MADZHAB HANAFIYAH
MakalahDi Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Kurnia Mujaharah, M. S.I
Di susun oleh :
Duriatun Nadhifah (1601016057) Halimah Sya‟diah (1601016058) Izati Choiroh Insani (1601016059)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendiri Madzhab Hanafi ialah : Nu‟man bin Tsabit bin Zautha. Seorang keturunan bangsa Ajam dari Persia. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu tahun 80 H/699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi‟i RA. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah An Nu‟man. Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Kata “Hanif” dalam bahasa Arab artinya “cenderung” pada agama yaang besar. Menurut riwayat lain dijelaskan bahwa gelar “Abu Hanifah” itu beliau diperoleh karena dengan sedemikian eratnya dengan tinta. Kata “Hanifah” itu menurut lughat Irak artinya “Dawat” atau “Tinta”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah berdirinya madzhab hanafyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah Berdirinya Madzhab Hanafiyah
Hammad ibn Abi Sulaiman menyatukan fiqh An Nakha‟i dengan fiqh Asy Sya‟bi dan memberikan fiqh yang sudah disatukan itu kepada murid-muridnya, diantaranya kepada Abu Hanifah an Nu‟man, yang kemudian menggantikan gurunya sesudah gurunya itu meninggal.
Diantara murid-murid Abu Hanifah yang terkenal ialah : Abu Yusuf, Muhammad, Zufar dan Hasan ibn Ziyad. Mereka bersama-sama Abu Hanifah membentuk Madzhab Hanafi, pada permulaan abad kedua hijriyah, di akhir pemerintahan Amawiyah.
Abu Hanifah mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menggunakan mantiq dan menetapkan hukum syara‟ dengan qiyas dan istihsan. Beliau terkenal sebagai seorang ulama yang berhati-hati dalam menerima hadis. Walaupun demikian, Abu Mufid Muhammad ibn Yusuf al Khawarizmi teelah mengumpulkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hanifah dalam suatu kitab yang berjudul Jami’ul Masanied.
Ahli Hadits yang semasa beliau, ialah : a. Ibnu Abi Laila, qadli Kufah (118 H) b. Sufyan ibn Sa‟id Ats Tsauri (161 H) c. Syuraih ibn Abdullah an Nakha‟i (131 H). Dasar-dasar Madzhab Abu Hanifah
Abu Hanifah adalah sorang imam yang terkemuka dalam bisang qiyas dan istihsan. Beliau mempergunakan qiyas dan istihsan apabila beliau tidak memperoleh nash dalam Kitabullah, Sunnatur Rasul atau Ijma‟.
Dengan kita memperhatikan cara-cara yang di tempuh Abu Hanifah untuk beristinbath, nyatalah bahwa dasar-dasar Hukum Fiqh dalam madzhabnya, ialah : a. Al Kitab
c. Al Ijma‟ d. Al Qiyas e. Al Istihsan
Sahabat-sahabat Abu Hanifah
Murid-murid beliau yang paling terkenal:
Pertama : Abu Yusuf Ya‟qub ibn Ibrahim al Anshari al Kufi (113 H – 182 H)
Beliaulah yang telah berjasa besar dalam mengembangkan madzhab Abu Hanifah. Beliau menjadi qadli di Kufah dalam masa pemerintahan Harun dan kepada beliau diserahkan urusan mengangkat qadli-qadli di seluruh daerah. Kitabnya yang ditulis sendiri yang sampai ke tangan kita sekarang, ialah Al Kharaj.
Kedua : Muhammad ibn al Hasan asy Syaibani (132 H-189 H)
Beliau tidak lama menyertai Abu Hanifah dan pernah belajar pada Imam Malik. Tetapi beliaulah yang telah berusaha membukukan madzhab Hanafi
Kitab-kitab beliau yang dibukukan ada dua maca :
a. Yang diriwayatkan kepada kita oleh orang-orang kepercayaan. Kitab-ktab ini dinamai kitab-kitab Dhairur Riwayah, atau Masailul Ushul
b. Yang diriwayatkan kepada kita oleh orang-orang yang tidak kepercayaan yang dinamai Masailun Nawadir.
Ketiga : Zufaz ibn Hudzail ibn Qais Al Kufi (110 H-158 H)
Beliau terkenal sebagai seorang ahli qiyas yang terpanda dari murid-murid Abu Hanifah.
Keempat : Al Hasan ibn Ziyad al Lu‟Lu-i (204 H)
Beliau belajar pada Abu Hanifah dan meriwayatkan pendapat-pendapatnya. Akan tetapi fuqaha tidak menyamakan riwayatnya dengan riwayat riwayat yang diriwayatkan oleh Muhammad ibn al Hasan dalam kitab Dhahirur Riwayah.
