengikuti pengembangan kompetensi diberikan sertifikat atau tanda keterangan sebagai bukti telah mengikuti pelatihan.

Dukungan peningkatan kompetensi diharapkan dapat

menumbuhkembangan penguatan unit pelayanan jasa alsintan

semakin lebih baik. Pengembangan kompetensi sangat

berkaitan dengan kualitas dan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan produksi dalam rangka mendukung ketahanan pangan serta meningkatkan daya saing produk pertanian.

c. Pengawalan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan

Pengawalan sarana pascapanen diarahkan kepada operasional pendayagunaan sarana bantuan yang telah disalurkan dengan beberapa kegiatan yaitu:

1) Verifikasi CPCL

Titik kritis pada pelaksanaan bantuan sarana pascapanen adalah ketepatan penerima bantuan, untuk itu diperlukan verifikasi CPCL sehingga penerima bantuan tepat sasaran

(27)

2) Pembinaan dan monev pemanfaatan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan

Pemanfaatan bantuan sarana pascapanen yang disalurkan agar dapat terpantau dengan baik, untuk itu diperlukan kegiatan pembinaan dan monev sarana pascapanen tanaman pangan yang dilakukan oleh petugas dinas provinsi/kabupaten/kota. Pemanfaatan bantuan sarana pascapanen yang telah disalurkan kepada petani harus dipantau secara rutin sehingga dapat diketahui kinerja pemanfaatan sarana bantuan tersebut. Indikator kinerja untuk menilai bantuan sarana pascapanen sudah dimafaatkan secara optimal atau belum disesuaikan dengan kegiatan Optimalisasi Bantuan Sarana Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2012-2017. Penyusunan laporan pengawalan pemanfaatan bantuan sarana pascapanen tanaman pangan terdapat pada Form 1 dan Form 2 sebagaimana terlampir.

3) Pengawalan hibah sarana pascapanen tanaman pangan Dalam rangka penatausahaan aset dari bantuan pemerintah yang diserahkan kepada Masyarakat (MAK 526) maka diperlukan penghapusan barang milik Negara. Usulan hibah persediaan Akun 526 diajukan paling lambat 6 (enam) bulan setelah realisasi dan akan menjadi aset tetap apabila tidak diusulkan hibah dan dilakukan proses transfer keluar dari Aplikasi Persediaan dan transfer masuk pada aplikasi SIMAK BMN.

4) Pengelolaan Bantuan

Prosedur pengelolaan bantuan sebagai berikut:

o Seluruh barang yang diterima poktan/gapoktan/ UPJA dibukukan secara sederhana

o Bukti serah terima barang kepada poktan/gapoktan/ UPJA diarsipkan /dibukukan

o Kelompok diminta membuat laporan penggunaan atau pemanfaatan sarana

o Seluruh aset kelompok dirawat dan dikelola dengan baik

o Bantuan sarana digunakan untuk usaha produktif sehingga diperoleh keuntungan yang memadai

(28)

IV.

PENINGKATAN PENGOLAHAN HASIL TANAMAN PANGAN

4.1. Satuan Kerja Pusat

Pengolahan hasil tanaman pangan sangat diperlukan untuk memberikan nilai tambah bagi pelaku usaha tanaman pangan. Dalam hal ini, komponen utama berkaitan pengolahan pada satuan kerja Pusat meliputi:

a. Pembinaan dan Pengawalan Pengolahan Tanaman Pangan Pembinaan dan pengawalan pengolahan tanaman pangan dilakukan pada unit pengolahan hasil tanaman pangan yang diberikan pada tahun sebelumnya, terutama tahun 2016.

Kluster Pengembangan UPH

1. Pengembangan Basis Basis Produk Pangan Olahan Produksi Produksi 2. Pengembangan Produk Lain berbasis Zero Waste 3. Pengembangan Basis Kemitraan Usaha Basis Produksi

Produksi dan Pasar

Gambar 3. Pola Pengembangan Unit Pengolahan Hasil (UPH) Tanaman Pangan

b. Pembinaan Pilot Project SIPP Ubikayu di Kabupaten Cianjur Pengembangan pilot project SIPP Ubikayu terus dilakukan untuk memastikan penerapan prinsip SIPP. Kendala yang ditemukan dalam penerapan SIPP adalah aspek jaminan pasar dan konsisten dukungan sarana lainnya untuk mengembangkan produk-produk sampingan.

