• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makro yang terdiri dari : (Mangkoesoebroto : 2001) 1. Rostow dan Musgrave, dimana mereka menghubungkan pengeluaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makro yang terdiri dari : (Mangkoesoebroto : 2001) 1. Rostow dan Musgrave, dimana mereka menghubungkan pengeluaran"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Landasan Teori

2.1.1. Pengeluaran Pemerintah

2.1.1.1. Teori Pengeluaran Pemerintah

Teori ini dapat digolongkan menjadi dua bagian, diantaranya yaitu Teori Makro yang terdiri dari : (Mangkoesoebroto : 2001)

1. Rostow dan Musgrave, dimana mereka menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka rasio rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional-relatif besar.

Tahap awal pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Selanjutnya tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan agar dapat lepas landas. Bersamaan dengan itu pula posisi investasi pihak swasta juga meningkat.

Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar, namun rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan nasional akan mengecil. Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran-pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.

(2)

Teori Rostow dan Musgrave adalah pandangan yang timbul dari pengamatan atas pengalaman pembangunan ekonomi yang dialami banyak negara, tetapi tidak didasari oleh suatu teori tertentu. Selain itu tidak jelas, apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap, atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.

2. Hukum Wagner, Wagner melakukan pengamatan terhadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19 yang menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung semakin meningkat. Wagner mengukur dari perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Temuan oleh Richard Musgrave dinamakan hukum pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat (law of growing public expenditures). Wagner sendiri menamakannya hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat (law of ever increasing state activity).

Hukum tersebut dapat dirumuskan dengan notasi: GpCt > GpCt > GpCt-2 > ... >

YpCt YpCt-1 YpCt-2 YpCt-n

GpCt-n

Dimana:

Gpc = Pengeluaran pemerintah perkapita

YpC = Produk atau pendapatan nasional perkapita t = Indeks waktu

Menurut Wagner ada lima aspek yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu pertama; tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kedua; kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, ketiga; urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, keempat;

(3)

perkembangan demokrasi dan kelima adalah ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan.

3. Peacock dan Wiseman, mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkannya pada suatu analisis "dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah".

Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan dari pajak. Padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang kian besar.

Mengacu pada teori pemungutan suara (voting), mereka berpendapat bahwa masyarakat mempunyai batas toleransi pajak, yakni suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala yang membatasi pemerintah untuk menaikkan pungutan pajak secara tidak semena-mena atau sewenang-wenang.

Menurut Peacock-Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat yang meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah, pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula.

Dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional menaikkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal jadi terganggu, katakanlah karena perang atau ekstemalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud.

(4)

Konsekuensi yang timbul adalah tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang.

Efek ini disebut efek penggantian (displacement effict). Postulat yang berkenaan dengan efek ini menyatakan, gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh aktivitas pemerintah.

Pengentasan gangguan acap kali tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah mungkin harus juga meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah pun kian membengkak karena kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah usai.

Saat terjadi gangguan sosial dalam perekonomain timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul efek lainnya yaitu efek inspeksi (inspection effect). Postulat efek ini menyatakan, gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut.

Kesadaran semacam ini menggugah kesediaan masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar. Kondisi inilah yang dimaksudkan dengan analisis dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah.

Menjadi catatan dari Teori Peacock dan Wiseman adalah bahwa adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapakah toleransi pajak tersebut. Clarke menyatakan bahwa limit

(5)

perpajakan sebesar 25% dari pendapatan nasional. Apabila limit tersebut dilampaui maka akan terjadi inflasi dan gangguan sosial lainnya.

2.1.1.2. Pengelompokan Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai dari berbagai segi sehingga dapat dibedakan menjadi: (Suparmoko : 2000)

1. Pengeluaran itu merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi di masa-masa yang akan datang.

2. Pengeluaran itu langsung memberikan kesejahteraan dan kegembiraan bagi masyarakat.

3. Merupakan penghematan pengeluaran yang akan datang.

4. Menyediakan kesempatan kerja lebih banyak dan penyebaran tenaga beli yang lebih luas.

Berdasarkan atas penilaian ini dikelompokkan bermacam-macam pengeluaran negara seperti:

1. Pengeluaran self liquiditing sebagian atau seluruhnya, dimana pengeluaran pemerintah mendapatkan pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa barang-barang yang bersangkutan. Misalnya pengeluaran untuk jasa-jasa perusahaan negara, atau untuk proyek-proyek produktif barang ekspor.