Pada masa sekarang ini madzhab Hanafi adalah madzhab resmi negara Mesir, Turki, Syiria, dan Libanon. Dan madzhab inilah yang dianut oleh sebagian besar
pendapat Afghanistan, Pakistan, Turkistan, muslimin India dan Tiongkok. Lebih sepertiga ummat Islam di duni ini yang menganut Madzhab Hanafi.
2. Pokok Pikiran Madzhab Hanafiyah Dalam Istinbath Hukum
Seperti diakui Muhammad Abu Zahra, sebagaimana di kutip Mun‟im A. Sirry, kesultan yang terbesar dalam mengkaji pemikiran Abu Hanifah terletak pada tidak adanya buku-buku yang secara substansial memuat pemikiran dan metodologi madzhab Hanafi. Yang ada saat ini adalah berupa priwayatan dari murid-muridnya, seperti yang ditulis Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan al-Syabani.
Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama ahli Ra‟yi. Meskipun Abu Hanifah pernah bermukim di Mekkah dan mempelajar hadits-hadits nabi, serta ilmu-ilmu lain dari para tokoh yang beliau jumpai, akan tetapi pengalam yang beliau peroleh dari luar kufah digunakan untuk memperkaya koleksi hadits-haditsnya, sementara metodologi kajian fiqihnya mencerminkan aliran Ahli Ra‟yi yang beliau pelajari dari . Imam Hammad, dengan al-Quran dan as-Sunnah sebagai sumber pertama dan kedua.
Imam Abu Hanifah pernah berkata : “Aku mengambil hukum berdasarkan al-Quran, apabila tidak saya jumpai dalam al-Quran maka aku gunakan as-Sunnah dan jika tidak ada dalam kedua-duanya (al-Quran dan as-Sunnah), maka aku dasarkan pada pendapat para sahabat dan alu tinggalkan apa saja yang tidak kusukai dan tetap berpegang kepada satu saja.” Beliau juga berkata : “Aku berijtihad sebagaimana mereka berijtihad dan berpegang kepada kebenaran yang didapat seperti mereka juga.”
Metode yang digunakan Imam Abu Hanifah dalam menetapkan hukum (istinbath) berdasarkan tujuh pendekatan, yaitu sebagai berikut,
a. Al-Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum.
b. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal-hal global yang ada dalam Al-Quran.
c. Fatwa Sahabat (Aqmal As-sahabah) Karena mereka menyaksikan turunya ayat dan mengetahui azab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadits dan para perawinya. Adapun fatwa para tabi‟in tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat. d. Qiyas (analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang shahih dalam
e. Istihsan, yaitu menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya karena tidak tepatnya qiyas atau qiyas tersebut berlawanan dengan nash.
f. Ijma‟, yaitu kesepakatan para mujtahid dalam kasus hukum pada masa tertentu. g. „Urf , yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam masalah tertentu yang tidak ada
nashnya dalam al-Quran, Sunnah, dan belum ada praktiknya pada masa sahabat. Metode ushul yang digunakan Abu Hanifah banyak bersandar pada al-ra‟yu, setelah Kitabullah dan As-Sunnah. Ia juga bersandar pada qiyas, yang ternyta banyak yang menimnulkan protes di kalangan para ulama, yang tingkat pemikirannya belum sejajar dengan Abu Hanifah. Begitu pula dengan istihsan yang ia jadikan sebagai sandaran pemikirannya mazhabnya, mengundang reaksi kalangan ulama.
BAB III
KESIMPULAN
Nama madzhab ini diambil dari ulama yang bernama an-Nu‟man bin Tsabit (80-150 H) Yang lebih dikenal dengan julukan atau gelar Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah dilahirkan di kota Kuffah, Irak pada tahun 80 Hijriyah. Abu Hanifah mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menggunakan mantiq dan menetapkan hukum syara‟ dengan qiyas dan istihsan. Beliau terkenal sebagai seorang ulama yang berhati-hati dalam menerima hadis. Walaupun demikian, Abu Mufid Muhammad ibn Yusuf al Khawarizmi teelah mengumpulkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hanifah dalam suatu kitab yang berjudul Jami’ul Masanied.
Abu Hanifah adalah sorang imam yang terkemuka dalam bisang qiyas dan istihsan. Beliau mempergunakan qiyas dan istihsan apabila beliau tidak memperoleh nash dalam Kitabullah, Sunnatur Rasul atau Ijma‟
BAB IV
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami harap dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kita tentang Madzhab Hanafi. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, akan kami buat sebagai pembelajaran. Sekian dan Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddeqy, Teuku Muhammad Hasbi.1999.Pengantar Ilmu Fiqh.Semarang:Pustaka Rizki Putra
http://maftuh78.blogspot.com/2008/12/pemikiran-empat-imam-madzhab.html
Saebani, Beni Ahmad dan Encep Taufiqurrahman.2015.Pengantar IlmuFiqh. Bandung: Pustaka Setia