(29)

Permasalahan substantif yang dihadapi dalam percepatan pencapaian swasembada pangan antara lain: 1) alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian; 2) rusaknya infrastruktur/ jaringan irigasi; 3) semakin berkurangnya dan mahalnya upah tenaga kerja pertanian; 4) masih tingginya susut hasil

(losses); 5) belum terpenuhinya kebutuhan pupuk dan benih

sesuai rekomendasi spesifik lokasi serta belum memenuhi enam tepat (tepat waktu, jumlah, kualitas, jenis, harga, dan lokasi); 6) lemahnya permodalan petani, serta 7) harga komoditas pangan jatuh dan sulit memasarkan hasil pada saat panen raya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 251/Kpts/OT.050/05/2016 tanggal 20 Mei 2016 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1243/Kpts/OT.160/12/2014 tentang Kelompok Kerja Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi Jagung Kedelai Melalui Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya, Kasubdit Pengolahan telah ditunjuk menjadi Koordinator Kelompok Kerja Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi Jagung Kedelai di Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Provinsi Sumatera Selatan dan Kasubdit Pascapanen di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2017 dialokasikan anggaran di pusat yang terdiri dari perjalanan pengawalan kegiatan upsus dan perjalanan dalam rangka koordinasi ke instansi terkait terkait upsus, belanja sewa kendaraan, rapat koordinasi dan belanja perlengkapan pendukung kegiatan.

(30)

4.2. Satuan Kerja Dekonsentrasi Provinsi

Peningkatan pengolahan hasil tanaman pangan dilakukan melalui kegiatan pembinaan dan pengawalan pengolahan tanaman pangan melalui dana Dekonsentrasi TA. 2017 dalam bentuk pertemuan koordinasi antara pelaku usaha penerima bantuan sarana pengolahan hasil tanaman pangan dengan instansi terkait.

Selain itu, untuk mendukung dana dekonsentrasi dialokasikan di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kalimantan Selatan, yang terdiri dari perjalanan pengawalan, sewa kendaraan, rapat koordinasi lingkup provinsi dan tingkat kabupaten serta penyusunan laporan akhir.

(31)

V.

FASILITASI PENERAPAN STANDARISASI DAN MUTU

HASIL TANAMAN PANGAN

5.1 Satuan Kerja Pusat

Jaminan mutu dan keamanan produk terutama pangan menjadi perhatian penting dalam perdagangan saat ini. Proses produk saat ini terus berkembang melalui proses uji mutu dan pengembangan dokumen sistem mutu (doksistu).

Gambar 4. Penerapan Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Penerapan jaminan mutu dan keamanan produk dapat dibedakan menjadi 2 area yaitu organik dan non-organik. Penerapan jaminan mutu organik wajib mengikuti aturan Standar Nasional Indonesia (SNI 6729:2016 tentang Sistem Pertanian Organik).

Untuk produk non-organik, penerapan jaminan mutu produk perlu ditingkatkan baik untuk komoditi pangan maupun non-pangan. Pada tahun 2017, alokasi uji mutu produk dialokasikan untuk komoditi padi (beras), jagung pakan, dan kedelai.

Dalam menjamin pelaksanaan penerapan uji mutu produk terlaksana dengan baik, maka prioritas penerima atau lokasi uji diutamakan daerah sentra produksi di wilayah masing-masing/daerah yang menjadi basis produksi.

(32)

Penerapan uji mutu produk sangat minim dilakukan oleh pelaku usaha tanaman pangan karena kesadaran pelaku usaha masih relatif rendah. Kondisi ini dapat mempengaruhi harga komoditi dan jaminan kesehatan dari produk itu sendiri.