2. Pengeluaran yang reproduktif, yaitu mewujudkan keuntungan-keuntungan ekonomis bagi masyarakat, yang dengan naiknya tingkat penghasilan dan sasaran pajak yang lain akhirnya akan menaikkan penerimaan pemerintah. Misalnya pengeluaran untuk bidang pengairan, pertanian, pendidikan, kesehatan masyarakat (public health).

(6)

3. Pengeluaran yang tidak self liquditing maupun yang tidak reproduktif merupakan pengeluaran yang langsung menambah kegembiraan dan kesejahteraan masyarakat misalnya untuk bidang-bidang rekreasi, pendirian monumen, obyek-obyek tourisme dan sebagainya. Dan hal ini dapat juga mengakibatkan naiknya penghasilan nasional dalam arti jasa-jasa tadi.

4. Pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan misalnya untuk pembiayaan pertahanan/perang meskipun pada saat pengeluaran terjadi penghasilan perorangan yang menerimanya akan naik. 5. Pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan datang

misalnya pengeluaran untuk anak-anak yatim piatu. jika tidak dijalankan sekarang, kebutuhan-kebutuhan pemeliharaan bagi mereka di masa mendatang pada waktu usia yang lebih lanjut pasti akan lebih besar.

Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu : (Dumairy : 2002)

1. Pengeluaran rutin

Pengeluaran rutin merupakan pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai; belanja barang; berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang); angsuran dan bunga utang pemerintah; serta jumlah pengeluaran lain. Anggaran belanja rutin memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran

(7)

rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional.

Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain diupayakan melalui efisiensi dan efektif alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksaanan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen / lembaga negara non departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2. Pengeluaran pembangunan

Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek.

Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.

2.1.1.3. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi

Pengeluaran pemerintah adalah seperangkat produk yang dihasilkan yang memuat pilihan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk menyediakan barang-barang publik dan pelayanan kepada masyarakat. Total pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan keseluruhan dari keputusan anggaran pada masing tingkatan pemerintahan (pusat-propinsi-daerah). Pada masing-masing tingkatan dalam pemerintahan dapat mempunyai keputusan akhir – proses

(8)

pembuatan yang berbeda dan hanya beberapa hal pemerintah yang di bawahnya dapat dipengaruhi oleh pemerintah yang lebih tinggi (Lee Robert, Jr and Ronald W. Johnson : 1998).

Untuk memahami berbagai pengaturan pendanaan bagi pemerintah pusat (daerah) maka harus mengetahui keragaman fungsi yang dibebankannya. Fungsi tersebut adalah : pertama : Fungsi penyediaan pelayanan yang berorientasi pada lingkungan dan kemasyarakatan; kedua : Fungsi pengaturan, yakni merumuskan dan menegakkan pusat perundangan; ketiga : Fungsi pembangunan, keterlibatan langsung maupun tidak langsung dalam bentuk-bentuk kegiatan ekonomi dan penyediaan prasarana; keempat : Fungsi perwakilan, yaitu menyatakan pendapat daerah di luar bidang tanggung jawab eksekutif; kelima : Fungsi koordinasi, yakni melaksanakan koordinasi dan perencanaan investasi dan tata guna tanah regional (daerah).

Pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari kebijakan fiskal (Sadono : 2000) yakni suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah tiap tahunnya yang tercermin dalam dokumen APBN untuk nasional dan APBD untuk daerah/regional. Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output maupun kesempatan kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu maka peningkatan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan semakin meningkatkan pendapatan daerah, peningkatan aggregat demand mendorong kenaikan investasi dan pada akhirnya menyebabkan kenaikan produksi.

(9)

2.1.2. Investasi

2.1.2.1. Teori Investasi

Menurut Mankiw (2004) investasi (investment) adalah tambahan bersih terhadap stock capital yang ada (net additional to existing capital stock). Investasi dibedakan berdasarkan sumber modalnya yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Perusahaan maupun rumah tangga membeli barang-barang investasi untuk menambah persediaan modalnya dan mengganti modal yang ada setelah habis dipakai.