Pada dasarnya, penerapan jaminan mutu pangan non-organik dapat dilakukan melalui proses sertifikasi dan/atau registrasi. Dalam mendukung proses ini, beberapa komponen utama yang perlu dilakukan adalah:

a. Pengembangan standar yang dapat diterapkan. Dewasa ini, standar mutu produk kurang diperhatikan dan klasifikasi produk tidak memperhatikan perubahan perilaku pasar. Tetapi, revisi atas SNI terus dilakukan secara bertahap terutama padi, jagung, dan kedelai.

b. Penguatan kompetensi sumber daya manusia petugas maupun petani. Penguatan kompetensi sangat diperlukan untuk mendorong pelaku usaha tanaman pangan dapat mengimplementasikan jaminan mutu dan keamanan pangan. c. Pengawalan penerapan mutu dan keamanan pangan

ditumbuhkembangkan melalui proses pra asessment.

d. Pengembangan prosedur uji mutu yang lebih baik sangat diperlukan untuk memberikan data dan informasi proses budidaya.

Secara khusus, kriteria calon penerima dan calon lokasi menjadi sangat penting diperhatikan bagi pelaksanaan fasilitasi sertifikasi sistem pertanian organik dan beras non organik.

Fasilitasi Sertifikasi Sistem Pertanian Fasilitasi Penerapan Sistem Organik Jaminan Mutu Keamanan Pangan

(Beras Non Organik)

Poktan/Gapoktan/pelaku usaha hasil  Pelaku usaha penggilingan padi tanaman pangan yang telah melakukan yang sudah menghasilkan produk praktek budidaya organik beras dalam kemasan

Diutamakan penerima kegiatan tugas  Diutamakan penerima kegiatan perbantuan 1000 desa organik tugas pembantuan pascapanen atau peralatan pengolahan dari

Ditjen Tanaman Pangan

Mengikuti tahapan pembinaan dan Mengikuti tahapan pembinaan dan sertifikasi sistem pertanian organik sertifikasi/ registrasi sistem

jaminan mutu dan keamanan

pangan

Memiliki komitmen untuk menerapkan Memiliki komitmen untuk sistem pertanian organik secara menerapkan sistem jaminan mutu konsisten Keamanan Pangan secara

konsisten

 Memiliki komitmen terhadap sertifikasi Memiliki komitmen terhadap organik yang akan dilakukan oleh sertifikasi atau registrasi yang akan institusi terkait (LSO). dilakukan oleh institusi terkait

(LS/OKKP).

(33)

Untuk mengaktualisasikan proses sertifikasi untuk produk non-organik, diperlukan uji mutu dengan memperhatikan aspek fisik, biologi, dan kimia. Proses uji mutu terhadap produk yang dihasilkan dapat menjadi basis sertifikasi lanjutan. Hasil uji mutu terutama beras akan dijadikan sebagai persyaratan dalam mengembangkan sertifikasi beras non- organik.

Tabel 5. Parameter Uji Mutu dan Keamanan Pangan Beras, Jagung dan Kedelai

No Jenis Pengujian Parameter Uji 1 Pengujian A Uji Mutu ( SNI 6128-2015 Beras)

Sampel Mutu - Derajat sosoh - Butir Mengapur

Beras - Kadar Air - Keretakan

- Butir Kepala - Derajat Putih

- Butir Patah - Kebeningan

- Butir Menir - Berat 1000 Butir

- Butir Merah - Densitas

- Butir Kuning/Rusak - Ketebalan

B Uji Keamanan pangan

- Logam berat (Pb, Cd, As, Sn, Hg)

- Residu Pestisida - Pemutih C Uji Gizi - Karbohidrat - Vitamin b1 - Protein - Mineral - Lemak - Serat

2 Pengujian A Uji Mutu (SNI 4483-2013 Jagung, Bahan pakan ternak)

Sampel Mutu - Kadar air

Jagung Pakan - Protein Kasar

- Mikotoksin - Aflatoksin - Ochratoksin B Uji Makroskopis - Biji Rusak - Biji Pecah - Biji Berjamur - Biji Pecah

3 Pengujian A Uji Mutu (SNI 01-3922-1995 kedelai) Sampel Mutu - Kadar air Kedelai - Butir Belah

- Butir Rusak

- Butir Warna lain

- Kotoran

- Butir Keriput

B Uji Keamanan pangan

- Logam berat (Pb, Cd, As, Sn, Hg)

- Residu Pestisida

C Uji Gizi

- Karbohidrat - Vitamin b1

- Protein - Mineral

- Lemak - Serat

(34)

5.2. Satuan Kerja Dekonsentrasi Provinsi

a. Fasilitasi Sertifikasi Sistem Pertanian Organik

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 64/Permentan/OT.140/5/2013, seluruh produk organik yang beredar di wilayah Indonesia baik produksi dalam negeri maupun pemasukan (impor) harus mencantumkan logo organik Indonesia.

Pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikasi organik harus memenuhi persyaratan teknis sebagaimana tertuang dalam SNI 6729 tahun 2016 tentang Sistem Pertanian Organik dan persyaratan manajemen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat sertifikasi pertanian organik tidak hanya didasarkan pada penilaian produk akhir saja, melainkan dimulai dari proses produksi sampai distribusi yang terdokumentasi, diperlukan pendampingan oleh pihak terkait baik Pemerintah Pusat, Daerah maupun instansi lainnya.

Gambar 5. Alur Fasilitasi Sertifikasi Sistem Pertanian Organik Sertifikasi Organik dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang sudah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Untuk sertifikasi organik berbasis kelompok, poktan/gapoktan organik selain menerapkan budidaya organik juga harus menerapan sistem kendali internal (Internal Control

System/ICS) untuk menjamin integritas organik produk yang

dihasilkan.

Tahapan pelaksanaan sertifikasi sistem pertanian organik yang perlu dilaksanakan antara lain:

(35)

1) Identifikasi

Dinas lingkup pertanian provinsi melakukan identifikasi calon pelaku usaha yang akan dibina dan proses pengusulan dapat dikoordinasikan dengan dinas kabupaten/kota.

2) Apresiasi dan Sosialisasi

Apresiasi dan sosialisasi bertujuan untuk mensosialisasikan standar dan regulasi yang dijadikan acuan dalam penerapan sistem pertanian organik. Apresiasi juga bertujuan untuk membangun komitmen poktan/gapoktan dalam menerapkan sistem pertanian organik dan mengikuti sertifikasi organik berbasis kelompok.

Untuk penerapan sistem pertanian organik materi yang harus disosialisasikan pada poktan/gapoktan organik adalah SNI 6729:2016 dan/atau peraturan perundang-undangan yang mengatur Sistem Pertanian Organik, sertifikasi berbasis kelompok dan strategi membangun bisnis organik. Meskipun sudah melakukan praktek budidaya organik, pada saat apresiasi sebaiknya disosialisasikan tentang manfaat bertani organik dan teknologi pembuatan pupuk organik dan biopestisida organik.

3) Pembentukan Tim Internal Control System (ICS)

Untuk sertifikasi organik berbasis kelompok, poktan/gapoktan harus membentuk Tim Internal Control

System (ICS). Tim ICS harus diintegrasikan dalam struktur

organisasi poktan/gapoktan organik yang sudah ada.

4) Bimbingan Teknis Penyusunan Dokumentasi Sistem Mutu (Doksistu)

Bimbingan teknis penyusunan dokumen sistem mutu dilakukan langsung di poktan/gapoktan CP/CL, dipandu

oleh Penyuluh/Petugas dari Kabupaten/

Kota/Provinsi/Pusat. Dokumentasi Sistem Mutu untuk sertifikasi sistem Pertanian organik berbasis kelompok terdiri atas:

Panduan Penerapan Sistem Kendali Internal (Internal

Control System/ICS)

(36)

Prosedur Budidaya Organik

Prosedur Pembuatan Pupuk Organik

Prosedur Pembuatan Pestisida Organik

Prosedur Penanganan Pascapanen

Peta Lahan

Formulir pencatatan (catatan budidaya organik, panen,

penyimpanan hasil panen, pengiriman dan penjualan)