Michael (2004), mengemukakan bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi dimasa yang akan datang disebut investasi. Investasi diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal.

Kaum klasik dalam Jinghan (2000), mengulas keuntungan merangsang investasi. Semakin besar keuntungan maka semakin besar akumulasi modal dan investasi. Keuntungan tidak akan naik secara terus menerus, tetapi menurun jika persaingan dalam menghimpun modal antar kapitalis meningkat, dikarenakan oleh naiknya upah yang diakibatkan oleh persaingan antar kaum kapitalis. Jika upah dan sewa naik maka menurunlah keuntungan.

Keynes dalam Jinghan (2000), mengemukakan bahwa pendapatan total sebagai fungsi pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional maka semakin besar volume pekerjaan, dan demikian sebaliknya.

(10)

Investasi naik maka menyebabkan naiknya pendapatan, karena pendapatan meningkat maka permintaan lebih banyak terhadap barang konsumsi, sehingga menyebabkan kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan dan mempengaruhi penerimaan pajak.

Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai ”pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan”. Menurut Boediono (1992) investasi adalah pengeluaran oleh sector produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik.

Dalam model pertumbuhan endogen dikatakan bahwa hasil investasi akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Dengan diasumsikan bahwa investasi swasta dan publik di bidang sumberdaya atau modal manusia dapat enciptakan ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu produktivitas yang mampu mengimbangi kecenderungan ilmiah penurunan skala hasil. Meskipun teknologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting, namun model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi keuntungan dari investasi komplementer (complementary investment) dalam modal atau sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan

(11)

penelitian. Mengingat investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Dengan demikian model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak langsung.

Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan asing. Dengan semakin besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB.

2.1.2.2. Investasi dan Tingkat Bunga

Peningkatan investasi yang ditanamkan pada suatu negara atau daerah, ditentukan oleh beberapa faktor, yang antara lain: tingkat bunga, ekspektasi tingkat return, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat laba perusahaan, situasi politik, kemajuan teknologi dan kemudahan-kemudahan dari pemerintah. Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan keuntungan kepada para pemilik modal (investor).

(12)

Para investor hanya akan menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal yang ditanamkan (return of investment), yaitu berupa persentase keuntungan neto (belum dikurangi dengan tingkat bunga yang dibayar) yang diterima lebih besar dari tingkat bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu dengan meminjamkan atau membungakan uang tersebut (deposito), dan menggunakannya untuk investasi.

Tingkat bunga kredit perbankan merupakan biaya opportunitas dalam pembentukan investasi oleh sektor bisnis, sehingga peningkatan tingkat bunga kredit perbankan akan menurunkan tingkat investasi dan kemudian menurunkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan penawaran kredit perbankan atau berasosiasi positif dengan struktur kredit perbankan. Praktiknya, peningkatan struktur kredit perbankan akibat penurunan intensitas persaingan bank akan meningkatkan investasi sektor riil.

Ramalan mengenai keuntungan dimasa depan akan memberikan gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan. Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total aggregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain.

(13)

2.1.2.3. Investasi dan Kesempatan Kerja

Pada suatu daerah di mana tingkat kesempatan kerjanya tinggi, sudah barang tentu akan mengurangi tingkat pengangguran dan sebaliknya jika kesempatan kerja itu rendah maka pengangguran akan meningkat. Tinggi rendahnya tingkat kesempatan kerja dipengaruhi oleh beberapa komponen pokok, komponen tersebut di suatu negara jenisnya berbeda-beda.

Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja, yaitu:

Pertama, kondisi perekonomian. Pesatnya roda perekonomian suatu daerah mencerminkan aktivitas produksi yang tinggi, kapasitas produksi yang tinggi membutuhkan tingginya faktor produksi diantaranya adalah tenaga kerja. Jadi banyak perusahaan yang menambah tenaga kerja baru. Kedua, pertumbuhan penduduk. Kualitas pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh tingginya angka pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk akan mengurangi kesempatan orang untuk bekerja. Ketiga, Produktivitas/kualitas sumber daya manusia. Tingginya produktivitas dan kualitas sumber daya seseorang akan mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja, dan sebaliknya kualitas sumber daya manusia yang rendah akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya. Keempat Tingkat upah. Kenaikan upah yang tidak dibarengi dengan kenaikan kapasitas produksi akan bmenyebabkan pihak perusahaan akan mengurangi jumlah karyawannya, hal tersebut akan menurunkan tingkat kesempatan kerja. Kelima, Struktur umur penduduk. Semakin besar struktur umur penduduk yang digolongkan mudah, maka kesempatan kerja akan menurun dan sebaliknya.

(14)

Dengan demikian Adanya investasi-investasi baru memungkinkan terciptanya barang modal baru sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga kerja yang pada gilirannya akan mengurangi pengangguran dan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi. Atau kata lainnya kesempatan kerja lahir karena invesatasi dan uasaha untuk memperluas kesempatan kerja ditentuakan oleh laju pertumbuhan investasi, pertambahan pendudu dan angkatan kerja.

2.1.2.4. Investasi dan Tingkat Upah

Factor produksi secara umum digolongkan pada 4 bagian, yaitu tanah, tenaga kerja, kewirausahaan dan modal. klaster pada 4 bagian tersebut didasarkan atas perbedaan elastisitas penawaran parsial, karakteristik yang terkandung pada setiap produksi dan imbalan yang diterima pemilik factor produksi. Perbedaannya bersesuaian dengan perkembangan bargaining position antara tiga kelompok masyarakat, kapitalis, tuan tanah dan tenaga kerja. Besaran yang akan diterima oleh pelaku aktivitas akan ditentukan dan menyesuaikan dengan kondisi pasar. Tenaga kerja akan mendapatkan upah, tuan tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik modal mendapatkan tingkat bunga (Makmun dan Yasin dalam Novita, 2007).

Kapitalis memandang tenaga kerja sebagai factor produksi atau input. Iklim uasaha yang dinamis menuntut adanya penyesuaian perlakuan terhadap tenaga kerja. Perusahaan akan memberikan perlakuan lain terhadap tenaga kerja karena ketidakstabilan sifat dan karakter tenaga kerja. Jika tanah dan modal dapat diperjualbelikan dipasar sedangkan tenaga kerja tidak demikian. Namun

(15)

demikian, hal ini tidak cukup menjadikan alasan bagi aliran ekonomi utama untuk melakukan pembedaan analisis terhadap factor produksi lain.

Menurut Sumarsono (2003), pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marginal seorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha adalah:

W = WMPPL = MPPL x P Dimana :

W = tingkat upah (labour cost) yang dibayarkan perusahaan kepada karyawan

P = harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang WMPPL = marginal physical product of labour atau pertambahan hasil

marginal pekerja, diukur dalam unit barang per unit waktu

MPPL = volume of marginal physical product of labour atau nilai pertambahan hasil marginal pekerja atau karyawan

Dalam teori Neoklasik menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah senilai dengan pertambahan hasil marginalnya. Upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. Upah dibayar olehpengusaha sesuai atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha.

Dalam perekonomian pasar-bebas tradisional ciri-ciri utamanya adalah penonjolan kedaulatan konsumen, utilitas atau kepuasan individual, dan prinsip maksimalisasi keuntungan, persaingan sempurna dan efisiensi ekonomi dengan produsen dan konsumen yang atomistik yakni tidak ada satu pun produsen atau

(16)

konsumen yang mempunyai pengaruh atau kekuatan cukup besar untuk mendikte harga-harga input maupun output produksi tingkat penyerapan tenaga kerja dan harganya (tingkat upah) ditentukan secara bersamaan atau sekaligus oleh segenap harga output dan faktor-faktor produksi dalam suatu perekonomian yang beroperasi melalui perimbangan kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran (Todaro, 2000).