5) Sosialisasi Dokumentasi Sistem Mutu (Doksistu) Sebagai acuan penerapan sistem pertanian organik bagi poktan /gapoktan, dokumen sistem mutu harus disosialisasikan kepada seluruh anggota. Penyuluh/Petugas dari Kabupaten/Kota/Provinsi/Pusat harus membantu mensosialisasikan dokumen sistem mutu. Kegiatan sosialisasi dokumen sistem mutu harus didokumentasikan

6) Penerapan Sistem Penerapan Sistem Pertanian

Organik

Untuk sertifikasi berbasis kelompok, pelaku usaha harus menerapkan Internal Control System (ICS) dengan tahapan sebagai berikut:

Pendaftaran Petani. Seluruh petani yang tergabung dalam program sertifikasi organik berbasis kelompok harus didaftar oleh Tim SKI.

Inspeksi Internal. Pengawas internal dari Tim SKI melakukan inspeksi internal penerapan sistem pertanian organik terhadap seluruh petani anggota kelompok yang sudah didaftar.

Persetujuan & Sanksi. Hasil inspeksi internal diputuskan dalam komisi persetujuan dengan status (organik, konversi tahun 1, konversi tahun 2) dan direkapitulasi dalam form Daftar Petani yang disetujui

(Approved Farmer List (AFL).

Masing-masing petani anggota harus mencatat kegiatan budidaya dalam form pencatatan yang sudah disediakan atau mencatat dalam buku.

7) Pra Assessment

Pra Assessment dilakukan untuk memastikan persyaratan sertifikasi pertanian organik baik aspek teknis maupun manajemen telah dipenuhi oleh poktan/gapoktan organik.

(37)

Pra assessment dilakukan oleh Petugas Pusat/Provinsi dengan menggunakan Cek List Pra Assessment. 8) Tindakan Perbaikan

Temuan ketidaksesuaian pada saat pra assessment harus diperbaiki sebelum mengajukan permohonan sertifikasi organik ke Lembaga Sertifikasi Organik.

9) Permohonan Sertifikasi Organik

Gambar 6. Alur Proses Permohonan Sertifikasi Organik 10) Pengajuan Registrasi PSAT

Produk yang sudah disertifikasi organik harus didaftarkan registrasi PSAT ke Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP-P)/ Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D).

11) Proses Hibah

Dinas Pertanian Provinsi harus menyerahkan sertifikat organik kepada poktan/gapoktan organik melalui mekanisme hibah.

(38)

b. Fasilitasi Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan (Komoditi Non Organik)

Jaminan mutu dan keamanan pangan produk hasil pertanian (terutama pangan) dapat diberikan melalui mekanisme sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi dan/atau registrasi pangan yang dilakukan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat (OKKP-P) maupun Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D).

Untuk mendukung proses pelaksanaan hal tersebut diatas, beberapa penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan produk, beberapa fasilitasi yang diperlukan antara lain:

pelaksanaan uji mutu (padi, jagung pakan, dan kedelai) 

pengajuan proses registrasi bagi pelaku usaha pangan yang

telah lulus dari uji mutu

pengajuan sertifikasi bagi pelaku usaha beras.

Dalam melakukan uji mutu padi, jagung pakan dan kedelai, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan uji mutu antara lain aspek fisik, biologi, dan kimia. Proses pengujian dilaksanakan di laboratorium yang memiliki ruang lingkup uji yang dibutuhkan (diakui dan/atau diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional). Dalam hal ini, untuk kelancaran proses pelaksanaan uji mutu perlu disusun panduan teknis proses pengambilan contoh, panduan teknis proses sertifikasi produk, baik organik maupun non-organik serta panduan teknis registrasi.

(39)

Gambar 7. Alur Proses Pembinaan Penerapan Jaminan Mutu melalui Sertifikasi dan/atau Registrasi Non-Organik

Tahapan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan sertifikasi dan/atau registrasi produk non-organik sebagai berikut:

1) Identifikasi

Dinas lingkup pertanian provinsi melakukan identifikasi calon pelaku usaha yang akan dibina dan proses pengusulan dapat dikoordinasikan dengan dinas kabupaten/kota.