Produsen meminta lebih banyak tenaga kerja sepanjang nilai produk marjinal (marginal product) yang akan dihasilkan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja (yaitu produk marjinal atau tambahan secara fisik dikalikan dengan harga pasar atas produk yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut) melebihi biayanya (yakni tingkat upah). Dengan asumsi bahwa hukum produk marjinal yang semakin menurun (Law Diminishing Marginal Product) berlaku dan harga produk ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar, maka nilai produk marjinal tenaga kerja tersebut akan memiliki kemiringan yang negatif atau mengarah dari bawah ke atas.

Pada sisi penawaran, setiap individu diasumsikan selalu berpegang teguh pada prinsip maksimalisasi kepuasan (Utility Maximization). Kenaikan tingkat upah akan setara dengan kenaikan harga bersantai (biaya oportunitas).

2.1.2.5. Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Investasi merupakan diantara faktor yang krusial bagi kelangsungan proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Untuk keperluan tersebut maka dibangun pabrik-pabrik, perkantoran, alat-alat produksi dan infrastruktur yang dibiayai melalui investasi baik berasal dari pemerintah maupun swasta.

(17)

Korelasi positif antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi diuraikan secara sederhana namun jelas di dalam model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Teori Harord Domar (dikemukakan oleh Evsey domar dan R.F. Harrod) mengemukakan model pertumbuhan ekonomi yang merupakan pengembangan dari teori keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada peranan tabungan dan investasi yang sangat menentukan dalam pertumbuhan ekonomi daerah (Lincoln Arsyad :1997).

Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa : 1) perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barangbarang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh. 2) Dalam perekonomian terdiri dari dua sektor, yaitu sektor rumah tangga dan perusahaan, berarti sektor pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada. 3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol). 4) Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antara modal dan output (Capital Output Ratio) dan ratio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio).

Studi kuantitatif yang dilakukan menemukan korelasi positif dan signifikan antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi (Tambunan : 2001). Argumen utama dari hasil studi tersebut adalah bahwa investasi menambah jumlah stok kapital per pekerja oleh karenanya menaikkan produktivitas. Namun teori ini memiliki kelemahan yaitu kecenderungan menabung dan ratio pertambahan modal-output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka panjang sehingga proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak konstan,

(18)

harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah dan selanjutnya akan mempengaruhi investasi.

Untuk meningkatkan output dilakukan dengan meningkatkan produktivitas, melalui penambahan investasi guna memperbaharui tekhnologi yang digunakan dan / atau investasi guna meningkatkan kemampuan SDM (human capital). Dengan demikian akan meningkat rasio kapital–tenaga kerjanya. Dengan meningkatnya rasio antara kapital–tenaga kerja secara konsisten diharapkan akan meningkatkan PDRB (Pancawati : 2000).

Investasi swasta atau PMDN bruto merupakan komponen dari perbelanjaan agregat yang sifatnya tidak stabil, dan menjadi salah satu sumber penting dari konjungtur dalam perekonomian. Besarnya investasi perusahaan dapat diterangkan dalam analisis hubungannya dengan tingkat suku bunga, apabila suku bunga rendah lebih banyak investasi yang akan dilakukan, dan sebaliknya kenaikan suku bunga akan menyebabkan pengurangan dalam jumlah investasi (Sukirno : 2000). Akhirnya kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan kemakmuran masyarakat.

2.1.3. ICOR (Incremental Capital Output Ratio)

Incremental Capital Output Ratio dikembangkan oleh Sir Ray Harrod

dan Evsey Domar yang dikenal dengan Harrod Domar Model. Teori ini menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan stok kapasitas produksi dan kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output. Investasi dan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) merupakan dua variabel fundamental yang masing-masing dapat dijelaskan secara garis besar sebagai berikut : investasi

(19)

(investasi netto) didefenisikan sebagai perubahan/penanaman stok barang modal atau: It = Δk I t t = Kt-K

Misalnya di Medan nilai stok barang modal pada tahun 1999(K t-1

1800) = 31 juta rupiah, dan pada tahun 2000 (K1801

ICOR adalah kebalikan dari ratio pertambahan output terhadap pertambahan investasi yang pada intinya menunjukkan hubungan antara penambahan stok barang modal dan pertambahan output atau melihat seberapa besar peningkatan investasi yang diperukan untuk mendpatkan laju pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, yang digambarkan dengan rumus sebagai berikut :

) = 40 juta rupiah. Kalau dalam pengertian investasi bruto, misalnya pembentukan modal tetap bruto 13 juta rupiah tetapi penambahan stok baru hanya 10 juta rupiah berarti penggantian stok lama (penyusutan) sebesar 3 juta rupiah.