2) Apresiasi dan Sosialisasi

Apresiasi bertujuan untuk mensosialisasikan standar dan atau regulasi yang dijadikan sebagai acuan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan. Untuk fasilitasi penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan materi yang harus disosialisasikan adalah prinsip-prinsip mutu dan keamanan pangan, Permentan Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan, Good Manufacturing Practices (GMP). Khusus untuk penerapan sistem jaminan mutu dengan target sertifikasi HACCP, selain materi tersebut juga harus

(40)

disosialisasikan SNI CAC/RCP-1: 2011 tentang Rekomendasi Nasional Kode Praktis-Prinsip Umum Higiene Pangan.

3) Pembentukan Tim Keamanan Pangan

Untuk penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan harus dibentuk Tim Keamanan Pangan terdiri dari anggota poktan/gapoktan yang memahami sistem jaminan mutu dan keamanan pangan. Pada tahap awal Tim Keamanan Pangan bertugas untuk menyusun dokumen sistem mutu, mensosialisasikan penerapan sistem jaminan mutu kepada anggota.

4) Bimbingan Teknis Penyusunan Dokumentasi Sistem Mutu (Doksistu)

Bimbingan teknis penyusunan dokumen sistem mutu dilakukan langsung di poktan/gapoktan CP/CL, dipandu oleh Penyuluh/ Petugas dari Kabupaten/Kota/ Provinsi/Pusat.

Dokumen Sistem Mutu untuk Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan terdiri atas:

Panduan Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan. Khusus untuk fasilitasi penerapan Sistem HACCP harus disusun disusun Rencana Penerapan HACCP (HACCP Plan)

Standar Operasional Prosedur Sanitasi (SOP Sanitasi)

Standard Sanitation Operation Procedure (SSOP)

Standar Operasional Procedure (SOP) PenggilinganPadi

Formulir pencatatan penerapan sistem jaminan mutu dan

keamanan pangan

5) Sosialisasi Dokumentasi Sistem Mutu (Doksistu) Sebagai acuan penerapan sistem jaminan mutu bagi poktan /gapoktan, Dokumen sistem mutu harus disosialisasikan kepada seluruh anggota. Penyuluh/Petugas dari Kabupaten/Kota/Provinsi/Pusat harus membantu mensosialisasikan dokumen sistem mutu. Kegiatan sosialisasi dokumen sistem mutu harus didokumentasikan

(41)

6) Penerapan Sistem Jaminan Mutu

Dokumen sistem mutu yang telah disusun harus diterapkan oleh poktan/gapoktan dan diterapkan dalam operasionalisasi kegiatan secara konsisten. Penerapan tersebut dapat dibuktikan dengan melakukan pencatatan. Peran penyuluh/pendamping dan tim keamanan pangan sangat diperlukan;

 Validasi penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan dilakukan melalui pengujian keamanan pangan untuk minimal uji residu pestisida, residu logam berat terhadap sampel produk yang dihasilkan poktan/gapoktan. Pengujian harus dilakukan oleh Laboratorium yang terakreditasi. Namun demikian untuk meningkatkan daya saing produk hasil pertanian dapat dilakukan uji nutrisi. 

 Verifikasi dilakukan untuk memastikan keberhasilan penerapan sistem mutu.

 

7) Permohonan Sertifikasi HACCP

Gambar 8. Alur Permohonan Sertifikasi HACCP

(42)

Seluruh tahapan proses penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan, dilakukan pada lokasi CP/CL dan harus diikuti oleh anggota/pengurus yang berasal dari poktan/gapoktan, penyuluh, dan petugas dinas kabupaten/kota/provinsi.