Y = y.K 1/y = K/y

Dimana ratio Y = rasio output-kapital dan 1/y = ratio kapital output (ICOR).

Dalam perkembangannya pemakaian konsep ICOR mengalami modifikasi menjadi ICOR dengan rumus sebagai berikut :

ICOR = (ΔK/Y) (ΔY/Y) atau ICOR = (I/Y) (ΔY/Y) Dimana ΔK = 1

(20)

Semakin baik kualitas investasi maka semakin kecil ICOR, sebaliknya semakin buruk kualitas investasi maka semakin besar angka ICOR. (Nopirin : 2000).

2.1.4. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) 2.1.4.1. Teori PDRB

PDRB adalah merupakan Nilai Tambah Bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa ahir yang di hasilkan oleh unit-unit produksi di dalam suatu wilayah atau region dalam suatu periode tertentu, basanya satu tahun. Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah nilai produksi bruto dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang dikeluarkan.

PDRB perkapita adalah total PDRB di bagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun pada peeriode tertentu. Pendapatan perkapita adalah total PDRB dikurangi dengan penyusutan dan pajak tidak langsung di bagi dengan jumlah penduduk pertengahan taahun pada periode tertentu.

Pertubuhan ekonomi adalah total PDRB per sektor/sub sektor atas dasar harga konsstan pada tahun n di bagi dengan total PDRB per sektor/sub sektor atas dasar harga konstan pada tahun n-1 dikali 100 dikurangi 100 (persen). Distribusi persentase PDRB adalah total PDRB per sektor/sub sektor di bagi dengan total PDRB dikali 100 (persen).

2.1.4.2. Metode penghitungan PDRB

Para pakar ekonomi untuk menghitung besar Produk Domestik Regional Bruto dengan beberapa pendekatan (Basri : 2002), yakni : besar PDRB ialah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang di hasilkan oleh berbagai unit produksi dalam wilayah region suatu negara dalam jangka setahun. Jadi, Produk Domestik

(21)

Regional Bruto merupakan jumlah nilai seluruh barang dan jasa pada akhir tahun di suatu daerah atau region.

Dalam pendekatan ini, PDRB ialah sejumlah balas jasa yang di terima oleh faktor-faktor produksui yang turut serta dalam proses produksi di wilayah suatu daerah regional dalam jangka setahun.

PDRB menunjukan jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi pengeluaran konsumsi rumah tangga dan a) Pendekatan Produksi b) Pendekatan Pendapatan c) Pendekatan Pengeluaran lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, pengeluaran konsumsi pemerintah serta ekspor netto (Ekspor-Netto) dalam jangka setahun.

2.2. Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang menjadi fokus dan acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurinayah (2001) dengan judul Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Produk Domestik Bruto Terhadap Investasi di Indonesia Tahun 1983-2000. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara suku bunga terhadap investasi, dimana hal tersebut ditunjang oleh analisa statistik yang menunjukkan nilai korelasi sebesar 5,10%.

2. Penelitian Setyari Wiwin, dkk (2008) tentang faktor penentu investasi swasta di Indonesia periode 1989-2005, menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari varibel nilai tukar, tingkat suku bunga terhadap investasi swasta.

(22)

3. Penelitian Brata (2005) mengenai investasi sektor publik lokal, pembangunan manusia dan kemiskinan yang berkesimpulan bahwa investasi swasta berperan mengurangi kemiskinan melalui penyediaan lapangan kerja yang memungkinkan terjadinya pendapatan masyarakat.

4. Penelitian Deddy (2008) tentang Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah, dengan kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah (Y) selama tahun pengamatan 1985-2006 adalah : realisasi nilai Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Angkatan Kerja (AK) dan Pengeluaran Pemerintah Daerah (EXPD). Hasil analisis mengenai pengaruh PMA, PMDN, Angkatan Kerja dan pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah menunjukkan hubungan yang positif signifikan.

5. Rani dan Abdullah dalam Elfindri dan Bactiar, (2000) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan tingginya perluasan kesempatan kerja dalam industri-industri yang berorientasi eksport adalah karena industri-industri tersebut lebih tepat untuk mencapai skala ekonomi karena luasnya pasar menyebabkan kegiatan usaha juga meningkat, sehingga menyebabkan keperluan tenaga kerja untuk jenis pekerjaan tertentu bertambah dan pekerja-pekerja lebih terkonsentrasi untuk bekerja dalam jenis pekerjaan tertentu dengan keahliannya.

(23)

6. Ayu dan Nenik dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh jumlah usaha, nilai investasi, dan Upah minimum terhadap permintaan tenaga Kerja pada industri kecil dan menengah Di kabupaten semarang, menemukan bahwa Secara simultan atau bersama-sama variabel unit usaha, nilai investasi, dan upah minimum kabupaten mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan tenaga kerja pada Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Semarang.

7. Penelitian Puput dan Edy dengan judul Pengaruh Ketersediaan Tenaga Kerja, Infrastruktur, Pendapatan Perkapita dan Suku Bunga Terhadap Investasi Industri Kota Semarang. Berkesimpulan bahwa Tingkat suku bunga pinjaman baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek berpengaruh terhadap investasi industri di Kota Semarang. Tingkat suku bunga pinjaman merupakan faktor yang cukup penting dalam menarik investasi karena sebagian besar dana investasi berasal dari pinjaman bank termasuk investasi di sektor industri. Jika tingkat suku bunga pinjaman ini turun maka masyarakat akan semakin tertarik meminjam dana di bank dalam rangka berinvestasi.

8. Rosleni (2012) dengan penelitian berjudul Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Terhadap Penerimaan Pajak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak di Provinsi Sumatera Utara. Menyimpulkan bahwa Tingkat Upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap investasi.

9. Penelitian Boediono dalam sitorus (2011) yang mencoba untuk mengidentifikasikan faktor-faktor penentu dari permintaan uang di Indonesia selama periode 1975-1984. Kerangka kerja yang digunakan mengadopsi pada

(24)

pendekatan yang selama ini berkembang, di mana faktor yang mempengaruhi permintaan uang masyarakat adalah gross domestic product (GDP), suku bunga dalam negeri (umumnya digunakan suku bunga deposito), dan inflasi domestik, serta dengan memperhitungkan karakteristik dari perekonomian Indonesia, seperti keterbukaan pada sektor perdagangan dan finansialnya terhadap kondisi perekonomian internasional. Variabel GDP merupakan terkait dengan motif permintaan uang untuk transaksi. Dari penelitian ini menghasilkan indikasi bahwa beberapa tingkat bunga terbukti mempengaruhi permintaan uang.

10. Penelitian Imom (2010) yang berjudul Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Krisis Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara. Pada pokoknya Imom menyimpulkan bahwa Pengeluaran Pembangunan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara.

11. Novita (2008) dengan penelitian berjudul Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan Linda ini membuktikan bahwa Investasi PMDN tahun sebelumnya dan Investasi PMA Tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap PDRB secara parsial.

12. Hariani (2008), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun 1977-2005, Penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur selama periode 1977-2005 dengan menggunakan metode regresi sederhana

(25)

Ordinary Least Square (OLS). Membuktikan bahwa variabel pengeluaran rutin mempunyai pengaruh yang dominan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 1977-2005.

13. Smith dalam Subri (1997) berpandangan bahwa manusialah sebagai faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran bangsa-bangsa. Karena sumber daya alam tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia yang pandai mengolahnya sehingga bermanfaat bagi kehidupan. Hal ini dapat diartikan bahwa seyogianya pemerintah mendorong dan memberdayakan penduduk untuk ikut serta berperan aktif pemenuhan kebutuhannya, penciptaan lapangan kerja baru sehingga tercipta kesempatan kerja disamping juga peningkatan kualitas, keterampilan dan keahlian dan lain sebagainya. Sehingga pada gilirannya menekan angka pengangguran yang berimplikasi stagnan dan menurunnya pertumbuhan ekonomi.