(43)

VI. FASILITASI PEMASARAN DAN INVESTASI HASIL TANAMAN PANGAN

6.1. Satuan Kerja Pusat

Komponen utama pengembangan pemasaran dan investasi pada satuan kerja pusat yaitu

a. pengembangan kebijakan pemasaran dan investasi. b. sosialisasi atau bimbingan pemasaran dan investasi

c. koordinasi pemasaran dan investasi. Salah satu agenda koordinasi pemasaran dan investasi adalah ikut terlibat dan Fasilitasi Pasar Lelang Penas 2017.

Gambar 9. Skema Pengembangan Pemasaran dan Investasi

(44)

6.2. Satuan Kerja Dekonsentrasi Provinsi

a. Pengembangan Pelayanan Informasi Pasar Tanaman Pangan (Provinsi & Kabupaten)

Penyelenggaraan Pengembangan Pelayanan Informasi Pasar (PIP) terdiri dari 3 (tiga) sub sistem yaitu: metode, sumberdaya manusia (SDM) dan sumber dana. Metode PIP terdiri dari pengumpulan, pengolahan, pengiriman, penganalisaan serta penyebarluasan data/informasi pasar.

SDM PIP adalah Petugas PIP atau Pejabat Fungsional Analis Pasar Hasil Pertanian (APHP) tingkat terampil dan ahli baik di provinsi maupun kabupaten yang mempunyai tugas pokok menyiapkan, melaksanakan, menganalisa dan mengkaji kebijakan dan mengembangkan pelayanan di bidang pemasaran hasil pertanian. Sumber dana adalah biaya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan PIP yang dialokasikan pada dana Dekonsentrasi.

Berikut diuraikan secara rinci metoda pelaksanaan PIP yaitu: 1) Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data harga, data pasokan dan permintaan (supply-demand), data biaya usaha tani, data biaya pemasaran serta data supplier komoditas tanaman pangan. Data harga terdiri dari data harga tingkat produsen, grosir dan eceran.

Data pasokan (supply) terdiri dari data produksi per bulan dan data tonase produk yang dijual di setiap lokasi pasar pengumpulan data harga. Data permintaan (demand)

terdiri dari data permintaan pasar dan permintaan industri/perusahaan pengolahan/eksportir.

Data biaya usaha tani terdiri atas data atau biaya-biaya yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan usaha tanitermasuk data penerimaan dan keuntungan.

Gambar

Gambar Halaman
Gambar 1. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat PPHTP  Dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Produk Hasil Tanaman Pangan
Tabel 1. Alokasi Anggaran Direktorat Pengolahan dan  Pemasaran Hasil Tanaman Pangan TA 2017
Gambar 2.  Pola Pengembangan Optimalisasi Sarana Pascapanen  Beberapa komponen utama kegiatan di satuan kerja pusat  sebagai berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari pengembangan ini adalah mengembangkan instrumen penilaian untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif siswa SMP pada mata pelajaran IPA Terpadu materi

Menurut keyakinan golongan Khawarij semua masalah antara Ali dan Mu‟awiyah harus diselesaikan dengan merujuk pada hukum-hukum Allah yang tertuang dalam QS. Al-Maidah: 44

Seorang dai dan muballigh harus mempunyai keyakinan yang kuat bahwa Islam yang dipeluknya adalah agama yang paling benar dan paling baik.. Keyakinan yang demikian

Pengelolaan dana wakaf dan investasi yang dilakukan oleh BWU/T MUI-DIY ada beberapa jenis sektor usaha, antara lain: Bangunan, Industri

Selanjutnya hasil perhitungan analisis regresi linier sederhana didapat persamaan Y=7,744 + 0,880X dan koefisien determinasi sebesar 0,647 atau 64,7% ini berarti

Amerika Serikat adalah sebuah republik konstitusional federal, di mana Presiden (kepala negara dan kepala pemerintahan), Kongres, dan lembaga peradilan

BANYAKNYA ELIGIBLE RUMAH TANGGA HASIL PEMUTAKHIRAN.. (DARI BLOK II

Jadi kedepannya tidak akan mengalami kesulitan dalam mengakses repository jika internet mengalami gangguan, karena sudah memiliki repository sendiri yang dapat akses