14. Penelitian Arif (2011) tentang Pengaruh Efisiensi Perekonomian terhadap Pertumbuhan Ekonomi 32 Provinsi di Indonesia dengan hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa dari 32 provinsi yang dijadikan objek penelitian, 20 provinsi menunjukkan hubungan yang negatif antara ICOR dengan pertumbuhan ekonomi dan 12 provinsi menunjukkan hubungan yang positif antara ICOR dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil analisis data panel menunjukkan bahwa ICOR dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dimana apabila ICOR turun sebesar 1 poin maka pertumbuhan ekonomi 32 Provinsi Indonesia akan meningkat sebesar 0,41 persen. Hasil penelitian proyeksi ICOR Indonesia menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka ICOR Indonesia tahun 2011 – 2015.

(26)

2.3. Kerangka Konseptual

Dengan merujuk pada landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Gambar 2.2. di atas menjelaskan variabel-variabel yang saling mempengaruhi dalam bentuk kerangka konseptual. Dalam konsep pertama, Investasi merupakan variabel X4 yang disebut sebagai variabel dependen atau variabel terikat, Tingkat Bunga sebagai variabel X1, Tingkat Upah sebagai variabel X2, yang merupakan variabel independen atau variabel bebas. Dimana variabel eksogenus (X1 dan X2) mempengaruhi Investasi sebagai variabel dependen (X4). Tingkat Upah (X2) Pengeluaran Pembangunan (X3) Investasi (X4) Pengeluaran Rutin (X5) ICOR (X6) Kesempatan kerja (X7) Tingkat Bunga (X1) Perekonomian Daerah (Y) PY X1 PY X5 PY X4 PY X3 PX7 X4 PY X2 PX4 X1 PX4 X2 e3 e 2 e1 PY X6 PY X7

(27)

Selanjutnya pada Konsep kedua, Kesempatan Kerja sebagai variabel X7 yang disebut sebagai variabel dependen atau variabel terikat, Investasi sebagai variabel X4, yang merupakan variabel independen atau variabel bebas mempengaruhi Kesempatan Kerja sebagai variabel dependen (X7).

Kemudian Konsep ketiga, perekonomian daerah merupakan variabel Y yang disebut sebagai variabel dependen atau variabel terikat, Tingkat Bunga sebagai variable X

1, Tingkat Upah sebagai variabel X2, Pengeluaran Pembangunan sebagai variabel X3, Investasi sebagai variabel X4, Pengeluaran Rutin sebagai variabel X5, ICOR sebagai variabel X6, Kesempatan Kerja sebagai variabel X7, yang merupakan variabel independen atau variabel bebas. Dimana variabel eksogenus (X1, X2, X3, X4, X5, X6, dan X7) mempengaruhi Perekonomian Daerah sebagai variabel dependen (Y).

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini Penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Tingkat Bunga dan Tingkat Upah berpengaruh negatif terhadap Investasi; 2. Investasi berpengaruh positif terhadap Kesempatan Kerja;

3. Tingkat Bunga, Tingkat Upah, Pengeluaran Pembangunan, Investasi, Pengeluaran Rutin, ICOR, dan Kesempatan Kerja berpengaruh terhadap Perekonomian Daerah.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui tingkat keterlaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada tahapan 1) masukan (antecedents), 2) proses (transactions), 3)

Belanja Barang dan Jasa Tahun 2009 sampai dengan Tahun Anggaran 2010 mencapai 1,5% dikarenakan Badan Pemberdayaan Perempuan baru berdiri dan membutuhkan masukan dari Kabupaten /

“A Clinical Approach for The Diagnosis of Diabetes Melitus”. Dengan judul sebagai berikut :.. Seminar Ilmiah Teknologi Laboratorium Medis Muhammadiyah Sidoarjo 4 a) Diabetes

Total baseline emisi GRK untuk skenario tinggi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan emisi fugitive meningkat dengan pertumbuhan sebesar 7,7%

Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012, selanjutnya disingkat HET adalah harga jual tertinggi obat generik di apotek, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya

Hanya dengan menampilkan universalisme dalam ajarannya dan kosmopolitanisme dalam sikap hidup para pemeluknya, Islam akan mampu memberikan perangkat sumberdaya manusia

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut